Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60272 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Pengadilan Negeri, [date of publication not identified]
346.02 LOE h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
H.R. Erwinsyah Sulistiarto
"Jual beli tanah adalah merupakan perbuatan hukum yang merupakan
perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak, yang mana pihak pertama wajib
menyerahkan hak atas tanahnya kepada pihak kedua dan pihak kedua wajib
membayar sejumlah uang yang telah disepakati antara pihak pertama dengan pihak
kedua kepada pihak pertama. Di Indonesia, jual beli hak atas tanah, untuk
mengalihkannya harus dilakukan dengan Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) selaku pembantu daripada Pemerintah. Namun
dalam penulisan tesis dibahas suatu kasus pembatalan Akta Jual Beli yang dibuat
dihadapan PPAT. Dalam kasus ini, penjual (selanjutnya disebut pihak pertama)
didalam akta tersebut tidak setuju menjual tanahnya kepada pembeli (selanjutnya
disebut pihak kedua), tetapi pihak kedua memaksa pihak pertama untuk menjual
tanahnya kepada pihak kedua dengan cara menandatangani Akta Pernyataan didepan
Kapolsek Banjarnegara pada tanggal 23 Mei 1984. Maka Camat Banjarnegara
menandatangani Akta Jual Beli yang sebelumnya telah ditandatangani dengan paksa
oleh pihak pertama yang kemudian akta tersebut yang berupa Akta Jual Beli Nomor
58/V/PPAT/1984 tertanggal 28 Mei 1984. Yang mana dengan dibuatnya Akta Jual
Beli tersebut berarti hak atas tanah dari pihak pertama telah beralih kepada pihak
kedua. Pokok Permasalahan yang akan dibahas pada tesis ini adalah Apakah kriteria
suatu akta yang dapat dinyatakan batal demi hukum menurut Putusan P engadilan,
khususnya dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2806
K/PDT/2002 tanggal 23 Januari 2006; Bagaimanakah tanggung jawab PPAT
terhadap pembuatan Akta Jual Beli yang dinyatakan batal demi hukum oleh Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia karena terdapat cacat hukum dalam
pembuatannya? Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis
normatif dengan pendekatan yang bersifat evaluatif yang menitik beratkan pada
penelitian kepustakaan. Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam mengadili kasus ini
menitik beratkan pada pengertian tentang syarat-syarat untuk sahnya suatu peijanjian
menurut KUHperdata

Sales and Purchase Land is law activity that performed by party, by which first party
must delivered his right owner of his land to the second party and the second party
must paid up the price consensus amongst them. In Indonesian, sales and Purchase
Land, that to transfer the right must performed before Land Register Public Officer
or PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) as government official representatives.
However, in this Theses will overview a Cancelation of a Land Registration Deed
Cases that made before PPAT. In this cases, Seller (here in after referred to as First *
Party) that drawn up in the deed is disagree his land to the Buyer (here in after
referred to as Second Party), but the Second Party insisted the First party to sold out
his land to the Second Party by means to signed in a statement Deed before Chief
Officer Police of Banjamegara May 23 1984. Therefore, Camat Banjamegara signed
in previous Sales and Purchase Deed that signed in forced by first party with number
of deed 58/V/PPAT/1984 dated on May 28 1984. By already made of the said deed
means the authority of first party has already transfer to the second party. The
objective of this case is what is the criteria of cancel By The Law according to court
resolution? Especially in Supreme Court Resolution of Republik Indonesia Number
2806 K/PDT/2002 dated on January 23, 2006; How PPAT response to the said deed
that clarified Cancel By The Law caused of law incapable? Research Methods
applied are Juridis normarmative by evaluative that focusing Bibliograph Research,
the Supreme Court Judge Council in judging this case focused on the qualification
obliged for the validity of an agreement according to the Indonesian Civil Code
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37136
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hanie Hapsari
"ABSTRAK
Jual-beli diartikan sebagai suatu hubungan hukum
mengenai benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu
pihak berjanji akan melakukan sesuatu hal atau tidak akan
melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak yang lain berhak
menuntut pelaksanaan janji tersebut. Jual beli hak atas
tanah sebagai suatu bentuk perjanjian peralihan hak atas
tanah; akta perjanjian jual beli tersebut dibuat dihadapan
PPAT sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membantu
pemerintah. Namun dalam penulisan tesis ini dibahas suatu
kasus pembatalan akta jual-beli yang dibuat dihadapan PPAT.
