Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1535 dokumen yang sesuai dengan query
cover
New York: United Nations, 1957
341.44 UNI l (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adiwerti Sarahayu Lestari
"Indonesia dan Singapura telah menyepakati dua buah perjanjian penetapan garis batas laut teritorial di Selat Singapura, masing-masing disepakati pada tahun 1973 dan 2009. Proses delimitasi dalam kedua perjanjian tersebut dilakukan dengan merujuk pada ketentuan Pasal 15 United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 dan menggunakan metode delimitasi garis median termodifikasi. Kedua perjanjian tersebut memberikan kepastian mengenai wilayah laut territorial Indonesia dan Singapura di mana kedua negara memiliki kedaulatan. Adanya kepastian hukum mengenai laut teritorial Indonesia di Selat Singapura berujung pada munculnya implikasi-implikasi dalam aspek keamanan dan keselamatan Indonesia sebagai negara pantai, keamanan dan keselamatan pelayaran di Selat Singapura, dan lingkungan laut.

Indonesia and Singapore have agreed on two bilateral treaties regarding the delimitation of the territorial seas in the Strait of Singapore, each was agreed in the year 0f 1973 and 2009. The delimitation process in the two treaties were done in accordance with Article 15 of United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 and used the modified median line as the delimitation method. The two treaties gave legal certainty regarding the area of territorial seas of Indonesia and Singapore, in which both States have the ability to exercise sovereignty. The legal certainty on Indonesia's territorial sea in the Strait of Singapore leads to the implications in the aspects of security and safety of Indonesia as a coastal State, security and safety of navigation in the Strait of Malacca, and marine environment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S233
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mochtar Kusumaatmadja
Bandung: Penerbitan Universitas, 1962
341.44 MOC m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Handoyo
"Tesis ini membahas tentang aspek geopolitik jalur lintas damai melalui alur pelayaran timur-barat di Laut Jawa. Dalam penelitian ini dibahas tentang dinamika yang terjadi di rute timur-barat Laut Jawa, perkembangan geopolitik perairan-perairan strategis di sekitar Laut Jawa dan pengaruh lintas damai di Laut Jawa terhadap Ketahanan Nasional. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian menemukan bahwa Indonesia harus mempertimbangkan posisi strategis Laut Jawa dalam penentuan kebijakan lintas damai di Laut Jawa; Indonesia tetap harus bisa menjamin keamanan pelayaran lintas damai dengan kehadiran Angkatan Laut sebagai kekuatan pendukungnya; terkait dengan tuntutan untuk dibukanya jalur lintas ALKI timur-barat di Laut Jawa Indonesia harus bisa melakukan diplomasi ulang.

This thesis discusses the geopolitical aspects of the innocent passage through the east-west sea lanes in the Java Sea. In this study discussed the dynamics of the 'east-west' route in the Java Sea, geopolitical developments in the strategic waters around the Java Sea and the influence of innocent passage in the Java Sea on National Resilience. This research is qualitative descriptive interpretive. The research was conducted qualitatively with the study of documents relating to the innocent passage through Java Sea during the period 2000 to 2012. The data were collected by means of deep interview.
The researcher found that Indonesia should consider the strategic positioning of the Java Sea to Indonesia, in determining the policy of innocent passage through the Java Sea; Indonesia needs to be able to ensure the safety of innocent passage by Navy presence as a supporting force, in case of the demand for the opening of the east-west routes of the archipelagic sea lanes in the Java Sea, Indonesia should be able to perform further diplomacy.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aljunaid Bakari
"ABSTRAK
Kecenderungan proses globalisasi saat ini telah memunculkan fenomena geografi tanpa batas (geographical borderless). Secara teoritis hal ini mengindikasikan adanya peluang peningkatan pertumbuhan ekonomi dari aktifitas ekonomi yang terjadi di wilayah perbatasan antar negara. Untuk itu diperlukan kajian empriris terkait potensi wilayah dalam rangka membangun model pengembangan wilayah perbatasan laut di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Mindanao Filipina.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kombinasi. Pendekatan kuantitatif seperti analisis shift share dan location quotient adalah untuk menganalisisis sektor ekonomi potensial wilayah. Pendekatan kualitatif menjelaskan variabel penelitian yang tersintesis dari literatur mengenai aktifitas ekonomi di wilayah perbatasan Sangihe dan Mindanao.
Temuan studi ini menunjukkan adanya pola Comparatif Advantage yang terjadi dalam keterkaitan ekonomi antara wilayah Sangihe dan Mindanao, dimana sangihe menjadi wilayah hinterland sebagai pemasok bahan baku agroindustri dan industri perikanan yang dikembangkan di Mindanao. Pola Comaparatif Advantage ini mengakibatkan terjadinya Backwash Effect terhadap wilayah Sangihe. Untuk mereduksi kecenderungan Backwash Effect tersebut dapat di tempuh melalui pendekatan kebijakan (policy lead) peningkatan kerjasama antara kedua wilayah.

