Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32279 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Krebs, Charles J.
New York: Harper Collins, 1985
577 KRE e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harsiti
"ABSTRAK
Kota sebagai lingkungan hidup buatan dapat dilihat sebagai hasil dari suatu proses interaksi antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan lingkungannya. Kota, sebagai pusat kegiatan dan konsentrasi kehidupan manusia, dewasa ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk menuntut berbagai sarana dan prasarana untuk mencukupi kebutuhannya.
Pembangunan dapat optimal bila didukung oleh perencanaan yang memadai. Salah satu dampak pembangunan terjadi pada sumber daya alam dan lingkungan. Akibat dampak berupa degradasi lingkungan, yang bila dibiarkan akan merusak lingkungan dan selanjutnya akan menurunkan kualitas lingkungan.
Untuk menangani masalah perkotaan ini sangat diperlukan perangkat pengaturan pengelolaan yang memadai.
Di Indonesia, permasalahan ini telah menjadi pusat perhatian berbagai pihak, baik pihak pemerintah, swasta, maupun masyarakat umum, terbukti dengan munculnya berbagai peraturan perundang--undangan, kelembagaan, dan aktivitas lainnya.
Aktivitas tersebut perlu ditunjang oleh informasi akurat, tepat waktu, dan dipercaya. Namun informasi yang ada di berbagai lembaga sebagian tidak diterbitkan dan dikelola secara memadai sehingga tidak terjangkau oleh yang memerlukan. Informasi ini, apabila dikelola dengan baik dan dimanfaatkan secara optimal, akan sangat membantu para pengambil kebijakan pembangunan maupun pendidikan/pengembangan keilmuan. Selain itu terjadinya duplikasi penelitian akan sangat kecil.
Penelitian difokuskan pada: menyusun sistem informasi dan mekanisme kerja organisasi yang efisien dan optimal untuk mengelola informasi ekologi perkotaan.
Sampel/responden, berjumlah 100 orang yang dipilih dari berbagai instansi dan profesi (pengambil kebijakan, perencana/perancang, pengelola lingkungan, dan peneliti/staf pengajar), dan ditambah 100 orang pengelola informasi. Data diperaleh melalui kuesioner dan wawancara dengan para responden di berbagai kota yang telah ditentukan kriterianya. Survai dan studi kepustakaan dilakukan untuk memperkuat hasil penelitian.
Hasil penelitian menyimpulkan:
1. 1. Informasi ekologi perkotaan belum dikelola secara memadai
2. 2. Pusat informasi pada umumnya belum mendukung kebutuhan para pengambil kebijakan pembangunan maupun pendidikan/ pengembangan keilmuan.
3. 3. Responden (61%) menyatakan kesulitan mencari laporan penelitian, 88% menginginkan informasi mutakhir, 40% menginginkan abstrak, 26 % indeks, 16% resensi, 100% menghendaki informasi yang dibutuhkan harus dapat diketemukan; dan 95% menghendaki perlunya petugas pemandu subyek spesialis.
Agar informasi ekologi perkotaan dapat dimanfaatkan secara optimal, diperlukan suatu sistem simpan temu kembali informasi yang berbentuk Pusat Analisis Informasi Ekologi Perkotaan (PAIEP). PAIEP sebagai wadah yang bertugas mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi, dan membuat tinjauan, untuk disebarluaskan kepada peminatnya.
Untuk mengoptimalkan hasil informasi, diusulkan suatu mekanisme kerja dan struktur kelembagaan sebagai berikut:
1. Koordinasi meliputi: inventarisasi koleksi, pemanfaatan informasi, penyusunan bibliografi/katalog induk, analisis /evaluasi informasi, dan konsultasi untuk menghasilkan informasi baru yang lebih bermanfaat.
2. Koordinasi dengan pusat-pusat informasi dari berbagai pihak baik tingkat pusat (Bappenas, Pusat Studi Lingkungan (PSL), Pusat Informasi dan Dokumentasi untuk Perencanaan Kota dan Daerah (PUSIDO), Pusat Informasi Teknik Pembangunan (BIC), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional(BARORSURTANAL), dan Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) dan tingkat daerah (Bappeda, PSL,PUSIDO, BIC, dan LSM) melalui hubungan kerja sama atau jaringan informasi. Untuk kelancaran dan kemudahan dalam pengoperasiannya, setiap jenis kelompok pusat informasi (PSL, PUSIDO, SIC,) menunjuk satu pusat informasi sebagai pusatnya. Pusat-pusat informasi daerah mempunyai kewajiban untuk mengumpulkan informasi di daerahnya masing-masing.