Dalam kasus ini setelah dibuatnya akta jual beli muncul
gugatan dari pihak ketiga yang merasa telah membeli obyek
perjanjian walau hanya baru ada kata sepakat saja. Gugatan
pihak ketiga ini dimenangkan oleh Mahkamah Agung dengan
pertimbangan adanya kata sepakat, maka perjanjian itu telah
terjadi dan akta yang dibuat dihadapan PPAT dinyatakan
batal. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam Tesis ini
adalah apakah pembatalan suatu perjanjian dapat dilakukan
secara sepihak?; Apakah keputusan Mahkamah Agung RI Nomor
2136 K/PDT/1997 sudah tepat menurut peraturan pertanahan
yang berlaku di Indonesia? Metode penelitian yang digunakan
adalah metode penelitian yuridis normatif yang menitik
beratkan pada penelitian kepustakaan. Majelis Hakim dalam
mengadili kasus ini memakai KUH-Perdata sebagai dasar
pertimbangannya. Sedangkan di dalam hukum pertanahan kita
dikenal Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan
Pelaksanaannya, sehingga sudah seharusnyalah hakim dalam
hal ini mengacu juga pada Undang-Undang Pokok Agraria dan
tidak pada KUH-Perdata saja karena obyek dalam perjanjian
jual beli tersebut menyangkut mengenai pertanahan.

ABSTRACT
Sell and purchase refers to a legal relationship with
respect to the property between two parties where a party
binds to do or not to do something and the other hand
another party is entitled to claim for the performance of
such promise. Land sell and purchase is an agreement with
respect to the transfer of land rights.,the Land Sell and
Purchase Deed is made before a land official who helps the
goverment however in this thesis writting is discussing
about an annullment case of a land sell and purchase made
by PPAT. However in this case after the Land Sell and
Purchase Deed was made arrest a claim with respect to the
legal action action from the third party already purchases
the object of the agreement eventhough by an oral agreement
only. The main problem is about to discussed in this thesis
is whether or not the Land Sell and Purchase Deed made
before the PPAT is valid?., How are the responsibilities of
PPAT with respect to the a n n u l lment of sell and purchase
deed made by PPAT, related to the Supreme Court Decission
Number 2136 K/PDT/1997? The examination method by stressing
on the library examination. The Judge incasing this case
should not use the KUH-Perdata as the way of make the
decision. As we know that in our rule of land there is a
Reglement of an Agrarian Basic Rule wich is known as
Reglement Number 5 year 1960 about the Basic Reglement of
Agrarian Rule (UUPA) and the Action Reglement, so the judge
should use this because the object in the sell and purchase
deed is about land."
2008
T38061
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H R Erwinsyah Sulistiarto
"ABSTRAK
Jual beli tanah adalah merupakan perbuatan hukum yang merupakan
perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak, yang mana pihak pertama wajib
menyerahkan hak atas tanahnya kepada pihak kedua dan pihak kedua wajib
membayar sejumlah uang yang telah disepakati antara pihak pertama dengan pihak
kedua kepada pihak pertama. Di Indonesia, jual beli hak atas tanah, untuk
mengalihkannya harus dilakukan dengan Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) selaku pembantu daripada Pemerintah. Namun
dalam penulisan tesis dibahas suatu kasus pembatalan Akta Jual Beli yang dibuat
dihadapan PPAT. Dalam kasus ini, penjual (selanjutnya disebut pihak pertama)
didalam akta tersebut tidak setuju menjual tanahnya kepada pembeli (selanjutnya
disebut pihak kedua), tetapi pihak kedua memaksa pihak pertama untuk menjual
tanahnya kepada pihak kedua dengan cara menandatangani Akta Pernyataan didepan
Kapolsek Banjarnegara pada tanggal 23 Mei 1984. Maka Camat Banjarnegara
menandatangani Akta Jual Beli yang sebelumnya telah ditandatangani dengan paksa
oleh pihak pertama yang kemudian akta tersebut yang berupa Akta Jual Beli Nomor
58/V/PPAT/1984 tertanggal 28 Mei 1984. Yang mana dengan dibuatnya Akta Jual
Beli tersebut berarti hak atas tanah dari pihak pertama telah beralih kepada pihak
kedua. Pokok Permasalahan yang akan dibahas pada tesis ini adalah Apakah kriteria
suatu akta yang dapat dinyatakan batal demi hukum menurut Putusan P engadilan,
khususnya dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2806
K/PDT/2002 tanggal 23 Januari 2006; Bagaimanakah tanggung jawab PPAT
terhadap pembuatan Akta Jual Beli yang dinyatakan batal demi hukum oleh Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia karena terdapat cacat hukum dalam
pembuatannya? Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis
normatif dengan pendekatan yang bersifat evaluatif yang menitik beratkan pada
penelitian kepustakaan. Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam mengadili kasus ini
menitik beratkan pada pengertian tentang syarat-syarat untuk sahnya suatu peijanjian
menurut KUHperdata.

