Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117886 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
cover
Vieny Annisa
"Isatin (1H-indole-2,3-dione) merupakan senyawa heterosiklik yang memiliki bioaktivitas beragam. Senyawa spiro merupakan senyawa bisiklik yang terikat dengan satu atom yang sama dan memiliki bioaktivitas sebagai antioksidan. Pada penelitian ini, dilakukan sintesis senyawa turunan spiro[indol-azetidinon] berbasis isatin dan 5-kloroisatin yang diharapkan memiliki aktivitas antioksidan. Senyawa turunan spiro[indol-azetidinon] disintesis dari isatin dan 5-kloroisatin dengan variasi amina aromatik primer membentuk senyawa intermediet basa Schiff yang direaksikan dengan asam kloroasetat dan trietilamina dengan kehadiran katalis nanopartikel K2CO3. Nanopartikel K2CO3 disintesis dari K2CO3 anhidrat dengan etanol dan asam laurat yang dikarakterisasi menggunakan XRD, BET, dan SEM. Didapatkan nanopartikel K2CO3 memiliki ukuran kristal rata-rata sebesar 31,49 nm. Senyawa turunan spiro[indol-azetidinon] diidentifikasi menggunakan KLT serta dikarakterisasi menggunakan FTIR, UV-Vis, dan LC-MS. Didapatkan senyawa basa Schiff 1, 2, 3, dan 4 dengan persen yield masing-masing sebesar 18,21%, 10,06%, 21,13%, dan 7,39%. Didapatkan persen yield dari senyawa turunan spiro[indol-azetidinon] 1, 2, 3, dan 4 masing-masing sebesar 20,46%, 16,77%, 62,87%, dan 45,56%. Hasil uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menunjukkan nilai IC50 untuk senyawa turunan spiro[indol-azetidinon] 1, 2, 3, dan 4 masing-masing sebesar 503,34 ppm, 586,52 ppm, 763,15 ppm, dan 933,22 ppm.

Isatin (1H-indole-2,3-dione) is heterocyclic compound which has various bioactivities. Spiro compounds are bicyclic compounds that bound to the same atom and have bioactivity as antioxidants. In this research, synthesis of spiro[indole-azetidinone] derivatives based on isatin and 5-chloroisatin was carried out that expected to have antioxidant activity. Spiro[indole-azetidinone] derivatives were synthesized from isatin and 5-chloroisatin with a variety of primary aromatic amines formed Schiff base intermediate compounds that reacted with chloroacetic acid and triethylamine in the presence of K2CO3 nanoparticles catalyst. K2CO3 nanoparticles were synthesized from anhydrous K2CO3 with ethanol and lauric acid that characterized using XRD, BET, and SEM. It was found that K2CO3 nanoparticles had an average crystal size of 31.49 nm. Spiro[indole-azetidinone] derivatives were identified using TLC and characterized using FTIR, UV-Vis, and LC-MS. The Schiff base compounds 1, 2, 3, and 4 were obtained with yield percents of 18.21%, 10.06%, 21.13%, and 7.39%, respectively. The percent yield of spiro[indole-azetidinone] 1, 2, 3, and 4 derivatives were 20.46%, 16.77%, 62.87%, and 45.56%, respectively. The results of antioxidant activity tests using DPPH method showed the IC50 values ​​for spiro[indole-azetidinone] 1, 2, 3, and 4 derivatives were 503.34 ppm, 586.52 ppm, 763.15 ppm, and 933.22 ppm, respectively."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Rusmana
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran kerasionalan penggunaan antibiotika 13-laktam pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Tasikmalaya ditinjau dari sudut ketepatan dosis dan lama pengobatan serta hubungannya dengan kualifikasi dokter. Penelitian dilakukan dengan metode survey yang bersifat deskriptif retrospektif analitis. Sampel diambil dengan teknik Systematic Sampling. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada kasus ketidaktepatan dosis sebesar 4 % dari seluruh sampel resep yang diteliti dengan estimasi sebanyak 4 % ± 2,63 % dari seluruh populasi resep antibiotika 13-laktam yang diberikan pada pasien rawat jalan RSUD Tasikmalaya; sedangkan ditinjau dari lama pengobatan, ada kasus ketidaktepatan lama pengobatan sebesar 1,33 % dari seluruh sampel resep yang diteliti dengan estimasi sebanyak 1,33 % ± 1,54 % dari seluruh populasi. Dari hasil analisis statistik bivariat dengan uji kai kuadrat, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara ketepatan dosis antibiotika 13-laktam yang diberikan kepada pasien rawat jalan dengan kualifikasi dokter; serta tidak ada hubungan antara. ketepatan lama pengobatan dengan antibiotika 13-laktam yang diberikan kepada pasien rawat jalan dengan kualifikasi dokter.

