Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20408 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Han Bing Siong
S-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1961
BLD 342.73 HAN o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Han Bing Siong
S-Gravenhage: Martinus Jijhoff, [1961, 1961]
345 HAN o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Marthin James
"Mengirim uang, membicarakan hal-hal pribadi, berkomunikasi secara langsung maupun virtual seperti melalui telepon atau video call, dan unsur-unsur emosional lainnya merupakan hal-hal umum yang terjadi dalam sebuah hubungan. Namun, dimungkinkan ada keadaan di mana unsur emosional ini digunakan sebagai sarana manipulasi untuk mendapatkan keuntungan atau dikenal sebagai Love Scam. Bila hal tersebut terjadi sulit memastikan apakah pemberian korban sepenuhnya bersifat sukarela atau merupakan hasil upaya manipulasi yang dipergunakan pelaku. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemenuhan unsur tindakan love scam terhadap aturan perbuatan manipulasi, perbuatan curang, dan/atau penipuan di Indonesia menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Bentuk dari penelitian ini adalah yuridis normatif, dimana sumber data diperoleh dari data sekunder yang dilengkapi dengan pandangan Aparat Penegak Hukum dalam menangani dan menyelesaikan setiap kasus berkenaan dengan love scam, yang kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil yaitu love scam tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, tetapi upaya penegakan hukum terhadap tindakan love scam ini tetap dapat dilakukan dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 378 KUHP dan Pasal 35 UU ITE.

Sending money, talking about personal things, communicating in person or virtual such as via telephone or video calls, and other emotional elements are common things that happen in a relationship. However, there may be circumstances in which this emotional element is used as a means of manipulation for profit otherwise known as the Love Scam. When this happens, it is difficult to ascertain whether the victim's gift is completely voluntary or is the result of manipulation by the perpetrator. Based on this, this study aims to find out how to fulfill the elements of love scam action against the rules of manipulation, fraud, and/or fraud in Indonesia according to the Criminal Code and the Information and Electronic Transaction Law. The form of this research is normative juridical, where the data source is obtained from secondary data which is equipped with the views of Law Enforcement Officials in handling and resolving each case regarding a love scam, which is then analyzed descriptively qualitatively. Based on the research, the results obtained are that love scams are not specifically regulated in Indonesian laws and regulations. However, law enforcement efforts against love scams can still be carried out based on the provisions of Article 378 of the Criminal Code and Article 35 of the ITE Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Indonesia: [publisher not identified], 1981
345.025 IND l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ronny Oktahandika
"Perkembangan Ekonomi di Indonesia mendorong timbulnya permasalahan baru dalam jaminan fidusia seperti munculnya hak-hak baru dan modus-modus baru kejahatan dalam Jaminan Fidusia. Dalam beberapa putusan pengadilan, Majelis Hakim lebih memilih menggunakan ketentuan Pasal 378 atau Pasal 372 KUHP daripada menggunakan Pasal 35 atau Pasal 36 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF). Hal tersebut telah mengesampingkan asas hukum lex specialis derogate legi generali. Kurangnya ketentuan pidana dalam UUJF menyebabkan lemahnya penegakan hukum terhadap perbuatan pidana yang berhubungan dengan jaminan fidusia. Kebijakan hukum pidana dalam UUJF masih belum memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya mengenai penegakan dan pemberian kepastian hukum. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan memahami pengaturan dan aspek-aspek hukum pidana dalam UUJF, kendala dalam praktek penegakan hukum dan kebijakan hukum pidana yang akan datang. Dalam penelitian ini, jenis Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan sejarah, undang-undang, konseptual dan kasus. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa aspek hukum pidana dalam UUJF penerapannya masih minim untuk dilakukan, pengesampingan asas hukum lex specialis derogate legi generali dapat diberlakukan dalam hal objek jaminan fidusia tidak didaftarkan, terdapat beberapa tindak pidana yang berhubungan dengan jaminan fidusia yang tidak diatur didalam UUJF, dalam hal kebijakan hukum pidana, UUJF masuk kedalam ruang lingkup hukum keperdataan, penggunaan hukum pidana digunakan sebagai ultimum remidium sehingga pemberian sanksi pidana ditujukan untuk mendorong penyelesaian ekonomi terlebih dahulu dibanding pidana badan. Konsep keadilan restoratif melalui mediasi penal dapat dijadikan sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana diluar pengadilan.