3. Pelayanan informasi di tingkat propinsi dilayani oleh PSL, sedangkan untuk tingkat pusat dilayani oleh PAIEP.
4. Sajian informasi berbentuk: Ringkasan literatur, laporan penelitian, bibliografi, brosur, buku penuntun, buku petunjuk alamat, daftar tambahan koleksi, informasi kilat, monografi, proseding, tinjauan kritis, dan sebagainya.
5. Untuk menjaga kelancaran dan kemudahan-kemudahan dalam pengelolaan, PAIEP sementara waktu sebaiknya berada di bawah koordinasi Kantor Menteri KLH.
6. Menemukan/memutakhirkan cara/prosedur yang efisien dan efektif berkenaan dengan pengumpulan, penyimpanan, analisis,evaluasi, dan penyajian informasi ekologi perkotaan.

ABSTRACT
Urban areas as a made life environment may be seen as the results of the interaction process between man, between man and his environment.
Urban areas as the centre of activities and the concentration of human life are growing very fast nowadays. Population growth and development need many kinds of facilities and infrastructure.
Development could be optimal, if supported by proper planning. Development has an impact on natural resources and environment. The impact is found as environment degradation that, if neglected, could damage the environment, and further more, degrading its quality. Therefore, a proper environment management is really needed to handle this urban problem. In Indonesia, this problem becomes the focus of attention by many parties, including Government, and private sectors, to result in many kinds of rules, new established institutions and other activities.
These activities need to be supported by an accurate, on time and trustworthy information. Unfortunately most of the information available in many of the institutions were not well published and well managed, resulting in being out of reach by those who need it.
When this information is managed well and optimally employed it will be very useful for development policy makers as well as education and science. Besides, duplication in research will be reduced.
This study focuses on information systems and the mechanism of proper and efficient organization of information on urban ecology. A sample of 100 persons as taken from a variety of institutions and professions (policy makers, planners/designers, environment officials, researcher lecturers) and an other 100 persons whose jobs deal with information.
Data were gathered from questionnaires and interviews to respondents in many places of which its criteria has been indicated. Literature study was carried out to strengthen the results of the research.
The conclusions of the research are as follows:
1. 1. The information of urban ecology is not well managed.
2. 2. Generally, the information centre is not capable of supporting the needs of development policy makers as well as education and science development.
3. 3. As many as 61% of the respondents state that they have difficulties in searching research reports, 88% of them are in need of current information, 26% need abstracts, 16% need reviews, 100% request that information they need must be found and 95% need the guidance of a subject specialist.
Direct access to an information system is needed to enable optimal use of the urban ecology information and therefore, Information Analysis Centre for Urban Ecology {IACUE) is needed.
IACUE as an institution whose tasks is to collect, maintain, analyze, evaluate and state of the art reviews to be distributed to those who are interested. To optimize the results of information, the study proposed an institutional structure and work mechanism as follows:
1. Coordination, including: collection inventory, the use of information, the preparation of bibliographies/union catalogue, analyzing/evaluating of information, and consultative work to produce new information that could be more useful.
2. Coordination through an information network covering centers of information of many parties including public offices suck as Bappenas, Pusat Studi Lingkungan (PSL), Pusat Informasi dan Dokumentasi untuk Perencanaan Kota dan Daerah (PUSIDO), Pusat Informasi Teknik Pembangunan (BIC), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Badan Koordinasi Survay dan Pemetaan Nasional (BAKORSURTANAL), Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) and institutions at district areas (Bappeda, PSL, PUSIDO, BIC, and LSM).To make it easy in its operation, every information centre (PSL, PUSIDO, BIC) should appoint one of the information centers as a center (coordinator). The district information centers are responsible for collecting information in their district areas.
3. Information services at provincial level are served by PSL while at the central level PAIEP {IACUE) has the responsibility.
4. The information channels take the form of: literature summaries, research reports, bibliographies, brochures, guide books, directories, accession lists, current con-tents, monographies, proceedings, critical reviews, etc.
