Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7239 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Webb, William
Boston : Artech House, 1998
621.384 56 WEB u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Boston: Artech House, c1993
621.38456 CEL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dzakwan Widyo Pangestu
"Teknologi komunikasi terus berkembang dari generasi ke generasi. Meskipun saat ini teknologi 5G masih dalam pengembangan, para peneliti telah memulai penelitian terhadap teknologi 6G yang diharapkan akan menghadirkan inovasi baru di luar kemampuan 5G. Pengembangan 6G fokus pada aplikasi komunikasi dan teknologi tambahan seperti artificial intelligent (AI), komunikasi terahertz (THz), teknologi optik nirkabel, jaringan optik ruang bebas, teknologi Massive MIMO, blockchain, analisis big data, dan lain-lain. Tujuan utamanya adalah meningkatkan kualitas layanan (QoS) pengguna dengan kecepatan data hingga 1 Tbps, latensi di bawah 1 ms, reliabilitas yang lebih tinggi, biaya, dan konsumsi energi yang lebih efisien, cakupan yang lebih luas, dan konektivitas yang semakin masif. Pada pengembangan 6G, terdapat potensi penggunaan pita frekuensi THz (antara 100 GHz hingga 10 THz) yang memiliki karakteristik unik dalam propagasi gelombang radio. Analisis bibliometrik dilakukan untuk menjawab gap penelitian pada aplikasi spektrum THz. Selanjutnya penelitian dilakukan dengan mengeksplorasi cakupan dan kapasitas frekuensi THz.
Penelitian mengenai spektrum THz telah dimulai sejak tahun 1996 dengan area penelitian paling besar pada bidang engineering. Penelitian paling banyak dilakukan pada pemanfaatan spektrum THz dengan mengekploitasi kapasitas dan resolusi tinggi yang dimiliki oleh spektrum THz, sedangkan eksplotasi pada karakteristik cakupan spektrum THz masih sedikit. Cakupan propagasi spektrum THz kurang dari 10-meter, tetapi memiliki kapasitas yang luas (hingga 600 Gbps). Berdasarkan karakteristik tersebut, perancangan penggunaan spektrum THz pada teknologi seluler 6G dilakukan dengan skema integrasi dengan hologram komunikasi dan seluler pada pengguna yang banyak. Spektrum THz dapat mendukung kebutuhan teknologi komunikasi hologram dalam menajamin kecepatan bit diatas 10 Gbps bergantung pada nilai SINR. Pada kondisi banyak pengguna dalam suatu event di hall dengan ukutan 90 x 52 12 m, penggunaan cell dengan spektrum THz menjajikan keceptan 3-10 Mbps dengan pengguna diatas 1000.
Penelitian mengenai spektrum THz masih berada pada tahap permulaan dalam perkembangan inovasi teknologi. Karakteristik spektrum THz yang memiliki cakupan dibawah 10-meter dengan kapasitas besar dapat mendukung skema implementasi teknologi seluler 6G dengan baik pada kolaborasi dengan teknologi komunikasi hologram yang membutuhkan throughput yang besar pang pengoperasiannya dan juga pada kondisi crowd dengan lebih dari 1000 pengguna secara bersamaan.

Communication technology continues to evolve from generation to generation. Although 5G technology is currently under development, researchers have already started exploring 6G technology, which is expected to bring new innovations beyond the capabilities of 5G. The development of 6G focuses on communication applications and additional technologies such as artificial intelligence (AI), terahertz (THz) communication, wireless optical technology, free-space optical networks, Massive MIMO technology, blockchain, big data analytics, and more. The main objective is to enhance user quality of service (QoS) with data speeds up to 1 Tbps, latency below 1 ms, higher reliability, cost and energy efficiency, broader coverage, and massive connectivity. In the development of 6G, there is the potential use of THz frequency bands (between 100 GHz and 10 THz) that have unique characteristics in radio wave propagation. Bibliometric analysis is conducted to address research gaps in THz spectrum applications. Subsequently, research is conducted to explore the coverage and capacity of the THz frequency.
