Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162925 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI, 2000
305.4 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Surti Nastiti
Bandung: Pustaka Jaya, 2016
959.82 TIT p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Manggala, Bems
"Masalah dalam penelitian ini adalah efektivitas LKMK di Kelurahan Duren Sawit, yang dijabarkan dalam bentuk pertanyaan ; mengapa LKMK Kelurahan Duren Sawit tidak berfungsi efektif ?. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah : untuk mengungkapkan dan mengetahui latar belakang LKMK di Kelurahan Duren Sawit serta fungsinya sebagai lembaga yang dapat menampung aspirasi dan partisipasi masyarakat kurang efektif. Tujuan lainnya adalah untuk menentukan aspirasi dan partisipasi masyarakat di Kelurahan Duren Sawit saat ini sehingga dapat diketahui korelasinya dan bagaimana bentuk kelembagaan LKMK dan struktur organisasinya yang sesuai dengan tuntutan masyarakat di Kelurahan Duren Sawit.
Untuk menganalisa data yang sudah terkumpul melalui observasi, interview, studi kepustakaan , informan digunakan dengan teknik deskriptif analitis.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak efektifnya LKMK di Kelurahan Duren Sawit ada beberapa hambatan yang ditemui antara lain : Kurangnya komunikasi dengan masyarakat, kekurangan dana, lemahnya sumber daya manusia, kerabat dekat, kuatnya kontrol pemerintah, kurang melibatkan RT/RW, kelembagaan masa lalu, tempat kerja di LKMK sambilan, dan yang terakhir adanya Dewan Kelurahan.
Untuk menentukan aspirasi dan partisipasi masyarakat di Kelurahan Duren Sawit melalui lembaga LKMK, selain memperhatikan hambatan tersebut diatas, juga ada dua hal yang perlu diperbaharui (reaktualisasi) yaitu ; reaktualisasi peran LKMK dan reaktualisasi kedudukan LKMK.
Ditinjau dari perspektif ketahanan wilayah maka ketangguhan dan keuletan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan yang tercermin dalam LKMK Kelurahan Duren Sawit kurang berperan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T4262
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heidhues, Mary Somers
Jakarta: Yayasan Nabil, 2008
338.959 8 HEI t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Karlina
"Membahas tentang konsep-konsep yang meada di dalam masyarakat Cina tradisional yang berhubungan dengan kedudukan perempuan di dalam keluarga kemudian dibandingkan dengan penggambaran perempuan di dalam novel Hong Lou Meng terutama tokoh Nenek (Jia Mu). Tujuannya adalah untuk melihat bagaimana kedudukan perempuan Cina tradisional di dalam keluarga dan apakah penggambaran yang ada di dalam novel sesuai dengan konsep-konsep yang ada pada masyarakat Cina di masa itu. Analisanya menggunakan teori ekstrinsik yaitu sosiologi pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra, dan juga sosiologi karya sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra. Hasil dari analisanya menunjukkan bahwa konsep-konsep yang ada di dalam masyarakat Cina tradisional tidak seluruhnya terdapat atau digambarkan di dalam novel Hong Lou Meng khususnya tokoh Nenek sebagai seorang perempuan di dalam keluarga Jia. Bahkan, Nenek memiliki kedudukan tersendiri dan memiliki kuasa yang cukup besar di dalam keluarganya Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak semua konsep dijalankan dengan baik, Cao Xueqin pun sebagai pengarang novel Hong Lou Meng seperti memberikan gambaran tentang kehidupan perempuan yang berbeda dari konsep-konsep yang ada di dalam masyarakat pada masa itu. Tokoh Nenek bukanlah seorang perempuan biasa yang terkungkung di dalam konsep-konsep yang memberatkan kedudukan perempuan, "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S13012
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Urban and Regional Development Institute (URDI), 2005
307.14 PEM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmita Hestirani
"Tesis ini membahas pemikiran Maria Ullfah Santoso mengenai kedudukan perempuan dalam masyarakat Indonesia. Ruang lingkup penelitian ini adalah pemikiran-pemikiran Maria Ullfah tentang kedudukan perempuan Indonesia dalam lembaga perkawinan dan partisipasi politik antara tahun 1938 hingga 1941. Tujuan dari penelitian ini adalah menjabarkan dan menganalisis pemikiran Maria Ullfah terkait usaha perbaikan kedudukan perempuan Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian sejarah, yang terdiri dari pengumpulan sumber atau heuristik; kritik sumber atau verifikasi; analisis dan sintesis atau interpretasi; dan penulisan sejarah atau historiografi. Sedangkan metodologi yang digunakan yaitu pendekatan sejarah pemikiran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam isu perkawinan, pemikiran-pemikiran Maria