Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52365 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Radjagukguk, Erman
Jakarta: Chandra Pratama, 2000
341.522 RAD a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Il Yana Agri Lestari
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22638
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cicut Sutiarso
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011
347.09 CIC p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Meydora Cahya Nugrahenti
"Tesis ini meneliti dan mengkaji kewenangan arbitrase dalam memeriksa dan memutus sengketa perbuatan melawan hukum, ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan putusan-putusan pengadilan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Hasil penelitian adalah bahwa berdasarkan UU No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan asas pacta sunt servanda yang terkandung dalam Pasal 1338 KUHPerdata, arbitrase berwenang dalam memeriksa dan memutus sengketa perdata termasuk sengketa perbuatan melawan hukum yang timbul dari kontrak yang mengandung klausul arbitrase atau perjanjian arbitrase. Namun pada beberapa putusan pengadilan, terdapat sikap dan pendapat hakim yang menyatakan Pengadilan Negeri berwenang memeriksa dan mengadili sengketa perbuatan melawan hukum yang terjadi di antara para pihak yang terikat dengan kontrak yang mengandung klausul arbitrase atau perjanjian arbitrase, karena perbuatan melawan hukum dipandang sebagai perbuatan yang tidak terkait dengan klausul atau perjanjian arbitrase di antara para pihak. Penelitian ini menyarankan Pengadilan Negeri untuk konsisten menghormati klausul arbitrase dalam perjanjian dan menyatakan tidak berwenang mengadili suatu sengketa perbuatan melawan hukum di antara para pihak yang terikat dengan klausul atau perjanjian arbitrase. Berdasarkan asas pacta sunt servanda para pihak harus terikat dan mematuhi klausul arbitrase dalam perjanjian yang mereka setujui.

This thesis analyses the authority of arbitration to adjudicate a tort dispute, pursuant to the prevailing arbitration regulation and the current Indonesian court’s decisions. The method of research used in this thesis is normative-juridical method. The research found that based on Law No.30 Year 1999 Regarding The Arbitration and The Alternative Dispute Resolution and pacta sunt servanda principle contained in Article 1338 of The Indonesian Civil Code, arbitration shall have the authority to adjudicate private dispute including tort dispute raising from a contract that contains arbitration clause or arbitration agreement. To some extent, there are several Indonesian court’s decisions have decided District Court has the authority to adjudicate tort dispute raising from the related contract that parties who bound by arbitration clause or arbitration agreement with the reason that tort is categorized or qualified as a legal act that does not relate with arbitration clause or agreement between parties. The thesis suggests to the court to consistently respect the arbitration clause or arbitration agreement made and entered into by the parties, and declare have no legal authority to adjudicate tort dispute between parties who are bound by arbitration clause or arbitration agreement. Based on pacta sunt servanda principle, the parties are bound by and shall comply with the arbitration clause or arbitration agreement they made and entered into."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meydora Cahya Nugrahenti
"Tesis ini meneliti dan mengkaji kewenangan arbitrase dalam memeriksa dan memutus sengketa perbuatan melawan hukum, ditinjau dari peraturan perundang­ undangan yang berlaku dan putusan-putusan pengadilan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Hasil penelitian adalah bahwa berdasarkan UU No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan asas pacta sunt servanda yang terkandung dalam Pasal 1338 KUHPerdata, arbitrase berwenang dalam memeriksa dan memutus sengketa perdata termasuk sengketa perbuatan melawan hukum yang timbul dari kontrak yang mengandung klausul arbitrase atau perjanjian arbitrase. Namun pada beberapa putusan pengadilan, terdapat sikap dan pendapat hakim yang menyatakan Pengadilan Negeri berwenang memeriksa dan mengadili sengketa perbuatan melawan hukum yang terjadi di antara para pihak yang terikat dengan kontrak yang mengandung klausul arbitrase atau perjanjian arbitrase, karena perbuatan melawan hukum dipandang sebagai perbuatan yang tidak terkait dengan klausul atau perjanjian arbitrase di antara para pihak. Penelitian ini menyarankan Pengadilan Negeri untuk konsisten menghormati klilUsul arbitrase dalam perjanjian dan menyatakan tidak berwenang mengadili suatu sengketa perbuatan melawan hukum di antara para pihak yang terikat dengan klausul atau perjanjian arbitrase. Berdasarkan asas pacta sunt servanda para pihak harus terikat dan mematuhi klausul arbitrase dalam perjanjian yang mereka setujui.

