Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3936 dokumen yang sesuai dengan query
cover
345.023 Pro
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
M. Natsir
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T36579
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunus Husein
Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2019
345.023 YUN t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhiawan
"Laporan hasil penelitian ini tentang penyidikan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Perhatian atau fokus penelitian adalah kegiatan unit Perbankan Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri dalam melakukan penyidikan terhadap tersangka pencucian uang. Kegiatan para penyidik setelah menerima laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tentang dugaan adanya pencucian uang. Kemudian pemahaman para penyidik dengan penerapan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tnndak Pidana Pencucian Uang dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana terhadap para tersangka. Metode penelitian dengan menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan menggunakan informan untuk mengumpulkan data dalam rangka memperoleh informasi atau gambaran secara holistik tentang obyek studi yang diteliti, kemudian dengan metode wawancara dan metode penelitian dokumen serta kajian dokumen. Penelitian dokumen dengan mempelajari contoh kasus yang nyata terjadi yaitu kasus pencucian uang di Jawa Timur dan kasus pencucian uang yang terjadi di Jakarta, yaitu dari kasus BNI Rp. 1,2 trilyun,-. Kedua kasus tersebut sudah mendapat persetujuan dan dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan untuk slap disidangkan.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa setelah dilakukan penelitian melalui wawancara dengan para penyidik di Unit perbankan dapat ditemukan beberapa hal dan memerlukan pemecahan lebih lanjut, antara lain :
a. pasal-pasal dalam perundang-undangan saling bertentangan, misainya dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Pencucian Uang dalam pasal 41 berbunyi :
1. di sedang pengadilan saksi, penuntut umum, hakim dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana pencucian uang yang sedang dalam pemeriksaan dilarang menyebut nama atau alamat pelapor atau hal-hal yang memungkinkan dapat terungkapnya identitas pelapor.
2. dalam setiap persidangan sebelum sidang pemeriksaan dimulai, hakim wajib mengingatkan saksi, penuntut umum, dan orang lain yang terkait dengan pemeriksaan perkara tersebut, mengenai larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hal tersebut bertentangan dengan pasal 160 KUHAP, dimana saksi disebutkan secara jelas nama, alamat dalam proses persidangan terbuka. Dengan demikian belum ada aturan yang mengatur secara jelas yang dapat mengecualikan ketentuan tersebut.
b. Penerapan ketentuan khusus dalam penanganan pencucian uang dengan mengabaikan kejahatan umum dengan kata lain penanganan pencucian uang didahulukan daripada kejahatan umum.
c. Penegakan hukum tetap mengacu pada Hukum Acara Pidana sebagai payung umum) "back up".
d. Setiap penanganan tetap dibuatkan Berita Acara sesuai pasal 75 KU HAP karena pelanggaran pasal tersebut dapat dituntut dengan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Contohnya dengan Berita Acara Pendapatan yang ditandatangani penyidik dan memenuhi syarat.
Penanganan tindak pidana pencucian uang menurut Undang-Undang hanya berdasarkan laporan dari PPATK saja, sebenarnya laporan langsung dari masyarakat juga bisa, asalkan didukung dengan adanya bukti-bukti yang kuat berdasarkan KUHAP. Demikian halnya adanya laporan dari penyidik unit lain misalnya dalam penanganan kasus penggelapan (primary crime) ternyata terdapat predicate crime yaitu pencucian uang. Unit tersebut langsung melakukan penyidikan tanpa menyerahkan kasus tersebut ke unit perbankan.
