Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4239 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Munkner, Hans-H.
Jakarta: DEKOPIN, 1997
334 HAN m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ropke, Jochen
Jakarta: Salemba Empat , 2000
334 ROP et
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Digby, Margaret
London: Hutchinson University Library , 1960
334 DIG w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Perdagangan dan Koperasi, 1980
334 GAR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Kemiskinan dan ketimpangan kesejahteraan rakyat berkaitan dengan aksesibilitas rakyat terhadap lembaga keuangan formal, khususnya perbankan sebagai lembaga finansial yang ekslusif. Sampai saat ini miliaran orang di dunia miskin karena tidak terakses terhadap perbankan, terutama sebagai sumber pembiayaan. Di Indonesia, dengan dominannya UMKM sebagai pelaku usaha aksesibilitas UMKM terhadap perbankan juga rendah. Sehingga tingkat kesejahteraan pelaku UMKM juga rendah dan ketimpangan pendapatan juga tinggi. Koperasi sebagai entitas bisnis yang berwatak sosial telah berperan sebagai lembaga finansial inklusif yang memberikan akses finansial terhadap pelaku UMKM serta instrumen moneter pada perekonomian pedesaan. Karakteristik finansial inklusifnya adalah keterlibatan secara langsung rakyat ekonomi lemah melalui prinsip dan kepemilikan koperasi, pelayanan finansialnya, dan manfaat koperasi. Untuk memantapkan posisi koperasi maka pengawasan pemerintah terhadap prinsip kehati-hatian dan kesehatan koperasi harus semakin meningkat serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia koperasi secara berkesinambungan."
INFOKOP 24:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2), 2003
334 LEM h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ima Suwandi
Jakarta: Bhatara Karya Aksara, 1983
344 IMA s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Agung
"Dalam pasal 33 UUD'45 ayat 1 ditegaskan, bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Cita-cita konstitusional itu kemudian oleh sementara pihak diterjemahkan ke dalam bentuk koperasi sebagai bangun usaha yang sesuai dan perlu ditumbuhkembangkan menjadi soko-guru perekonomian nasional jangka panjang.
Seiring dengan itu, pemerintah Orde Baru memberikan pula komitmen "tinggi" terhadap upaya menumbuhkembangkan bangun usaha koperasi, yang diperlihatkan melalui:
- pembentukan Departemen Koperasi dibawahi seorang Menteri;
- pembentukan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin);
- dikeluarkannya UU No. 12 Th. 1967 Tentang Perkoperasian, yang kemudian diperbaharui dengan UU. No. 25 Th. 1992;
- dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 2 Th 1978 Tentang BUUDIKUD;
- dan lain-lainnya.
Perjalanan koperasi dalam era Orde Baru telah berlangsung lebih dua dasa warsa, namun masih memperlihatkan hasil yang belum memuaskan. Peran koperasi dalam memberikan sumbangan kepada pendapatan nasional masih kecil, serta tertinggal dari bangun usaha lain (perusahaan negara dan perasahaan swasta).
Lalu, masih perlukah mewujudkan cita-cita menjadikan koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional jangka panjang? Komitmen pemerintah untuk tetap mempertahankan departemen tersendiri yang diajukan khusus menangani masalah perkoperasian memasuki era PJPT II menunjukkan, bahwva masih terdapat komitmen karat untuk menumbuhkembangkan bangun usaha ini di bumi Indonesia. Namun seyogyanya komitmen tersebut perlu didukung oleh kondisi obyektif, bahwa koperasi benar-benar dapat diandalkan guna mencapai tujuan tersebut. Untuk itu koperasi harus berhasil, dalam arti mewujudkan berbagai kontribusi kepada berbagai pihak, yakni anggota, masyarakat, konsumen, bangun usaha lain, dan pemerintah.
Implisit, untuk menrenuhi cita-cita konstitusional, koperasi bukan hanya dituntut tumbuh berkembang di nusantara, tetapi memperlihatkan indikasi perkembangan usaha dan mewujudkan kontribusi sebagaimana halnya suatu bangun usaha yang tergolong berhasil. Pemenuhan persyaratan itu sekaligus akan berkonsekuensi terhadap pembentukan Ketahanan Wilayah/Daerah di mana bangun usaha koperasi itu berada, terutama dalam lingkup Kecamatan. Lebih lanjut, tumbuh suburnya koperasi di negara kita dan mewujudkan kontribusinya tendensi akan memperlihatkan pula kemampuannya dalam membentuk kondisi Ketahanan Nasicncrl yang tangguh.