5. To facilitate its administration, IACUE is suggested to be under the Ministry of State for Population and Environment.
6. It needs to select or find the most efficient and effective procedure in collecting, maintaining, analyzing, evaluating, and presenting urban ecology information.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Fathia Rahmadyani
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai analisis sebaran kelimpahan kista Dinoflagellata
penyebab HAB di lokasi budidaya kerang hijau (Perna viridis) Kamal Muara, Jakarta Utara,
pada bulan Oktober 2014 di 9 titik stasiun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui keberadaan serta kelimpahan kista Dinoflagellata penyebab HAB, memetakan
sebaran spasial kista Dinoflagellata penyebab HAB, dan untuk mengetahui faktor lingkungan
yang memengaruhi sebaran kista Dinoflagellata penyebab HAB. Pengambilan sampel
sedimen dilakukan menggunakan Eijkman Grab, dan pemisahan kista dari sampel sedimen
dilakukan menggunakan metode sieving technique. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat 8 genus kista Dinoflagellata di lokasi penelitian, yaitu Alexandrium, Cochlodinium,
Diplopsalis, Gonyaulax, Gymnodinium, Polykrikos, Protoperidinium, dan Scrippsiella,
dimana 5 diantaranya merupakan genus penyebab HAB, yaitu Alexandrium, Cochlodinium,
Gonyaulax, Gymnodinium, dan Scrippsiella. Kelimpahan kista di sedimen lokasi penelitian
memiliki kisaran antara 4--324 kista/ml. Kista dengan kelimpahan tertinggi adalah genus
Alexandrium (324 kista/ml) dan terendah adalah genus Diplopsalis (4 kista/ml). Pola sebaran
kista di lokasi penelitian menunjukkan bahwa kista terkonsentrasi pada stasiun-stasiun di
wilayah timur. Faktor lingkungan yang paling memengaruhi sebaran kista di lokasi
penelitian adalah arus, sedangkan faktor lingkungan yang memengaruhi germinasi kista
adalah DO, cahaya, dan suhu.

ABSTRACT
Research on the distribution analysis on the cyst abundance of HAB causing Dinoflagellates
at green mussel (Perna viridis) culture area in Kamal Muara, North Jakarta, has been
conducted in October 2014 at 9 sampling stations. The objectives of the research were to
determine the presence and abundance, mapping the spatial distribution, and to determine the
environmental factors that influence the distribution of cysts from HAB causing
Dinoflagellates. Sediment sampling was carried out using Eijkman Grab. Cyst sample
preparation was carried out using the sieving technique. The results showed 8 genus of
Dinoflagellate cysts, which were Alexandrium, Cochlodinium, Diplopsalis, Gonyaulax,
Gymnodinium, Polykrikos, Protoperidinium, and Scrippsiella, in which 5 of them were HAB
causing, namely Alexandrium, Cochlodinium, Gonyaulax, Gymnodinium, dan Scrippsiella.
The abundance of cyst at sediments were ranged between 4--324 cysts/ml. Cyst with highest
abundance was genus Alexandrium (324 cysts/ml) and the lowest was genus Diplopsalis (4
cysts/ml). Cyst distribution pattern at the study site showed that cysts were concentrated at
stations located in the eastern region. Environmental factors that mostly influence the
distribution of cysts in the study site was water current, whereas environmental factors that
affect the germination of cysts was DO, light, and temperature."
2015
S60949
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"This paper discusses the use of integrated land surveys and agroecosystems analysis for defining agroecosystems in upland areas of East Java. An integrated land survey is useful for indentifying the physical characteristics of an environment, while agroecosystems analysis provides an understanding of the role humans play in this environment. Integrated land surveys and agroecosystem analysis ask key questions about factors affecting the production, stability and sustainability of agricultural systems. These questions define research priorities for increasing agricultural production while maintaining environmental stability."
