Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3978 dokumen yang sesuai dengan query
cover
O`neill, Eugene
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1991
812.5 ONE d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
O`neill, Eugene
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1991
812.5 ONE nt (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Euripides
Indianapolis Bobbs-Merrill 10\950
882 E 419
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chicago: The University of Chicago Press, 1968
R 880 EUR
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Galangkangin Gotera
"Singlish adalah sebuah bahasa informal yang sering digunakan warga Singapura. Karena informal, bahasa Singlish jarang ditemukan di media umum seperti majalah, koran, dan artikel internet. Meski demikian, bahasa ini sangat sering digunakan oleh warga Singapu- ra pada percakapan sehari-hari, baik daring maupun luring. Banyak campuran bahasa lain (code-mixing) merupakan tantangan lain dari Singlish. Keterbatasan GPU juga menjadi tantangan dalam mendapatkan model yang baik. Mempertimbangkan semua tantangan ini, penulis telah melatih sebuah model Efficiently Learning an Encoder that Classifies Token Replacements Accurately (ELECTRA) pada data berbahasa Singlish. ELECTRA merupakan sebuah model baru yang menawarkan waktu training lebih cepat sehingga menjadi pilihan baik jika memiliki keterbatasan GPU. Data Singlish didapatkan melalui web scraping pada reddit dan hardwarezone. Penulis membuat sebuah dataset benchmark pada dua buah permasalahan yaitu sentiment analysis dan singlish identification dengan anotasi manual sebagai metode untuk mengukur kemampuan model dalam Singlish. Penulis melakukan benchmarking pada model yang dilatih dengan beberapa model yang tersedia secara terbuka dan menemukan bahwa model ELECTRA yang dilatih memiliki perbedaan akurasi paling besar 2% dari model SINGBERT yang dilatih lebih lama dengan data yang lebih banyak.

Singlish is an informal language frequently used by citizens of Singapore (Singaporeans). Due to the informal nature, Singlish is rarely found on mainstream media such as magazines, news paper, or internet articles. However, the language is commonly used on daily conversation, whether it be online or offline. The frequent code-mixing occuring in the language is another tough challenge of Singlish. Considering all of these challenges, we trained an Efficiently Learning an Encoder that Classifies Token Replacements Accurately (ELECTRA) model on a Singlish corpus. Getting Singlish data is hard, so we have built our own Singlish data for pre-training and fine-tuning by web scraping reddit and hardwarezone. We also created a human-annotated Singlish benchmarking dataset of two downstream tasks, sentiment analysis and singlish identification. We tested our models on these benchmarks and found out that the accuracy of our ELECTRA model which is trained for a short time differ at most 2% from SINGBERT, an open source pre-trained model on Singlish which is trained with much more data."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olive Octavia Agatha
"Dalam skripsi ini, diteliti bagaimana berita kematian disampaikan dalam kalimat pembuka iklan berita duka cita. Saya membatasi cara penyampaian berita kematian ini hanya dengan melihat kalimat pembuka iklan berita duka cita karena pada kalimat pembuka tersebutlah terdapat informasi bahwa seseorang telah meninggal. Iklan berita duka cita yang dijadikan data diambil dari surat kabar berbahasa Jerman Frankfurter Allgemeine Zeitung (FAZ) dan surat kabar berbahasa Indonesia Kompas dalam kurun waktu 2006-2007. Pilihan kata yang menyatakan kematian pada kalimat pembuka iklan berita duka cita dalam surat kabar berbahasa Jerman dan Indonesia dianalisis dari tataran semantik, berdasarkan teori makna Gustav Blanke dan teori eufemisme Hannapel/Melenk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pilihan-pilihan kata dan kata-kata yang bersifat eufemistis yang menyatakan kematian dalam kalimat pembuka iklan berita duka cita berbahasa Jerman dan Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui penggambaran kematian yang muncul dalam iklan berita duka cita berbahasa Jerman dan Indonesia. Setelah dilakukan analisis, didapatkan hasil bahwa kata-kata yang digunakan untuk mengungkapkan kematian seringkali merupakan bentuk penghalusan atau eufemisme dari kata _sterben_ atau _Tod_ dalam bahasa Jerman atau _kematian_ dalam bahasa Indonesia. Dengan menggunakan gaya bahasa eufemisme pula, dapat diketahui bahwa dalam iklan berita duka cita berbahasa Jerman, kematian digambarkan sebagai akhir kehidupan, perjalanan, tidur, panggilan, kehilangan, dan awal kehidupan baru. Sementara dalam iklan berita duka cita berbahasa Indonesia, kematian digambarkan sebagai akhir kehidupan, awal kehidupan baru, perjalanan, dan panggilan.