Berdasarkan pernyataan terakhir di atas penelitian ini dilaksanakan, yakni ingin mengetahui penyelenggaraan koperasi di Indonesia. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah. "sejauhmana konirihusi yang diwujudkan oleh koperasi, implikasi terhadap pembentukan Ketahanan Wilayah/Daerah, serta kemampuannya dalam mendukung kondisi Ketahanan Nasional? "
Penelitian dilaksanakan terhadap dua koperasi yang menyelenggarakan kegiatan usaha dengan benluk komoditi berbeda, yakni Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) - Pengalengan di Kabupaten Bandung - Jawa Barat, dan Primer Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Primkopti) - Pedan di Kabupaten Klaten - Jawa - Tengah . Kedua 'Koperasi dinilai berhasil oleh pihak yang berkompeten, dan menyandang predikat Koperasi Teladan Utama.
Data Penelitian dikumpulkan melalui teknik kuesioner , wawancara , dan studi dokumentasi . Teknik kuesioner terutama dil jukan untuk memperoleh data dari anggota Koperasi melalui sarnpel responden , yakni sebanyak 90 orang untuk responden KPBS-Pengalengan dan 45 orang responden Primkopti-Pedan yang diperoleh secara creak (random sampling). Teknik wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi dari Pengurus dan Pelaksana Koperasi, Tokoh Masyarakat, dan lain-lainnya. Studi dokumentasi, khususnya digunakan untuk memperoleh data-data tentang penyelenggaraan kegiatan usaha kedua koperasi obyek penelitian.
KPBS - Pengalengan didirikan tahun 1969, sedang Primkopti - Pedan tahun 1982. Inisiatif pendirian kdua Koperasi tampak memiliki alasan yang sama, yakni didasarkan alas kondisi kehidupan Peternak sapi perah di sekitar Kecamatan Pengalengan maupun Pengrajin Tahu-Tempe di sekitar Kecamatan Pedan yang memprihatinkan. Bedanya, jika pembentukan KPBS - Pengalengan diprakarsai oleh pemerintah daerah setempat, sedangkan Primkopti-Pedan olch seorang warga anak dari salah satu keluarga pengrajin.
Penyelenggaraan kegiatan usaha kedua koperasi , sampai tahun 1994 lalu memperlihatkan perkembangan yang menyolok, baik dari segi anggota, hasil produksi, Modal Usaha , Simpanan Anggota , dan sebagainya. Dari segi anggota , pada mula berdirinya KPBS-Pangalengan hanya berjumlah 616 orang, tetapi tahun 1994 telah mencapai 7.996 orang. Di Primkopti - Pedan yang semula hanya memiliki anggota 63 orang , tahun 1994 telah berjumlah 282 orang. Dari segi produksi, hasil produksivusu ternak sapi anggota KPBS-Pengalengan hanya kurang dari 1,5 juta kilogram. Hasil produksi Primkopti-Pedan pada tahun 1982 hanya mencatat sekitar 1000 ton, dan tahun 1994 telah mencapai sekitar 11.600 ton. Tetapi tahun 1994 telah mencapai 55 juta kg.
Dari segi modal usaha, jumlcrh modal usaha semula KPBS-Pangalengan hanya sekitar Rp. 5 juta, dan tahun 1994 telah melebihi Rp. 18 milyar. Primkopti-Pedan pada rival berdirinya hanya memiliki modal sekitar Rp. 10 juta, dan tahun 1993 telah mencatat hampir mendekati Rp. 1,5 milyar. Sejalan dengan itu, jumlah simpanan anggota yang tercatat di KPBS-Pangalengan pada tahun 1969 hanya sebesar Rp. 706 ribu, tetapi tahun 1994 meningkat drastis menjadi Rp. 5 milyar. Di Primkopti-Pedan, simpanan anggota pada tahun 1982 sekitar Rp. 1,8 juta, dan tahun 1993 meningkat menjadi Rp. 77, 7 juta.