GEOUGM 14:47 (1984)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Elok Faiqotul Mutia
"ABSTRAK
Kebijakan reklamasi Teluk Jakarta adalah isu yang saat ini menjadi perdebatan publik. Perdebatan ini diperkuat oleh isu-isu lingkungan, marginalisasi kelompok-kelompok tertentu, pengaturan otoritas dan juga korupsi dalam proyek Reklamasi Teluk Jakarta. Beberapa lembaga pemerintah pusat dan provinsi mengambil sikap berbeda tentang masalah ini. Tujuan pertama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan lingkungan dalam reklamasi Teluk Jakarta dengan pendekatan ekologi politik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data diperoleh dari wawancara mendalam dengan para pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembuatan kebijakan lingkungan reklamasi Teluk Jakarta dan studi literatur. Studi ini menyimpulkan bahwa kebijakan reklamasi Teluk Jakarta menciptakan konflik antara pemerintah pusat dan provinsi. Hal ini disebabkan oleh tumpang tindih peraturan otoritas reklamasi Teluk Jakarta serta perbedaan dalam sikap dan kepentingan di antara para pemangku kepentingan. Dalam pendekatan ekologi politik, kebijakan reklamasi Teluk Jakarta telah gagal mengakomodasi ketiga kepentingan tersebut, yaitu kepentingan sosial, ekonomi dan lingkungan. Konflik yang terjadi juga menyebabkan kelalaian yang tidak hanya merugikan ekonomi, tetapi juga memperburuk dampak sosial dan ekonomi.

ABSTRACT
The Jakarta Bay reclamation policy is an issue that is currently a public debate. This debate is strengthened by environmental issues, the marginalization of certain groups, the regulation of authority and also corruption in the Jakarta Bay Reclamation project. Some central and provincial government institutions take different stances on the issue. The first objective of this research is to analyse environmental policy in reclamation of Jakarta Bay with the approach of political ecology. This research uses a qualitative approach. The data were obtained from in depth interviews with stakeholders involved in the policy making of the Jakarta Bay reclamation environment and the literature study. This study concludes that the Jakarta Bay reclamation policy creates a conflict between the central and provincial governments. This is due to the overlapping regulation of Jakarta Bay reclamation authority as well as differences in attitude and interests among stakeholders. In the approach of political ecology, the Jakarta Bay reclamation policy has failed to accommodate the three interests, are social, economic and environmental interests. The conflicts that occur also cause an omission that not only harms the economy but worsens the social and economic impact. "
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Ilmu Lingkungan, 2018
T50852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Junaidi Abdilah
"Pengembangan ekologi industri dilakukan untuk merubah paradigma industri tradisional menjadi industri yang berwawasan lingkungan. Ekologi industri merupakan sistem yang digunakan untuk mengelola aliran material dan energi dalam suatu kegiatan industri sehingga menghasilkan efisiensi semaksimal mungkin dan menekan hasil samping yang dihasilkan. Tujuan utamanya adalah untuk merubah paradigma lama dengan paradigma baru yang menyatakan bahwa kegiatan industri merupakan kegiatan yang tidak boleh terpisahkan dari alam. Ekologi industri memang merupakan suatu kajian yang masih baru yang menggunakan pendekatan sistem dalam studi-studinya untuk mengintegrasikan antara sistem industri dan alam serta mencari cara-cara untuk mendisain ulang sistem industri tersebut. Ekologi industri ini merupakan salah satu konsep untuk menerapkan pembangunan berkelanjutan. Ekologi industri merupakan multi disiplin ilmu yang membahas masalah sistem industri, aktivitas ekonomi dan hubungannya yang fundamental dengan sistem alam. Salah satu dampak negatif yang dapat membahayakan kebersihan dan kesehatan lingkungan adalah limbah berbahaya dan beracun (B3) yang belum di kelola dengan baik oleh masing-masing industri yang menghasilkannya. Bagi industri penghasil limbah B3, keberadaan industri yang bergerak di bidang pengelolaan limbah B3 sangat membantu dalam hal pengelolaan limbah B3 tersebut baik dalam kegiatan pengangkutan, pengumpulan dan pemanfaatan limbah B3 bagi industri yang membutuhkan. Industri pengelolaan limbah B3 merupakan industri yang memiliki ijin resmi dari Kementrian Lingkungan Hidup di Indonesia, sehingga kegiatan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan harus sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Selain perannya dalam mengembangkan jaringan eko-industri dalam pemanfaatan limbah B3, keberadaan industri pengelolaan limbah B3 juga memberikan beberapa dampak terhadap aspek sosial seperti membuka lapangan pekerjaan dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.

