Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152116 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakart: LP3ES, 1982
392.13 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Savitri Puji Astuti
"Dalam persahabatan, salah satu kegiatan yang dilakukan antara dua sahabat adalah melakukan pengungkapan diri (Hays, dalam Deaux, 1993). Derlega (2004) mengatakan bahwa pengungkapan diri merupakan salah satu faktor penting dalam berkembangnya suatu hubungan. Derlega (1993) berpendapat bahwa pengungkapan diri adalah sesuatu yang diekspresikan oleh individu secara verbal mengenai dirinya.
Jourard (dalam Hirokawa, 2004) mengartikan pengungkapan sebagai suatu usaha dalam menjadikan diri "transparan" terhadap orang lain dengan melalui komunikasi. Pengungkapan terjadi apabila individu yang terlibat telah mengenal satu sama lain dan telah tertanam perasaan saling percaya (Argyle, 1992).
Menurut Derlega dan Grzelak (1979, dalam Rottenberg, 1995), pengungkapan diri memiliki 5 fungsi yaitu mendapatkan penilaian sosial, mendapatkan kontrol sosial, mendapatkan klarifikasi diri, melatih pengekspresian diri dan mengembangkan hubungan. Adapun Jourard (1964) mengutarakan mengenai 6 kategori dalam pengungkapan diri, yaitu perilaku dan opini, selera dan ketertarikan, pekerjaan atau sekolah, uang, kepribadian dan tubuh.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Jourard (1964), Brehm (1992), Derlega (1993) dan Papini et al. (2004) ditemukan beberapa faktor yang memiliki pengaruh terhadap pengungkapan diri. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah jenis kelamin, usia, perilaku orang tua, dan rasa percaya serta waktu.
Pengungkapan diri dilakukan oleh tiap individu dan pada tiap tahap perkembangan. Derlega (1993) mengatakan bahwa usia memberikan pengaruh terhadap pengungkapan. Perubahan pola pengungkapan diri terkait dengan perubahan dasar dalam isu dan tugas yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian (Rottenberg, 1995). Hal ini berarti perkembangan individu memiliki pengaruh terhadap proses pengungkapan diri.
Berndt (dalam Papalia & Olds, 2004) mengutarakan bahwa intensitas persahabatan dalam masa remaja jauh lebih besar daripada periode lain selama rentang kehidupan seseorang. Sementara pada masa dewasa madya, persahabatan dapat dijadikan panduan bagi dewasa madya ketika individu mengalami stress kesehatan fisik ataupun mental (Cutrona, Russel, & Rose, dalam Papalia, 2002).
Minimnya penelitian yang mengkaitkan mengenai proses, fungsi dan kategori pengungkapan diri dengan masa perkembangan seorang individu merupakan salah satu alasan penelitian ini dilakukan. Masalah yang muncul adalah bagaimana fungsi, kategori dan proses pengungkapan diri pada persahabatan remaja dan dewasa madya?
Penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif, dengan metode penelitian in-depth interview. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 4 orang, terdiri dari 2 remaja (laki-laki dan perempuan) dan 2 dewasa madya (laki-laki dan perempuan). Karakteristik subjek adalah memiliki minimal 1 orang sahabat dan hubungan persahabatan masih berlangsung selama masa penelitian dilakukan.
Hasil utama yang diperoleh dalam penelitian adalah munculnya kelima fungsi pengungkapan diri pada tiga kasus dan tiga fungsi pengungkapan diri pada kasus ke empat. Kategori yang muncul pada keempat kasus adalah selera dan ketertarikan, uang, dan kepribadian. Untuk proses pengungkapan diri, rasa percaya dan waktu merupakan faktor penting untuk munculnya pengungkapan diri secara mendalam."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Pradata I.K.
"Ketertarikan terhadap lawan jenis, yang dialaiai oleh hampir semua orang, dapat berlanjut dalam hubungan berpacaran. Berpacaran dapat merupakan suatu proses untuk memilih pasangan hidup. Dengan demikian individu berupaya untuk mengenal pasangannya secara mendalam. Untuk itu mereka perlu saling mengungkapkan diri. Pengungkapan diri (seljfdisclosure) merupakan tindakan individu untuk menceritakan berbagai informasi tentang dirinya (baik pikiran, perasaan, pengalaman) kepada orang lain. Pengungkapan diri tidak mudah dilakukan karena memiliki dua sisi, di satu sisi pengungkapan diri memiliki manfaat besar dalam mengembangkan suatu hubungan, tetapi di sisi lain juga memiliki risiko yang dapat mengancam kelangsungan hubungan, misalnya penolakan, munculnya perasaan terluka.
