Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113958 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan, 1993
614.561 IND p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Departemen Kesehatan , 1997
614.555 2 IND p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan , 1986
616.965 2 IND p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Syefri Luwis
"Penelitian mengenai pemberantasan penyakit pes di wilayah Malang pada tahun 1911 ? 1916 ini ditujukan untuk melengkapi penulisan tentang sejarah kesehatan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Penelitian ini menitikberatkan pada penggunaan sumber-sumber tertulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wabah pes yang terjadi di daerah Malang dan sekitarnya pada tahun 1911-1916 ini adalah wabah pes yang pertama kali melanda Hindia Belanda. Bersamaan dengan munculnya wabah ini, tahun 1911, Burgerlijken Geneeskundigen Dienst, Dinas Kesehatan Masyarakat, dibentuk. Tugas pertama dari dinas ini ialah memberantas penyakit ini. Penyakit ini berasal dari tikus yang terinfeksi basil pes dan disebarkan melalui gigitan kutu tikus yang menggigit manusia. Penyakit ini menyerang wilayah Malang dan sekitarnya karena wilayah ini lebih sejuk dari wilayah lain. Malang sendiri berada 442 meter di atas permukaan laut. Sehingga basil penyakit dapat bertahan hidup lebih lama dari pada di daerah yang berudara lebih panas. Pada tahun 1914, wabah pes mencapai puncaknya. Lebih dari 15.000 orang meninggal dunia. BGD kemudian membentuk satu dinas khusus untuk memberantas wabah ini. Pada tahun 1915 Dienst der Pestbestriding, Dinas Pemberantasan Pes, dibentuk. Dengan adanya dinas ini, korban penyakit ini bias ditekan hingga seminim mungkin. Dampak yang terjadi bagi daerah Malang dan sekitarnya akibat wabah ini adalah menyusutnya jumlah penduduk karena menjadi korban dari penyakit ini, semakin meningkatnya usaha pengobatan secara modern, diungsikannya penduduk ke barak-barak, pembongkaran dan perbaikan rumah agar terbebas dari wabah penyakit. Selain itu akibat dari wabah ini, kota Malang berhasil dibentuk pada tahun 1914. Pada tahun 1916, jumlah korban dari wabah penyakit ini turun hingga mencapai 595 orang. Hal ini membuat wilayah Malang dan sekitarnya dianggap telah bebas dari wabah penyakit pes ini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S12663
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aras Bakasdo
2016
S63959
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chaerul Basri
"Penyakit antraks atau yang sering dikenal juga sebagai penyakit radang limpa, radang kura, miltbrand, miltvuur atau splenic fever merupakan salah satu zoonosis utama di hampir seluruh negara di dunia. Berdasarkan gejala klinis yang ditimbulkan, dikenal 3 tipe penyakit antraks yaitu antraks tipe kulit atau cutaneus anthrax, antraks tipe pencernaan atau gastrointestinal anthrax dan antraks tipe pernapasan atau pulmonary anthrax. Setiap tahun diperkirakan terjadi sekitar 2,000 - 20.000 kasus antraks pada manusia secara global di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan antraks tipe kulit. Penyakit antraks tipe kulit mencapai 90% dari seluruh kejadian infeksi antraks di seluruh dunia. Di Indonesia selama periode tahun 2002-2006 ditemukan 282 kasus antraks pada manusia dengan kematian 20 kasus, Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor menyebutkan selama periode tahun 2001 hingga tahun 2007 di Kabupaten Bogor pada manusia telah terjadi 97 kasus penyakit antraks dengan kematian mencapai 8 .orang atau CFR yang mencapai 8,2%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian penyakit antraks tipe kulit pada manusia di Kabupaten Bogor. Desain yang dirancang untuk mencapai tujuan penelitian ini menggunakan desain penelitian epidemiologi observasional kasus kontrol. Kasus dalam penelitian diambil dari catatan penderita penyakit antraks tipe kulit di Puskesmas dan dinyatakan positif terinfeksi bakteri antraks berdasarkan pemeriksaan serologis Laboratorium Balivet Bogor. Kontrol diperoleh dari penduduk Kabupaten Bogor yang tinggal pada Rukun Tetangga (RT) yang sama dengan orang yang didiagnosis sebagai penderita penyakit antraks tipe kulit dan tidak menunjukkan gejala-gejala klinis penyakit antraks tipe kulit.