ABSTRACT
Sales and Purchase Land is law activity that performed by party, by which first party
must delivered his right owner of his land to the second party and the second party
must paid up the price consensus amongst them. In Indonesian, sales and Purchase
Land, that to transfer the right must performed before Land Register Public Officer
or PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) as government official representatives.
However, in this Theses will overview a Cancelation of a Land Registration Deed
Cases that made before PPAT. In this cases, Seller (here in after referred to as First *
Party) that drawn up in the deed is disagree his land to the Buyer (here in after
referred to as Second Party), but the Second Party insisted the First party to sold out
his land to the Second Party by means to signed in a statement Deed before Chief
Officer Police of Banjamegara May 23 1984. Therefore, Camat Banjamegara signed
in previous Sales and Purchase Deed that signed in forced by first party with number
of deed 58/V/PPAT/1984 dated on May 28 1984. By already made of the said deed
means the authority of first party has already transfer to the second party. The
objective of this case is what is the criteria of cancel By The Law according to court
resolution? Especially in Supreme Court Resolution of Republik Indonesia Number
2806 K/PDT/2002 dated on January 23, 2006; How PPAT response to the said deed
that clarified Cancel By The Law caused of law incapable? Research Methods
applied are Juridis normarmative by evaluative that focusing Bibliograph Research,
the Supreme Court Judge Council in judging this case focused on the qualification
obliged for the validity of an agreement according to the Indonesian Civil Code."
2008
T37136
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, Eva
"Perkawinan merupakan bagian dari proses kehidupan manusia. Adanya janji kawin diantara pasangan yang sedang berpacaran biasanya mendahului sebelum terjadinya perkawinan itu sendiri. Janji kawin yang biasanya terjadi di kalangan muda mudi hanyalah sebatas lisan tanpa disertai bukti tertulis. Hal ini akan sulit dituntut pertanggungjawabannya bila suatu saat terjadi pengingkaran oleh salah satu pihak. Sekalipun perbuatan ingkar janji kawin sering terjadi di masyarakat, sangat jarang ada pihak yang menuntut ke pengadilan bila terjadi pengingkaran. Hal ini dikarenakan perbuatan ingkar janji kawin tidak diatur dalam undang-undang perkawinan. Namun meskipun belum diatur secara jelas dalam undang-undang perkawinan, bukan berarti setiap perbuatan ingkar janji kawin tidak dapat dituntut. Masih ada hukum adat sebagai hukum yang hidup dan terus berkembang di masyarakat, yang dapat dijadikan pegangan untuk menyelesaikan masalah yang timbul dalam masyarakat. Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah apakah ada hubungan antara ingkar janji kawin dengan sanksi adat, apakah ingkar janji kawin dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar hukum pidana adat, dan apakan yang menjadi sanksi adatnya terhadap perbuatan ingkar janji kawin tersebut. Pada masyarakat hukum adat, janji kawin dikukuhkan dalam suatu upacara yang disebut pertunangan.Pertunangan biasanya dilakukan secara resmi dan mengikuti aturan tata tertib adat yang berlaku, sehingga pelanggaran terhadap tata tertib pertunangan itu dapat dikategorikan sebagai suatu delik adat, yaitu perbuatan yang melanggar hukum pidana adat. Tesis ini mengangkat beberapa kasus putusan Mahkamah Agung mengenai ingkar janji kawin. Metode penelitian yang digunakan adalah kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Tipe penelitiannya eksplanatoris, fact finding, penelitian berfokus masalah, dan monodisipliner. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan alat pengumpulan data adalah melalui studi dokumen. Sedangkan Metode yang digunakan untuk menganalisis adalah kualitatif. Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan, bahwa terdapat hubungan antara ingkar janji kawin dengan sanksi adat yaitu apabila perbuatan tersebut termasuk delik adat. Terhadap perbuatan ingkar janji kawin yang melanggar tata tertib perkawinan adat dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum pidana adat dan diberikan sanksi adatnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16561
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chrisya Nadine Immanuela
