Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1781 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Singapore: World Scientific, 1992
538 SEL
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hammerath, Franziska
"Nuclear Magnetic Resonance (NMR) has been a fundamental player in the studies of superconducting materials for many decades. This local probe technique allows for the study of the static electronic properties as well as of the low energy excitations of the electrons in the normal and the superconducting state. On that account it has also been widely applied to Fe-based superconductors from the very beginning of their discovery in February 2008. This dissertation comprises some of these very first NMR results, reflecting the unconventional nature of superconductivity and its strong link to magnetism in the investigated compounds LaO1–xFxFeAs and LiFeAs.
"
Wiesbaden: Springer, 2012
e20425377
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Kresin, Vladimir Z.
New York: Oxford University Press, 1993
537.623 KRE m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Singapore: World Scientific, 1993
537.623 PRO
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bourdillon, A.
Boston: Academic Press, 1993
537.623 BOU h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Abdul Rozikin
"Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi lautan. Jumlah air laut yang melimpah mah di lndonesia dan dunia, sangat sayang apabila tidak dimanfaatkan. Salah satu aplikasi air laut adalah sebagai media pendingin pada unit kondenser, tetapi perlu kita ingat bahwa air laut mengandung jumlah ion klorida yang cukup tinggi yang dapat menyebabkan korosi termasuk korosi celah. Oleh karena ini harus dicari material altematif yang mempunyai ketahanan korosi celah yang baik, terutama pada temperatur operasi yang cukup tinggi, dan tentunya juga memiliki sifat mekanis dan konduktifitas listrik yang baik.
Baja tahan karat dupleks, yang terdiri dari dua fasa sudah diketahui memiliki sifat mekanis yang baik, di sampi ng konduktilitasnya yang cukup tinggi, selain itu berdasarkan perhitungan secara teorilis ketahan baja ini terhadap korosi celah cukup baik. Dalam penelitian ini digunakan dua baja tahan karat dupleks dengan komposisi yang berbeda, yailu baja tahan karat dupleks SAF 2205 dan SAF 2507.
Untuk mengetahui ketahanan korosi baja tahan karat dupleks, maka dilakukan pengujian potensiosiuik pada tempetatur 30°, 5o°, 10°C dan ccr. Pengujian ini dilakukan untuk mendapat nilai potensial kritis (nipture) cclah kedua baja tahan karat dupleks yang digunakan pada temperatur pengujian.
Dari hasil pengujian yang didapat, nampak bahwa ketahanan korosi baja tahan karat SAF 2507 lebih besar dari SAF 2205 di semua ternpeiatur. Hal ini dapat diamati dari nilai potensial kritis celah dari nilaj potensial mpture oelah SAF 2507 yang lebih bcsar dibanding SAF 2205 dan juga nilai rapat arus korosi SAF 2507 lebih lcecil daripada SAF 2205. Nilai rapat arus korosi ini sebanding dengan laju korosi dan juga korosi celah. Hal ini sesuai dengan perhitungan secara teoritis yang berdasar komposisi kimia material yaitu nilai CCT dan CCP. Dari data yang didapat juga dapat dilihat bahwa kedua material ini dapat diunakan sebagai material kondenser yang menggunakan media pendingin air laut Jawa dan temperatur operasi 37 - 40."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S41498
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilczek, Frank
Singapore: World Scientific, 1990
537.624 WIL f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kisman H.M.
"Sampel dari senyawa (Bi2_xPbx)2Sr2Ca2Cu30y dibuat berdasarkan reaksi padatan dari serbuk PbO, Bi203, SrCO3, CaCO3 dan CuO. Setelah mengalami dua tahap perlakuan panas yaitu kalsinasi pada suhu 8200 C selama 36 jam dan sintering pada suhu 860° C selama 72 jam, cuplikan ini memberikan efek Meissner pada suhu 77 K dan juga sinyal RSE anisotrop pada suhu kamar. Dengan Termogram DTA-TG Simultan didapatkan suhu kalsinasi dan suhu sintering yang tepat, yaitu kalsinasi 820° C dan suhu sintering 860° C. Sebelum mengalami sintering, cuplikan ini merupakan bahan non paramagnetik, tetapi sesudah mengalami sintering berubah menjadi paramagnetik pada suhu kamar. Apabila suhunya diturunkan sampai suhu nitrogen cair cuplikan ini berubah menjadi superkonduktor (memberikan efek Meissner). Analisis dengan Simulasi RSE menunjukkan bahwa di dalam sampel terjadi interaksi pertukaran yang cukup kuat dan bersifat anisotrop."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Wihono
"Bidang ilmu superkonduktivitas telah lama menarik perhatian para peneliti. Penelitian terkait pengaplikasian material superkonduktor pun telah banyak dilakukan. Melalui penelitian ini, telah dipelajari pengaruh dua perlakuan panas berbeda terhadap pembentukan pelet BaPb1-xBixO3 (BPBO) melalui reaksi padatan dengan komposisi x = 0; 0,05; dan 0,25. Telah dipelajari juga potensi fabrikasi kawat superkonduktor BaPb0,75Bi0,25O3 menggunakan dua metode, yaitu powder-in-tube (PIT) in-situ dan ex-situ. Hasil karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) menunjukkan bahwa sampel yang dibentuk melalui perlakuan panas kedua memiliki ketunggalan fasa yang lebih baik dengan jumlah fasa pengotor yang lebih sedikit. Parameter kisi dan fasa yang terbentuk, serta perhitungan ukuran crystallite dengan metode Scherrer dan Williamson-Hall Plot telah berhasil dilakukan. Peningkatan unsur Bi pada BPBO terbukti menurunkan ukuran crystallite sampel. Karakterisasi Scanning Electron Microscopy (SEM) kemudian dilakukan untuk mempelajari struktur dan morfologi permukaan, homogenitas, ukuran grain, serta porositas yang terbentuk pada sampel pelet dan kawat BPBO. Pengujian resistivitas terhadap temperatur kemudian dilakukan menggunakan Cryogenic Magnetometer. Hasil pengujian mengklarifikasi munculnya fasa superkonduktor pada pelet BaPb0,95Bi0,05O3 (perlakuan panas kedua) dengan nilai Tc onset = 11,5 K dan Tc zero = 5,3 K dan BaPb0,75Bi0,25O3 (perlakuan panas pertama) dengan nilai Tc onset = 11,1 K dan Tc zero = 4 K.