Economic development in Indonesia encourage the emergence of new problems in fiduciary such as the emergence of new rights and new crimes in fiduciary. In several court decisions, the Judges prefers to use the provisions of Article 378 or Article 372 KUHP rather than Article 35 or Article 36 Fiduciary Act. This has ruled out the legal principle of lex specialis derogate legi generali. The lack of criminal provisions in Fiduciary Act results in ineffective law enforcement of criminal acts related to fiduciary. The criminal policy in Fiduciary Act still cannot fulfill the community needs, especially regarding of the law enforcement and legal certainty. This research is aimed at knowing and understanding the regulation and criminal aspects in Fiduciary Act, the obstacles of law enforcement and criminal policies in the upcoming laws. In this study, the type of research used was Normative Juridical using historical, legal, conceptual and case approaches. The results of the study concluded that the existence of criminal law aspects in the form of special criminal provisions in Fiduciary, whose application is still minimal, the legal principle of lex specialis derogate legi generali can be applied in Article 35 and Article 36 Fiduciary Act in terms of the fiduciary object was not registered, there are several criminal acts related to fiduciary that are not regulated in Fiduciary Act. In terms of criminal policy, The Fiduciary Act was included in the scope of civil law, criminal law used as ultimum remidium so that criminal sanctions are intended to encourage economic settlement first. The concept of restorative justice through penal mediation can be used as an alternative dispute resolution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rompas, Kevin Bryan Simon
"Penelitian ini membedah tentang sewa pacar, dengan memulai dari sejarah dan perkembangan konsep dari pacaran sebagai objek yang disewakan dalam sewa pacar, lalu melanjutkan pada praktik sewa pacar itu sendiri dengan menggunakan ilmu kriminologi sebagai pisau bedahnya, kemudian melihat hasil dari pembedahan tersebut dengan menggunakan lensa politik hukum pidana dan lensa hukum pidana, juga menyarankan metode yang tepat untuk menanggulangi sewa pacar. Penelitian ini menggunakan gabungan dari metode penelitian non-doktrinal dan metode penelitian doktrinal. Sewa pacar dalam pembedahan secara kriminologis menghasilkan bahwa sewa pacar adalah kriminogen atau sesuatu yang menciptakan adanya tindak-tindak pidana dan menempatkan pemberi jasa sewa pacar sebagai pihak yang rentan terhadap kejahatan. Dalam pandangan lensa politik hukum pidana, sewa pacar telah bertentangan dengan tujuan dari politik hukum pidana yang selaras dengan tujuan dari keseluruhan politik kriminal Indonesia. Keseluruhan politik kriminal Indonesia atau disebut juga social defence planning merupakan bagian yang terintegrasi dengan politik sosial negara Indonesia. Politik sosial negara Indonesia diatur dalam Rencana Pembangunan Nasional (UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional), sehingga tujuan dari politik kriminal ini juga selaras dengan tujuan pembangunan nasional yang memperhatikan semua bidang kehidupan bangsa Indonesia. Sewa pacar menjadi bertentangan dengan politik hukum pidana karena keberadaan dari sewa pacar mengancam bidang kehidupan bangsa Indonesia. Dalam pandangan lensa hukum pidana, sewa pacar secara kualifikasi bukan merupakan tindak pidana, oleh sebab tidak adanya delik yang secara khusus mengatur tentang sewa pacar. Akan tetapi secara konseptual, unsur-unsur yang terkandung dalam sewa pacar seperti: menawarkan, menyepakati dan memberikan jasa seksual, itu ada diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama dan baru maupun peraturan perundang-undangan lain di luar KUHP, khususnya delik yang berhubungan dengan bidang kesusilaan masyarakat. Proses untuk menghubungkan antara sewa pacar dan tindak pidana dalam ilmu hukum pidana dilakukan dengan menggunakan metode penemuan hukum, yaitu penafsiran hukum.