Research on the THz spectrum has been ongoing since 1996, with the largest research area in the field of engineering. Most research has focused on utilizing the high capacity and resolution of the THz spectrum, while exploitation of THz spectrum coverage characteristics is still limited. The propagation range of the THz spectrum is less than 10 meters but has a wide capacity (up to 600 Gbps). Based on these characteristics, the design of THz spectrum utilization in 6G cellular technology is carried out through integration schemes with holographic communication and cellular technology for a large number of users. The THz spectrum can support the communication technology requirements of holographic communication, ensuring a bit rate above 10 Gbps depending on the signal-to-interference-plus-noise ratio (SINR). In crowded conditions, such as an event hall measuring 90 x 52 x 12 meters, the use of THz spectrum in cells promises speeds of 3-10 Mbps with over 1000 users.
Research on the THz spectrum is still in its early stages of technological innovation development. The characteristics of the THz spectrum, with its coverage below 10 meters and large capacity, can effectively support the implementation of 6G cellular technology, particularly in collaboration with holographic communication technology, which requires high throughput and operation in crowded conditions with over 1000 users simultaneously.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Crissel, Andrew
London: Routledge, 1995
384.540 941 CRI u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Permadi
"Pertumbuhan jumlah pelanggan selular yang cukup tinggi di Indonesia menyebabkan padatnya penggunaan spektrum frekuensi GSM/DCS milik operator selular sehingga ada sejumlah pelanggan yang tidak dapat terlayani karena terbatasnya kapasitas jaringan akses yang tersedia saat itu. Tidak mudah bagi operator selular untuk menambah kepemilikan spektrum frekuensi sebagai tambahan kapasitas jaringan aksesnya karena semua spektrum frekuensi GSM/DCS sudah dialokasikan untuk operator lain. Salah satu inovasi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menerapkan metode radio kognitif yang memungkinkan suatu operator untuk menggunakan sumber daya jaringan, termasuk frekuensi, milik operator lain yang belum terpakai. Penggunaan metode ini akan menimbulkan interaksi/kerjasama antaroperator selular dalam bentuk yang baru dan menimbulkan biaya tambahan. Penelitian ini akan menganalisis kelayakan model bisnis telekomunikasi selular untuk penerapan metode radio kognitif di Indonesia dari sisi keekonomiannya dengan menghitung seberapa besar biaya sewa jaringan yang masih dapat dianggap layak bagi operator selular dalam penerapan metode radio kognitif ini. Dari hasil analisis investasi menggunakan pendekatan NPV dan IRR didapatkan batas maksimal biaya sewa jaringan host network per satuan trafik yang secara ekonomis dianggap layak adalah sebesar Rp191.110,76/Erlang. Selain itu dengan menggunakan analisis sensitivitas dapat diketahui faktor kritis dalam penerapan metode radio kognitif dalam penelitian ini adalah faktor pendapatan per satuan trafik.

Significant cellular subscriber's growth in Indonesia leads to high utilization of operators' GSM/DCS frequency spectra, causing inability to serve all subscriber's demand for the service because the limited capacity of access network at that time. It is not easy for operators to add up their frequency spectrum ownership because the other GSM/DCS frequency spectra have been allocated to other operators. An innovation to alleviate this problem is to use cognitive radio method which allows an operator to exploit the temporarily unused network resource, including frequency, which belongs to other operators. This method adoption not only will create new form of cooperation between operators but also will increase the cost. This research will analyze cellular business model appropriateness for cognitive radio method implementation in Indonesia from economic point of view by calculating the feasible value of network lease cost in adopting this radio cognitive method. Using NPV and IRR approach in investment analysis, it can be calculated that the maximum value of network lease per traffic unit is Rp191.110,76/Erlang. In additon, using the sensitivity analysis, the most critical factor in implementing cognitive radio method is known, the revenue per traffic unit."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T30212
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Sudibyo S.
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh suatu perangkat radio CDMA yang dirakit dalam bentuk sebuah atau 1 buah prosesor DSP. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari ketergantungan komponen impor terutama komponen Custom chip nya . dengan menggunakan prosesor DSP, seluruh proses dilakukan oleh perangkat lunak yang tersimpan dalam EPROM dari prosesor DSP tersebut.
Rangkaian CDMA terdiri dari : Unit Pembangkit COMA, (yang terdiri dari rengkaian PN Generator, dan rangkaian Modulator QPSK) dan unit Penditeksian CDMA , yang terdiri dan rangkaian PN Generator dan rangkaian Demodulator QPSK. Perangkat tersebut dapat digunakan untuk pemakaian pada sistim komunikasi satelit, radio link (terestrial) dan bergerak.