The field of superconductivity has long piqued the interest of researchers. Numerous studies have been carried out to explore the application of superconducting materials. Through this research, the effect of two heat treatments in the making of BaPb1-xBixO3 (BPBO) pellets using solid state reaction method with a composition of x = 0; 0,05; 0,25 has been studied. The fabrication potential of BaPb0,75Bi0,25O3-based superconducting wire using two different methods, powder-in-tube (PIT) in-situ and ex-situ, has also been studied. The result of X-Ray Diffraction (XRD) shows pellet samples that underwent the second heat treatment have better phases with fewer impurity peaks. The lattice parameters, phases, and the calculation of crystallite size using Scherrer method and Williamson-Hall Plot method have also been calculated. The increase of Bi concentration in BPBO proved to lower the crystallite sizes. Scanning Electron Microscopy (SEM) is used to study the structure and morphology, homogeneity, grain sizes, and porosity of the samples. The resistivity behavior has also been studied using Cryogenic Magnetometer. Superconducting states can be found in pellet samples of BaPb0,95Bi0,05O3 (second heat treatment) with Tc onset = 11,5 K and Tc zero = 5,3 K, and BaPb0,75Bi0,25O3 (first heat treatment) with Tc onset = 11,1 K and Tc zero = 4 K."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juan De Bebetho
"Superkonduktivitas merupakan fenomenologika fisika yang terjadi di suatu material yang ditandai dengan hilangnya resistivitas elektrik seiring dengan suhu lingkungan di turunkan secara ekstrim. Material yang memiliki fase superkonduktor salah satunya ditunjukkan oleh material berbasis kuprat yang mayoritas memiliki suhu kritis fase superkonduktivitas lebih tinggi dibandingkan titik leleh nitrogen cair sebagai pendingin eksternal suhu lingkungan. Material berbasis kuprat dengan suhu kritis tertinggi salah satunya terdapat pada senyawa Bi-Sr-Ca-Cu-O, spesifik pada material Bi2Sr2Ca2Cu3O10 dengan suhu kritis di suhu 110 K. Pengaruh pendopingan terhadap material kuprat berbasis senyawa Bi-Sr-Ca-Cu-O di salah satu unsur terbukti dapat mempengaruhi suhu kritis fasa superkonduktivitasnya. Dengan melakukan doping unsur Cr terhadap Cu yang bertanggung jawab atas eksisnya fasa superkonduktivitas menjadikan material Bi2Sr2Ca2(Cu1-xCrx)3O10 mengalami transisi fasa dari superkonduktor menjadi semikonduktor. Diketahui bahwa suhu transisi setelah mengalami doping Cr ditemui pada material Bi2Sr2Ca2Cu2.4Cr0.6O10 di kisaran 76.03K. Keberadaan Bi8CrO15 terlacak oleh pemetaan XRD yang diduga menjadi alasan dibalik transisi fasa dari superkonduktor menuju semikonduktor dari material Bi2Sr2Ca2(Cu1-xCrx)3O10. Kemunculan dari fasa baru Bi8CrO15 meningkat seiring dengan bertambahnya doping Cr dari material Bi2Sr2Ca2(Cu1-xCrx)3O10.

Superconductivity is a phenomenological physics phenomenon that occurs in a material characterized by the complete absence of electrical resistivity as the environmental temperature is lowered to an extreme level. Materials exhibiting superconducting phases include copper-based compounds that typically have higher critical temperatures for superconductivity compared to the boiling point of liquid nitrogen, which serves as an external coolant at ambient temperatures. One of the copper-based compound materials with the highest critical temperature is the Bi-Sr-Ca-Cu-O compound, specifically the Bi2Sr2Ca2Cu3O10 material with a critical temperature of 110 K. The doping effect on copper-based materials such as Bi-Sr-Ca-Cu-O has been proven to influence the critical temperature of the superconducting phase. By doping the copper element with chromium (Cr), which is responsible for the existence of the superconducting phase, the material Bi2Sr2Ca2(Cu1-xCrx)3O10 undergoes a phase transition from superconductor to semiconductor. It is known that the transition temperature after chromium doping is found in the range of 76.03 K for the material Bi2Sr2Ca2Cu2.4Cr0.6O10. The existence of Bi8CrO15 is traced by XRD mapping which is suspected to be the reason behind the phase transition from superconductor to semiconductor from Bi2Sr2Ca2(Cu1-xCrx)3O10 material. The appearance of the new phase Bi8CrO15 increases with increasing Cr doping of the Bi2Sr2Ca2(Cu1-xCrx)3O10 material."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>