Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205924 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andina Setyawati
"ABSTRAK
Relaksasi otogenik merupakan diduga dapat mengatasi hipertensi dan hiperglikemia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh relaksasi otogenik terhadap tekanan darah dan kadar gula darah. Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen. Sampel dalam penelitian ini menggunakan simple random sampling. Jumlah responden 30 orang dibagi dalam dua kelompok. Pada kelompok intervensi dilakukan relaksasi otogenik sebanyak tiga kali dan diukur tekanan darah dan kadar gula darah sebanyak dua kali. Pada kelompok kontrol hanya diukur tekanan darah dan kadar gula darah sama dengan kelompok intervensi. Uji statistik yang digunakan Wilcoxon Sign Rank Test dan Mann Whitney U.
Hasil penelitian ini didapatkan ada pengaruh relaksasi otogenik terhadap penurunan tekanan darah (p=0,001) dan penurunan kadar gula darah (p=0,011). Kesimpulan penelitian ini, ada pengaruh relaksasi otogenik terhadap penurunan tekanan darah dan kadar gula darah pada klien DM tipe 2 dengan hipertensi.

ABSTRACT
Autogenic relaxation is a therapy predicted for handling hypertension and hyperglycemia. The purpose of this study was necessary to know the effect of autogenic relaxation on hypertension and level of blood glucose. The design of this research was quasi experiment. The samples have used the way of simple random sampling. The number of samples were 30 persons, divided into two groups. At the intervention group was done autogenic relaxation twice, and blood pressure and level of blood glucose were measured before and after autogenic relaxation. At control group wasn?t done autogenic relaxation and blood pressure and level of glucose was measured the same as intervention group. Statistical tests used Wilcoxon Sign Rank Test and Mann Whitney U.
The result of this research are there were some effects of autogenic relaxation, namely the decreasing of blood pressure (p=0,001) and the decreasing level of blood glucose (p=0,011). It was concluded that there was effect of autogenic relaxation on decreasing blood pressure and level of blood glucose on the DM clients with hypertension.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T28472
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Fitri Astuti
"Hipertensi merupakan faktor utama penyebab kematian lansia secara global. Berbagai upaya telah dilakukan namun belum optimal. Kondisi tersebut mendorong para ilmuwan untuk mengembangkan terapi non farmakologis guna melengkapi terapi farmakologis salah satunya dengan relaksasi otot progresif dan terapi musik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh RESIK terhadap tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di Kota Depok. Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperiment dengan pendekatan pre-post test with control group. Seratus lansia dengan hipertensi dibagi menjadi dua kelompok menggunakan stratified random sampling dan purposive sampling. Setelah dilakukan 11 sesi terapi RESIK dalam 6 hari, analisis t-test menunjukkan adanya penurunan tekanan darah sebesar 29,2 mmHg pada tekanan darah sistolik dan 16,2 mmHg pada tekanan darah diastolik. Kesimpulannya, RESIK dapat menurunkan tekanan darah sistolik (p value = 0,000; α = 0,05) namun tidak signifikan menurunkan tekanan darah diastolik (p value = 0.167; α = 0,05). Terapi ini disarankan untuk diterapkan sesuai dengan prosedur dan dilakukan secara rutin untuk mendapatkan pengaruh yang maksimal.