Kedudukan penyidik unit perbankan merupakan bagian dari Bareskrim, sehingga masih adanya hubungan antara atasan dan bawahan. Hubungan tersebut memungkinkan adanya intervensi dari atasan terhadap bawahan yang melakukan penyidikan terhadap kasus pencucian uang. Penyidik selaku bawahan tersebut tidak berani menentang apa yang diperintahkan atasan, yang sebenarnya bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Jika berani menentang perintah atasan maka akan menerima sanksi kemungkinan dipindahkan ke lingkungan kerja lainnya yang lebih kering. Demikian halnya terjadi hubungan atau interaksi antara tersangka dan penyidik, pada waktu dilakukan perneriksaan. Dengan demikian kedudukan penyidik lebih tinggi daripada tersangka. Dad hasil wawancara antara peneliti dengan penyidik dinyatakan ada kalanya terjadi kolusi dan korupsi, walaupun tidak ada bukti otentik, namun hai itu ada dan nampaknya biasa terjadi dalam segala tingkat pemeriksaan.
Selain daripada itu terjadi perbedaan persepsi antara penyidik dengan jaksa sehingga sering terjadi bolak baliknya berkas perkara dari penyidik ke penuntut umum begitu pula sebaliknya. Hal tersebut dibuktikan dalam penanganan kasus BNI, dimana jaksa meminta seluruh barang-bukti agar diserahkan, tetapi penyidik menyerahkan hanya barang bukti penyisihannya saja_ Maka dari itu memerlukan pertemuan rutin tingkat Mahkamah Agung, Kepala Kepolisian RI, Kejaksaan Agung untuk membahas perbedaan persepsi.
Demikian hasil penelitian yang dapat saya kemukakan menurut kemampuan saya, saran dan koreksi dari pembimbing dan penguji sangat diperlukan untuk perbaikan tesis ini."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14915
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auliah Andika
"Tesis ini membahas pertanggungjawaban pidana korporasi pada tindak pidana
pencucian uang dengan mengkaji keterlibatan korporasi dalam bentuk penyertaan,
menguraikan perbedaan klasifikasi antara pengurus korporasi yang bertindak atas
nama diri sendiri dengan pengurus korporasi yang bertindak atas nama korporasi
pada tindak pidana pencucian uang, kemudian menguraikan sistem
pertanggungjawaban pidana korporasi yang pengurusnya terlibat melakukan
tindak pidana pencucian uang. Dalam penelitian ini, metode yang akan digunakan
adalah studi kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan teknik
pengolahan data secara kualitatif sehingga menghasilkan penelitian dalam bentuk
deskriptif analitis. Dalam hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa
keterlibatan korporasi pada tindak pidana pencucian uang dapat dilakukan dalam
dua bentuk yaitu keterlibatan korporasi sebagai pelaku pasif dan keterlibatan
korporasi sebagai pelaku aktif, keterlibatan korporasi dalam bentuk penyertaan
pada umumnya terjadi melalui keterlibatan korporasi sebagai pelaku aktif , salah
satu diantaranya adalah dengan cara korporasi tersebut membantu menempatkan
dana hasil tindak pidana dengan tujuan untuk menghilangkan asal-usul dana hasil
kejahatan. Dalam hal dilakukan oleh bank atau penyedia jasa keuangan maka
bentuknya yaitu membantu dengan memberikan sarana untuk mempermudah
penempatan dana hasil kejahatan tersebut masuk ke dalam sistem keuangan atau
umunya dilakukan dengan menggunakan teknik smurfing atau memecah transaksi
menjadi jumlah yang lebih kecil sehingga terhindar dari kewajiban pelaporan.
