Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9887 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eckstein, Harry
London: The Free Press of Glencoe , 1964
323.2 ECK i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Greene, Thomas H.
Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1984
322.42 GRE c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Zainuddin Maliki
Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1999
332.4 ZAI p (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dahl, Robert A., 1915-2014
Jakarta: Erlangga , 1988
327.11 DAH s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Suharto
"ABSTRAK
Banten, yang terletak di bagian paling barat dari pulau Jawa terkenal karena di samping merupakan tempat yang pertama kali dikunjungi Belanda, juga di daerah ini sering terjadi pemberontakan. Pada abad ke-19 terjadi serangkaian pemberontakan yang berpuncak pada pemberontakan petani Banten pada tahun 1888. Kemudian pada tahun 1926 Banten menjadi panggung pemberontakan komunis yang cukup mencemaskan pemerintah kolonial. Pemberontakan yang mempunyai semangat kuat anti Belanda dan priyayi dapat ditumpas, namun kebencian mereka tidak pernah hilang.
Setelah Indonesia merdeka, di daerah yang paling barat dari pulau Jawa ini sekali lagi menunjukkan sikapnya yang agresif. Setelah berita proklamasi kemerdekaan sampai di sana para pemuda dan tokoh masyarakat melakukan aksi penurunan bendera Jepang dari kantor-kantor pemerintah dan lain sebagainya. K.H. Tubagus Akhmad Khatib diangkat sebagai residen Banten dan K.H. Syam'un sebagai pimpinan BKR. Untuk mempersenjatai badan itu diseranglah markas kempeitai di Serang setelah cara damai yang ingin ditempuh tidak disepakati oleh Jepang. Setelah itu, diseranglah rumah penjara di Serang, dibebaskan orang-orang yang ditahan di dalamnya, dan ditempat lain ditangkap beberapa orang yang tidak disenangi karena sikap mereka di masa lalu, dan didudukinya jabatan-jabatan pemerintah khususnya kepamongprajaan oleh para utama dan kyai. Beberapa hari berikutnya pemerintah setempat hampir hancur sama sekali. Di beberapa tempat penggantian kekuasaan itu disertai kekejaman.
Kaum komunis setempat membiarkan para ulama dan kyai menduduki jabatan-jabatan itu, namun sebagai gantinya mereka memusatkan perhatiannya pada pembentukan Dewan Rakyat di bawah pimpinan Ce Mamat. Dewan melaksanakan fungsinya sebagai badan eksekutif utama. Dewan membentuk pasukan kepolisian sendiri dan Dewan Ekonomi.
Gejolak sosial yang terjadi sejak bulan Oktober itu mendorong pemerintah pusat meninjau daerah itu. Pada tanggal 9-11 Desember 1945 Presiden dan Wakil Presiden disertai rombongan datang ke Banten. Dalam kesempatan itu Presiden antara lain menyatakan bahwa RI bukan milik satu daerah, melakukan milik seluruh rakyat Indonesia. Hatta menyatakan bahwa Dewan Rakyat itu tidak perlu dan agar dibubarkan.
Dewan Rakyat akhirnya dapat ditumpas pada tanggal 8 Januari 1946. Setelah itu, radikalisme di daerah itu mereda. 'Melihat perkembangan di Banten, pemerintah pusat berusaha meningkatkan daerah ini dengan mendatangkan tenaga-tenaga profesional. Tenaga-tenaga yang sesuai dengan suasana daerah itu sungguh diharapkan rakyat Banten. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Wonosobo merupaka satu diantara beberapa Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah. Seperti halnya kabupayen lain , pada masa perjuangan daerah ini mempunyai andil terhadap perjuangan bangsanya...."
PATRA 10(1-2) 2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Qathafi, Muammar
Yogyakarta: INSIST Press, 2000
303.6 QAT m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ronald Irwanto Natadidjaja
"Latar belakang : Infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata hingga saat ini masih termasuk kasus yang sering dijumpai dalam klinik. Infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata kerap kali dapat berakibat fatal. Data yang diperoleh di ruang rawat inap penyakit dalam RSCM menunjukkan lebih dari 200 kasus infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata sepanjang tahun 2010, dengan angka kejadian sepsis kurang lebih mencapai sekitar 10%. Manfaat diagnostik kausatif melalui temuan kultur kuman sebaiknya juga dinilai, karena pada kenyataannya, pemberian antibiotik sesuai temuan kultur kuman juga tidak sepenuhnya menjamin menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien, hal ini seringkali dimungkinkan oleh karena banyaknya kesalahan dalam pengambilan dan pelaporan hasil spesimen.
