Ditemukan 6767 dokumen yang sesuai dengan query
Washington, DC: United States International Communication Agency, 1982
323.4 SUP
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Washington: National Public Radio, 1982
323.4 SUP
Buku Teks Universitas Indonesia Library
JK 11:1 (2014)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
"MKRI adalah badan pemerintah baru yang dibentuk berdasarkan perubahan ketiga UUD NRI 1945. Sesuai dengan itu maka artikel ini membahas tentang fungsi seyogyanya yang mendasari kewenangan MKRI dalam menguji konstitusionalitas undang-undang. Sesuai dengan isu tersebut maka artikel ini berargumen bahwa MKRI harus diposisikan sebagai human rights court manakala menjalankan kewenanganya untuk menguji konstitusionalitas undang- undang. Fungsi MKRI sebagai human rights court menjustifikasi eksistensinya dan juga mempreskripsi prinsip operasionalnya. Hal ini bermakna bahwa dalam menguji konstitusionalitas undang-undang MKRI seyogyanya memajukan perlindungan HAM melalui judical policy dan interpretasi konstitusinya"
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Junaedi
"The law on human rights court has brought the new hopes for certain people have suffered because of the human rights violation happened in the past government (before the law enacted in the years of 2000). The demand for justice does not only focus on human rights violations, which occurred in the past but also similar human rights violations that will occur in the future. The existence of a permanent Human Rights Court seems to imply that human rights will be upheld and protected. The resolution of past human rights violations through extra-judicial organizations is an advanced step towards resolving the case, whereas a conflict approach can be used to settle the case. The existence of the Human Rights Law provides a new frontier in implementing the principle of restorative justice in the approach of case settlement. It is hoped that such restorative justice can create a political balance between the past and the future.
Undang-undang tentang Pengadilan HAM telah membawa harapan baru bagi orang-orang tertentu yang menderita karena pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dalam pemerintahan masa lalu (sebelum hukum diberlakukan pada tahun 2000). Tuntutan keadilan tidak hanya fokus pada pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di masa lalu, tetapi juga pada pelanggaran HAM serupa yang akan terjadi di masa depan. Keberadaan Pengadilan HAM permanen tampaknya menyiratkan bahwa hak asasi manusia akan dijunjung tinggi dan dilindungi. Resolusi pelanggaran HAM masa lalu melalui organisasi ekstra-yudisial merupakan langkah maju menuju penyelesaian kasus ini, sedangkan pendekatan konflik dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus ini. Keberadaan UU Hak Asasi Manusia memberikan sebuah perbatasan baru dalam melaksanakan prinsip keadilan restoratif dalam pendekatan penyelesaian kasus. Diharapkan bahwa keadilan restoratif tersebut dapat menciptakan keseimbangan politik antara masa lalu dan masa depan."
Depok: Faculty of Law University of Indonesia, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Lautenbach, Geranne
New York: Oxford Univ.press, 2014
340.11 LAU c
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Muladi, 1943-
"Membandingkan Konvesi Roma mengenai ICC (International Criminal Court) dengan UU No. 26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan sualu langkah awal yang harm dilakukan apabila ada niat pemerintah unluk meratifikasi Kovensi Roma. Sebagai syarat utama meratifikasi Konvensi Roma adalah menghindari adanya sualu ketidaksesuaian antara hukum nasional yang berlaku dengan Kovensi Roma Negara mempunyai tanggung jawab untuk melakukan penuntutan dan menyelaraskan hukum pidana dan hukum acara pidananya sesuai dengan konvensi. Konvensi Roma menyatakan "No reservations may be made to this Statute". Namun dalam UU No. 26/2000 penyelasaran yang dilakukan secara parsial telah menimbulkan suatu permasalahan dalam praktiknya, Komunilas hukum di Indonesia sangat mengerti kosekuensi dan meratifikasi Konvesi Roma seperti melakukan kerjasama dengan ICC dalam hal penyelidikan, penangkapan, dan pemindahan tersangka. Akan tetapi harusjuga dipikirkan foktor lain seperti dimungkinkannya ekstradiksi terhadap warga negara sendiri, menjamin berlakunya yurisdiksi universal. Dengan demikian beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan ratifikasi terhadap Konvesi Roma, agar tidak terjadi kesalahan dalam mengabil kebijakan."
2004
JHII-1-4-Juli2004-659
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Rehnquist, William H.
New york: William morrow and company,inc., 1987
347.73 Reh s
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Johnson, Gerald W.
New York: William Morrow and Company, 1962
347.73 JOH s
Buku Teks Universitas Indonesia Library