Permasalah yang perlu diperhatikan dalam melakukan penelitian adalah bagaimana agar seluruh rangkaian CDMA dapat diproses oleh sebuah prosesor DSP. Untuk itu dalam penelitian ini perlu dicari teknik atau algoritma yang paling singkat. Ada 2 metode yang dilakukan yaitu dengan menggunakan table lookup, Persamaan matematis Input Output dimana dicari persamaan hubungan antara output dengan input, metode statistik dan metode dengan menggunakan teknik kecerdasan buatan. Pada penelitian saat ini barudilakukan metode table look up dan matematis input output.
Penelitian dilakukan 2 tahap yaitu : rancang bangun dengan menggunakan simulator, dan rancang bangun dengan mengggunakan emulator. Seluruh kegiatan dilakukan dengan menggunakan perangkat TMS 320C54x. Pembuatan prototype dengan menggunakan prosesor DSP hanya dapat dilakukan di pabrik karena memerlukan peralatan khusus dalam penyoldiran kaki-kaki Chip TMS."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Bastoni
"Permainan simulasi untuk studi dalam bidang bisnis dan ekonomi bukanlah hal yang baru. Melakukan permainan simulasi terhadap kondisi suatu perubahan merupakan suatu metode pembelajaran untuk melakukan pendekatan suatu permasalahan di dunia nyata tanpa adanya resiko berdasarkan pengalamanpengalaman yang dimiliki.
Penelitian ini menggunakan model yang dianalisa dengan pendekatan metodologi sistem dinamik yang dapat diaplikasikan dalam industri telekomunikasi, khususnya bila suatu operator seluler ingin menerapkan suatu jasa layanan baru seperti upgrade teknologi 3G. Pengalaman penerapan teknologi 2G (GSM), industri ini mengalami pertumbuhan yang dramatis dalam operasionalnya, namun sejalan dengan itu, mengalami tingkat pertumbuhan yang matang. Penerapan teknologi 3G yang berbasis akses data dilakukan untuk mencoba menambah pendapatan mereka. Hal ini menyebabkan perubahan kebijakan strategis perusahaan. Dengan sistem dinamik telah didesain untuk menganalisi permasalahan secara sistematis, yang dilanjutkan dengan mengadakan validasi, kemudian disusun skenario untuk melakukan serangkaian simulasi.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data perkembangan layanan 2G pada suatu perusahaan telekomunikasi di Indonesia, yang modelnya dibangun oleh tujuh sektor utama yaitu infrastruktur selular, harga layanan, kompetisi, jaringan satelit, keuangan operator selular, pelanggan dan harga input. Proses pembelajaran yang ingin diberikan dalam permainan sirulasi ini kepada pengamatnya adalah dapat mengidentifikasikan dan memahami keterkaitan antar variabel yang mempengaruhi industri telekomunikasi melalui model yang disimulasikan.

Simulation games for learning in the field of business and economic is not something new. Doing simulation game to change condition is a learning method to approach something in the real world without risk with experience had.
This research, use the model with application system dynamic methodologies analyze approach, can be applied in telecommunications industry, specially if a cellular operator need to apply a new service like upgrade to technology 3G. During the application 2G technology, this industry has experienced dramatic growth in its operation and then experiencing of mature growth level. It makes a change in strategy objective of company, to add their earnings by applying 3G technology based on data access. System dynamic has designed for analyst problems systematically, which is continued by performing validation and then scenario with simulation.
This research was done by using service growth data 2G at one of telecommunications company in Indonesia. The model developed by seven major sector that was cellular infrastructure, mobile service pricing; competition, satellite network financials of the cellular operator, subscriptions and pricing input. The learning experiences that given this game wants to provide to its observer can identified and understand the interrelatedness of the variable influencing telecommunications industry from simulation model.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
T17290
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This book provides a broad introduction to Cognitive radio, which attempts to mimic human cognition and reasoning applied to software defined radio and reconfigurable radio over wireless networks. It provides readers with significant technical and practical insights into different aspects of Cognitive radio, starting from a basic background, the principle behind the technology, the inter-related technologies and application to cellular and vehicular networks, the technical challenges, implementation and future trends. The discussion balances theoretical concepts and practical implementation. Wherever feasible, the different concepts explained are linked to application of the corresponding scheme in a particular wireless standard."