Hypertension is a major factor causes the death of older people globally. Various efforts have been made but are not optimal. These conditions encouraged scientists to develop nonpharmacological therapies to complement pharmacological therapy, one of them was progressive muscle relaxation and music therapy. The purpose of this study was to determine the influence of RESIK toward blood pressure in older people with hypertension in Depok. This study used quasi experimental design with pre-post test with control group approach. One hundred older people with hypertension divided into two groups using stratified random sampling and purposive sampling. After 11 RESIK therapy sessions in 6 days, t-test analysis showed the decrease of blood pressure in 29.2 mmHg at systolic blood pressure and in 16.2 mmHg at diastolic blood pressure. In conclusion, RESIK could decrease systolic blood pressure (P value = 0,000; α = 0,05) but it could not significantly decrease diastolic blood pressure (P value = 0.167; α = 0,05). This therapy was recommended to be applied in accordance with the procedure and done regularly to get the maximum influence."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T47987
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aravinda Pravita Ichsantiarini
"Hipertensi sebagai penyebab kematian terbanyak di dunia seringkali disertai beberapa penyakit lain, di antaranya ialah diabetes melitus (DM) tipe 2. Beberapa studi sebelumnya menunjukkan DM tipe 2 berpengaruh terhadap ketidakterkendalian tekanan darah pada pasien hipertensi, meningkatkan komplikasi kardiovaskular dan serebrovaskular. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara keduanyasehingga membantu dalam pencegahan, penatalaksanaan, serta deteksi dini komplikasi hipertensi. Penelitian yang dilakukan menggunakan menggunakan data sekunder dari rekam medik Poliklinik Ginjal Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Ciptomangunkusumo pada tahun 2013 dengan metode cross sectional. Melalui consecutive sampling didapatkan 117 jumlah sampel, diperoleh karakteristik berupa usia, jenis kelamin, kendali hipertensi, dan keberadaan diabetes melitus (DM) tipe 2. Didapatkan proporsi penderita DM tipe 2 pada pasien hipertensi ialah 30,8% dengan proporsi hipertensi tidak terkendali lebih tinggi (58,3%) dibandingkan proporsi hipertensi terkendali (41,7%). Sementara itu, pada pasien tanpa DM tipe 2, proporsi hipertensi tak terkendali (33,3%) lebih rendah dibandingkan proporsi hipertensi terkendali (66,7%) (p= 0,011; RP= 1,750; dan 95% CI= 1,157 ? 2,646). Dapat disimpulkan bahwa DM tipe 2 merupakan faktor risiko tekanan darah yang tidak terkendali pada pasien hipertensi.

Hypertension as a major health problem causing death in the world is often accompanied by several other diseases, including type 2 diabetes mellitus (DM). Several previous studies indicated that type 2 DM strongly correlated with uncontrolled hypertension, increased cardiovascular and cerebrovascular complications. Therefore, this study was conducted to determine the relation between them, so that help in the prevention, management, and early detection of complications of hypertension. Research conducted using secondary data from medical records of Kidney Hypertension Polyclinic, Internal Medicine Department of Ciptomangunkusumo Hospital in 2013 with a cross sectional method. Through consecutive sampling 117 the number of samples obtained, acquired the characteristics of age, gender, blood pressure control, and the presence of type 2 DM. Analyzed using SPSS 20.0 obtained the proportion of patients with type 2 DM in hypertensive patients was 30.8% with the proportion of higher uncontrolled hypertension (58.3%) compared to the proportion of uncontrolled hypertension (41.7%). Meanwhile, in patients without type 2 DM, the proportion of uncontrolled hypertension (33.3%) was lower than the proportion of uncontrolled hypertension (66.7%) (p = 0.011; RP = 1.750, and 95% CI = 1.157 to 2.646). It can be concluded that type 2 DM is a risk factor for uncontrolled blood pressure in hypertensive patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Hamarno
"Relaksasi otot progresif merupakan salah satu terapi non farmakologis untuk merilekkan otot dan menurunkan kecemasan sehingga menyebabkan tekanan darah menurun pada hipertensi primer. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah klien hipertensi primer di Kota Malang. Penelitian ini menggunakan desain quasiexperiment dengan tehnik pengambilan sampel consecutive sampling. Besar sampel adalah 40 responden, dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kelompok perlakuan mendapat latihan relaksasi otot progresif selama 15 menit setiap latihan, sehari dua kali latihan dan dilakukan selama 6 hari. Kedua kelompok dilakukan pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah latihan hari ke II, IV dan ke VI.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah latihan relaksasi otot progresif ada penurunan tekanan darah sistolik sebesar 16,65 mmHg dan tekanan darah diastolik mengalami penurunan sebesar 3,8 mmHg. Kesimpulan penelitian ini adalah latihan relaksasi otot progresif secara bermakna dapat menurunkan tekanan darah sistolik hipertensi primer (p value = 0,0075 ; α = 0,05), sedangkan pada tekanan darah diastolik, latihan relaksasi otot progresif ini tidak menurunkan tekanan darah secara bermakna (p value = 0,058; α = 0,05).