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur dan observasi yang dilakukan oleh peneliti sendiri dibantu oleh Staf Puskesmas Kabupaten Bogor. Analisis data melalui tiga tahapan yaitu univariat untuk analisis distribusi frekuensi, biavariat dengan uji Chi-square, serta analisis muitivariat dengan pendekatan regresi logistik model prediksi. Seluruh analisis diproses dengan menggunakan software SPSS 13,0 dan SAS 9,1. Faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit antraks tipe kullt adalah memegang hewan rentan yang memiliki OR=6,648 (95% CI=2,914-15,167) dan variabel menangani daging yang memiliki OR=5,318 (95% CI: 1,801-15,702). Logit kejadian penyakit antraks tipe kufit = -0.1857 + 0,9472 memegang hewan rentan + O,8355 menangani daging.
Berdasarkan penelitian ini disarankan agar masyarakat yang memegang temak atau menangani daging yang berasal dari daerah 'endemis diharapkan memproteksi dirinya dengan menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan dan sepatu boot. Perlu disosialisasikan kepada masyarakat mengenai gejala dan akibat yang ditimbulkan dari penyakit antraks pada hewan. Selain itu, kepada pemilik hewan ternak tidak diperbolehkan memotong paksa hewan ternak yang sakit karena dapat menyebarkan kuman antraks. Upaya meminimalisasi kontak antara masyarakat dengan hewan ternak rentan dapat diupayakan dengan melakukan restrukturisasi peternakan dengan memisahkan kawasan pemukiman dan kawasan sentra peternakan.

Anthrax disease or well known as spleenitis, kura inflammation, miltbrand, miltvuur or spleenic fever is one of important zoonotic disease in almost the entire country of the world. Based on clinical signs was emerged, it famed 3 types of anthrax disease namely skin type or cutaneous anthrax, digestive type or gastrointestinal anthrax and respiratory type or pulmonary anthrax. Every year 2000 - 20000 cases of anthrax disease were occurred in human in entire world and most of parts are skin type or cutaneous anthrax, Skin type of anthrax disease was reached 90% from entire infection of anthrax in the world, In Indonesia for along 2002-2006 periods has found 282 cases of anthrax in human with 20 cases death. Health Service Bogor District reported that along period 2001-2007 in Bogor District occurred 97 human cases of anthrax disease with 8 death or CFR 8.2%.
This research is aim to know several of risk factors which are related with occurrence of skin type of anthrax disease in Bogor district for 2003 - 2007.. The research was designed to reach out for the goal of this research is use case Control epidemiological research design. Case of this research is taken from victim of skin type of anthrax disease record in Puskesmas (Center for Health Services) and clarified as positive infected by anthrax bacterial based on laboratory serological examination in Balitvet Bogar. Control is taken from inhabitant in Bogor district which are live in the same area with people who is diagnose as a victim of skin type of anthrax disease and do not showed clinical signs of skin type of anthrax disease.
Data collection is done through by structured interview and observation which is doing by researcher itself and assisted by Puskesmas Staff in Bogor District. Analysis data is done trough three steps that are univariate for analysis of frequency distribution, bivariate with Chi-square and also multivariate analysis with prediction model of logistic regression approaches. All analysis processed by SPSS 13.0 and SAS 9.1 The risk factors which are related with occurrence of skin type of anthrax disease are holding susceptible animal with OR=6.648 (9S% CI=2.914-15.l67) and variable of meat handling with OR=5.318 (95% CI= 1.801 -15.702). Logit of occurrence of skin type of anthrax disease = -0.1857 + 0.9472 holding susceptible animal + 0.8355 meat handling.
