Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1892 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Oei Tjoe Tat
Jakarta: Hasta Mitra, 1995
923.2 OEI m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nopriyasman
"Dalam sejarah politik di Indonesia, Oei Tjoe Tat tercatat sebagai kelompok "integrasionis", yang memiliki konsep kebangsaan Indonesia non-rasial. Kegiatan politiknya bermula di kalangan peranakan Tionghoa yang ditandai dengan keterlibatan dirinya dalam berbagai organisasi peranakan. Sebutlah misalnya, Sin Ming Hui, Partai Politik Tionghoa (PPT), Partai Demokrat Tionghoa Indonesia (PDTI), dan Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (BAPERKI).
Pada permulaan demokrasi terpimpin (1959), Oei Tjoe Tat bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo). Sejak saat ini kegiatan politik Oei Tjoe Tat meluas dan mulai meninggalkan politik etnis. Kegiatannya tidak saja lagi untuk kalangan peranakan Tionghoa, tetapi sudah pada persoalan masyarakat Indonesia secara keseluruhan, dan karenanya Oei Tjoe Tat pantas mendapat respek Presiden, sehingga diangkat sebagai Menteri Negara diperbantukan pada Presidium Kabinet Dwikora {1965-1966).
Tampilnya Del Tjoe Tat dalam jajaran elite politik Indonesia tentu saja punya keunikan tersendiri. ia bukanlah seorang yang dikenal sebagai politikus sebagaimana peranakan lainnya (Siauw Giok Tjhan, Thio Thiam Tjong, Tan Po Goan, dan lain-lain). Kegiatannya justru lebih banyak dalam bidang sosial kemasyarakatan, tetapi rupanya Presiden punya pertimbangan khusus. Oei Tjoe Tat dinilai telah mengindonesia dan aktif menyumbang demi perjalanan revolusi (baca kepentingan pemerintah Soekarno). Perilaku politiknya di Konstituante yang pro pemerintah untuk kembali kepada UUD 1945 adalah contohnya. Kemudian setelah terjadi peristiwa kerusuhan Mei 1963, Oei Tjoe Tat termasuk orang yang bersuara keras menentang kontra revolusi. Di samping itu, faktor pendidikan kesarjanaan hukumnya turut memperkuat pilihan Presiden. Keteguhan pendirian dan konsisten dengan sikap membuat Presiden mempercayainya, bahkan O.G. Roeder menyebut Oei Tjoe Tat sebagai "fellow traveller Soekarno". Dari sini pula Oei Tjoe Tat dipercaya mengemban tugas-tugas kenegaraan yang bersifat rahasia (peka).
Meskipun demikian, Oei Tjoe Tat tidaklah luput dari berbagai persoalan rumit, baik politis atau pun sosial. Apa yang popular dengan masalah Tionghoa adalah salah satu yang harus dicarikan pemecahannya oleh Oei Tjoe Tat. Oei ditugaskan dalam bidang hubungan masyarakat, imigrasi, kewarganegaraan, lembaga tinggi negara, kebijakan dalam negeri dan keamanan. Adakalanya Oei Tjoe Tat terpaksa mengorbankan prinsip dasarnya sebagai pejuang hak azasi manusia, demi kepentingan politik pemerintah yang mengangkatnya. Apakah hal ini disebabkan oleh kesadaran sebagai minoritas yang cendrung selalu mendukung pemerintah yang berkuasa, atau karena memang seorang menteri harus seperti itu (sudah menjadi tugas) ? Belum lagi berbagai tindakan politis yang tidak selalu nenghargai hak azasi dan menjurus diskriminasi. Kesemua itu membawa diri Oei Tjoe Tat dalam posisi yang penuh dilema.
