Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178919 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
"Suatu hubungan yang terjadi antara pengusaha dengan
buruh ini tidak selalu mengalami keharmonisan. Seringkali
terjadi perselisihan diantara keduanya sebagai akibat dari
berbagai macam sebab yang dapat merugikan kedua belah
pihak. Perselisihan perburuhan yang saat ini disebutkan
dengan istilah Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) dapat
disebabkan banyak hal yang bersumber dari perbedaan status,
pengetahuan, kebutuhan hidup yang selalu meningkat dan
sebagainya merupakan sumber konflik yang selama ini terjadi
antara pekerja/buruh dengan majikan/pengusaha. Undang-
Undang No. 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan selama ini telah menjadi landasan yang
fundamental dalam penyelesaian perselisihan perburuhan
selama 47 tahun sejak dibentuknya. Akan tetapi dalam
perkembangannya, Undang-Undang ini sudah tidak sesuai
dengan kebutuhan masyarakat, tidak efektif lagi untuk
mencegah serta menanggulangi kasus-kasus pemutusan hubungan
kerja. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 ini juga dirasakan
memakan waktu yang lama, disamping banyaknya tahapan yang
harus dilalui pihak-pihak yang menginginkan putusan yang
adil. Oleh karena itu kemudian ditetapkannya Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial. Dalam Undang-Undang ini diatur
penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial dan di
luar Pengadilan. Lahirnya lembaga ini menghapus keberadaan
Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan sebagaimana
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1964 Tentang Pemutusan Hubungan Kerja.
Dengan demikian, diharapkan sengketa yang dihadapi para
pihak akan segera memperoleh kepastian hukum sesuai dengan
asas peradilan cepat, mudah, dan biaya ringan."
Universitas Indonesia, 2006
S22069
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdian Fajar
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan mogok kerja dalam peraturan perundang-undangan serta pelaksanaannya dalam praktek. Kasus yang dipergunakan sebagai materi studi kasus adalah mogok kerja yang dilakukan oleh pekerja/buruh Rumah Sakit Husada, yang dilanjutkan dengan analisis terhadap Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Nomor: 196/PHI.G/2009/PN.JKT.PST. Mogok kerja umumnya disebabkan oleh perselisihan yang terjadi antara perusahaan dengan pekerja/buruh. Mogok kerja merupakan hak asasi pekerja/buruh terkait dengan kemerdekaan mereka untuk mengemukakan pendapat serta sarana untuk menghimpun kekuatan guna meningkatkan posisi tawar terhadap pengusaha. Terdapat peraturan terkait pelaksanaan mogok, agar pelaksanaan hak tersebut jangan sampai mengganggu hak dan kebebasan orang lain, ketertiban umum, dan fungsi-fungsi vital sarana umum dan sosial. Pada prakteknya, pelaksanaan mogok tidak selalu sesuai dengan peraturan yang ada/berlaku sehingga utamanya dalam kasus ini berakibat pada perselisihan hak yang justru merugikan kelangsungan pekerjaan pekerja/buruh. Dalam menyusun skripsi ini, penulis pada dasarnya menggunakan metode yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif merupakan penelitian yang khusus meneliti hukum sebagai norma positif di dalam sistem perundang-undangan. Dalam penelitian yuridis normatif ini, penelitian mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan mengacu pula pada peraturan perusahaan yang mengatur mengenai ketenagakerjaan. Hasil penelitian ini adalah mengenai pengaturan dan praktek mogok kerja yang sah berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sehingga pekerja yang melakukan mogok tidak terkena sanksi.

The following thesis is to discuss the arrangements legislation of strike and its implementation in practice. Case material is used as a case study is carried out a strike by workers/laborers Husada Hospital, which is followed by an analysis of the Industrial Relations Court Decision Number: 196/PHI.G/2009/PN.JKT.PST. The strike is generally caused by disputes between companies and workers/laborers. A strike is a fundamental right of workers/laborers associated with their freedom of expression and the means to gather strength to improve the bargaining position of employers. There are regulations regarding the conduct of the strike, so that the implementation of these rights should not interfere with the rights and freedoms of others, public order, and the vital functions of public and social facilities. In practice, the implementation of the strike is not always in accordance with existing regulations/applicable to major in this case resulted in disputes over rights at the expense of continuity of employment of workers/laborers. In this thesis, the author basically using normative methods. The research method is a normative study specifically examined law as a positive norm in the legislative system. In this normative study, research refers to the Law No. 13 Year 2003 on Manpower and refers also to the regulations governing the employment company. Results of this study was the setting and practice the illegal strike under Law No. 13 of 2003 so that workers do not strike sanction.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46023
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2006
S25779
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.P. Soejono
Jakarta: G.C.T. van dorp, 1953
344.01 SOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rinaldy Amrullah
"ABSTRAK
Pekerja/buruh dan pengusaha adalah para pelaku utama di tingkat perusahaan. Di satu sisi, para pengusaha dan pekerja mempunyai kepentingan yang sama yaitu kelangsungan hidup dan kemajuan perusahaan, namun disisi lain tidak dipungkiri diantara keduanya terdapat perbedaan bahkan potensi konflik. Konflik tersebut berkaitan dengan persepsi atau interpretasi yang tidak sama tentang kepentingan masing-masing pihak yang pada dasarnya memang ada perbedaan
Sebelum th 2004, penyelesaian perselisihan hubungan industrial masih didasarkan pada peraturan yang lama yaitu UU No. 22 Th 1957 ttg Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Undang-undang No. 22 Th 1957 tersebut membagi perselisihan hubungan industrial menjadi perselisihan hak dan perselisihan kepentingan. Dikenal pula Iembaga P4D (Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah) dan P4P (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat)
Pada tanggal 14 Januari 2004 disahkanlah Undang-undang No. 2 Th 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang mulai berlaku efektif pada tanggal 14 Januari 2004. Berkaitan dengan disahkannya UU No. Th 2004 adalah menyangkut eksistensi Pengadilan Hubungan Industrial yang berakibat dihilangkannya lembaga yang selama ini ada dan dikenal untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yaitu P4D dan P4P.