Progressive muscle relaxation is one of non-pharmacological therapies to relaxing muscles and reduce anxiety so make lowering blood pressure in clients with primary hypertension. The purpose of this study was to identify the effects of progressive muscle relaxation exercises to decrease blood pressure for clients with primary hypertension in Malang. This study used a quasi-experimental design with a consecutive sampling. Sample size was 40 respondents, divided into two groups: treatment and control groups. The treatment group received progressive muscle relaxation exercises for 15 minutes each time, twice a day and conducted for six days. The blood pressure measurements was obtained for both groups before and after on day II, IV and VI.
The results showed that a decrease of systolic blood pressure is 16.65 mmHg and diastolic blood pressure is 3.8 mmHg occur after exercise. The conclusion a progressive muscle relaxation exercise can significantly reduce systolic blood pressure (p value = 0.0075; α = 0.05), on the other hand, there is no reduced blood pressure significantly (p value = 0.058, α = 0.05) in diastolic blood pressure.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T41460
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bertylia
"Hipertensi adalah masalah fisik yang banyak dialami masyarakat. Masalah kesehatan ini menyerang lebih banyak pada usia lansia. Lansia adalah kelompok umur yang masuk dalam kelompok rentan, sehingga memerlukan penanganan lebih komprehensif karena lansia mulai mengalami kemunduran fungsi fisiologis dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas. Lansia selain rentan mengalami masalah fisik, rentan untuk mengalami masalah psikososial salah satunya adalah ansietas. Penanganan ansietas dapat dilakukan dengan memberikan terapi relaksasi otot progresif. Keberhasilan dari terapi relaksasi otot progresif ini dipengaruhi oleh konsistensi lansia melakukan latihan, adanya media yang dapat membantu lansia dalam mengingat dan mempraktikkan, dan dukungan keluarga. Hasil dari terapi ini, tidak hanya mengatasi masalah ansietas, relaksasi otot progresif bisa juga menurunkan tanda gejala hipertensi, dan keluhan fisik lain yang dialami oleh lansia.

Hypertension is a physical problem that many people experience. This health problem attacks more in the elderly. Elderly is an age group that is included in the vulnerable group, so it requires more comprehensive treatment because the elderly are starting to experience a decline in physiological function and limitations in carrying out activities. In addition to being vulnerable to physical problems, the elderly are prone to experiencing psychosocial problems, one of which is anxiety. Anxiety management can be done by providing progressive muscle relaxation therapy. The success of progressive muscle relaxation therapy is influenced by the consistency of the elderly doing exercise, the presence of media that can help the elderly in remembering and practicing, and family support. The results of this therapy, not only overcome anxiety problems, progressive muscle relaxation can also reduce signs of hypertension symptoms, and other physical complaints experienced by the elderly."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendi Rohaendi
"Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sitolik lebih dari140 mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg. Teh rosella digunakan untuk menurunkan tekanan darah oleh sebagian masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan disain kuasi eksperimen dengan kontrol. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan efektifitas teh rosella dan obat terhadap tekanan darah pasien hipertensi di Panti Jompo Welas Asih Kota Tasikmalaya dan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tasikmalaya. Sampel penelitian ini berjumlah 40 orang responden, terdiri dari 20 responden yang diberikan teh rosella dan 20 orang responden yang minum obat actrapin 5 mg sehari sekali selama tujuh hari. Pengambilan sampel dengan cara total sampling untuk responden di panti dan conventiente sampling untuk pasien rumah sakit. Pengujian efektifitas sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan uji paired-Sample T test, sedangkan untuk menguji adanya perbedaan efektifitas diantara dua kelompok menggunakan uji independent Sample T test dan untuk menguji efektifitas pemberian intervensi setelah dikontrol oleh jenis kelamin, umur, dan Indek Massa Tubuh menggunakan uji Manova. Hasil penelitian menunjukkan jenis kelamin paling banyak perempuan, rerata umur responden 60 tahun dan rerata Indek Masa Tubuh 27,25. Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan tekanan sistolik dan diastolik sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok (p=0,000). Teh rosella dan obat sama efektifnya dalam menurunkan tekanan darah pada kedua kelompok (p= 0,057 dan 0,242). Jenis kelamin, umur, dan IMT tidak mempengaruhi penurunan tekanan darah sistolik dan diatolik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa secara signifikan teh rosella dan obat dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik pada pasien hipertensi. Rekomendasi dari penelitian ini adalah perlu adanya penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang sebih besar, uji kandungan rosella, dan pengukuran secara serial.

Hypertension is an elevation of systolic blood pressure higher than 140 mmHg and diastolic higher than 90 mmHg (WHO, 2003). In addition to pharmaticeutical intervention, many poeple in the community have been using roselle tea to reduce blood pressure. The purpose of this study is to explore the effect of roselle tea and medication of actrapin on the level of blood pressure in patient with hypertension at Panti Jompo Welas Asih and Distric General Hospital in Tasikmalaya. The design was a quasi experimental study using a equivalent control group with pre and post test approach. A total sampling of 20 patients employed as an intervention group I (roselle tea proided) and a conventience sampling of 20 patient from Distric General Hospital was employed as an actrapan users. The finding showed that there are a decrease in level of blood pressure both for syastolic and diatolic in all groups (p=0,000). Both Roselle tea and actrapin have showed a ability to reduce the level of systolic and diastolic blood pressure (p= 0,057 and 0,242 respectively). The study has showed that no significant reduction of blood pressure after controlled by gender, age and body mass indexs. It is recommended to conduct further research using appropiate number of samples, composition test of roselle tea caracteristic, and also using repeated meassure approach."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T24811
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Masyitah
"ABSTRAK
SEFT termasuk teknik relaksasi mind-body therapy, merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh (energy medicine) dan terapi spiritual dengan menggunakan metode tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh. SEFT dapat membantu individu bebas dari tekanan emosional (energi negatif), yang mana merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah pada pasien hipertensi. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan tekanan darah pasien hipertensi. Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen dengan pendekatan the one group pretest – posttest. Hasil analisis data menunjukkan ada pengaruh terapi SEFT terhadap tekanan darah pasien hipertensi. Faktor karakteristik umur, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga dan penyakit penyerta tidak ada hubungan dengan penurunan tekanan darah setelah terapi SEFT. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi dasar terapi SEFT sebagai intervensi keperawatan yang mandiri dan inovatif pada asuhan keperawatan klien dengan hipertensi.

ABSTRACT
SEFT as one of the relaxation techniques of mind-body therapy, is a combination technique of the body's energy system (energy medicine) and spiritual therapy using tapping on certain points of the body. SEFT can helps individual free from emotional distress (negative energy), which is one of the causes of increased blood pressure in patients with hypertension. The purpose of this study was to identify the effect of SEFT therapy on blood pressure in patients with hypertension. This study used a quasi-experimental design with a one-group pretest – posttest approach. The results of data analysis showed that there is significant effect of SEFT therapy on reduction of blood pressure in patients with hypertension. Characteristics of age, gender, family history of disease and comorbidities are not related to the decrease in blood pressure after SEFT therapy. The results of this study recommended that the SEFT therapy can be an independent and innovative therapeutic nursing intervention in nursing care of patients with hypertension."