This thesis analyses the authority of arbitration to adjudicate a tort dispute, pursuant to the prevailing arbitration regulation and the current Indonesian court's decisions. The method of research used in this thesis is normative-juridical method. The research found that based on Law No.30 Year 1999 Regarding The Arbitration and The Alternative Dispute Resolution and pacta sunt servanda principle contained in Article 1338 of The Indonesian Civil Code, arbitration shall have the authority to adjudicate private dispute including tort dispute raising from a contract that contains arbitration clause or arbitration agreement. To some extent, there are several Indonesian court's decisions have decided District Court has the authority to adjudicate tort dispute raising from the related contract that parties who bound by arbitration clause or arbitration agreement with the reason that tort is categorized or qualified as a legal act that does not relate with arbitration clause or agreement between parties. The thesis suggests to the court to consistently respect the arbitration clause or arbitration agreement made and entered into by the parties, and declare have no legal authority to adjudicate tort dispute between parties who are bound by arbitration clause or arbitration agreement. Based on pacta sunt servanda principle, the parties are bound by and shall comply with the arbitration clause or arbitration agreement they made and entered into.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32566
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rory Arba Delano Mogot
"Arbitrase merupakan suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar peradilan umum. Dengan segala kelebihannya dari segi waktu, biaya dan kerahasiaannya dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalul jalur pengadilan, arbitrase menjadi sangat dominan di era bisnis modem sekarang ini. Namun pada kenyataannya, arbitrase juga memiliki permasalahan dengan banyak terjadinya pembatalan putusan-putusan arbitrase oleh peradilan umum. Ini juga terjadi pada kasus antara Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) vs Karaha Bodas Company (KBC) dengan dibatalkannya putusan arbitrase internasional Swiss oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Tindakan PN Jakarta Pusat tersebut dinilai tidak tepat dan telah melampaui kewenangannya. Dengan dipilihnya atau disepakatiriya Swiss sebagai tempat arbitrase oleh PERTAMINA dan KBC, berdasarkan lex arbitri, yaitu hukum negara di mana tempat arbitrase dilangsungkan, maka pengadilan Swiss-lah yang memiliki kewenangan untuk itu sebagai competent authority, bukan PN Jakarta Pusat"
Jakarta: Universitas Indonesia, 2004
T36181
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arman
"Penelitian ini menganalisis mengenai kasus Arbitrase antara PT. Krakatau Steel dan International Piping Product (IPP) sekaligus meneliti penerapan Undang-undang No. 30 Tahun 1999 mengenai Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa khususnya dalam hal pembatalan putusan Arbitrase karena adanya dugaan pemalsuan dokumen. Pada kasus Arbitrase ini bertindak sebagai penggugat adalah PT. Krakatau Steel dan sebagai tergugat adalah pihak IPP, dimana sengketa timbul akibat adanya kesalahpahaman diantara mereka.
PT. Krakatau Steel telah mengadakan perjanjian jual beli Steel Billet Grade SWRCH8R dengan IPP. Pada pelaksanaannya PT. Krakatau Steel menolak Steel Billet Grade SWRCH8R dan minta dilakukan penukaran dengan Steel Billet Grade SWRCH8A, tetapi pihak IPP menolak untuk melakukan penukaran Steel Billet Grade tersebut. Dalam perjanjian jual beli mereka telah sepakat untuk menyelesaikan masalah yang timbul melalui Arbitrase ad hoc. Sidang Arbitrase dilaksanakan di Jakarta dengan tiga arbiter dan memakai Uncitral Rules. Sidang Arbitrase memutuskan bahwa pihak PT. Krakatau Steel harus membayar kerugian sebesar USD 1.450.000 dan bunga 6% pertahun dari USD 1.450.000 dimulai dari tanggal 12 Agustus 2001 sampai pelaksanaan selesai. Selanjutnya PT. Krakatau Steel tidak menerima putusan Arbitrase dan mengadakan perlawanan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk dilakukan pembatalan putusan.
Di dalam pembatalan hukumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menilai bahwa perlawanan terhadap putusan Arbitrase telah sesuai dengan Pasal 70 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa walaupun hanya berdasarkan kepada adanya dugaan pemalsuan surat atau dokumen yang dilakukan dari pihak IPP. Sehingga Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan bahwa putusan Arbitrase tersebut dibatalkan. Sementara dugaan pemalsuan surat atau dokumen tersebut belum diteliti lebih lanjut atau lebih tepatnya belum dilakukan penyidikan atau pemeriksaan secara tekhnis laboratoris melalui Sistem Peradilan Pidana sesuai yang diatur dalam KUHP dan KUHAP karena pemalsuan surat atau dokumen adalah merupakan ranah pidana. Namun pada tingkat kasasi, dinyatakan bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak dapat dibenarkan. Tetapi Mahkamah Agung dalam putusannya tidak menyebutkan lebih lanjut mengenai konsekuensi ataupun yang bersifat eksekutorial dari putusannya tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 70 Undang - undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, diperlukan adanya putusan Pengadilan untuk pembuktian adanya atau terjadinya pemalsuan surat atau dokumen melalui Sistem Peradilan Pidana sesuai dengan KUHP dan KUHAP karena pemalsuan surat atau dokumen merupakan ranah pidana. Pembatalan putusan Arbitrase berdasarkan dugaan pemalsuan seharusnya tidak hanya sekedar berdasarkan dugaan ataupun interpretasi pribadi dari Hakim Pengadilan Negeri karena hal tersebut dapat menimbulkan masalah baru bahkan dapat menimbulkan terjadinya Occupational Crime.