"Proses jual beli seringkali didasari dengan pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebelum dilanjutkan dengan Akta Jual Beli. Para pihak tidak menyadari adanya ketentuan yang juga mengikat akibat pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli walaupun belum terjadinya peralihan hak. Penulisan ini terdiri dari dua rumusan masalah, yaitu mengenai akibat hukum terhadap perbuatan melawan hukum setelah penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan mengenai pertimbangan hakim dalam memutus perkara perbuatan melawan hukum setelah penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Penulisan ini menggunakan metode yuridis normatif dan tipologi penelitian eksplanatoris. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Akta Pemberian Hak Tanggungan, perbuatan melawan hukum, dan juga kredit, sedangkan bahan hukum sekunder yang terdiri dari buku, jurnal, dan internet. Penulisan ini juga melakukan wawancara baik terhadap Notaris dan PPAT serta juga kepada Bank. Penulis menyimpulkan bahwa akibat adanya perbuatan melawan hukum setelah dilakukan penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli, maka Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat batal demi hukum karena tidak dibuat atas dasar sebab yang halal. Selain itu, pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara perbuatan melawan hukum setelah penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli kurang tepat karena tidak mempertimbangkan mengenai hak dan kewajiban yang timbul akibat Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Majelis hakim juga seharusnya mempertimbangkan tentang perbuatan Bank. Hal ini karena Bank tidak menerapkan prinsip kehati-hatian Bank dalam pemeriksaan sebelum pemberian kredit.

The buying and selling process is often based on the making of a Sale and Purchase Binding Agreement before proceeding with the Sale and Purchase Deed. The parties are not aware of the existence of provisions that are also binding due to the making of the Sale and Purchase Binding Agreement even though there has not been a transfer of rights. This writing consists of two problem formulations, namely regarding the legal consequences of unlawful acts after the signing of the Sale and Purchase Binding Agreement and regarding the judge's considerations in deciding cases of unlawful acts after the signing of the Sale and Purchase Binding Agreement. This writing uses a normative juridical method and an explanatory research typology. The legal materials used are primary legal materials in the form of laws and regulations relating to the Sale and Purchase Binding Agreement, Deed of Granting Mortgage Rights, unlawful acts, and also credit, while secondary legal materials consist of books, journals, and the internet. This writing also conducts interviews with both Notaries and PPAT as well as to Banks. The author concludes that as a result of an unlawful act after the signing of the Sale and Purchase Binding Agreement, the Deed of Granting Mortgage may be null and void because it was not made on the basis of a lawful cause. In addition, the consideration of the panel of judges in deciding cases of unlawful acts after the signing of the Sale and Purchase Binding Agreement is not appropriate because it does not consider the rights and obligations arising from the Sale and Purchase Binding Agreement. The panel of judges should also consider the actions of the Bank. This is because the Bank does not apply the prudential principle of the Bank in the examination before granting credit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angel Fransisca Christy Manga
"Perjanjian hutang piutang dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Namun, yang kerap terjadi adalah para pihak mengikatkan diri ke dalam suatu perjanjian hutang piutang secara lisan membentuk suatu Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas objek yang dijadikan jaminan perjanjian hutang piutang lisan yang bersangkutan, sebagaimana terjadi dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2288/K/PDT/2020. Permasalahan utama yang diangkat adalah terkait dengan kedudukan hukum perjanjian hutang piutang lisan berdasarkan hukum pembuktian dan akibat penyelundupan hukum perjanjian hutang piutang lisan yang dibuat sebagai pendahuluan Akta PPJB dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2288/K/PDT/2020. Guna menjawab permasalahan tersebut, digunakan metode penelitian doktrinal, dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menemukan bahwa perjanjian hutang piutang lisan in casu terbukti dengan alat bukti persangkaan hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 173 HIR, yang ditarik dari alat bukti saksi, dan tertulis seperti Akta PPJB dengan klausul hak membeli kembali dan laporan appraiser atas objek sengketa yang menyatakan perbedaan nilai ril objek sengketa dengan harga yang diperjanjikan dalam Akta PPJB dan telah dibayar lunas 2,5 (dua setengah) bulan sebelum pembuatan Akta PPJB. Perjanjian hutang piutang lisan yang dibuat sebagai pendahuluan Akta PPJB yang memuat klausul hak membeli kembali adalah suatu penyelundupan hukum karena telah memenuhi unsur penyelundupan hukum dan telah melanggar syarat objektif sahnya perjanjian, yaitu kausa yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Berangkat dari itu, Akta PPJB in casu harusnya batal demi hukum.