Ullfah tentang kedudukan perempuan berawal dari keburukan-keburukan dalam praktik perkawinan yang seringkali menimpa kaum perempuan pada masa kolonial. Ia menekankan bahwa laki-laki dan perempuan haruslah memiliki kedudukan yang sama tingginya dan sama kuatnya dalam suatu perkawinan. Pemikiran yang utama adalah reformasi hukum perkawinan, dalam rangka menghasilkan peraturan perkawinan yang melindungi kedudukan perempuan. Di sisi lain, akses terhadap bantuan hukum perlu dibuka dan diperluas agar kaum perempuan Indonesia dapat memperjuangkan hak-haknya saat itu juga. Dalam isu partisipasi politik, pemikiran-pemikiran Maria Ullfah tentang kedudukan perempuan berawal dari ketimpangan hak pilih antara laki-laki dan perempuan pada masa kolonial. Segala usaha yang ia lakukan kemudian ditujukan untuk memberikan hak pilih aktif dan pasif kepada kaum perempuan Indonesia. Kita dapat melihat bahwa dalam isu perkawinan maupun partisipasi politik, nilai utama yang selalu diperjuangkan oleh Maria Ullfah adalah kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Sebagai sesama manusia, tentunya kaum perempuan memiliki hak-hak kemanusiaan yang sama dengan kaum laki-laki. Kedudukan yang setara inilah yang harus terus diperjuangkan dalam segala bidang kehidupan hingga kesetaraan tersebut tertuang tidak hanya dalam teori belaka, namun juga dalam ketentuan hukum serta praktiknya di dunia nyata.

This thesis discusses Maria Ullfah Santoso’s thoughts on women’s standing in Indonesian society. The scope of this study is Maria Ullfah’s thoughts on Indonesian women’s standing in marriage and political participation between the years of 1938 to 1941. The purpose of this study is to describe and analyze Maria Ullfah’s thoughts regarding the efforts to improve Indonesian women’s standing. This study uses historical research method, which comprises of source gathering or heuristics; source critique or verifications; analysis and synthesis or interpretations; and historical writing or historiography. Moreover, the methodology used is intellectual history approach. The results of this study show that on marriage issues, Maria Ullfah’s thoughts on Indonesian women’s standing derived from afflictions in marriage practices which often befell women in the colonial era. She stressed that men and women should have equal standings in marriage. The main idea was marriage law reform, in order to produce marriage legislations that could protect women’s standing. On the other hand, access to legal aids needed to be opened and widened so that Indonesian women could fight for their rights straight away. On political participation issues, Maria Ullfah’s thoughts on Indonesian women’s standing derived from suffrage inequality between men and women in the colonial era. Hence, her efforts were directed toward giving active and passive suffrage for Indonesian women. We can see that on marriage as well as on political participation issues, the main value that was always fought for by Maria Ullfah was equality between men and women. As fellow humans, surely women have the same human rights as men. This equal standing needs to be fought for in every field of life until that equality is achieved not only in mere theory, but also in legislations as well as in real life practices."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadloon Katoppo Talib
"ABSTRAK
Tesis ini berjudul Kedudukan, Peran, Kewajiban, dan Hak Perempuan dalam Ajaran Islam. Manusia sebagai hamba Allah adalah satu-satunya makhluk yang paling istimewa di antara semua makhluk-Nya yang lain. Di samping dikaruniai akal dan pikiran, manusia ternyata adalah makhluk yang penuh misteri dan rahasia-rahasia yang menarik untuk dikaji. Misteri ini sengaja dibuat Allah agar manusia memiliki rasa antusias yang tinggi untuk menguak dan mendalami kebenaran dirinya sebagai ciptaan Allah, dan untuk mengenali siapa penciptanya Nabi Muhammad saw. membangkitkan
perempuan (dimulai dengan perempuan Arab) pada waktu ibu dan mengantarkannya dari kegelapan kepada cahaya Islam melalui firman Allah swt dalam Surat Ar-Ruum: 21. Dalam menjelaskan ayat tersebut, Rasulullah saw. bersabda: 'Perempuan adalah penghulu di
rumahnya, perempuan adalah pengembala di rumah suaminya, dan ia diminta pertanggungjawabannya atas gembalaannya'. Memuliakan perempuan bagi masyafakat Islam merupakan sebuah perintah, sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Assahir dari Ali r_a, bahwa Rasulullah bersabda: 'Yang memuliakan perempuan hanyalah orang-orang yang mulia dan yang menghinakan perempuan adalah orang-orang yang hina'. Selain itu juga, ajaran Islam mengatakan, 'Peliharalah olehmu akan perempuan-perempuan di dunia ini, niscaya Allah memelihara perempuanmu pula'.