New York: Springer, 2012
e20395592
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Shatila
"ABSTRAK
Presentase pendapatan atas penyediaan layanan konektivitas oleh operator seluler masih memiliki kontribusi revenue yang kecil dari total revenue opportunity dalam Internet of Things (IoT) value chain. Sementara munculnya teknologi berbasis IoT pada umumnya menandai evolusi teknologi di sektor telekomunikasi yang memungkinkan gelombang baru layanan yang memberikan peningkatan value di berbagai sektor yang mendorong perekonomian. Untuk dapat mengambil peluang tersebut, operator perlu melakukan revitalisasi model bisnis sebagai upaya untuk bertahan dalam ekosistem IoT. Tulisan ini bertujuan untuk memperoleh kondisi eksisting model bisnis IoT oleh operator seluler dan mengetahui strategi inovasi model bisnis penyediaan IoT oleh operator seluler di Indonesia kedepan dengan mengadopsi metode berfikir soft system yang membandingkan kondisi eksisting dengan kondisi yang diharapkan kedepan untuk dapat mengambil langkah perbaikan menuju kondisi kedepan. Adapun model bisnis yang akan digunakan adalah dengan menggunakan model bisnis St. Gallen Magic Triangle sebagai tools untuk melakukan analis komponen model bisnis dalam pengembangan bisnis IoT. Data diperoleh dari berbagai sumber literatur beserta hasil wawancara dari beberapa operator seluler di Indonesia atas implementasi IoT. Secara umum model bisnis IoT yang diimplementasikan oleh operator seluler telah mengarah kepada penyedia platform sebagai langkah awal untuk mengembangkan ekosistem IoT secara bertahap. Dalam menuju ke kondisi ideal untuk dapat menjadi penyedia end-to-end dibutuhkan strategi dalam komponen bisnis model yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlu adanya penguatan terhadap pengembangan platform yang saat ini telah dibangun dengan memperkuat pengembangan strategi untuk revenue model yang diinginkan sebagai upaya untuk menerapkan berbegai strategi monetisasi bisnis IoT serta upaya peningkatan value proposition yang ditawarkan kepada pelanggan. Rekomendasi yang dapat disampaikan adalah operator seluler secara berkala melakukan analisis investasi dari sisi internal ataupun eksternal dalam rangka meningkatkan kapabilitas perusahaan dalam mengakselerasi peran khususnya dalam bisnis penyediaan IoT serta analisa melakukan technology roadmap dan pengembangan platform dalam menuju terbentuknya ekosistem dengan penyelenggara telekomunikasi sebagai digital hub enabler.

ABSTRACT
The percentage of revenue from the provision of connectivity services by cellular operators still has a small contribution to revenue from the total revenue opportunity in the Internet of Things (IoT) value chain. While the emergence of IoT-based technology in general marks the evolution of technology in the telecommunications sector which allows a new wave of services that provide increased value in various sectors that drive the economy. To be able to take this opportunity, operators need to revitalize the business model as an effort to survive in the IoT ecosystem. This paper aims to obtain the existing conditions of the IoT business model by cellular operators and find out the strategy of providing IoT business model innovation by cellular operators in Indonesia in the future by adopting a soft system thinking method that compares existing conditions with expected conditions in the future to be able to take corrective steps towards future conditions . The business model that will be used is using the St. business model. Gallen Magic Triangle as a tool for analyzing business model components in IoT business development. Data is obtained from various literary sources along with interviews with several cellular operators in Indonesia for IoT implementation. In general, the IoT business model implemented by cellular operators has led to platform providers as a first step to developing the IoT ecosystem in stages. In heading to the ideal condition to be an end-to-end provider, a strategy is needed in the business components of the model used. The results of the study show that there is a need to strengthen the development of the platform that has now been developed by strengthening the development of the strategy for the desired revenue model in an effort to implement various IoT business monetization strategies and efforts to increase the value proposition offered to customers. Recommendations that can be conveyed are cellular operators that regularly carry out internal or external investment analysis in order to improve the company's capability to accelerate its special role in the IoT supply business and analyze technology roadmaps and platform development towards the establishment of ecosystems with telecommunications operators as digital hub enablers."