Data di atas nrenunjukkan perkembangan kegiatan usaha dari kedua koperasi obyek pembahasan. Bagaimana dengan kontribusi yang diwujudkan?
Dalam memusatkan perhatian kepada anggota dari ketua koperasi tersebut, penelitian ini menghasilkan, bahlva keseluruhan responder, (anggota koperasi) menjawab "koperasi tempat mereka bergabung bermanfaat dalam kehidupan mereka". Kedua koperasi telah memberi kepastian, bahwa beternak sapi perah maupun kerajinan tahu) tempe, dapat diandalkan sebagai pekerjaan tetap dan tumpuan kehidupan keluarga. Pekerjaan itu membahva perolehan pendapatan tetap setiap bulannya, sehingga memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, baik yang bersifat ekonomis maupun non-ekonomis. Kontribusi kedua koperasi juga diwujudkan melalui unit usaha logistik (KPBS-Pangalengan) maupun Toko Serba Ada (Primkopti-Pedan) sebagai wvadah pemenuhan kebutuhan konsumsi anggota dengan cara pembayaran angsuran. Dari segi kesehatan, kontribusi kepada anggota itu tercermin pula melalui kerja sama KPBS-Pangalengan dengan Tenaga Medis setempat melalui kegiatan Asuransi Kesehatan (Dana Kesehatan Ternak), maupun penyediaan fasilitas Klinik Kesehatan oleh Primkopti-Pedan kepada anggotanya.
Penelitian juga menghasilkan, kedua koperasi dapat mewujudkan kontribusi kepada masyarakat di sekitarnya, antara lain berupa penciptaan dan penyerapan tenaga kerja, baik langsung maupun tak langsung. Kedua koperasi telah menyerap sejumlah orang sebagai karyawan di dalam organisasi usahanya, serta membuka peluangpeketjaan akibat keberadaannya. Kontribusi lain adalah turut andilnya kedua koperasi dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial, seperti bantuan dana renovasi tempo, ibadah, sarana pendidikan, dan sebagainya.
Kontribusi lain, yakni kepada konsumen, kedua koperasi obyek pembahasan memperlihatkan wujud yang berbeda. Khususnya di KPBS-Pangalengan, kontribusi kepada konsumen yang bersifat non-kelembagaan meliputi tiga jenis kegiatan usaha, yaitu di bidang persusuan, Bank Perkreditan Rakyat (PT. BPR; dan Kepariwisataan. Di bidang persusuan, kontribusi itu diwujudkan dengan penyediaan susu murni setiap harinya kepada konsumen rumah tangga di kota Bandung dan Jakarta melahri perwakilan koperasi. Di bidang perbankan, KPBS-Pangalengan memberikan bantuan pinjaman kepada warga masyarakat sekitar yang membutukan dana tertentu, seperti bantuan modal pengembangan usaha, biaya pendidikan, dan lain-lainnya. Di bidang Kepariwisataan, kontribusi itu terwujud melalui pemidkan Hotel di wilayah Kecamatan Pangalengan yang dapat digunakan oleh pendatang yang membutuhkan tempat bermalam.
Pada Primkopti-Pedan, kontribusi kepada konsumen diwz judkan melalui pemenuhan stock tempe dan produk aneka kripik. Produk tempe terbatas kepada pemasaran konsumen lokal, sedangkan aneka kripik lebih tersebar di 16 daerah (termasuk Kabupate Klaten) di pulau Jawa dan Bali.
Kontribusi kpbs-pangalengan kepada bangan usaha lain terwujud dalam dua bentuk, yakni koperasi mitra kerja dan perusahaan industri pengolahan susu (IPS). Koperasi ini tidak hanya menampung produksi susu dart anggotanya saja, tetapi juga produksi nun' dart anggota koperasi lain di sekitar wilayah propinsi Jawa Barat sebagai mitra kerja. Sampai tahun 1994 KPBS-Pangalengan telah menjalin hubungan dengan 17 koperasi peternak sapi perah mina kerja. Sebanyak 80 persen produk susu yang diolah dan dipasarkan oleh KPBS-Pangalengan merupakan hash produksi susu dart peternak sapi perah anggotanya, sedangkan 20 persen berasal dart anggota koperasi mitra kerja. Implisit, KPBS-Pangalengan memberi kontribusi jaminan pekerjaan dan penalehan pendapatan kepada anggota koperasi mitra kerjanya.