Debt agreements can be made either in an unwritten or written format. However, what often happens is that parties that bind themselves into an unwritten debt agreement would then form a Sales and Purchase Agreement Deed on the object used as a collateral in the previous unwritten debt agreement, as happened in the Supreme Court Decision Number 2288/K/PDT/2020. The main issues raised are related to the legal position of an unwritten debt agreement based on the law of evidence, and the consequences of legal evasion in an unwritten debt agreement made as a preliminary agreement to a Sales and Purchase Agreement Deed in the Supreme Court Decision Number 2288/K/PDT/2020. To provide answers for the issues above, a doctrinal research method is used, with a qualitative analysis method. The results found that the unwritten debt agreement in this case is proven by the judge’s presumption as stipulated in Article 173 of the HIR, that is drawn from witness evidence and written evidence, such as the Sales and Purchase Deed with the right to repurchase clause, and the appraiser’s report on the disputed object, which states the obvious difference between the real value and the agreed value that had been fully paid 2,5 (two and a half) months prior to making the Sales and Purchase Agreement Deed. The unwritten debt agreement made as a preliminary agreement to the Sales and Purchase Agreement Deed containing the right to repurchase clause is a form of a legal evasion, because it has fulfilled the elements of legal evasion and has violated one of the objective requirements for the validity of an agreement which is regulated in Article 1320 of the Civil Code. Therefore, the Sales and Purchase Agreement Deed in this case should be null and void."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Edison
"Di Masyarakat modern, setiap hari banyak dibuat perjanjian. Perjanjian itu dapat di buat secara tertulis dan dituangkan dalam akta di bawah tangan atau akta Otentik. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengingatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih (pasal 1313 KUHPerdata). Hukum Perjanjian Indonesia menganut azas kebebasan untuk membuat perjanjian, sepanjang perjanjian tersebut tidak melanggar Undang-undang, ketertiban umum dan atau kesusilaan. Di dalam Buku III KUHperdata diatur mengenai berbagai macam perjanjian yang dikenal oleh masyarakat salah satunya perjanjian jual beli. Jual beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (sipenjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak lainnya (si pembeli ) berjanji membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Dalam KUHPerdata di atur pula mengenai hak dan kewajiban dari para pihak. Salah satunya yaitu kewajiban dari penjual (pasal 1499 KUHPerdata) bahwa jika sipenjual dengan iktikad buruk telah menjual barang milik orang lain, maka ia diwajibkan mengendalikan kepada si pembeli segala biaya yang telah dikeluarkan, bahkan juga biaya yang dikeluarkan adalah barangnya semata-mata untuk perhiasan atau kesenangan. Di Pengadilan terjadi suatu kasus mengenai perjanjian jual beli barang sita jaminan. Sita jaminan merupakan tindakan hukum yang diambil pengadilan mendahului pemeriksaan pokok perkara. Terjadinya kasus ini disebabkan karena si penjual menjual barang (mobil Truk) kepada si Pembeli lengkap dengan surat-suratnya (BPKP) sehingga pembeli tidak merasa curiga. Tetapi ternyata barang tersebut dalam penyitaan pengadilan. Dan Pembeli menggugatnya di Pengadilan. Di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi kalah namun di Mahkamah Agung si pembeli menang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20990
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Purnowibowo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20508
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>