Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4162 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hood, Roger G.
New York: Clarendon Press Oxford, 1996
345 Hoo d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hood, Roger G.
New York; Oxford: Clarendon Press, 1991
364.6 HOO d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hood, Roger G.
Oxford: Oxford Univesity Press, 2015
364.66 HOO d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Derrida, Jacques
Chicago: University of Chicago Press, 2014
364.660 1 DER d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jethro Julian
"ABSTRAK
Jaksa adalah yang oleh undang-undang diberikan wewenang untuk melaksanakan putusan pengadilan pidana. Putusan pengadilan yang dimaksud di dalamnya juga termasuk pidana mati yang merupakan salah satu bentuk pidana yang masih diatur dalam perundang-undangan di negara Indonesia. Pada praktiknya, pidana mati yang dijatuhkan kepada seseorang baru dapat dilaksanakan bertahun-tahun setelah putusan pidana mati tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini menjadi permasalahan tersendiri karena dengan adanya penundaan pelaksanaan pidana mati yang berlarut-larut sehingga muncul anggapan bahwa adanya ketidakpastian hukum. Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang mana akan dikaitkan dengan peraturan hukum yang berlaku di Indonesia. Setelah melakukan penelitian didapatkan kesimpulan bahwa jika ditinjau dari kedudukannya sebagai dominus litis atau pengendali perkara maka seorang Jaksa yang melaksanakan putusan pengadilan dapat atas kebijakannya sendiri dapat menunda suatu pelaksanaan putusan pengadilan dalam hal ini pidana mati. Kebijakan untuk menunda pelaksanaan pidana mati sangat lekat juga dengan posisi Jaksa sebagai penegak hukum sehingga sebagai penegak hukum harus memerhatikan tidak hanya pada kepastian hukum namun juga kemanfaatan hukum dalam pelaksanaan pidana mati itu sendiri.

ABSTRACT
The prosecutor is the one who by law is authorized to execute a criminal court decision. The said court decision includes death penalty as it is one of the forms of punishment which is still used in the Indonesian law. In practice, death penalty when charged to a person the execuiton can carry out for many years after the death verdict is legally binding. It has become a problem because of the prolonged punishment the assumption of legal uncertainty also arises. In this study the author use normative juridical research methods which will be attributed to the applicable law in Indonesia. After conducting the research it is concluded that if viewed from his position as dominus litis or the case controller then a prosecutor who executes a court decision may in its sole discretion postpone an execution of a court decision in this case capital punishment. The policy to postpone the death penalty is also closely attached to the position of the Prosecutor as a law enforcer as a law enforcemer must pay attention not only to legal certainty but also the legal benefit in the execution of the death penalty itself. "
Lengkap +
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mokoginta, Usman
"Pembinaan narapidana hukuman mati khususnya narapidana hukuman mati kasus narkoba di Indonesia selama ini tidak memiliki panduan yang jelas. Kondisi demikian mengakibatkan pembinaan terhadap narapidana hukuman mati seringkali tidak mendapatkan basil yang maksimal sesuai dengan tujuan pemidanaan. Berangkat dan fakta tersebut penelitian dalam tesis in berusaha untuk mengatahui pembinaan narapidana hukuman mati kasus narkoba yang telah dilaksanakan dan sekaligus mengajukan model yang tepat untuk dilaksanakan dalam rangka pembinaan narapidana hukuman mati kasus narkoba.
Literatur teori yang dipergunakan sebagai pisau analisis dalam tesis ini adalah teori-teori tentang pemidanaan yang pertama kali dikemukakan oleh ilmuwan sosial klasik seperti Cesare Becaria, Jheremy Bentham yang kemudian diperkaya oleh ilmuwan sosial modern lainnya. Dalam teori tentang pemidanaan tersebut dikandung maksud bahwa tujuan pemidaan pada dasarnya adalah 1) Membuat para narapidana jera (deterrence) 2) Dengan pemidanaan dan pembinaan diharapkan para narapidana menyesali perbuatannya, merasa bersalah dan tidak mengulangi perbuatannya.
Dengan metode penelitian diskriptif kualitatif, dari penelitian ini diperoleh suatu fakta bahwa pembinaan narapidana hukuman mati di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkoba tidak mencapai basil maksimal sesuai dengan tujuan pemidanaan. Hal ini ditandai dengan adanya kondisi dimana narapidana tidak menyesali perbuatannya, tidak merasa bersalah dan adanya narapidana hukuman mati yang masih terlibat dalam peredaran narkoba di dalam maupun di luar lapas. Dari penelitian ini juga ditemukan fakta bahwa kondisi psikologis narapidana hukuman mati kasus narkoba sangat labil. Berangkat dari temuan di atas, maka dalam tesis ini juga diajukan suatu model pembinaan yang tepat dan dapat diterapkan terhadap narapidana hukuman mati kasus narkoba.