Kontribusi KPBS-Pangalengan ke perusahaan IPS terwujud dalam bentuk susu yang telah melalui milk treatment. Tercatat tiga perusahaan IPS yang selama ini men jadi penampung (baca: pembeli) praduksi KPBS-Pangalengan, yaitu PT. Indomilk, PT. Ultra Jaya, dan PT Frisian Flag Indonesia. Sejauh ini telah terjalin hubungan yang saling menguntungkan antar pihak koperasi dengan perusahaan IPS terrebut.
Akhirnya, kontribusi kedua koperasi obyek penrbahasan kepada pemerintah memiliki ujud yang berbeda pula. Pada KPBS-Pangalengan, kontribusi itu dapat dihedakan ke dalam tiga bentuk hirarkhi pemerintahan, yakni Kabupaten, Kecamatan, dan Desa. Dalam lingkup Kabupaten, terwujud melalui penarikan dana retribusi oleh Pemda setempat sebesar Rp. 2,- per liter susu yang terjual. Menurut informasi, himpunan dana retribusi ini menjadi salah satu sumber dana pembangunan, terutama ditujukan untuk membantu pelaksanaan pembangunan di Kecamatan lain yang tergolong "kurang maju ".
Dalam lingkup Kecamatan, kontribusi itu antara lain terwujud dari peranan KPBS-Pangalengan dalam mengisi pendapatan daerah Kecamatan Pangalengan khususnya. Berdasarkan perhitungan, sekitar 17,2 persen pendapatan Kecamatan Pangalengan pada tahun 1994 merupakan sumbangan KPBS-Pangalengan terhadap pendapatan anggatanya, dan sekitar 20,0 persen dari jumlah penduduk di wilayah ini bertumpu hidup dari pekerjaan peternakan sapi perah.
Dalam lingkup Desa, kontribusi yang diwujudkan oleh KPBS-Pangalengan adalah penyisihan dana dari warga masyarakat anggota koperasi sebesar Rp. 1,- per liter susu yang terjrral. Himpunan dana ini, menurut keterangan sejumlah aparatur desa setempat, dimanfaatkan untuk merenovasi Kantor Desa, pembangunan pos-pos kamling /pos ronda, dan lain-lainnya.
Pada Primkopti-Pedn, terutama dalam lingkup Kecamatan Peda, kontribusi koperasi ini terhadap pendapatan daerah mencalat sebesar 6.34 persen. Kontribusi lain adalah pembangunan tempat pengalahan limbah industri untuk menjaga keserasian dan kebersihan lingkungan, serta menjadi lumpuan hidup sekitar 1,23 persen dari jumlah penduduk di wilayah Kecamatan ini.
Uraian di atas memperlihatkan, bahwa kedua koperasi obyek pembahasan telah menunjukkan keberhasilannya sebagai bangun usaha, balk dari segi perkembangan usaha maupun kontribusi yang diwujudkan. Sejumlah faktor penunjang dapat di antisipasi dalam penelitian ini, antara lain:
- Tingkah laku ekonomi beternak sapi perch (KPBS-Pangalengan) maupun kerajinan tahu-tempe (Prinmkopti-Pedan) telah dikenal dan digeluti sejak lama oleh warga masyarakat di sekirarnya;
- Dukungan kondisi Iingkungan fisik sekitar, terutama dalam upaya melakukan pengembangan kegiatan usaha beternak sapi perah maupun kerajinan tahutempe;
- Keseriusan dan ketekunan Pengurus dan Pelaksczna dalam mengelola kegiatan usaha. Salah satu ha/ yang perlu dicatat, - pengelolaan kegiatan usaha sepenuhnya ditangani oleh Pelaksana (bukan Pengurus) melalui sistem perikatan;
- Dukungan sarana prasarana dan fasilitas yang memadai sesuai dengan tuntutan yang ada, seperti komputerisasi, pemakaian mesin-mesin pengolahan canggih, dan sebagainya;
- Kegiatan pemasaran yang berhasil memperpendek jarak, tanpa adanya ikut campur pihak "luar" yang terlalu jauh;
- Keterlibatan pemerintah dalam posisi yang " wajar ", dalam arti terbatas kepada proses penrbinaan saja, seperti organisasi usaha, manajemen, pembukuan keuangan, dan sebagainya, tanpa terlalu jauh ikut campur ke clalam pengelolcan kegiatan usaha, Di sisi lain, dalam kegiatan usaha yang digeluti kedua koperasi obyek pembahasan, pemerintah telah berhasil menciptakan iklim kondusif, salah satunya dengan dikeluarkannya Inpres No. 2 Th. 1985 Tentang Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional, yang antara lain menghimbau kepada perusahaan IFS untuk mengutamakan pemakaian hasil produksi susu dalam negeri terlenih dahulu, dan barn melakukan impor terhadap kekurangan yang ada.