Die vorliegende Arbeit befa?t sich damit, wie eine Todesnachricht am Anfang einer Todesanzeige vermittelt wird. Ich habe meine Daten nur auf den Anfangss_tzen beschr_nkt, denn es wird in diesen S_tzen vermittelt, dass jemand gestorben ist. Als Daten benutzte ich die Todesanzeige von der deutschen Zeitung Frankfurter Allgemeine Zeitung (FAZ) und der indonesischen Zeitung Kompas in der Zeit von 2006 bis 2007. Die Wortwahl, die eine Todesnachricht am Anfang der Todesanzeige in der deutschen und der indonesischen Zeitung erl_utert, wird semantisch analysiert. Die Analyse basiert sich auf die Sinn-Theorie von Gustav Blanke und Euphemismus-Theorie von Hannapel/Melenk. Das Ziel dieser Untersuchung ist, um herauszufinden, welche Wortwahl und welcher Euphemismus den Begriff _Tod_ erl_utern. Au?erdem ist das Ziel dieser Untersuchung, die Schilderung des Todes, die in der deutschen und der indonesischen Zeitung erscheinen, zu erfahren. Nachdem ich die Daten analysiert habe, sind W_rter oft zu finden, die als Euphemismusform von _sterben_ oder _Tod_ auf Deutsch oder _kematian_ auf Indonesisch gelten. Durch diesen Euphemismus-Sprachstil k_nnen wir herausfinden, dass in der deutschen Todesanzeige, _Tod_ als Ende des Lebens, eine Reise, das Schlafen, einen Aufruf, eine Verlust und Anfang eines neuen Lebens beschrieben wird, w_hrend in der indonesischen Todesanzeige, _Tod_ als Ende des Lebens, Anfang eines neuen Lebens, eine Reise,und einen Aufruf beschrieben wird."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S14991
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonya Puspasari Suganda
"Disertasi ini membahas cara pandang masyarakat Jerman terhadap kematian, yang diverbalisasikan dalam teks berita duka cita. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan tentang tema kematian, yang oleh kebanyakan orang sulit diterima sebagai kenyataan empiris, dan perubahan dalam hal peristilahan, yaitu bergesernya istilah “Todesanzeige” „iklan kematian' menjadi ”Traueranzeige” „iklan kesedihan'. Sesuai dengan maknanya, dalam Todesanzeige fokus penyusunan teks terletak pada fenomena kematian, sedangkan dalam Traueranzeige aspek emosi, yaitu duka, juga ditonjolkan dalam teks. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah teks berita duka cita berbahasa Jerman, yang terbit di negara Republik Federal Jerman dalam kurun waktu antara tahun 2012 sampai dengan 2014. Data diperoleh baik dari surat kabar cetak maupun daring. Data yang terkumpul dibagi atas tiga perspektif, yaitu perspektif keluarga, perspektif teman/kolega, dan perspektif diri sendiri. Diasumsikan bahwa teks berita duka cita merupakan pencerminan cara pandang suatu masyarakat terhadap kematian, termasuk masyarakat Jerman. Hakikat penelitian ini adalah analisis teks, yang bertujuan mengungkap kematian dari sudut pandang masyarakat Jerman pembuat teks berita duka cita.
Penelitian ini adalah penelitian semiotik budaya, yang dikaji melalui ancangan analisis wacana kritis. Kerangka analisis utama yang digunakan bersumber dari Fairclough 1995, yang diperkuat oleh telaah budaya dalam teks dari Fix 2011. Meskipun dikatakan bahwa teks berita duka cita adalah salah jenis teks yang sangat terikat pada konvensi, temuan yang diperoleh dari analisis deskriptif teks menunjukkan adanya variasi dan preferensi individual. Salah satu preferensi individual ini secara kuantitatif dibuktikan melalui jumlah superstruktur teks yang berbeda-beda.
Hasil penelitian ini mencatat superstruktur yang ditemukan dalam teksteks yang diteliti berkisar antara delapan sampai dua superstruktur. Bentuk kalimat yang mendominasi adalah bentuk kalimat berita. Unsur semiotis non-verbal juga memiliki peran penting dalam teks. Jenis tanda yang paling banyak muncul dalam teks adalah ikon. Secara interpretatif terlihat dalam teks bahwa ada dua arah penyampaian. Melalui teks, pembuat teks ingin menciptakan interaksi dengan orang yang meninggal dunia, dan dengan pihak pembaca teks. Interaksi pembuat teks dengan orang yang meninggal dunia dinyatakan melalui kalimat-kalimat yang menggunakan kata sapaan orang kedua tunggal. Interaksi pembuat teks dengan pembaca teks diwujudkan dalam fokus berita yang mengabarkan kematian, ritual terkait kematian, dan bentuk belasungkawa yang diharapkan atau tidak diharapkan.