Jadi tidak beralasan bagi perempuan-perempuan dari kaum Muslimin yang mempercayai slogan-slogan dan seruan emansipasi dari feminisme yang datangnya dari Barat. Karena sesungguhnya Islam diturunkan untuk mengatasi problema hidup dan kehidupan manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Islam memandang perempuan sama dengan laki-laki dari segi kemanusiaannya. Perempuan adalah manusia sebagaimana laki-laki. Rasulullah saw. telah memuliakan perempuan dengan seruannya : 'Perempuan adalah saudara laki-laki'. [HR. Bukhari]. Islam memberi hak-hak kepada perempuan seperti yang dibelikan kepada laki-laki dan membebankan kewajiban yang sama kepada keduanya, kecuali beberapa hal yang khas bagi perempuan atau laki-laki karena adanya dalil syara?. Dalil syara? bukan diciptakan khusus unluk perempuan atau khusus untuk laki-laki, melainkan untuk keduanya sebagai insan (Q.S. 49:13, 53:45, dan 75:39). Allah
menciptakan manusia (laki-laki dan perempuan) adalah untuk saling mengenal, saling melengkapi untuk terciptanya keseimbangan yang adil.
Antara laki-laki dan perempuan (yang sudah terikat dengan tali perkawinan) ibarat pakaian sam dengan lainnya (Q.S. 2:187). Perempuan memang tidak sama dengan laki-laki, satu sama lain mempunyai peran yang berbeda, tetapi saling melengkapi. Allah
memberikan satu kelebihan pada laki-laki (Q.S. 4:34 dan 2:228). Allah telah berkehendak, Dialah yang paling tahu maknanya, dan kita tidak punya alasan untuk mengubah pakem yang telah digariskan oleh-Nya. Mengenai hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam, baik keluarga maupun masyarakat, sesungguhnya Islam telah
memberikan aturan yang rinci, tegas, dan mulia. Dijelaskan dalam hukum Islam, bahwa hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah rumah tangga bukanlah aqad al syirkah (akad perusahaan) maupun ijarah (sewa-menyewa/upah-mengupah) sehingga istri ibarat budak bagi suami untuk dipekerjakan. Bukan pula hubungan yang bersifat seperti polisi dan pencuri bahwa istri selalu terancam dan diteror sementara suami selalu/hampir selalu merasa super.Hubungan di antara mereka adalah hubungan cinta kasih yang penuh
persahabatan; artinya ada hubungan harmonis di antara mereka dalam bekerja sama mengarungi kehidupan rumah tangga.