Perkembangan usaha dan perwujudan kontribusi kedua koperasi di atas berimplikasi terhadap pembentukan kondisi wilayah/daerah Kecamatan setempat khususnya. Dengan kcrta lain, kedrra koperasi telah menunjukkan peranannya dalam membentuk kondisi Ketahanan Wilayah/Daerah dalam lingkup Kecamatan (dan juga Kabupaten), terutama dalam aspek-aspek ideolagi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan-keamanan, atau dikenal dengan sebutan Panca Gatra. Peranan tersebut antara lain:
Dari segi ideologis: Kedua koperasi obyek pembahasan telah rnemupuk nilai kebersamaan para anggotanya yang tercermin melalui sistem kerja berkelompok, penganrbilan keputrrsan secara bersama, dan sebagaina. Hal ini sejalan dan memperkuat nilai kebersamaan yang umumnya dianut oleh masyarakat Indonesia, ideologis Pancasila, serta cita-cita yang terkandung dalam pasal 33 UUD " 45.
Dari segi politik: Kedua koperasi telah mengenalkan dan menanamkan cascara berorganisasi modern, yaitu peranan dan fringsi bangun uscrha dalam mencapai peningkatan hidup anggota (dan keluarganya). Melalui pengelolaan usaha yang terorganisir secara baik, usaha yang dijalankan anggota dapat menjadi sumber penghasilan tetap yang lebih baik serta wahana peningkatan taraf hidup mereka. Di samping itu, melalui koperasi diintrodusir dan dikomunikasikan pula nilai-nilai demokratis sesuai dengan ciri yang disandang oleh bangun usaha koperasi;
Dari segi ekonomis: Kedua koperasi telah menjalankan peranan dalam meningkatkan pendapatan anggota, sehingga mereka memiliki kemampuan yang memadai untuk menrenuhi kebutuhan ekonomis sehari-hari. Bukan itu saja, kedua koperasi telah menciptakan dan menyerap tenaga kerja, baik langsung maupun tak langsung;
Dari segi sosial-budaya: Dampak dari perolehan pendapatan tetap yang meningkat, memungkinkan anggotanya untuk memenuhi kebutuhan lain, seperti biaya pendidikan anak, biaya kesehatan, dan sebagainya;
Dari segi pertahanan-keamanan: Karena kualitas penduduk yang meningkat serta pemahaman dan kesadaran akan nilai kebersamaan yang semakin kuat, mengakibatkan kesadaran terhadap keamanan lingkungan yang meningkat pula. Hal ini membawa kepada kondisi pertahanan-keamanan di wilayah sekitar yang semakin membaik atau tangguh. Salah satu wujud nyata adalah andil penyisihan sebagian hasil pendapatan anggota untuk kepentingan membangun pos-pos kamling I pos ronda, serta partisipasi aktif warga masyarakat terhadap gerakan sistem keamanan lingkungan (siskamling).
Berdasarkan hasil studi kepada kedua koperasi obyek pembahasan, tampak bahwva pada dasarnya koperasi dapat menunjang pembentukan kondisi Ketahanan Nasional yang tangguh. Namun persyaratan mana yang harus dipenuhi adalah, kemampuan itu baru akan terwujud apabila koperasi tumbuh subur di bumi nusantara serta mencapai keberhasilannya sebagaimana yang diperlihatkan oleh kedua koperasi obyek pembahasan. Permasalahannya adalah, bagaimana memenuhi persyaratan tersebut?