Tujuan : Mengetahui pola sensitifitas dan resistensi mikroorganisme aerob, pola penggunaan antibiotika, serta manfaat kultur pada infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata.
Metode : Penelitian merupakan studi kohort retrospektif dengan data sekunder pada pasien- pasien dengan infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata yang masuk ke rawat inap penyakit dalam antara bulan Juli 2011 - Juli 2012.
Hasil : Diperoleh 90 subjek penelitian dengan temuan S. aureus dan S.epidermidis merupakan bakteri gram positif yang paling banyak dijumpai. Angka resistensi S. epidermidis terhadap oxacyllin yang dapat menjadi indikator tingginya Methycillin Resistant Staphylococcus epidermidis (MRSE) mencapai 53,8%, sedangkan untuk Methycillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) hanya 15,4%. Bakteri gram negatif yang terbanyak dijumpai adalah Pseudomonas sp yang mencapai 19,5% dari seluruh temuan kultur. Angka resistensi Pseudomonas sp terhadap cephalotin selaku indikator antibiotik beta laktam pada temuan ini mencapai 90%. Pada pemberian antibiotik empirik, kombinasi ampicillin-sulbactam dengan metronidazole menempati urutan tertinggi, yaitu mencapai 63,9%. Penggunaan antibiotik meropenem tunggal tampak mendominasi kelompok dengan eskalasi antibiotik Pada kelompok de-eskalasi antibiotik, 100% subjek diberikan antibiotik tunggal. Ciprofloxacin mendominasi pemberian antibiotik pada kelompok tersebut, yaitu mencapai 32,2% Penilaian manfaat kultur dilakukan dengan terlebih dahulu mengontrol faktor perancu, dan setelah mengontrol variabel perancu, secara statistik tidak ada perbedaan keberhasilan antara antibiotik empirik yang diberikan sesuai kultur dengan antibiotik empirik yang diberikan tidak sesuai kultur. OR pada penelitian ini adalah 0,45 dengan p > 0,05.
Simpulan : Angka resistensi terhadap antibiotik beta laktam yang ditunjukkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif cukup tinggi, dengan penggunaan antibiotik empirik yang terbanyak adalah ampisulbaktam dan metronidazole. Penggunaan meropenem tunggal paling banyak dijumpai pada kelompok dengan eskalasi antibiotik, sementara ciprofloxacin tunggal merupakan antibiotik yang paling banyak dijumpai pada kelompok de-eskalasi antibiotik. Pada penelitian ini, secara statistik tidak ada perbedaan keberhasilan antara antibiotik empirik yang diberikan sesuai kultur dengan antibiotik empirik yang diberikan tidak sesuai kultur.

Background: Complicated skin and soft tissue infection is arising as a global problem in worldwide with high fatality rate that should urgently be treated in clinical practice. Cipto Mangunkusumo Hospital, Internal Medicine Ward data showed, there were more than 200 cases during 2010, with 10% sepsis incidence rate. The culture effectiveness should be evaluated, because there are still more bias which frequently happened in sample taking or reporting procedure. This condition evokes high morbidity and mortality.
Aim: To analyze the sensitivity and resistance pattern of aerobic microorganism, empiric antibiotic and culture using in complicated skin and soft tissue infection.
Methods: July 2011-July2012 retrospective cohort study with secondary data of complicated skin and soft tissue infection patients in Cipto Mangunkusumo Hospital Internal Medicine Ward.
Result: There are 90 subjects with S. aureus and S. epidermidis as the highest finding of gram positive culture. S. epidermidis high resistance rate to oxacyllin indicates the high event of Methycillin Resistant Staphylococcus epidermidis (MRSE) infection which reaches 53,8%, for a while only 15,4% of S. aureus that present as Methycillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA).Pseudomonas sp that reaches 19,5% is the most frequent of gram negative culture finding. This finding show high indication for beta lactam resistant. The most frequent of empiric antibiotic using is ampicillin-sulbactam in combination with metronidazole that achieves 63,9%. Single meropenem and single ciprofloxacin treatment is a majority issue in group with antibiotic escalation and antibiotic de-escalation. The culture effectiveness is searched after confounding factors statistic reduction done. There are no statistic significant improve for success between appropriate culture based antibiotic and inappropriate culture based antibiotic, with 0,45 OR and p= 0,085.
Conclusion: High resistance to beta lactam showed by both gram positive and gram negative. Ampicillin-sulbactam in combination with metronidazole is the most frequent of empiric antibiotic using, with single meropenem and single ciprofloxacin as a majority use in antibiotic escalation and de-escalation group, and the appropriate culture based antibiotic and inappropriate culture based antibiotic success shows not statistically improve.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Thompson, Robert
London: Chatto & Windus, 1967
355.425 THO d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>