2013
T33052
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wahyuni Dewanti
"Rendahnya kepatuhan dan self efficacy menjadi masalah yang signifikan untuk penggunaan obat hipertensi. Keterbatasan tenaga kesehatan menyebabkan pemberian informasi sulit dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas konseling dibandingkan dengan leaflet terhadap peningkatan self efficacy dan kepatuhan pasien serta penurunan tekanan darah pasien menggunakan obat hipertensi di Puskesmas Pancoran Mas dan Puskesmas Beji Depok. Rancangan penelitian ini menggunakan quasi eksperimen. Pengambilan data dilakukan dari bulan Maret sampai Juni 2013 dengan 37 pasien pada kelompok yang mendapatkan konseling dan 36 pasien pada kelompok yang mendapatkan leaflet. Penilaian self efficacy menggunakan skala MUSE dan untuk kepatuhan menggunakan MMAS 8.
Hasil penelitian menunjukkan konseling dan leaflet dapat meningkatkan self efficacy (P=0,000) dan kepatuhan (P=0,000) pasien, serta dapat menurunkan tekanan darah sistol (P=,010) pada kelompok konseling dan menurunkan tekanan darah sistol (P=0,000) maupun diastol (P=0,019) pada kelompok leaflet. Tidak ada perbedaan antara kelompok konseling dan leaflet dalam meningkatkan self efficacy (P=0,401) dan kepatuhan pasien P=(0,374) serta menurunkan tekanan sistol (P=0,663) dan tekanan diastol (P=0,466).

Low adherence and self efficacy was significant problem for using medication. However, the limitation of medical personnel makes medical information service is very hard to be done. The research purpose was to evaluate the effectiveness of counselling and leaflet againts self efficacy and adherence as well as the blood pressure of hypertension patients using the medication in Puskesmas Beji and Puskesmas Pancoran Mas Depok. Data collection was conducted from March to June 2013 with with 37 patients in the group receiving counseling and 36 patients in the group receiving leaflets. Self efficacy assessment using MUSE scale and adherence using the MMAS 8.
The result showed that counselling and leaflet can increase patient adherence (P=0.000) and self efficacy (P=0.000) and can lower systolic blood pressures (P=0.010) in group counseling and lowers systolic (P=0.000) and diastolic blood (P=0.019) pressure in the leaflet group. There was no difference between group counseling and leaflets to increase self-efficacy (P= 0.401) and patient adherence (P=0.374) and lower systolic pressure (P = 0.663) and diastolic pressure (P = 0.466).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T35256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Vanissa
"Menurut data World Health Organization (WHO) hipertensi merupakan penyebab dari 75 juta kematian yang merupakan 12,8% dari seluruh kematian di dunia. Hipertensi merupakan penyakit yang multifaktorial, yang disebabkan oleh berbagai faktor yang salah satunya adalah kadar kolesterol atau lebih spesifiknya kadar low density lipid (LDL). Penurunan dari kadar LDL telah menjadi salah satu tatalaksana yang penting pada hipertensi. Maka dari itu peneliti melakukan penelitian ini untuk mengetahui signifikansi dari kadar LDL terhadap kendali tekanan darah pada pasien hipertensi. Penelitian dilakukan dengan metode cross sectional menggunakan data sekunder dari rekam medis poliklinik Ginjal dan Hipertensi IPD RSCM. Setelah data terkumpul dilakukan analisis menggunakan uji hipotesis chi square.
Pada penelitian ini sampel penelitian sebanyak 117 orang, 55 orang laki-laki dan 53 orang perempuan. Kelompok usia dengan prevalensi hipertensi terbanyak adalah usia 60-79 tahun. Pada penelitian ditemukan perbedaan proporsi antara pasien dengan kadar LDL yang tinggi pada hipertensi tidak terkendali sebesar 43,8% dan hipertensi terkendali sebesar 20,3%.