Dari pengalaman kedua koperasi di was, dapat dltarik beberapa pelajaran yang perlu diperhatikan dalam upaya menumbuhkembangkan bangun usaha koperasi agar dapat mencapai hasil seperti yang diharapkan, yaitu:
- Kegiatan usaha yang dija/ankan bukan merupakan hal yang relatif "baru" dikenal, melalnkan telah ada sejak lama, terintegratif dalam drrr serta menjadi orientasi tingkah laku ekonomi warga masyarakat sehari-hari;
- Didukung oleh kondisi lingkungan sekitar, terutarna dalam upaya pengembangan usaha;
- Keseriusan dan ketekunan dari Pengurus don Pelaksana. Dalam hal ini harus dibedakan antara kedua pihak tersebut, pelaksanaan pengelolaan kegiatan usaha harus dijalankan sepenuhnya oleh Pelaksana (bukan Pengurus) yang diperoleh koperasi melalui sistem perikatan;
Sedapat mungkin memperpendek jarak pemasaran amara koperasi dengan konsumen, tanpa melibatkan pihak ketiga yang terlalu 'jauh " dalam kegiatan pengelolaan pemasaran tersebut;
Keterlibatan pemerintah perlu berada pada batas dan posisi yang "wajar ", dalam arti hanya dalam konteks pembinaan tanpa terlalu dadam mencampuri pengelolaan kegiatan usaha. Termasuk dalam pembinaan ini adalah upaya pemerintah untuk tetap mewujudkan iklim kondusif, misalnya dengan memberikan perlindungan kepada kegiatan usaha koperasi untrrk mencegah adanya tindakan intervensi oleh pihak swasta. Namun yang perlu diperhatikan, perlindungan itu haruslah disertai dengan upaya untrrk membuat koperasi menjadi mandiri dan kompetitif nantinya, dan bukan menjadi manja serta ketergantungan terhadap peran pemerintah tersebut."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
N.E. Fatima
"ABSTRAK
Dalam GBHN 1993, masyarakat adalah pelaku utama pembangunan nasional, pemerintah membimbing, mengarahkan serta menciptakan iklim usaha yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan pemerintah sating mengisi, sating melengkapi dan saling mendukung. Diungkapkan juga keberhasilan pembangunan nasional dalam meningkatkan kesejahteraan. Disamping itu, terdapat ketimpangan sosial yang menuntut usaha sungguh-sungguh untuk mengatasinya agar tidak berkelanjutan dan berkembang yang mengganggu pelaksanaan pembangunan selanjutnya. Salah satu upaya sungguh-sungguh itu adalah diterbitkannya Pakdes 1988, pemerintah membuka peluang pada masyarakat mendirikan bank bare, dan memberlakukan peraturan lending limit.
Maksud Pakdes 1988 untuk memobilisasi dana masyarakat dan menyediakan sumber pembiayaan kegiatan usaha masyarakat. Disamping bank, untuk lebih meningkatkan mobilisasi dana, dibentuk pula lembaga pembiayaan bukan bank dengan Keputusan Menteri Keuangan no.1251 tahun 1988 dan no. 227 tahun 1994 yang berperan untuk meningkatkan pembiayaan kegiatan usaha masyarakat, namun tidak melaksanakan fungsi dan kegiatan perbankan.
Salah satu dari enam jenis lembaga pembiayaan dimaksud adalah mendirikan Perusahaan Modal Ventura berbentuk PT untuk menyertakan modalnya pada perusahaan kecil dan koperasL Di Jawa Barat didirikan PT. Sarana Jabar Ventura(PT.SN). Dalam menyertakan modalnya, PT SN sangat hati-hati dalam menyeleksi talon PPU karena keduanya organisasi bisnis berorieutasi l.aba, beresiko tinggi (high risk), tidak disyaratkan agunan (collateral) dan tidak ditentukan rate bunga seperti yang dilakukan bank
Oleh karena karakteristik PMV "High Risk", maka penelitian difokuskan untuk menelusuri pelaksanaan kebijaksanaan pembentukan lembaga pembiayaan khususnya PT. SN dalam pembentukan modalnya, seleksi penyertaan modal pada PPU dan sejauh mana dapat meningkatkan usaha kecil dan koperasi.