Indonesia has no guidance in building death penalty prisoners of drug cases. This condition caused many efforts for the building and treatment for death penalty prisoners uncertain as the aims of law crimes. The research means to find out the treatment and capacity building for the death penalty for drugs cases and to propose the proper model to be implemented in building those death penalty of drug prisoners.
The theories which are used for the research are crimes theories which are said by Cesare Becaria, Jheremy Bentham and others social scientist. In the theories implied the aims that crimes theories means : 1) to make the prisoners become deterrence; 2). Realizing their mistakes and stooping doing crimes. The data is collected by depth interview, observation and library research.
The research is used descriptive and qualitative method. From the research it is known the fact that the building of death penalty prisoners of drugs cases in The Correctional Class II A For Drugs Cases still cant achieve the goals of crimes law systems. It is can bee seen by some prisoners who are still doesn't regret their crimes and still has contribution and involved with the networking of drugs cases inside and outside the Correctional area. From the research is found out that psychological condition of the death penalty prisoners of drugs cases are depressed. Thus, through the research proposed a proper building and treatment for the death prisoners of drugs cases."
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20666
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidharta Praditya Revienda Putra
"Tesis ini membahas mengenai pro dan kontra yang muncul seiring dengan perdebatan mengenai pidana mati dilihat dari falsafah pemidanaan serta pelaksanaannya. Louk H.C. Hulsman, seorang sarjana hukum Belanda, menghubungkan pidana dan sistem peradilan pidana dengan menggunakan pendekatan kemanusiaan dan rasionalistik. Pendekatan Hulsman tersebut digunakan penulis untuk melihat apakah tujuan pemidanaan pidana mati sebagaimana the law on the books akan dapat diwujudkan dalam pelaksanaannya sebagai the law in action dan bagaimana pengaturan pidana mati dalam pembaharuan hukum Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif, yang mengumpulkan dan mengolah data dari data kepustakaan serta dianalisa menggunakan pendekatan filsafat hukum (legal philosophy approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konsep (conceptual approach) dengan metode analisa deskriptifkualitatif, sehingga hasil yang diperoleh setalah dilakukan analisa hasil penelitian adalah kesimpulan bahwa falasafah pemidanaan pidana mati adalah retributif dan untuk mencegah masyarakat (potential offender) agar tidak melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati (teori prevensi umum/general deterrence) yang diwujudkan oleh sistem peradilan pidana saat ini tidak akan pernah mencapai tujuannya. Pengaturan pidana mati dalam pembaharuan hukum Indonesia lebih rasional dan manusiawi serta dimungkinkan sistem peradilan pidana dapat mewujudkan tujuan pemidanaan dari pidana mati yaitu demi pengayoman masyarakat yang menitikberatkan pada pencegahan (deterrent) dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum.

The thesis examines pros and cons which often appearing along with the debate on death penalty seen from the philosophy and the punishment. Louk H.C. Hulsman, a Dutch jurist and criminologist, relates crimes and criminal justice system using humanitarian and rationalistic approach. The Hulsman approach was used to see whether the purpose of the death penalty as the aw on the books can be implemented as the law in action. In this case, the study sees criminal justice system as a process and death penalty arrangement in Indonesian law reform. The method used was normative research which collected and processed data taken from legal philosophy approach, statute approach, and conceptual approach with qualitative-descriptive analysis method. This study concluded that the philosophy of death penalty was retributive. In addition, it was to warn the society (potential offender) committing crimes charged with death sentence (general deterrence theory). The existing criminal justice system will never be able to reach the philosophy of death penalty mentioned above. The new Indonesian Criminal Law s more rational and humane and there is a possibility for the criminal justice system to actualize the purpose of death penalty that is the society protection emphasizing on the deterrence of committing crimes by upholding legal norms."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28576
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rivkind, Nina
St. Paul, MN : Thomson/West, 2009.