This research analyzed cases between PT. Krakatau Steel and International Piping Product (IPP), include observe the implementation Law No. 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution. In this case plaintiff PT. Krakatau Steel and the defendant IPP arise after misunderstanding between them.
The Krakatau Steel already signed Sales and Purchase Agreement a contract for purchase Steel Billet Grade SWRCH8R from IPP. In the process, PT. Krakatau Steel rejected Steel Billet Grade SWRCH8R and wants to exchange to Steel Billet Grade SWRCH8A. But IPP can?t exchange the Steel Billet Grade. They were agreing to solve the dispute among them with Arbitration ad hoc. The Arbitration was attended in Jakarta, using UNCITRAL Rules, with three Arbitrators. Arbitration award is penalty US $ 1.450.000 and 6% a year from US $ 1.450.000 for PT. Krakatau Steel start at 12 Augusts 2001 until the execution the award. Latter on Pt. Krakatau Steel doesn?t eccept the award and sought a court decision to nullify the Arbitration award.
In its legal analysis the court of South Jakarta noted that the challenge to an arbitration award submitted by PT. Krakatau Steel related to setting aside arbitral award. According articles 70 Law No. 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution, the court noted that there are forgery document by IPP in the examination of the dispute. According, the court of South Jakarta determined that the Arbitration award is proved based on forgery document and the District court agrees to annulment the Arbitration award. While estimate of forgery document is not base on research or investigation or scientific forensic laboratory by Criminal Justice System appropriate with KUHP and KUHAP because forgery document is a crime. But after appeal, the Supreme Court provides that the decisions of the District Court are mistake. But the Supreme Court does not provide the consequences or does not have executorial of its decision.
This research showed that base on the official Elucidation to Article 70 Law No. 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution provides that the basis on which an award is set aside must be supported by court decision for approved that any forgery document by Criminal Justice System appropriate with KUHP and KUHAP because forgery document is a crime. Determined Arbitration award base on forgery document should not base on estimate or self interpretation from Judge of District Court because of that can be make a new problem indeed Occupational Crime.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29695
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asri
"Putusan arbitrase yang bersifat final dan mengikat bagi para pihak, akan tetapi Pasal 70 UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan upaya untuk mengajukan permohonan pembatalan melalui Pengadilan Negeri. Upaya hukum permohohan pembatalan mengakibatkan proses penyelesaian sengketa menjadi berlarut-larut, meskipun para pihak telah sepakat untuk mengenyampingkan upaya hukum permohonan pembatalan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bersifat yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan statute approach , pendekatan konseptual conceptual approach dan pendekatan kasus case approach . Tindakan salah satu pihak yang mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase meskipun telah dikesampingkan dalam perjanjian secara hukum telah dianggap melakukan cidera janji wanprestasi dan melanggar asas kekuatan mengikat pacta sunt servanda dari Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata dan melanggar asas kepastian hukum. Kesepakatan pengenyampingan upaya pembatalan putusan arbitrase telah meniadakan dan melepaskan hak para pihak untuk mengajukan pembatalan putusan arbitrse melalui pengadilan, namun dalam praktek majelis hakim sama sekali tidak mempertimbangkan adanya kesepakatan pengenyampingan tersebut, sebaliknya tetap memeriksa dan mengadili pokok perkara dan membatalkan putusan arbitrase yang telah bersifat final dan mengikat. Seharusnya, majelis hakim dalam mengeluarkan putusan tetap berpedoman pada isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak sebagai konsekuensi dari asas pacta sund servanda sepanjang perjanjian arbitrse tersebut telah memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana Pasal 1320 sampai dengan Pasal 1337 KUH Perdata.