Penelitian ini bermaksud mengetahui gambaran pengungkapan diri pada masa sebelum berpacaran dan pada masa selama berpacaran. Selain itu ingin diketahui pula peranan pengungkapan diri dalam perkembangan hubungan berpacaran. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif. Dalam pendekatan ini yang ingin dicapai adalah memahami penghayatan subyektif individu. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara. Penelitian ini melibatkan 6 subyek, terdiri dari 3 pria dan 3 wanita.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seperti yang dikemukakan secara teoretis, pengungkapan diri dapat menunjang tercapainya keintiman, tetapi juga mengandung risiko. Sekalipun pembicaraan berkembang ke arah yang lebih pribadi pada masa berpacaran, ada topik-topik yang dihindari atau ditunda untuk dibicarakan. Hal ini terjadi karena dalam perjalanan hubungan timbul konflik-konflik yang disebabkan oleh pengungkapan diri. Konflik menjadi akibat negatif dari pengungkapan diri yang dialami oleh semua subyek. Hal serupa tidak tampak pada masa sebelum berpacaran. Oleh sebab itu pertimbangan-pertimbangan subyek dalam mengungkapkan diri tainpak lebih kompleks pada masa selama berpacaran.
Peranan pengungkapan diri berbeda-beda untuk masingmasing subyek. Pada empat subyek, pengungkapan diri tampak lebih besar peranannya dalam mengembangkan dan menjaga kelangsungan hubungan. Sementara pada dua subyek, banyak konflik yang timbul berkaitan dengan pengungkapan diri yang akhirnya mengancam kelangsungan hubungan mereka. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kurangnya pengungkapan diri timbal balik dan adanya reaksi-reaksi negatif terhadap pengungkapan diri berperan bagi terancamnya kelangsungan hubungan berpacaran.
Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggali lebih dalam faktor-faktor kepribadian dan budaya. Selain itu perlu dilibatkan subyek dengan latar belakang yang beragam atau yang memiliki pengalaman masa lalu kurang menguntungkan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2581
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S6906
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
A.M.Karmelia Sriyani
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S6669
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S6690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutrisno
"Negara Orde Baru, yang jauh dari format demokratis, agresif menyebar instrumen sosialisasi sebagai upaya pelanggengan sistem politik. Namun secara teoritik, sosialisasi tidak selalu berhasil secara lengkap, diantaranya dipecah oleh kekuatan imperatif kelas sosial.
Tesis ini mengangkat prerskripsi tersebut. Penelitian dilakukan di Kota Rangkasbitung pada lima bulan menjelang Mei 1998 (Reformasi).
Urgensi penelitian ini disamping persoalan praktis bagi para aktor pengambil kebijakan bertalian dengan upaya perolehan kesempatan pembangunan dengan (bentuk) perilaku politik juga merupakan tanggapan terhadap fenomena kesenjangan atau kelas. Pada tataran teoritik, dalam pendekatan Struktural Fungsional bahwa sosialisasi merupakan proses pelestarian sistem politik, dalam kajian ini proses itu diduga terpecah melalui persoalan kelas sosial.
Kajian masalah itu dilakukan terhadap 100 responder, masing-masing 50 responden untuk setiap kelas sosial melalui sampling purposive, ini tahap pertama. Tahap berikutnya, diambil 2 (dua) informan dalam indeepth interview untuk masing-masing kalas sosial, yang didasarkan pada bentuk okupasi public servant dan bentuk okupasi yang mandiri. Responden berusia berkisar antara 18 sampai 30 tahun. Secara demografi-politik, usia ini adalah generasi baru yang tidak tersentuh oleh perjuangan `45 atau apapun yang berhubungan dengan G 30 S-PKI, tidak ada yang trauma politik . Mereka adalah produk sosialisasi Orde Baru.
Data disusun dalam bentuk tabel silang untuk memudahkan analisa pada keterkaitan antar variabel. Bahasan diurai secara naratif analitik, dimaksudkan paparan data bukan sekedar sajian langsung dari tabel kuesioner dan informan yang sepenuhnya tafsiran peneliti (yang memungkinkan peluang dramatis). Melainkan tafsiran didasarkan rasionalitas teori dan perbandingan dengan penelitian yang lain. Ini dilakukan pada setiap ujung pembahasan bab dan sub-bab atau tema.