Berdasarkan uji hipotesis didapatkan hasil variabel kadar LDL dengan nilai p=0,006, rasio prevalensi 2,156 dan interval kepercayaan (CI) 95% 1,223-3,802. Dari hasil ini disimpulkan bahwa terdapat hubungan kadar LDL yang bermakna secara statistik terhadap kendali tekanan darah dan kadar LDL merupakan faktor risiko dari kendali tekanan darah.

Based on the data from World Health Organization (WHO) hypertension is the cause of more than 75 million deaths or 12,8% of overall death in the world. Hypertension is a multifactorial disease causes by many risk factors, and one of them is low-density lipid (LDL) level. One of the focuses of hypertension management nowadays is to reduce the lowdensity lipid (LDL) level. This what makes researcher to do this research, to know the significance of low-density level to hypertension. This research was done with cross sectional method using secondary data from medical record in Cipto Mangunkusumo hospital. After the researchers collected all the data, we analyze the hypothesis using chi square test.
In this research, there were 117 samples, which 55 of them are male and 53 of them are female. The highest prevalence of hypertension was found in patients aged 60-79 years old. We also found proportion differences in patients with high low-density lipid level, in uncontrolled hypertension the percentage is 43,8% and in controlled hypertension the percentage is 20,3%.
The result of this test is that the low-density level is statistically connected with blood pressure control, since the p is 0,593, and is a risk factor of hypertension since the prevalence ratio is 2,156 and the confidence interval is 1,223-3,802.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktorilla Fiskasianita
"Tidur yang cukup merupakan kebutuhan dasar yang sangat dibutuhkan untuk pemeliharaan fungsi kardiovaskular. Penelitan ini merupakan penelitian descriptive correlative dengan desain studi cross sectional yang bertujuan mengidentifikasi hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada pasien hipertensi. Penelitian dilakukan di Puskesmas Beji-Depok terhadap 97 pasien hipertensi rawat jalan yang dipilih dengan teknik consecutive sampling. Kualitas tidur diukur menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), sedangkan tekanan darah diukur menggunakan sphygmomanometer digital.
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden yaitu sebanyak 87 orang (89,7 %) memiliki kualitas tidur buruk (PSQI ≥ 5), sedangkan hanya 10 orang (10,3 %) memiliki kualitas tidur baik (PSQI ≤ 5). Rata-rata tekanan darah responden secara keseluruhan 145,19/86,15 mmHg. Hasil analisis uji T independent menunjukan secara statistik tidak ada hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan tekanan darah. Namun, secara klinis hasil analisis data menunjukkan responden yang memiliki kualitas tidur buruk memiliki tekanan darah lebih tinggi daripada responden yang memiliki kualitas tidur baik dengan mean differece sistolik sebesar 6,228 mmHg dan mean difference diastolik 4,409 mmHg.

Adequate sleep is a basic need which is important to maintain cardiovascular system function. It is a descriptive correlative study using cross sectional approach which aims to identify the relationship between sleep quality and blood pressure on hypertensive patient. The research was conducted in Public Health Center of Beji-Depok towards 97 participants recruited using consecutive sample method. Sleep quality is measured using Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) and blood pressure is measured using digital sphygmomanometer.
The result shows that 83 participants (89.7 %) have poor sleep quality (PSQI ≥ 5) while only 10 partcipants (10.3 %) have good sleep quality (PSQI ≤ 5). The average blood pressure of all participants is 145.19/86.15 mmHg. Statistical analysis using T independent test shows there is no significant relationship between sleep quality and blood pressure. However, in clinical basis the result shows a significant difference. Clinically speaking, participants with poor sleep quality indicates higher blood pressure compare to those with better sleep quality with systolic mean difference of 6.228 mmHg and diastolic mean difference of 4.409 mmHg.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S47215
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>