Arbitration award is final and binding for the parties, however Article 70 of Law No. 30 of 1999 regarding Arbitration and Alternative Dispute Resolutions provides a right to file a request for cancellation through the District Court. The legal remedy to request annulment caused the dispute settlement process extended, even though the parties have agreed to waive legal remedy on such cancelation. The research is descriptive research which is normative juridical and the approaches are statute approach, conceptual approach and case approach. The request for the cancellation of an arbitral award filed by the party even though it has been ruled out in the treaty is considered as a breach of contract and violates the principle of pacta sunt servanda of Article 1338 paragraph 1 of Indonesian Civil Code and has violated the legal certainty principle. A waiver agreement for the cancellation of the arbitral award has nullified and waived the parties 39 right to file the annulment of the arbitral award through the court, however in practice the judges did not consider the existence of the waiver agreement, on the contrary to examine and adjudicate the case and nullify the final and binding arbitral award. Supposedly, the judges in issuing the decision shall remain guided by the contents of the agreement made by the parties as a consequence of pacta sund servanda principle as long as the arbitration agreement has met the requirements of the validity of the agreement as regulated in Article 1320 to Article 1337 Indonesian Civil Code.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Hendrika
"Forum Arbitrase merupakkan forum penyelesaian sengketa yang acapkali dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa perjanjian perdagangan karena alasan-alasan efektivitas dan biayanya yang murah. Namun dengan perkembangan perekonomian dunia yang diiringi dengan kebebasan para pihak dalam hal menerapkan Pilihan Forum, hasil penyelesaian sengketa demikian berpotensi untuk mengandung unsur-unsur asing sebagai akibat dari para pihak yang tunduk pada sistem hukum yang berbeda, terletak pada wilayah hukum yang berbeda, dan/atau bahkan memilih forum Arbitrase asing yang tunduk pada ketentuan hukum yang berlainan dari pihak dalam perjanjian perdagangan tersebut. Kemudian dalam keberlakuannya, putusan Arbitrase dapat dimintakan permohonan pembatalannya ke pengadilan negeri. Meskipun demikian, Indonesia yang memiliki ketentuan hukum Arbitrase nya sendiri, yakni UU No, 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UUAAPS), serta negara anggota New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (Konvensi New York 1958), menjadi subjek terhadap dua ketentuan pembatalan putusan Arbitrase yang berbeda. Dalam pengaturannya, ketentuan pembatalan UUAAPS hanya dapat berlaku bagi putusan Arbitrase nasional, sedangkan Konvensi New York 1958 berlaku bagi Putusan Arbitrase Internasional. Kendati demikian, suatu putusan Arbitrase dapat mengandung unsur asing, dan hal ini seringkali mengundang interpretasi yang turut berpengaruh pada penerapan UUAAPS dan Konvensi New York 1958. Kenyataan ini merupakan salah satu ruang lingkup kajian Hukum Perdata Internasional karena dalam hal penentuan kewenangan oleh pengadilan negeri dalam perkara pembatalan putusan Arbitrase yang mengandung unsur asing, timbul pertanyaan “Pengadilan negara manakah yang berwenang untuk mengadili pembatalan putusan Arbitrase yang mengandung unsur asing tersebut?” Melalui penelitian yuridis-normatif, skripsi ini akan menganalisis praktik kewenangan mengadili oleh pengadilan negeri di Indonesia sehubungan dengan penerapan pasal-pasal pembatalan Arbitrase yang ada

As one of the dispute resolution forums, arbitration, is often chosen by the parties to resolve commercial agreement disputes due to its effectiveness and cost efficiency. However, as the world’s economy develops, accompanied by the freedom in implementing the choice of forum, the results of such dispute resolution potentially contain foreign elements due to the parties being subject to different legal systems, being located in different jurisdictions, and/or even choosing a foreign arbitration which has different legal system from the parties involved in the commercial agreement. Notwithstanding aforementioned explanation, arbitration award can be requested for its annulment to the district court. Nevertheless, Indonesia with its own Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution (Arbitration Law), while also participating as the member states of the New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (New York Convention 1958), is subject to two different provisions for arbitral award annulment. For example, the provisions for the arbitral award annulment in UUAAPS is only applicable for national arbitral award, while the annulment provision in New York Convention 1958 applies to foreign arbitral award. However, an arbitral award may contain foreign elements, which often results in different interpretations in its implementation and influences the application of the Arbitration Law and the New York Convention 1958. This event falls within the scope of Private International Law’s studies because it raises the question of "Which district court has the authority to adjudicate the annulment of arbitral awards containing the foreign elements?" Through normative-juridical research, this undergraduate thesis will analyse the practice of Indonesian district court’s authority in adjudicating the annulment of said arbitral award in relation to the application of existing arbitration annulment regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>