This research dissects the phenomenon of renting a boyfriend/girlfriend starting from the history and development of the concept of dating as an object that is being rented out in said phenomenon, then continuing to the practice of renting a boyfriend/girlfriend itself using criminology as a scalpel to further looking at the results through the lenses of criminal law and political criminal law while also suggest appropriate methods for dealing with boyfriend/girlfriend rent. This research uses a combination of doctrinal and non-doctrinal research methods. Renting a boyfriend/girlfriend  analysed through criminological perspective resulting in it being a criminogen, something that concoct criminal acts and subjecting the perpetrator of renting a boyfriend/girlfriend  as a party vulnerable to crime. From the perspective of political criminal law, renting a boyfriend/girlfriend is contrary to the objectives of criminal legal politics which are in line with the objectives of the entire Indonesian criminal politics. The entire Indonesian criminal politics or also known as “social defence planning” is an integrated part of the social politics of the Indonesian state. The social politics of the Indonesian state are regulated in the National Development Plan (Law Number 25 of 2004 concerning the National Development Planning System), so that the goals of criminal politics are also in line with national development goals which pay attention to all areas of the life of the Indonesian nation. Renting a girlfriend is in conflict with criminal law politics because the existence of renting a boyfriend/girlfriend threatens the areas of life of the Indonesian. From a criminal law perspective, renting a boyfriend/girlfriend is not a criminal offence because there are no offences specifically regulating renting a boyfriend/girlfriend. However, conceptually, the elements contained in renting a boyfriend/girlfriend, such as: offering, agreeing to and providing sexual services, are regulated by the old and new Criminal Code (KUHP) as well as other laws and regulations outside the Criminal Code, in particular offences related to the field of public morality. The process of connecting between renting a girlfriend and criminal acts in criminal law is carried out using the legal discovery method, namely legal interpretation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marco Hardianto
"Salah satu asas dasar dalam hukum pidana adalah asas transitoir, yakni asas yang mengatur mengenai pemberlakuan hukum dalam hal terjadi perubahan perundang-undangan setelah suatu tindak pidana dilakukan. Terkait frasa ‘perubahan perundang-undangan’ dapat dibedakan antara 3 paham: paham formil (Simons, 1910), paham materiil terbatas (Van Geuns, 1919), dan paham materiil tidak terbatas (Hoge Raad, 1921). Ketiga paham ini berkembang sebelum dikenalnya pengujian undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi. Implikasi logisnya: Perubahan perundang-undangan dalam asas transitoir tidak mencakup hasil pengujian undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi. Lantas bagaimana implementasi perubahan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam asas transitoir dalam kaitannya dengan Putusan Mahkamah Konstitusi? Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif terhadap putusan hakim pidana yang memaknai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013. Penelitian ini memperlihatkan bahwa penerapan asas transitoir terhadap perubahan perundang-undangan yang diakibatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi dapat dilakukan. Adapun penerapan asas transitoir dalam kaitannya dengan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam putusan di Indonesia masih sangat kabur. Oleh karena itu, sangat disarankan bagi Mahkamah Agung untuk memberikan suatu pedoman mengenai bagaimana hakim-hakim dalam peradilan pidana harus memaknai perubahan perundang-undangan yang diakibatkan oleh Mahkamah Konstitusi

One of the basic principles in criminal law is the principle of transitoir, namely the principle that regulates the enforcement of the law in the event of an amendment in legislation after a criminal act is committed. Regarding to the phrase 'amandment in legislation', there are three running doctrine: formele leer (Simons, 1910), beperkte materiele leer (Van Geuns, 1919), and onbeperkte materiele leer (Hoge Raad, 1921). These three doctrine developed prior to the recognition of judicial review by the Constitutional Court. Logical implication: Amendment in legislation as referred to in the principle of transitoir does not include amandment as the result of judicial review by the Constitutional Court. Hence the question: how is the implementation of amandment in legislation as referred to in the principle of transitoir in relation to Constitutional Court Verdict? This research was conducted with a juridial-normative approach to the verdict of criminal law judges which interpret the Constitutional Court Verdict No. 85/PUU-XI/2013. This study shows that the application of the principle of transitoir in relation to amendment in legislation as a result of the Constitutional Court Verdict can be done. However, it has to be noted that the application of the principle of transitoir in relation to the Constitutional Court Verdict in Public Court Verdict regarding criminal law in Indonesia is still very vague. Therefore, it is highly recommended for the Supreme Court to provide a guideline regarding how the judges in the Public Court should interpret the amendments to these laws as a result of the Constitutional Court Verdict."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Wahida
"ABSTRAK
Pandangan dominan dalam ilmu hukum pidana menyatakan bahwa penerapan
analogi dilarang dalam hukum pidana sebab melanggar asas legalitas, sedangkan
penafsiran ekstensif diperbolehkan. Skripsi ini menemukan bahwa penerapan
analogi dan penafsiran ekstensif memang memiliki perbedaan dalam konteks
struktur argumentasi yang dikandung di dalamnya, namun keduanya memiliki
persamaan dalam konteks penerapan praktisnya, yaitu sama-sama memperluas
cakupan makna suatu ketentuan pidana dalam undang-undang sehingga dapat
mencakup perbuatan yang sebelumnya tidak termasuk dalam ketentuan pidana
tersebut. Skripsi ini juga menemukan bahwa Mahkamah Agung Republik
Indonesia telah menerapkan analogi dalam Putusan Nomor 786K/Pid/2015 dan
1417K/Pid/1997.

ABSTRACT
The dominant perspective in criminal law propounds that the application of
analogical reasoning is prohibited in criminal law, since it is contradictory to
principle of legality, whereas extensive interpretation is not prohibited. This thesis
finds that application of analogical reasoning is different from extensive
interpretation in the context of their own argumentative structure, but they are
identical in the context of their practical application, for they both extend the
meaning of a criminal provision so it could include an action that was not
included in that provision. This thesis also finds that Supreme Court of Republic
of Indonesia has applied analogical reasoning in Decision Number 786K/Pid/2015
and 1417K/Pid/1997."
2016
S64462
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dey Ravena
"Legal aspects of criminal policy in Indonesia"
Jakarta: Kencana, 2017
345.598 DEY k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>