The use of lactam antibiotics to the outpatients at Tasikmalaya District Hospital had been evaluated. The aims of this research were to reveal the rationality description of lactam antibiotics that had been prescribed to the outpatients seen from appropriateness of dose and appropriateness of duration of therapy and their relationship with the physician qualifications. This was a descriptive retrospective analysis survey. Samples were taken by Systematic Sampling method. Based on univariate statistical analysis, the results showed that there were 4 % cases of dose inappropriateness of all samples and it was estimated 4 % ± 2,63 % of all lactam antibiotics prescriptions population that had been prescribed to the outpatients of Tasikmalaya District Hospital; and seen from appropriateness of duration of therapy, there were 1,33 % cases of inappropriateness of all samples and it was estimated 1,33 % ± 1,54 % of all population. Based on bivariate statistical analysis by Chi-Square test method, the results showed that there was relationship between dose appropriateness with the physician qualifications; and there was no relationship between appropriateness of duration of therapy with the physician qualifications."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S32481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Rusmana
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran kerasionalan penggunaan antibiotika B-laktam pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Tasikmalaya ditinjau dari sudut ketepatan dosis dan lama pengobatan serta hubungannya dengan kualifikasi dokter. Penelitian dilakukan dengan metode survey yang bersifat deskriptif retrospektif analitis. Sampel diambil dengan teknik Systematic Sampling. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada kasus ketidaktepatan dosis sebesar 4 % dari seluruh sampel resep yang diteliti dengan estimasi sebanyak 4% ± 2,63% dari seluruh populasi resep antibiotika B-laktam yang diberikan pada pasien rawat jalan RSUD Tasikmalaya; sedangkan ditinjau dari lama pengobatan, ada kasus ketidaktepatan lama pengobatan sebesar 1,33 % dari seluruh sampel resep yang diteliti dengan estimasi sebanyak 1,33% ± 1,54% dari seluruh populasi. Dari hasil analisis statistik bivariat dengan uji kai kuadrat, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara ketepatan dosis antibiotika B-laktam yang diberikan kepada pasien rawat jalan dengan kualifikasi dokter; serta tidak ada hubungan antara ketepatan lama pengobatan dengan antibiotika B-laktam yang diberikan kepada pasien rawat jalan dengan kualifikasi dokter."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kombinasi antibiotik b-laktam dengan penghambat b-laktamasa terbukti telah dapat mengatasi resistensi yang disebabkan oleh produksi b-laktamasa. Konsentrasi Hambatan Minimal (KHM) beberapa antibiotik b-laktam terhadap isolat penghasil b-laktamasa akan dievaluasi. A.anitratus, E.koli, K.pneumoniae, Proteus sp, Pseudomonas sp, S.aureus, S.epidermidis, S.pneumoniae, S.viridans, dan b-hemolitik Streptokokkus, dipaparkan terhadap Ampisilin/Sulbaktam (AMS), Seftriaksone (CRO), dan Sefotaksime (CTX) menggunakan teknik Etest. Produksi b-laktamasa diidentifikasi menggunakan cakram Cefinase. Enampuluh empat persen isolat memiliki kemampuan menghasilkan b-laktamasa. Semua E.koli dan K.pneumoniae yang diuji merupakan penghasil b-laktamasa, namun tidak satupun Proteus sp, Pseudomonas sp, dan S.epidermidis yang diuji menghasilkan b-laktamasa. Dalam kelompok penghasil b-laktamasa, sulbaktam mampu menurunkan resistensi terhadap CFP dari 25% menjadi 5%. Sekitar 20% dari isolat penghasil b-laktamasa yang resisten terhadap CFP, ternyata peka terhadap CSL. Kepekaan S.viridans terhadap AMS, AMC, CFP, dan CSL ternyata lebih dari 80%, tetapi kurang dari 50% terhadap CRO dan CTX. S.pneumoniae ternyata kurang peka terhadap antibiotik yang diuji. Kepekaan S.aureus terhadap antibiotik uji adalah 60 sampai 70%, sedangkan Streptokokus b-haemolitikus memperlihatkan respons yang baik. Hanya 30% atau kurang K.pneumoniae dan E.koli yang peka terhadap AMS dan AMC. A.anitratus memperlihatkan kepekaan yang baik hanya terhadap AMS (78%) dan CSL (89%). Enampuluh empat persen isolat yang diamati ternyata menghasilkan b-laktamasa. Penghambat b-laktamasa dapat menurunkan resistensi organisma penghasil b-laktamasa terhadap antibiotik b-laktam dari 25 menjadi 5 persen. (Med J Indones 2004; 13: 140-5)