Metodologi penelitian eksploratif-deskriptif mengumpulkan, mempelajari kebijaksanaan dan peraturan pelaksanaannya (public goods), pendapat pare pakar tentang lembaga pembiayaan, modal Ventura, usaha kecillkoperasi, serta laporan kegiatan PT SN dan perkembangan PPU. Kesimpulan penelitian menggambarkan hubungan PT. STV dengan PPU tidak sepenuhnya melaksanakan kebijaksanaan dan peraturan, namun ada penyesuaian kesepakatan situasi dan kondisi PT SN, PPU yang Baling menguntungkan kedua belah pihak Oleh karena itu disarankan adanya penyempurnaan pengaturan institusional (institutional arrangement Bromley,1989) pada tingkat kebijaksanaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asnawi Murani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman masyarakat di pedesaan terhadap informasi mengenai "koperasi" sebagai suatu pengetahuan. Adapun yang mendorong dan melatar belakangi penelitian ini semata-mata didasarkan pada kesadaran akan keberadaan koperasi di masyarakat Indonesia, khususnya di masyarakat pedesaan sebagai wahana penghimpunan potensi ekonomi Indonesia yang perlu digalakkan penyebar luasannya melalui saluran dan jaringan komunikasi, terutama saluran komunikasi di pedesaan.
Lokasi penelitian dipilih Desa Indihiang, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Penelitiannya bersifat deskriptif-analisis. Sampelnya ditetapkan sebanyak 300 orang responden kepala keluarga secara purposif-proporsional.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner kepada responden yang terpilih secara aksidental (mengingat luasnya daerah penelitian, letak rumah satu sama lainnya saling berjauhan dan para responden sering tidak berada di rumah antara lain karena sibuk dengan pekerjaannya masing-masing). Selain melalui seperangkat daftar pertanyaan yang terstruktur, pengumpulan data, khususnya data sekunder dilakukan juga dengan mengadakan wawancara kepada pejabat pemerintah, tokoh masyarakat/agama dan orang-orang tertentu lainnya guna mendukung data primer yang berhasil dikumpulkan dari lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan dan pendidikan sangat berpengaruh terhadap kemampuan daya beli dan minat baca. Hampir separoh responden tidak pernah membaca surat kabar disebabkan tidak mempunyai minat baca dan tidak bisa membaca (sebagian kecil). Kalaupun membaca surat kabar, itupun dilakukan dengan meminjam, membeli eceran atau membaca di tempat-tempat tertentu. Hanya sebagian kecil yang membaca teratur secara berlangganan. Mereka ini bertempat tinggal di desa kota yang lebih tertarik pada rubrik pendidikan dan pembangunan, dan sedikit sekali pada hal-hal yang berkaitan dengan "koperasi". Rata-rata bahasa yang paling mudah di pahami adalah bahasa daerah yaitu bahasa Sunda.
Hampir separoh dari reponden tidak memiliki penerangan listrik, tapi diantara mereka ada yang memiliki televisi dan radio dengan menggunakan baterei serta sekalipun jumlah pesawatnya sedikit sekali. Rata-rata menonton televisi dan mendengarkan radio tidak teratur melalui Televisi Republik Indonesia dan pemancar radio lokal. Acara siaran yang disukai sangat bervariasi antara lain hiburan termasuk sandiwara radio (cerita atau dongeng), pembangunan dan pendidikan. Demikian pula halnya dengan film yang lebih banyak berfungsi sebagai sarana hiburan.
Sumber informasi lainnya yang banyak diikuti dan dimanfaatkan antara lain pejabat pemerintah dan tokoh masyarakat/agama melalui jaringan komunikasi seperti rapat mingguan kecamatan dan kelurahan, pengajian di masjid-masjid yang diadakan secara teratur, disamping perayaan/peringatan yang bernafaskan Islam. Informasi yang disampaikan di dalam pertemuan/perayaan kebanyakan informasi yang bersifat formal yang lebih banyak menyangkut kebijaksanaan pemerintah ketimbang informasi tentang "koperasi".
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa media massa dan pejabat pemerintah kurang berfungsi sebagai sarana serta sumber informasi mengenai "koperasi"."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>