Seperti layaknya penelitian sosialisasi mengungkap proses ragam institusi sosial yang tersedia dalam masyarakat yang membangun pengetahuan, nilai dan sikap serta kepedulian. Dalam kerangka tersebut pertanyaan besarnya : bagaimana anak muda kota dalam proses pembentukan orientasi politik dalam kaitannya dengan kelas. Untuk membantu memahami gejala tersebut digunukan Poi ver Perspective dan Sociological Knowledge Approach.
Temuan penelitian tesis ini dalam bagian Kesimpulan disajikan dalam beberapa tesa. Pertama, peran keluarga dalam kelas atas lebih nyata sebagai agen sosialisasi politik, sementara pada kelas bawah peran itu dilakukan oleh peers-group ketetanggaan. Kedua, Orang tua yang menjadi figur publik cenderung memberikan kontribusi terhadap tingkat kepedulian politik anak. Ketiga, institusi agama pada masyarakat kelas atas cenderung bersifat politis sehingga sebagai agen sosialisasi politik lebih menonjol. Keempat, institusi agama pada kelas bawah cenderung sarat dalam wacana sufistik, sehingga memberikan kesan pada bentuk sosialisasi nilai politik yang bersifat konformis secara politik atau pro-state. Kelima, kelas atas lebih memahami aturan main politik, sementara pada kelas bawah lebih memahami peristiwa politik. Keenam, pada kelas bawah demokrasi dipandang dalam kerangka formalistik - institusional, sementara pada kelas atas demokrasi lebih dilihat dari sisi substansi (isi). Ketujuh, nilai - nilai demokratis lebih baik dikalangan anak muda kelas atas. Kedelapan, anak-anak muda kelas atas cenderung bersikap responsif-konservatif terhadap persoalan politik tingkat lokal, sementara pada anak muda kelas bawah terhadap persoalan yang sama bersikap apatis. Kesembilan, anak muda pada kelas bawah bersikap fatalistik terhadap sistem meritokrasi politik dan ekonomi, sementara pada anak muda kelas atas bersikap optimistik bahwa sistem meritokrasi tersebut dapat dibangun, Kesepuluh, bagi anak muda kelas atas terhadap isu politik lokal menunjukkan kepedulian yang lebih tinggi. Sementara terhadap isu kesenjangan ekonomi kepedulian yang tinggi lebih ditunjukkan oleh anak muda dari kelas bawah.
Temuan lain, nampaknya menarik untuk diangkat, bahwa eksklusivisme cenderung dibangun melalui struktur kelas (struktur sosial vertikal) daripada struktur sosial horizontal. Dan, anak muda di kedua kelas cenderung konservatif terhadap nilai agama, tetapi lebih moderat dalam soal suku atau etnis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T7209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Berbagai perilaku hidup yang tidak bersih dan tidak sehat masih dapat dijumpai di pesantren-pesantren salafi/ tradisional di perdesaan. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa budaya hidup sehat di pondok pesantren salafi tidak memenuhi pola hidup sehat. Hal ini dapat dilihat pada indikasi kesehatan yaitu santri dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar kurang sehat karena masih banyak kekurangan
seperti terlalu banyak jumlah santri yang menyebabkan kumuh dan berdesakan dan masih kurangnya ventilasi
dalam kamar yang menyebabkan lembab. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sosialisasi sanitasi diri
dan lingkungan melalui poskestren berkaitan dengan inovasi, waktu, saluran, dan sistem sosial memberikan
pengetahuan dan mengubah perilaku santri untuk menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan sekitar, membuat ventilasi yang cukup dalam kamar atau tempat tinggal, membudayakan pola perilaku hidup sehat
dengan ditambah olahraga senam, jogging dan lainnya, mengkonsumsi air yang matang, istirahat dengan cukup dan gunakan alas tidur dengan kasur atau karpet. Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)
di pesantren salafi di perdesaan yang dilakukan secara terus menerus dengan cara mendekatkan akses pelayanan kesehatan berhubungan dengan upaya memberdayakan santri dalam bidang kesehatan diri dan lingkungannya. Kesimpulan penelitian bahwa
poskestren di pesantren salafi yang terletak di kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi merupakan langkah pendekatan edukatif untuk mendampingi (memfasilitasi) santri di pesantren untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa proses perubahan sikap positif dalam pemecahan masalah-masalah kesehatan (sanitasi diri dan lingkungan) yang dihadapinya."
384 JKKOM 3:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>