ABSTRACT
The tendency of the current globalization process has given rise to the phenomenon of geographical borderless. Theoretically it indicates an increased pattern of economic growth that occurred in the border region between countries. It is necessary for studies related to the potential empirical region in order to build a model of the development for border regions in the Districts of Sangihe Islands and Mindanao Philippines. This study uses a combined approach.
Quantitative approach, shift share and location quotient analyses, is the potential for economic sectors analyzing region. A qualitative approach explains the variables that synthesized from the literature on economic activity in the border regions of Sangihe and Mindanao.
The findings of this study indicate a pattern of Comparatif Advantage emeged in the economic linkages between Sangihe and Mindanao region, where the Sangihe into its hinterland as a supplier of raw materials and agro-industrial fisheries developed in Mindanao. This pattern resulted in the Backwash Effect on Sangihe region; to reduce such a Backwash Effect, one could apply a policy approach (policy lead) to encourage cooperation between the two regions.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T45264
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dino Patti Djalal, 1965-
Jakarta: Centre for Strategic and International Studies, 1996
320.12 DIN g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Gita Narnina
"Garis pangkal merupakan garis yang ditarik dari fitur-fitur konfigurasi pantai yang sangat penting karena penarikannya tersebut memungkinkan suatu negara untuk mengklaim zona maritim miliknya yang diukur dari garis pangkaL tersebut. Akan tetapi, garis pangkal ini memiliki kendala dalam menghadapi fenomena kenaikan air laut yang disebabkan oleh perubahan iklim. Perubahan iklim disebabkan karena menumpuknya gas emisi rumah kaca dan menyebabkan suhu permukaan bumi dan suhu permukaan air laut meningkat sehingga menyebabkan mencairnya es dan gletser di bumi. Dari kejadian tersebut lahirlah fenomena yang dinamakan kenaikan air laut.
Berdasarkan data yang dilakukan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC dalam Fifth Assessment Report, dikatakan bahwa pada tahun 2100 kenaikan air laut dikatakan mencapai 0,52m hingga 0,98m. Disini kenaikan air laut membawa suatu implikasi hukum mengenai kemungkinan adanya pergeseran pada garis pangkal dikarenakan tergenangnya wilayah garis pantai yang digunakan sebagai tempat untuk menarik garis pangkal, sehingga besar kemungkinan terjadinya hilangnya klaim yuridis pada zona maritim. Negara-negara sekarang sudah harus mulai sadar pada dampak yang disebabkan oleh kenaikan air laut sehingga negara dapat mengantisipasi dampak dari kenaikan air laut.

Baseline is a line drawn from the coastal configuration features which are very important because the drawing of baseline allows a coastal state to claim its own maritime zone as measured from that line. However, baseline face phenomena called sea level rise caused by the climate change. Climate change is caused by the accumulation of greenhouse gas emissions in the atmosphere and causing the earth 39 s surface temperature and sea surface temperatures to increase causing the melting of ice and glaciers.
Based on survey data Fifth Assessment Report conducted by the Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC , it is said that in 2100 the rise of sea water reach 0.52m to 0.98m. Here the rise of seawater brings a legal implication of the possibility in a shift of the baseline due to the inundation of the coastline used as a place to draw the baseline itself, resulting in the possibility of losing the juridical claims in the maritime zone. Right now, coastal states now must begin to be aware of the impacts caused by rising sea level so that coastal states can anticipate and reduce the impact of rising sea level.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S70017
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Widian
"ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji tentang topik kebijakan Indonesia di Laut Tiongkok Selatan. Sejak tahun 1990an, Indonesia telah dan terus berperan sebagai fasilitator dialog dalam isu sengketa di Laut Tiongkok Selatan. Indonesia selalu berusaha mengubah nuansa sengketa menjadi lebih kooperatif. Hal ini didukung oleh posisi dasar Indonesia yang bukan sebagai negara klaim di perairan tersebut. Namun, sejak tahun 2009, saat Tiongkok menegaskan klaimnya di Laut Tiongkok Selatan, Indonesia terlihat menegaskan kebijakannya untuk menyatakan kedaulatannya di wilayahnya yang berpotongan dengan Laut Tiongkok Selatan, walaupun Indonesia tidak mengubah posisi dasarnya dalam isu sengketa tersebut. Hal ini mengindikasikan suatu persepsi ancaman yang dirasakan Indonesia akibat perilaku Tiongkok sehingga Indonesia merasa harus menegaskan kedaulatannya. Melihat hal tersebut, muncul pertanyaan apa saja faktor yang mungkin dapat mengancam Indonesia di Laut Tiongkok Selatan dan bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi kebijakan Indonesia di Laut Tiongkok Selatan. Dalam menjawab pertanyaan ini, artikel ini akan merujuk pada teori Perimbangan Ancaman Balance of Threat oleh Steven Walt dan konsep Perimbangan Intensitas Ringan. Untuk mengaplikasikan teori dalam analisis, data-data dalam penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deduktif. Dalam analisis, penelitian ini menemukan bahwa perilaku Tiongkok di wilayah Indonesia yang berpotongan dengan Laut Tiongkok Selatan sejak tahun 2009 memberikan persepsi ancaman bagi Indonesia terkait keamanan wilayahnya dan mendorong Indonesia melakukan perimbangan terhadap ancaman tersebut, walau Indonesia tetap memposisikan diri bukan sebagai negara klaim. Dengan demikian, penelitian ini menyimpulkan bahwa Indonesia telah melakukan perimbangan terhadap ancaman yang dihasilkan Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan.