Combination of b-lactam antibiotic with b-lactamase inhibitor has been proven to overcome resistance caused by b-lactamase production. An evaluation to the MIC of some b-lactam antibiotics to b-lactamase producing isolates will be reported. A.anitratus, E.coli, K.pneumoniae, Proteus sp, Pseudomonas sp, S.aureus, S.epidermidis, S.pneumoniae, S.viridans, and b-hemolytic Streptococcus, were challenged to Ampicillin/Sulbactam (AMS), Amoxicillin/Clavulanic acid (AMC), Cefoperazone (CFP), Cefoperazone/ Sulbactam (CSL), Ceftriaxone (CRO), dan Cefotaxime (CTX) using ETest techniques. b-lactamase production was identified using Cefinase disk. Sixtyfour percent of isolates were capable of producing b-lactamase. All E.coli and K.pneumoniae tested were b-lactamase producer, none of Proteus sp, Pseudomonas sp, and S.epidermidis tested produced b-lactamase. In b-lactamase producing group, Sulbactam was able to reduce resistance to CFP from 25% to 5%. About 20% of b-lactamase producing isolates which were resistant to CFP, were susceptible to CSL. Susceptibility of S.viridans to AMS, AMC, CFP, and CSL was higher than 80%, but less than 50% to CRO and CTX. S.pneumoniae was less susceptible to tested antibiotics, 50 to 60% susceptibility was shown to AMC, CFP, and CSL. S.aureus was 60 to 70% susceptible, while b-haemolytic Streptococcus showed good response to the tested antibiotics. Only 30% or less of K.pneumoniae and E.coli was susceptible to AMS and AMC. A.anitratus showed good susceptibility only to AMS (78%) and CSL (89%). Sixtyfour percent of isolate studied produced b-lactamase. b-lactamase inhibitor could reduce resistance of b-lactamase producing organism to b-lactam antibiotic from 25 to 5 percent. (Med J Indones 2004; 13: 140-5)"
Medical Journal of Indonesia, 13 (3) Juli September 2004: 140-145, 2004
MJIN-13-3-JulSep2004-140
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta : Gajah Mada University Press , 1991
615.1 FAR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Misbahul Fitri Hanifah
"Pemusnahan obat merupakan bagian dari standar pelayanan kefarmasian yang harus diterapkan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan. Pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang tidak dapat digunakan lagi baik karena kedaluwarsa maupun rusak harus dilakukan dengan tata cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemusnahan obat yang tidak layak pakai penting untuk dilakukan dengan benar sesuai dengan peraturan yang berlaku guna menjaga keamanan lingkungan. Pengelolaan limbah sediaan farmasi yang tidak benar dapat membahayakan lingkungan, yakni dapat menyebabkan kontaminasi pada air dan tanah. Untuk itu, pada laporan ini akan dibahas mengenai pemusnahan obat sediaan solid dan antibiotik yang terdapat di Apotek Kimia Farma sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan Pedoman Pengelolaan Obat Rusak dan Kedaluwarsa di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Rumah Tangga (2020).

Drug destruction is part of pharmaceutical service standards that must be implemented in all health service facilities. Destruction of pharmaceutical preparations, medical devices, and consumable medical materials that cannot be used because they are expired or damaged must be carried out in a right way that follows the provisions of applicable laws and regulations. It is important to destroy drugs that are not suitable for use properly by applicable regulations to maintain environmental safety. Improper management of pharmaceutical waste can harm the environment, like it can cause contamination of water and soil. For this reason, this report will discuss the destruction of solid preparation drugs and antibiotics found in Kimia Farma Pharmacy in accordance with the provisions of the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 73 of 2016 concerning Pharmaceutical Service Standards in Pharmacies and guidelines for Managing Damaged and Expired Medicines in Health and Home Care Facilities (2020)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>