The development of industrial ecology is to change the paradigm of traditional industries become pro-environmental industry. Industrial ecology is a system used to manage the flow of material and energy of industrial activity to achieve eficiency of resources consumption and minimum pollution produced. The main goal is to change the old paradigm to a new paradigm which states that industrial activity should not be separated from nature. Industrial ecology is a relatively new study that uses a systems approach in his studies to integrate the industrial and natural systems as well as finding ways to redesign the industrial system. Industrial ecology is one of concept for implementing sustainable development. Industrial ecology is a multi-diciplinary science wich examine the problem of industrial system, economic activity and its relationship to the fundamental natural systems. One of the negative impacts that may harm healthcare and hygiene the environment is hazardous and toxic waste (B3) that not managed properly by each of the industries. To hazardous wastes producer, the existence of industrial that engages in management of hazardous and toxic wastes is very important in terms of the management of hazardous and toxic waste in the transportation activities, collection and utilization hazardous waste for industries that require. Hazardous waste management industry is an industry that has official permission from the Ministry of Environment in Indonesia, so the hazardous waste management activities must be conducted according with applicable regulations. In addition to its role in developing industrial ecology networks in the hazardous waste utilization, hazardous waste management industry presence also gives some impact on social aspects such as creating jobs and providing economic benefits for local communities."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T39393
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Adeline
"Makroplastik merupakan makromolekul sintetik yang terdiri dari senyawa monomer yang diproduksi secara sintetik atau dengan konversi produk alami. Partikel plastik yang memiliki ukuran panjang > 5 cm ini dapat mengganggu kehidupan organisme perairan tawar. Salah satu spesies yang berhubungan dengan makroplastik adalah ikan red devil (Amphilophus labiatus). Situ Mahoni UI merupakan situ yang memiliki populasi ikan red devil (Amphilophus labiatus) serta dibarengi dengan banyaknya makroplastik yang terdistribusi pada perairan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ada atau tidaknya hubungan asosiasi dan korelasi antara makroplastik dan ikan red devil (Amphilophus labiatus) di Situ Mahoni UI. Objek yang diteliti dalam penelitian ini antara lain jumlah kehadiran makroplastik, jumlah kehadiran ikan red devil (Amphilophus labiatus), pengukuran parameter lingkungan, dan faktor pendukung lainnya. Hubungan asosiasi diteliti dengan menggunakan uji Chi-Square dan hubungan korelasi diteliti dengan menggunakan uji korelasi Pearson. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa terdapat hubungan asosiasi dan korelasi yang signifikan antara makroplastik dan ikan red devil (Amphilophus labiatus) di Situ Mahoni, Kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.

Macroplastics are synthetic macromolecules consisting of monomer compounds that are produced synthetically or by conversion of natural products. Plastic particles that have a length of > 5 cm can interfere with the life of freshwater organisms. One of the species associated with macroplastics is the red devil fish (Amphilophus labiatus). Situ Mahoni UI is a lake that has a population of red devil fish (Amphilophus labiatus) and is accompanied by a large number of macroplastics distributed in these waters. This study aims to analyze whether or not there is an association and correlation between macroplastics and red devil fish (Amphilophus labiatus) in Situ Mahoni UI. The objects studied in this study include the presence of macroplastics, the presence of red devil fish (Amphilophus labiatus), the measurement of environmental parameters, and other supporting factors. The association relationship was investigated using the Chi-Square test and the correlation relationship was investigated using the Pearson correlation test. The results of this study stated that there was a significant association and correlation between macroplastic and red devil fish (Amphilophus labiatus) in Situ Mahoni, University of Indonesia Campus, Depok, West Java."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raka Dwatama
"Penelitian keanekaragaman dan kelimpahan fitoplankton di area bagan Perairan Muara Binuangeun, Banten telah dilakukan pada bulan April - Mei 2018. Sampel 3 stasiun diambil secara vertikal menggunakan plankton net berukuran 60 μm diperoleh 27 botol sampel. Hasil identifikasi dan pencacahan sampel diperoleh genus fitoplankton yang terdiri dari 12 Genus Diatom, 4 Genus Dinophyceae, dan 1 Genus Cyanophyceae. Kelimpahan fitoplankton tertinggi pada stasiun 3 dengan 692 individu sel/L dan terendah pada stasiun 1 dengan 319 individu sel/L dan tergolong dalam kategori sedang. Genus fitoplankton yang mendominansi di area bagan perairan Muara Binuangeun adalah Thalassiothrix. Genus Dinophyceae yang dominan adalah Ceratium, dan Genus Cyanophyceae yang dominan adalah Trichodesmium. Keanekaragaman fitoplankton di area bagan perairan Muara Binuangeun termasuk dalam kategori sedang. Kekayaan dan kemerataan fitoplankton di kedua wilayah perairan tergolong rendah dan cukup merata.