ABSTRACT
AbstractThis research talk about Indonesian Policy in The South China Sea. Since 1990s, Indonesia has been played a role of dialogue falisitator in the South China Sea Disputes. Indonesia always tried to change the disputes environtment to become more cooperative. This role is supported by Indonesia rsquo a posisition as non claimant states in the issue. However, since 2009, when China rsquo s claim assertiveness rised, Indonesia seems to affirm its policy to assert its sovereignity in its territory that which intersects with The South China Sea, eventhough Indonesia still maintain its non claimant status. This indicated that Indonesia already feels some threat perseptions because of China rsquo s assertiveness and policy so that Indonesia urge to reaffirm its sovereignty in its territory. Seeing this, the question arises as to what factors might threaten Indonesia in the South China Sea and how these factors influence Indonesia 39 s policies in the South China Sea. In answering this question, this research will refer to the theory of the Balance of Threat by Steven Walt and the concept of Low Intensity Balancing. To apply the theory in analysis, the data in this research will use qualitative research method with deductive approach. In the process, the study found that China rsquo s behavior in Indonesian territory intersecting with the South China Sea since 2009 provided a threat perception for Indonesia and encouraged Indonesia to balance the threat, although Indonesia remained positioned as a non claimant country. Thus, this study concluded that Indonesia has use balancing policy to balance the threat produced by China in the South China Sea. "
2018
T51184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Usman Arief
"Selat Malaka adalah selat yang terletak diantara tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura. Pada bagian yang lebarnya kurang dari 24 mil, maka laut wilayah dua dari tiga negara tersebut berhimpitan. Selat Malaka mempunyai arti penting karena salah satu selat yang digunakan untuk pelayaran internasional. Diinformasikan dalam Asia Research Bulletin bahwa pelayaran di Selat Malaka itu semakin meningkat dan kini merupakan selat yang paling ramai di dunia sesudah Selat Dover.
Arti penting Selat Malaka semakin bertambah dengan telah diproduksinya kapal-kapal tanker raksasa untuk mengangkut minyak dari Timur Tengah melewati Selat Malaka ke negara-negara Timur Jauh, terutama Jepang yang 90% kebutuhan minyaknya diangkut melalui selat ini. Disamping iu Selat Malaka juga merupakan jalur air penting untuk kegiatan pelayaran dengan berbagai macam dagangan ekspor/impor dari berbagai negara.
Seiring dengan perkembangan waktu, makin lama kapal-kapal tanker itu semakin besar dan kemampuan Selat Malaka yang sempit, dangkal dan ramai itu makin lama makin terbatas untuk melayani tanker-tanker raksasa yang semakin lama semakin besar itu. Dengan demikian, maka makin lama makin seringlah terjadi kecelakaan kapal-kapal tanker raksasa di selat tersebut yang membawa bencana pengotoran laut kepada negara-negara pantai yang selanjutnya mempengaruhi kelestarian lingkungan laut dan kehidupan rakyat negara pantai tersebut. Padahal sekarang, sebagian besar kegiatan produksi minyak terdapat diperairan Indonesia bagian Barat, khususnya sepanjang Selat Malaka dan. Singapura.
Pencemaran laut yang dapat menganggu kelestaraian lingkungan laut karena pertama adanya tumpahan minyak selain berasal dari adanya kegiatan angkutan laut misalnya terjadi kebocoran kapal, maupun kecelakaan kapal karena kandas, tabrakan, atau pecah, kedua adanya kegiatan produksi minyak lepas pantai. (pencemaran oleh minyak), termasuk bila terjadi kebocoran pada pipa penyalur, dan tanki penyimpanan minyak produksi lepas pantai. Mengingat Selat Malaka merupakan penghasil minyak terbesar, ada?"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>