Perempuan mempunyai kelembutan, kesabaran, dan kehangatan; yang merupakan modal utama untuk mendidik anak-anak mereka (al ummi madrasatun), juga kasih sayang pada suami. Sedangkan laki-laki mempunyai ketegasan dan sedikit lebih realistis, yang merupakan modalnya untuk memimpin rumah tangga, adalah baik jika diimbangi dengan pengetahuan dan pemahaman keislaman. Suami merupakan mitra satu-satunya dalam menghasilkan keturunan. Ini merupakan hakikat perkawinan, keluarga dan demi keberlangsungan kehidupan manusia di bumi ini atau khalifahtul fil ardhi (Q.S. 2:30). Untuk
itu syari?ah Islam telah menetapkan fungsi untuk keduanya dalam kehidupan suami istri yang harmonis, dalam hal ini fungsi dan pengadaan rumah tangga ini berkenaan dengan pentingnya keberlangsungan jenis manusia, kesenangan, dan ketentraman (Q.S. 16:72, 30:21, dan 411). Jadi, tidak relevan ide feminisme tentang superioritas laki-laki atas perempuan ditimpakan/ditujukan terhadap masyarakat Islam. Allah telah mempersiapkan laki-laki dan perempuan untuk terjun ke arena kehidupan sebagai insan dan menjadikan
keduanya hidup berdampingan secara pasti dan saling bekerja sama dalam suatu masyarakat (Q.S. 4:7,32,34, dan 155). Allah juga menetapkan pola ketergantungan kelangsungan hidup laki-laki dan perempuan pada perpaduan dan keberadaan mereka di setiap masa dan generasi masyarakat (Q.S. 4:1 dan 7:189), sehingga tidak benar jika ada pandangan yang hanya memperhatikan salah satu di antara mereka, apalagi mengatasnamakan Islam dan ajarannya merupakan suatu kekeliruan jika para perempuan muslim pun ikut-ikutan menuntut persamaan dengan laki-laki, sebagaimana dilakukan
kaum perempuan feminis di Barat. Hal itu tidak dibutuhkan Islam, yang telah mendudukkan perempuan muslim pada posisi yang sejajar dengan laki-laki muslim di bawah naungan syariah lslam.
Sejarah telah membuktikan bahwa kehadiran Islam merupakan awal dari gerakan kemerdekaan dan emansipasi kaum perempuan, yang dipelopori oleh Nabi Muhammad, dimulai dari keluarganya (istri-istrinya, putri-putrinya, dan sanak keluarganya) dan kemudian diteruskan kepada keluarga sahabatnya. Dalam konsep Islam, zaman dan realitas adalah sesuatu yang berubah-ubah, sehingga jlka dijadikan pedoman, maka seseorang akan plin-plan seiring perubahan keduanya. Karena itu, realitas dan zaman tidak logis dijadikan sebagai sumber hukum sebab sifatnya relatif. Lain dengan watak syariah Islam yang a priori dengan fakta, namun ia justru mengikuti perjalanan realitas,
kemudian hukumnya tetap diambil dari syariah Islam, bukan dari fakta yang justru mengubah hukum."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Sophar Maru
Jakarta: Sinar Grafika, 2012
346.048 2 HUT h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andriani Junarwati
"ABSTRAK
Berdasarkan Pasal 57 Undang-undang Perkawinan,perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Undang-undang Kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958 mengakibatkan kedudukan wanita dalam menentukan kewarganegaraannya dan kewarganegaraan anak dibatasi. Anak mengikuti kewarganegaraan ayahnya dan perempuan sebagai isteri mengikuti kewarganegaraan suami demi mencapai kesatuan hukum dalam keluarga. Indonesia tidak menghendaki adanya dwi kewarganegaraan. Implementasi dari Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 berakibat adanya perlakuan diskriminatif terhadap perempuan. Undang-undang Kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958 kemudian dirubah karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan pada saat ini. Atas desakan dari para keluarga dari perkawinan campuran maka pemerintah mengganti Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 dengan Undang-undang Kewarganegaraan nomor 12 Tahun 2006. Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 menyatakan anak-anak mempunyai dwi kewarganegaraan terbatas sampai mereka berusia 18 tahun dan setelah usia 18 tahun mereka dapat memilih kewarganegaraannya. Undang-undang ini telah membawa perubahan dibidang kewarganegaraan terhadap status anak akan tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan kedudukan perempuan dalam perkawinan campuran. Tradisi Patriarki yang masih mempengaruhi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 yaitu Pasal 26 ayat 1 yang menyatakan isteri WNI mengikuti kewarganegaraan suami WNA apabila hukum dari negara suami menentukan demikian. Begitu juga sebaliknya isteri seharusnya tidak kehilangan kewarganegaraan WNInya karena menikahi WNA dan status hukum isteri seharusnya tidak diikutkan dengan status hukum suami. Hak Asasi perempuan untuk memperoleh status kewarganegaraan beserta segala hak yang melekat pada status tersebut."
2007
T17050
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>