Research on the diversity and abundance of phytoplankton in the fish farm area Muara Binuangeun, Banten waters were conducted in April - May 2018. Samples of 3 stations were taken vertically using a 60 μm plankton net obtained by 27 bottles of samples. The results of identification and enumeration of samples obtained by phytoplankton genera consisting of 12 genera of Diatoms, 4 genera of Dinophyceae, and 1 genera of Cyanophyceae. The highest phytoplankton abundance was at station 3 with 692 individual cells/L and the lowest at station 1 with 319 individual cells/L and belonging to the medium category. Phytoplankton dominating the area of the Muara Binuangeun watershed is Thalassiothrix. The dominant genus of Dinophyceae is Ceratium, and the dominant genus of Cyanophyceae is Trichodesmium. The diversity of phytoplankton in the Muara Binuangeun fish farm area is included in the medium category. The richness and evenness of phytoplankton in both waters is relatively low and fairly even.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asti Citra Pertiwi
"Penelitian mengenai analisis kerapatan dan persebaran vegetasi mangrove menggunakan teknologi penginderaan jauh berlokasi di Pulau Tunda, Kabupaten Serang, Provinsi Banten perlu dilakukan untuk memberikan informasi dan data ilmiah mengenai vegetasi mangrove di Pulau Tunda. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui komposisi spesies vegetasi mangrove, kerapatan vegetasi mangrove, dan zonasi vegetasi mangrove. Penelitian ini telah dilakukan pada 1--5 April 2016. Metode penelitian yang digunakan antara lain purposive sampling, metode transek garis berpetak, dan pengolahan citra landsat 8 OLI.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi mangrove sejati terdiri atas 9 spesies dari 7 famili, sedangkan mangrove asosiasi terdiri atas 9 spesies dari 8 famili. Kerapatan vegetasi mangrove berdasarkan transfomrasi NDVI (0,194) dan EVI (0,085) termasuk ke dalam kelas kerapatan mangrove jarang dan tingkat kesehatan mangrove rendah. Koefisien korelasi antara NDVI (0,147) dan EVI (0,007) dengan luas basal area berkolerasi positif tetapi tergolong rendah. Zonasi mangrove sejati yang paling dominan ialah 1) Rhizophora stylosa, 2) Excoecaria agallocha, dan 3) Sonneratia caseolaris, sedangkan zonasi mangrove asosiasi ialah 1) Pongamia pinnata, 2) Morinda citrifolia, dan 3) Pandanus odoratissima. Mangrove di Pulau Tunda memiliki kelas kerapatan jarang dan persebaran acak.

Research on analysis of the density and distribution of mangrove vegetation using remote sensing technology in Tunda Island, Serang Regency, Banten Province, was needed to give information and scientific data about mangrove vegetation in Tunda Island. The study aims to know species composition of mangrove vegetation, mangrove vegetation density, and mangrove vegetation zonation. The study was conducted on 1st -- April 5th, 2016. The method was used purposive sampling, partition line transect, and landsat satellite image 8 OLI processing.
The results showed that true mangrove composition consist of 9 species from 7 families, while associate mangrove consist of 9 species from 8 families. Mangrove vegetation density based transformation of NDVI (0,194) and EVI (0,085) was considered as rare class of mangrove density and mangrove healthy as low grade. Correlation coefficient between NDVI (0,147) and EVI (0,007) with basal area was considered as positive correlation but low grade correlation. The most dominant zonation of true mangrove vegetation were 1) Rhizophora stylosa, 2) Excoecaria agallocaha, and 3) Sonneratia caseolaris, while zonation of associate mangrove were 1) Pongamia pinnata, 2) Morinda citrifolia, and 3) Pandanus odoratissima. Mangrove in Tunda Island has rare class of density and random distribution.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S64368
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>