Dalam UU No. 2 Th 2004, perselisihan hubungan industrial tidak hanya dipandang sebagai perselisihan hak dan perselisihan kepentingan, tetapi juga menyangkut perselisihan PHK dan perselisihan antar serikat pekerja dan serikat pekerja hanya dalam satu perusahaan. UU No. 22 Th 1957 hanya mengatur penyelesaian perselisihan hak dan perselisihan secara kolektif saja, sedangkan dalam perspektif lain penyelesaian perselisihan hubungan industrial pekerja secara perorangan belum terakomodasi.
Apabila dikaji dari soal efisiensi waktu penyelesaiannya, maka dapat dilihat bahwa proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial menurut UU No. 22 Th 1957 sangat bertele-tele. Dan proses bipartit hingga panitia penyelesaian perselisihan perburuhan Pusat. Dan hasil tersebut, ternyata masih berkepanjangan karena hasil dan P4P itu masuk dalam kualifikasi Beschikking, sehingga dapat dimajukan upaya hukum PTUN sampai Mahkamah Agung.
Dalam UU No. 2 Th 2004 mempunyai semangat bahwa penyelesaian sengketa dari awal hingga akhir tidak akan melebihi waktu 140 hari, namun bukan berarti pula undangundang ini lebih baik dan UU No. 22 Th 1957 Ttg Penyelesaian Perselisihan Perburuhan karena tidak konsekuensi sanksi terhadap tingkatan pengadilan apabila melewati batas waktu yang telah ditentukan untuk memberikan putusan yang final terhadap permasalahan sengketa hubungan industrial
"
Depok: Universitas Indonesia Fakultas Hukum, 2007
T19895
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halili Toha
Jakarta: Bina Aksara, 1987
344.01 HAL h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Surjono
"Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah hal yang paling dikhawatirkan pekerja, pekerja akan kehilangan penghasilan untuk menghidupi keluarganya serta status pengangguran. Salah satu sebab PHK pekerja adalah karena kesalahan berat, yaitu kesalahan yang termasuk dalam wilayah Hukum Pidana. Kesalahan hanya bisa dibuktikan oleh putusan pengadilan. Kasus PHK karena kesalahan berat yang terjadi pada umumnya tidak melalui proses pengadilan sesuai hukum pidana, tetapi PHK dengan ijin P4D/P4P dengan pesangon atau tanpa pesangon. Secara tidak langsung P4D/P4P yang memberi ijin telah menyatakan seseorang melakukan kesalahan berat yang notabene adalah tindak pidana yang seharusnya dibuktikan terlebih dahulu oleh pengadilan. Untuk menjelaskan permasalahan, dalam tulisan ini telah dilakukan telaah kepustakaan. Kasus pertama pekerja di PHK dengan pesangon tanpa pembuktian oleh pengadilan, sedang kasus kedua pekerja di PHK tanpa pesangon setelah adanya putusan pengadilan. Berdasarkan telaah terhadap kedua kasus tersebut, penulis berkesimpulan bahwa di dalam penyelesaian perselisihan PHK karena kesalahan berat, campur tangan pihak ketiga, misalnya Pegawai Perantara, Serikat Pekerja sangat berperan dan dengan demikian pembuktian kesalahan berat tidak selalu dipersoalkan, meskipun demikian, sepatutnya untuk mengatakan bahwa pekerja telah melakukan kesalahan berat perlu pembuktian di pengadilan yang independen sebagaimana yang juga telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi terhadap gugatan pencabutan pasal mengenai kewenangan pengusaha untuk memutuskan hubungan kerja hanya karena pengusaha mempunyai bukti-bukti yang cukup tentang kesalahan yang dilakukan oleh pekerjanya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliala, Djaja Sembiring
"Salah satu masalah yang sempat menarik perhatian masyarakat kita adalah terjadinya serentetan peristiwa pemogokan. Mengenai sebab terjadinya pemogokan tersebut, yakni berkisar pada rendahnya upah buruh yang dibayarkan oleh majikan.
Dewasa ini, upah kaum buruh di Indonesia masih jauh dari mencukupi, oleh karena itu pemberian upah hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan fisik minimum. Untuk itu diperlukan kesediaan para pengusaha untuk melakukan berbagai upaya yang dapat meningkatkan kesejahteraan para buruh_ Rasa aman dan tenteram para buruh atau pekerja merupakan faktor yang sangat penting di dalam menciptakan hubungan yang harmonis antara buruh dan majikan.
Hubungan Industrial Pancasila yang selama ini dijadikan sebagai pedoman, hendaknya tidak sekedar janji muluk saja, akan tetapi perlu diwujudkan dan dikembangkan demi kepentingan pihak buruh dan pengusaha.
Prinsip saling menghormati antara buruh dan majikan, harus ditingkatkan untuk menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan. Pihak buruh harus melihat pengusaha sebagai mitra dan sebaliknya kaum pengusaha harus melihat buruh atau pekerja sebagai tulang punggung perusahaan.
Perselisihan yang terjadi antara buruh dan majikan sebaiknya diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat. Dengan demikian penyelesaian perselisihan tidak perlu diikuti dengan pemogokan dan penutupan perusahaan. Walaupun undang-undang memungkinkan pemogokan atau penutupan perusahaan, tetapi tindakan-tindakan semacam itu hanya akan merugikan para pihak."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>