Di tataran eksplanatif teks berita duka cita dikaji dengan memperhatikan hubungannya dengan konteks sosial budaya. Dalam teks, terlihat bahwa aspek “mourning” „berkabung' yang lebih mendominasi daripada aspek “grief” bdquo;duka'. Grief adalah kondisi psikis seseorang, sedangkan mourning merupakan konstruksi budaya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fenomena kematian juga merupakan fenomena budaya. Secara kuantitatif, makna kematian yang paling banyak ditemukan dalam teks adalah yang didasari oleh religiositas 6 dari 12 makna kematian. Meskipun demikian, sikap religius dalam teks belum tentu mencerminkan sikap religius masyarakat pembuat teks dalam keseharian mereka. Sikap religius dalam teks dianggap sebagai alternatif pemaknaan Deutungsangebot, yang disebabkan karena konsep kematian yang memang sulit dijelaskan secara empiris.

This dissertation discusses how Germans perceive death, as verbalised in obituary. This research is motivated by the concept of death, which most people have difficulties to accept as an empirical fact, and also a terminological shift in standard German language, namely from Todesanzeige, which literally means 39 announcement of death 39 to Traueranzeige, meaning 39 announcement of grief 39. In accordance with its meaning, Todesanzeige focuses on the phenomenon of death, whereas in Traueranzeige the aspect of emotion generated by the event of death also plays an important role. The data analyzed in this study is German obituary, published in the German Federal Republic in the period between 2012 through 2014. Data were obtained from both print and online newspapers. The collected data is further categorized into three perspectives family, friend colleague, and self perspective. It is assumed that how a society of one culture perceives death is also reflected in obituary.
The nature of this research is text analysis, which aims to uncover the meaning of death from the German point of view. The field of this research is cultural semiotics, which is assessed through critical discourse analysis. The main analytical framework used is from Fairclough 1995, and supported by theories of culture on text by Fix 2011. Although it is said that obituary is the type of text, which is strongly tied to the convention, the descriptive text analysis showed variation and individual preference. As shown quantitatively, texts contain a number of different superstructures, ranging from eight to two superstructures. The construction of the sentence is dominated by declarative sentences. The common type of non verbal semiotic elements found in texts is icon.
Analysis from interpretative level showed that there are two types of interaction, specifically the interaction between the text maker with the deceased, and the interaction between text maker with the text reader. The interaction between the text maker and the person who died can be seen from the expressions as if the text maker spoke directly with the deceased, using address form in second person singular. Interaction with the readers is expressed through utterance, in which the text maker informs about the death event and rituals related to death, and expected or unexpected type of condolence forms.
On the explanatory level, it is concluded that mourning as a construction of culture is more dominant than grief as a state of psyche. It is safe to say, that death phenomenon is also cultural phenomenon. How the German perceive death in obituaries is mainly influenced by religiosity 6 out of 12 perceptions of death. However, religiosity in text doesn 39 t always correlate with religiosity in their daily life. Religiosity in text can be seen as an alternative of sense making Deutungsangebot, due to the lacking of an empirical explanation of the death concept and the death meaning.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
D2251
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisaa Hasna Khalishah
"Dalam masyarakat patriarki, pria diharapkan untuk menekan kesedihan mereka guna terhindar dari terlihat rentan. Penggambaran laki-laki yang kuat muncul dalam berbagai film, dan salah satunya adalah Manchester by the Sea (2016). Film ini menggambarkan perjuangan Lee Chandler, tokoh utama pria, dalam menghadapi kematian anak-anaknya. Tulisan ini berpendapat bahwa, pertama, ketidakmampuan Lee Chandler untuk mengatasi kesedihannya menunjukkan bahwa laki-laki cenderung mengekspresikan kesedihan dengan cara maskulin seperti yang diteliti oleh Kenneth dan Doka. Kedua, ekspresi kesedihan Lee Chandler menantang stereotip cara berduka laki-laki, dan, terakhir, kesedihannya, pada kenyataannya, berakar dari harapan masyarakat Barat. Dengan menganalisis perilaku karakter, dialog, dan unsur-unsur sinematik film, artikel ini bertujuan untuk menunjukkan hubungan antara kesedihan dan gender yang digambarkan dalam film ini. Temuan ini menunjukkan bahwa kesedihan pria yang digambarkan dalam film ini adalah ambigu, di mana ia memanifestasikan kesedihannya baik secara stereotip tetapi juga tidak stereotip.

In a patriarchal society, men are expected to suppress their sadness to avoid showing vulnerability. This depiction of strong men appears in different movies, and one of those
movies is Manchester by the Sea (2016). It portrays the struggle of Lee Chandler, the main male protagonist, in dealing with the death of his children. This paper argues that, firstly, Lee Chandlers inability to overcome grief shows that men are likely to express grief in masculine way as investigated by Kenneth and Doka. Secondly, Lee Chandlers grief expressions
challenge the stereotype of male grief, and, lastly, his grief is, in fact, rooted from Western society expectations. By analyzing the characters behavior, dialogue, and the movies cinematic elements, this article aims to show the correlation between grief and gender represented in this movie. The findings show that the male grief as depicted in this movie are ambiguous, in which it manifests in both stereotypical but also non- stereotypical ways.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bahrudin Supardi
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1992
899.221 BAH d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurcholish Madjid
Jakarta: Paramadina, 2009
297.272 NUR c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>