According to this research is suggested in order that societies who are hold their livestock or handled the meat which come from endemic area is able to protect them with coverall such as glove and boot. It is necessary to socialize the societies about clinical signs and the consequences from anthrax disease in animals. Beside that. the livestock owners have not allowed to slaughter by forced sick animals since it will be able to spread anthrax organism. Minimalism contact between society and susceptible animals can be done by restructures of animal husbandry and separated the settlement area from central of animal husbandry area as efforts.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21284
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eliha Mahsuna
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26523
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1983
S21769
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Perjuangan melawan korupsi di Indonesia adalah perjuangan melawan inkonsistensi. Inkonsistensi penegakan hukum dan inkonsistensi komitmen dukungan politik menjadikan agenda pemberantasan korupsi di Indonesia hampir mencapai titik paripurna kegagalannya. Penegak hukum dan aktor-aktor politik yang masih berkubang dengan semangat menjadikan negara sebagai bagian dari komoditas yang ditansaksikan semakin menenggelamkan agenda pemberantasan korupsi. Di mata dunia internasional, kondisi korupsi Indonesia relatif stagnan. Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perseption Index, CPI) Indonesia hanya meningkat 0,8 poin dari tahun 2004 ke tahun 2009 dan dipastikan akan menurun pada tahun 2010 seiring dengan penurunan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang salah satunya diakibatkan oleh skenario pelemahan KPK dari pihak-pihak tertentu. Survei Political & Economic Risk Consultancy (PERC) masih menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup dari 12 (dua belas) negara di Asia Pasifik. Terkait dengan hampir paripurnanya kegagalan pemberantasan korupsi di Indonesia, ada baiknya digelorakan kembali seputar komitmen penegak hukum dan aktor-aktor politik untuk lebih menyadari bahwa korupsi adalah ancaman besar bagi prinsip-prinsip demokrasi."
JLI 7:3 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Sesungguhnya pranata hukum untuk melawan korupsi di Indonesia terbilang sudah mencukupi, meskipun dalam batas tertentu perlu ada penyempurnaan. Akan tetapi, derajat Indonesia sebagai negara yang benar-benar serius menjadikan korupsi sebagai musuh besar peradaban Indonesia masih belum menampakkan hasil sebagaimana yang diinginkan. Salah satu tudingan diarahkan pada aktor-aktor penegak hukum seperti polisi, kejaksaan, hakim, dan petugas lembaga pemasyarakatan yang tidak menyediakan diri sebagai bagian yang dapat berkontribusi secara nyata terhadap upaya-upaya pemberantasan korupsi. Kutipan dari Taverne telah menjadi mantra sakti bertuah bagi kalangan yang meyakini bahwa peraturan perundang-undangan memang penting namun bukan segala-galanya dalam aras penegakan hukum: “Give me good judges, good supervisory judges, good prosecutors, and good police officers, I can have good law enforcement, although with a poor criminal code.” Pemberantasan korupsi di Indonesia seperti tidak mengalami kemajuan berarti setelah 13 tahun transisi dan konsolidasi demokrasi dibangun sejak era reformasi datang pada tahun 1998. Nyatanya, Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perseption Index, CPI) Indonesia pada tahun 2010 berada pada skor 2,8, sama seperti skor pada tahun 2009. Aktor-aktor penegak hukum seperti disebut di atas membuat pemberantasan korupsi di Indonesia menjadi sebuah tugas mustahil (mission impossible) dan seperti membangun benteng di atas udara (build castles in the air) . Menjadi tugas semua komponen bangsa untuk menjadikan pemberantasan korupsi bukan lagi seperti “menggantang asap, mengukir langit”, bukan tugas mustahil, dan bukan seperti membangun benteng di atas udara, melainkan menjadi tindakan konkret agar dapat menyelamatkan kebangkrutan bangsa yang diakibatkan oleh perilaku koruptif."
JLI 8:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>