Kemudian Pengurus korporasi dapat dikatakan bertindak atas nama korporasi
apabila pengurus korporasi tersebut: a) Merupakan personil pengendali dari
korporasi atau dalam hal ini yang memiliki wewenang dalam mengambil
kebijakan penting untuk kepentingan korporasi; b) bertindak dalam rangka
memberikan manfaat bagi korporasinya; c) perbuatan pengurus korporasi tersebut
dilakukan sesuai dengan fungsi dan tugasnya; d) perbuatan pengurus korporasi
tersebut dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan untuk korporasi;
sedangakan perbuatan pengurus korporasi yang dikategorikan bertindak atas
nama sendiri adalah apabila: a) Perbuatannya dilakukan oleh pengurus korporasi
biasa yang bukan merupakan personil pengendali korporasi; b) Perbuatan
Pengurus korporasi tersebut tidak menguntungkan korporasi tetapi hanya
menguntungkan individu semata; c) Perbuatan Pengurus korporasi itu dilakukan
bertentangan dengan maksud dan tujuan korporasi; d) Perbuatan Pengurus
korporasi menyimpang dari fungsi dan tugasnya dalam suatu korporasi. Sistem
pertanggungjawaban pidana korporasi yang pengurusnya bertindak tidak untuk
dan atas nama korporasi maka pertanggungjawaban pidananya hanya dibebankan
kepada pengurus korporasinya saja. Kemudian Apabila pengurus korporasi
(personil pengendali korporasi) bertindak untuk dan atas nama korporasi (bersama
sama dengan korporasi) maka pertanggungjawabaan pidananya dapat dibebankan
kepada korporasi dan pengurus korporasi

Abstract
This thesis discuss about corporate criminal responsibility in money
laundering by examining the involvement of corporations in the form of
accomplices the classification describes the difference between corporate
management acting on behalf of himself with the management corporation acting
on behalf of the corporation on money laundering, then describe the system of
criminal corporation management to engage in money laundering. In this study,
the method used is the study of normative juridical literature with qualitative data
processing techniques to produce in the form of descriptive analytical research.
The results of this study concluded that corporate involvement in money
laundering can be carried out in two forms of corporate involvement as passive
actor and corporate involvement as active actor, the involvement of corporations
in accomplices generally occurs in the form of active involvement of the
corporation as an actor, one of which is by the corporation to help put the
proceeds from crime in order to eliminate the origins of the proceeds of crime. In
the event conducted by the bank or financial service providers the form of helping
by providing a means to facilitate the placement of the proceeds from crime into
the financial system or generally done by using smurfing or break a transaction
into smaller amounts to avoid reporting requirements. Then the officer of
corporation can be said to act on behalf of the corporation if the officer of
corporation: a) It is a personnel control of the corporation or in this case who has
the authority to take important policy for the benefit of the corporation; b) act in
order to provide benefits to the corporation; c) action officer of corporation to
comply with the functions and duties corporation ; d) action officer of
corporation done in order to fulfill the intent and purpose of the corporation;
While the actions of officer of corporation acting on behalf of itself considered is
if: a) actions carried out by ordinary officer of corporation who are not personnel
the controlling corporation; b) act officer of corporation does not benefit the
corporation but only benefit the individual; c) act officer of corporation was done
contrary to the intent and purpose of the corporation; d) actions officer of
corporation to deviate from their functions and tasks in a corporation. System of
corporate criminal responsibility that officer is not acting for and on behalf of the
corporation, criminal responsibility is only imposed on any officer of corporation.
If officer of corporation (corporate control personnel) to act for and on behalf of
the corporation (together with the corporation), the punishment may be imposed
to corporations and officer of corporation."
2012
T30742
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Undang-undang tindak pidana pencucian uang (UU no. 15/2002) masih mengandung bebearapa persoalan yang menjadi perdebatan yaitu : rumusan jenis tindak pelanggaran/pidana pencucian uang, batas jumlah harta kekayaan (uang) yand dicuci, mengenai harta kekayaan (uang) yang dicuci yang sumbernya tidak termasuk dalam 15 jenis seperti disebutkan UU no. 15/2002..."