2019
T54201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saira Faruza Gaffar
"UU No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi merupakan artikulasi proses liberalisasi sektor telekomunikasi maupun industri terkait lainnya, termasuk industri intemet dan multimedia. Regulasi, bagaimanapun juga masih dipandang sebagai penyembuh dari segala bentuk market failure. Namun apa jadinya jika terjadi yang terjadi malah sebaliknya? Dimana justru regulasilah yang perlu untuk disembuhkan?
Beberapa hal pokok menjadi permasalahan pada tataran regulator telekomunikasi. Pertama, adanya salah persepsi atas fungsi regulator itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia diususul oleh kesuksesan sektor industri, termasuk sektor telekomunikasi yang dipandang memilik leverage effect terhadap sektor lainnya. Tidaklah mengherankan jika kemudian kebijakan publik lebih ditujukan untuk melindungi kepentingan industri sebagai produsen ketimbang kepentingan konsumen. Kebijakan yang berorientasi pada produsen ini terlihat jugs pada regulasi tarif yang berfokus pada cost base price. Suara konsumen dalam pemasalahan ini, seringkali diabaikan.
Masalah kedua yang menghadang, yakni tidak adanya transparansi. Berbagai kebijakan telematika (telekomunikasi, media, dan informatika) serta permasalahn lisensilperizinan, selama ini jelas disusun tanpa disertai transparansi yang cukup. Akibatnya, masyarakat tidak dapat memberikan pandangannya secara gamblang dan juga akan manjadi masukan bagi perkembangan industri telekomunikasi.
Secara yuridis, bisa dibilang seluruh regulasi ini memenuhi persyaratan. Namun belum tentu secara sosiologis dan filosofis sebagai unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam penyusunan ketentuan hukum. Di sinilah pentingnya keterbukaan dan sikap open-minded regulator untuk mengajak pihak-pihak yang akan terkena langsung kebijakan yang dibuatnya. Apalagi jika mereka ini pintar dalam memainkan opini publik melalui media massa.
Masalah ketiga adalah hal yang klise, yakni kurangnya sumberdaya manusia yang andal. Bidang telematika memiliki ciri khas, yakni demikian dinamis perkembangannya. Sementara paradigma berpikir kalangan birokrat yang juga merupakan regulator terbilang statis. Peran regulator telematika dibutuhkan kualifikasi yang tinggi, kompeten dan tidak berpihak (impartial). lni berarti tidak boleh ada kepentingan, baik secara langsung maupun tidak langsung, atas bisnis yang diaturnya. Kompetensi membutuhkan kemampuan teknis dan operasional yang mumpuni atas bidang yang diaturnya.
Untuk terselenggaranya regulasi yang menyangkut fungsi kontrol, dibutuhkan bentuk badan regulasi mandiri atau Independent Regulatory Body (IRB). Megenai lembaga yang independen ini sebenamya telah diatur dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Demi terselenggaranya lembaga regulator yang independen, dibutuhkan independensi dari pihak pemerintah ataupun organ pemerintahan lain yang memiliki keterkaitan dengan industri telekomunikasi. Kondisi yang independen ini cukup menguntungkan saat diambilnya putusan maupun regulasi yang memiliki potensi berbenturan dengan kepentingan pihak pemerintah. Apalagi pemerintah juga berkewajiban membina sektor telekomunikasi dan perkembangan teknologi.
Seringkali pada kenyataannya, pemerintah melindungi kepentingan incumbent. Dan dalam beberapa hal seringkali kasus-kasus yang muncul seputar telekomunikasi ini hanya diam ditempat tanpa ada pemecahannya. Maksud dari sifat independen dalam istilah independent regulatory body bukanlah bebas sama sekali dari pengaruh pemerintah. Namun, lebih pada pengertian bebas untuk mengimplementasikan regulasi tanpa adanya intervensi dari pihak yang berkepentingan.
Regulator bagaimanapun juga tetaplah menjadi lembaga negara yang mengembang kepentingan publik dan harus mempertanggungjawabkan pelaksanaannya tugasnya dan harus ada yang mengawasinya.
Yang harus diperhatikan bukanlah semata-mata dari lembaga regulasi yang independen itu sendiri, melainkan menciptakan kerangka regulasi yang memungkinkan kompetisi industri, mendorong perkemjangan dan pemerataan teknologi. Selain itu, meningkatkan efsiensi dan tak lupa melindungi kepentingan konsumen dan publik yang lebih luas."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18697
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>