346.66 RIV c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kim Myung Jong
"Selama lima puluh tahun terakhir semakin banyak negara didunia yang telah menghapuskan hukuman mati Sekarang ini lebih dari setengah dari negara negara di dunia telah menghapuskan hukuman mati dari hukum di negara mereka untuk kejahatan seperti pembunuhan Penggunaan hukuman mati sangat kontroversial dan secara teratur menciptakan ketegangan politik antara negara negara dengan perspektif yang berbeda tentang masalah ini Selanjutnya penghapusan hukuman mati dilakukan pada dua sikap yang berbeda dalam analisis ini seperti penghapusan semua kejahatan atau sebagai penghapusan untuk kejahatan biasa yang terutama melibatkan bahwa negara negara dapat mempertahankan hukuman mati untuk kejahatan perang Tulisan ini membahas bagaimana dan sejauh mana larangan hukuman mati memainkan peran di Korea Selatan Berbeda sekali dengan tren perbudakan di seluruh dunia hukuman mati tetap paling bercokol di Asia di mana lebih dari 90 persen dari semua eksekusi berlangsung Mengapa norma menentang hukuman mati yang tampaknya sangat penting bagi sebagian besar belahan dunia tampaknya memiliki dampak minimum pada negara negara Asia khususnya di Asia Timur Makalah ini menguraikan perubahan yang penulis telah diamati dalam perdebatan hukuman mati dalam Korea Akademisi dan kalangan peradilan selama beberapa dekade terakhir Ini berusaha untuk menunjukkan bahwa perdebatan tersebut telah pindah dari sikap yang mula mula defensif menjadi sikap kearah yang bersedia untuk merangkul keberatan berbagai pihak dari segi hak asasi manusia untuk hukuman mati dan langkah langkah baru yang dinamis dan berakar pada instrumen dan konvensi hak asasi manusia internasional Menganalisis dan menilai apakah hukuman mati dianggap relevan di dunia apalagi di masyarakat Korea Selatan dan dalam proses melihat ke depan untuk membantu membentuk kebijakan hukuman mati baru di wilayah ini.
During the past fifty years, more and more countries have abolished the death penalty. Today, more than half of the countries of the world have abolished capital punishment from their laws for crimes such as murder. The use of the death penalty is highly controversial, and regularly creates political tension between countries with differing perspectives on the issue. Furthermore, abolition of the death penalty is carried on two different manners in this analysis, as abolition for all crimes or as abolition for ordinary crimes, which mainly involves that countries may retain the death penalty for wartime crimes. This paper discusses how and to what extent the prohibition of the death penalty plays a role in South Korea. In stark contrast to the worldwide abolitionist trend, the death penalty remains most entrenched in Asia, where more than 90 percent of all known executions take place. Why does the norm against the death penalty, which is apparently so important for most parts of the world, seem to have least impact on Asia especially in East Asia? How do international leaders and government contribute to the rejection of the universally promoted human rights norm? This paper outlines the changes that the author has observed in the debate of death penalty within Korean Academics and judicial circles over the past decades. It seeks to show that the debate has moved from a defensive posture to one which is willing to embrace to a degree the human rights objections to capital punishment that have been created by a ‘new dynamic’ rooted in international human rights instruments and conventions. Analyzing and assess if capital punishment is considered relevant in the world, moreover in South Korean society, and in the process is looking forward to helping to shape new death penalty policy in this region."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S59927
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inten Kuspitasari
"Pidana mati di Indonesia diberlakukan sejak zaman penjajahan Belanda hingga sekarang, tetapi dalam pelaksanaannya banyak penundaan eksekusi pidana mati yang cukup lama bahkan sampai bertahun-tahun lamanya, sehingga membuat asumsi tidak adanya kepastian hukum bagi penerapan pelaksanaan eksekusi pidana mati. Dan pejabat yang mempunyai kewenangan dalam pelaksanaan pidana mati adalah Jaksa. Metode yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum yuridis normative. Penundaan pelaksanaan eksekusi pidana mati dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya: Faktor Substansi Hukum (Perundang-undangan), Faktor Penegakan Hukum (Struktur Hukum) serta Faktor Sarana dan Fasilitas. Saran yang dapat diberikan yaitu agar pembuat undang-undang dan para penegak hukum agar segera membuat aturan yang mengatur tentang adanya batasan waktu dalam mengajukan pelaksanaan eksekusi pidana mati guna memperlancar eksekusi pidana mati sehingga memperoleh kepastian hukum yang jelas.

Capital punishment in Indonesia has been in effect since the Dutch colonial era until now, but in practice there are many delays in the execution of the death penalty which is quite long even for years, thus making the assumption that there is no legal certainty for the implementation of the execution of capital punishment. And the official who has the authority in carrying out capital punishment is the Prosecutor. The method used in writing this law is normative juridical research. Postponement of the execution of capital punishment can occur due to several factors, including: egal Substance Factor (Invitation Act), Law Enforcement Factor (Legal Structure) and Facilities and Facilities Factors. Suggestions that can be given are for lawmakers and law enforcers to immediately make rules governing the existence of time limits in proposing the execution of capital punishment in order to facilitate the execution of capital punishment so as to obtain clear legal certainty."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>