JHB 22 : 3 (2003)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ginting, Iwan
"Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi dalam batas wilayah suatu negara maupun yang dilakukan melintasi batas wilayah negara lain makin meningkat. Kejahatan tersebut antara lain berupa tindak pidana korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, perbankan, perdagangan gelap narkotika dan psikotropika, terorisme, penggelapan, penipuan, dan berbagai kejahatan kerah putih lainnya. Harta kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidana tersebut, pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh para pelaku kejahatan, karena apabila langsung digunakan akan mudah dilacak oleh aparat penegak hukum mengenai sumber diperolehnya harta kekayaan tersebut. Biasanya para pelaku kejahatan terlebih dahulu mengupayakan agar harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut masuk ke dalam sistem keuangan (financial system), terutama ke dalam sistem perbankan (banking system).Dengan cara demikian, asal usul harta kekayaan tersebut diharapkan tidak dapat dilacak oleh aparat penegak hukum. Upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan inilah yang dikenal dengan pencucian uang (money laundering). Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional merupakan hal baru di banyak negara termasuk Indonesia. Sebegitu besar dampak negatif terhadap perekonomian suatu negara yang dapat ditimbulkannya, mendorong negara-negara di dunia dan organisasi internasional menaruh perhatian serius terhadap pencegahan dan pemberantasannya. Bagi Indonesia, masalah pencucian uang baru dinyatakan sebagai tindak pidana oleh Undang-undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undangundang No.25 Tahun 2003, dan menjadi landasan yang kokoh bagi pembangunan rezim anti pencucian uang. Undang-undang ini secara tegas menyatakan bahwa pencucian uang merupakan perbuatan kriminal atau kejahatan.Berdasarkan undang-undang itu pula, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dibentuk dengan kewenangan untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasaan pencucian uang sekaligus membangun rezim anti pencucian uang di Indonesia.
Hal ini tentunya akan sangat membantu dalam upaya menjaga stabilitas sistem keuangan dan menurunkan terjadinya tindak pidana asal (predicate crimes). Lembaga ini juga berwenang menerima laporan dari penyedia jasa keuangan dan bila menemukan transaksi mencurigakan, menyerahkan laporan kepada kepolisian dan kejaksaan untuk ditindaklanjuti. Jadi dalam penanganan tindak pidana pencucian uang dalam tahap pra-adjudikasi, penyidik dan penuntut umum mempunyai mitra baru yang akan sangat membantu dalam proses penanganan tindak pidana pencucian uang tersebut. Sampai dengan saat ini penyidik dalam melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang masih menggunakan system pembuktian dua kali, yaitu membuktikan dulu tindak pidana asalnya baru kemudian membuktikan tindak pidana pencucian uangnya. Jadi penyidikan selalu dimulai dari tindak pidana asal.Demikian juga dalam proses penuntutan, belum ada kesepahaman/persamaan persepsi antara penuntut umum dalam penentuan bentuk dakwaan terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang yang sekaligus juga melakukan tindak pidana asal. Hal ini dapat diketahui dari beberapa kasus yang sudah ditangani, ada bermacam bentuk dakwaan yang digunakan tanpa ada dasar teori yang jelas."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16456
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Swastika
"Tesis ini membahas mengenai tinjauan hukum terhadap asas pembuktian dalam tindak pidana pencucian uang. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang menggunakan deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini adalah diperlukannya pengaturan yang lebih baik guna mengatur tentang pembuktian di dalam Hukum Acara, khususnya terhadap Hukum Acara Pidana. Karena pengaturan mengenai pembalikan pembuktian atau pembuktian terbalik tidak diatur di dalam KUHAP sehingga mengacu kepada Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang-undang Korupsi. Oleh karenanya hasil dari penelitian ini menyarankan agar pemerintah dapat menyesuaikan pengaturan di KUHAP dengan kondisi riil terkini.

This thesis discusses the legal review of the principle of proof in criminal acts of money laundering. The study was a normative study using descriptive analysis. The results of this research is the need for better arrangements in order to set about proving in the Law of Procedure, especially against the Code of Criminal Procedure. Because the arrangements regarding the reversal of proof or reverse proof is not regulated in the Criminal Code so that reference to the Law on Money Laundering and Corruption Act. Therefore the results of this study suggest that the government can adjust the settings in the current Criminal Procedure Code with the real condition."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28049
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>