Dalam tesis ini akan dicoba menggambarkan perkembangan sikap politik Oei Tjoe Tat pada khususnya, dan politik peranakan Tionghoa pada umumnya, dari awal keterlibatannya dalam organisasi peranakan tahun 1946 sampai Oei Tjoe Tat ditahan pada tahun 1966 karena dituduh "subversi". Selama periode tersebut dapat diperoleh gambaran tentang masalah-masalah atau aspek-aspek tertentu dari masyarakat Tionghoa Indonesia di pentas politik Indonesia melalui kisah kehidupan seorang peranakannya (Oei Tjoe Tat).
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Feminism refers to the social ideological trends that women ask for equal rights as well as the results of ideology when women know the world, the ego, and the sexual relationship in their process of seeking self liberation This starts with describing the in which Indonesian women acknowledged and was associated with western feminism periods as well as analyzing its period of development This paper aims at researching the feminism ideology of Pramoedya Ananta Toer, a leading Indonesian writer including the factors which affect his opinion on women and the expression of his feminism, which is richly displayed throughout his works. The finding of research shows that in Pramoedya Ananta Toer's perspective, equality between men and omen is manifested in the partnership between men and women that this partnership is applied in every aspect of lives, which is advanced-throught in Indonesian patriarchal society."
LINCUL 7:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Hasta Mitra, 1981
899.22 PRA a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Apsanti Djokosuyatno
Magelang: Indonesiatera, 2004
899.221 09 APS m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Scherer, Savitri
Depok: Komunitas Bambu, 2012
928 SAV p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Yoesoef
"Pramoedya Ananta Toer rewrote the tragic story of Ki Ageng Mangir into aply in 1976 while he was imprisoned in Buru Island and finally saw its publication, entitled Mangir, in 2000. This work owes its importance to pramudya's ability to use the framework of the story to expose the similarities between the Mataram era and the new order era,particularly their manipulations of power. In the traditional story, the tragig hero, Ki Ageng Mangir, is betrayed by his wife and killed by his father-in-law Panembahan Senopati, but Pramoedya reconstructured these myths in a series of "corrections" that move the story closer into history. These"corrections are deconstruction of traditional Javanese symbolisms . This paper explains and explores the historical paradigm that Pramoedya Ananta Toer employs in his rewriting of the story."
2006
SJIS-2-3-2006-53
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kukuh Achdiat S.
"
ABSTRAK
Situasi kesejarahan yang diciptakan dalam karya-karya Pramoedya Ananta Toer menjadikan karya_-karyanya dianggap mempunyai acuan sejarah pada kurun tertentu. Dengan demikian terciptalah proses perekaman peristiwa-peristiwa sosial dalam masyarakat. Hal itulah yang terlihat dalam Arus Balik. Arus Balik mempunyai latar waktu yang jelas, seperti dalam kebanyakan karya-karya Pramoedya Ananta Toer, yaitu abad ke-16 Masehi. Latar waktu tersebut mempunyai konsekuensi yang jelas terhadap masalah-masalah yang ada dalam karya Karya-karya Pramoedya Ananta Toer yang menggambarkan situasi dan kondisi sebuah masyarakat, yang didasarkan keinginannya memperlihatkan kenyataan-kenyataan yang terjadi dalam masyarakat diejawantahkan dengan konsep kenyataan hulu dan hilir.
Masa transisi yang terjadi di Jawa pada abad ke-16 Masehi menyebabkan timbulnya berbagai masalah sosial dalam masyarakat. Salah satu masalah yang timbul dalam masyarakat adalah munculnya konflik atau benturan dalam masyarakat. Masalah tersebut erat kaitannya dengan masalah kekuasaan perniagaan dan penyebaran agama yang terjadi saat itu. Pokok-pokok persoalan itulah yang dibicarakan dalam skripsi ini.
Analisis dalam skripsi ini dibatasi pada tokoh dan latar cerita. Pengambilan .kedua unsur tersebut disebabkan kedua unsur tersebut dianggap unsur yang menghubungkan antara kenyataan yang terdapat dainrtr teks dan yang terdapat di luar teks bila dibandingkan dengan unsur-unsur lainya, seperti alur dan tema. Pendekatan yang dilakukan dalam analisis ini adalah sosiologi sastra sehingga tinjauan skripsi ini bersifat sosiologis.
Selain itu, dalam skripsi ini juga digambarkan bagaimana keadaan sosial masyarakat Jwaa pada abad ke-16 Masehi. Masalah-masalah seperti penyebaran agama, perdagangan, dan penyebaran agama menjadi tilik sentral dalam pembahasan novel ini.
Peristiwa dan kejadian dalam Arus Balik lebih banyak terjadi dan terpusat di Pesisir Utara Jawa dan Tuban. Kehidupan pesisir yang penuh dengan gejolak akibat aktivitas kegiatan masyarakat di sekitarnya menciptakan suasana tersendiri dalam karya ini. Banyaknya orang asing yang berkeliaran di pesisir juga menimbulkan masalah dalam masyarakat. Benturan-benturan dari berbagai kebudayaan terlihat di sini. Penciptaan pesisir sebagai latar cerita oleh pengarang adalah suatu hal yang tepat untuk melihat kondisi masyarakat pada abad ke-I6 Masehi. Selain itu, pesisir diperlihatkan sebagai pembentuk watak kepribadian masyarakat yang ada saat itu. Keuntungan-keuntungan yang didapat dari aktivitas pesisir menyeabkan munculnya tokoh-tokoh seperti Adipati Tuban dan Syahbandar Tuban. Pesisir juga meneiptakan watak-watak keras dan berani seperti yang diperlihatkan ldayu dan Galeng. Gambaran pesisir dalam karya ini merupakan gambaran kondisi masyarakat abad ke- 16 Masehi.
Salah satu daerah pesisir yang dijadikan acuan dalam melihat masalah sosial masyarakat adalah Tuban. Sebagai sebuah bandar terkenal di Jawa, Tuban digambarkan dengan atribut kemegahan yang dicerminkan dalam kehidupan sosial Adipati Tuban dan istananya. Tuban digamharka n sebagai sebuah conloh kehidepaut sosiai masyarakat abad ke-16 Masehi yang didasari berbagai kepentingan di dalamnya.
Penggambaran tokoh dalam cerita ini telah dikonsep sejak awal oleh pengarangnya. Hal itu berkaitan erat dengan situasi abad ke-16 Masehi. Tokoh-tokoh tersebut telah ditempatkan pengarangnya mewakili berbagai golongan, kepentingan, status, dan kelas berdasarkan kehidupan sosial yang terdapat dalam cerita. Masing_-masing tokoh hadir dengan latar belakang budaya dan kepentingan yang berbeda, yang seringkali menyebabkan benturan di antara mereka.
Dalam analisis terhadap novel ini disimpulkan bahwa ada tiga kontlik yang menonjol dalam cerita ini. Konflik-koflik itu erat kaitannya dengan situasi yang terjadi saat itu. Konflik-kontlik itu diwakili masing-_masing tokoh di dalam cerita, sehingga setiap tokoh dapat dikatakan mewakili salah satu konflik yang terdapat di dalamnya meskipun ada beberapa tokoh yang dominan muncul dalam setiap konflik, seperti Adipati Tuban dan Galeng. Di sini pengarang berusaha menampilkan fakta dan fiksi sebagai sebuah kesatuan cerita.
Skripsi ini tidak membahas apakah novel ini termasuk sebuah novel sejarah atau tidak. walaupun oleh pengarangnya karya ini disebut sebagai sebuah novel sejarah. Hal itu disebabkan terdapat konsekuensi tertentu dalam membicarakan apakah sebuah karya masuk ke dalam klasifikasi novel sejarah. Konsekuensi itu berhadapan dengan data, fakta. tanggapan, dan rekonstruksi yang dilakukan pengarang terhadap sebuah peristiwa sejarah yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang hanya berkaitan dengan peristiwa sejarah di dalamnya sedangkan isi cerita atas sesuatu yang ingin diungkapkan lewat karya itu pada akhirnya akan dilakukan begitu saja.
"
1997
S10949
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Rheinhard
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S5778
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>