Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82750 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hellwig, Tineke
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007
305.409 598 HEL c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Achmad Sunjayadi
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Haryanti
"Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui sepak terjang perempuan Indonesia dalam ranah politik, khususnya perjuangan memperoleh hak politik. Kondisi perempuan Indonesia sebelum diberlakukannya Politik Etis belum sepenuhnya sejahtera dalam mengenyam pendidikan. Sehingga kedudukan sosialnya pun juga belum sepenuhnya mendapat perlakuan yang lama dalam kehidupan bermasyarakat. Perempuan lebih cenderung berada dalam wilayah domestik, bahkan sering disebut sebagai perabot dapur. Sungguh, suatu kondisi yang masih sangat jauh dari kemajuan. Dengan hadirnya Politik Etis di Hindia Belanda, pada awalnya secara lambat laun telah memberikan bekalan yang berarti bagi pendidikan kaum laki-laki Indonesia. Kemudian baru diikuti dengan kaum perempuan Indonesia yang juga turut mengenyam pendidikan yang layak. Setelah mendapatkan tingkat pendidikan yang layak, maka kaum laki-laki diikuti kaum perempuan Indonesia mulai menunjukkan eksistensinya terhadap tanah aimya. Namur, tampaknya eksistensi keduanya tidak bisa terpenuhi secara bersamaan. Apabila kaum laki-laki Indonesia telah terlebih dahulu mendapatkan hak-hak politiknya, seperti hak untuk duduk di parlemen dan dewan-dewan di Hindia Belanda, maka sebalilmya bagi perempuan. Baik bagi perempuan Indonesia, Cina, Arab, bahkan perempuan Eropa sekalipun juga pada awalnya belum mempunyai hak politik yang sama dengan kaum-kaum lain-lain bangsa Eropa. Kondisi ini tidak bisa dipungkiri karena terpengaruh dengan konstelasi politik di negeri Belanda yang juga belum memberikan hak politik kepada kaum perempuannya secara luas. Di negeri Belanda sendiri barn memberikan hak politik atau hak pilih kepada kaum perempuannya pada tahun 1919 setelah Perang Dunia I berakhir. Hal ini bisa menjadi ukuran bahwa kaum perempuan Indonesia bare bisa memperoleh hak pilih setidak_tidaknya 20 tahun kemudian sejak 1919. Kelambanan pemerintah Hindia Belanda dalam mengeluarkan kebijakan tentang hak pilih bagi kaum perempuan Indonesia sangat dipengaruhi oleh faktor_-faktor yang tentu saja lebih kompleks daripada negeri Belanda sendiri. Karena penduduk di Hindia Belanda memiliki ras dan suku bangsa yang lebih variatif serta penduduknya memiliki agama yang berbeda-beda dengan Islam sebagai mayoritas. Sehingga pernerintah Hindia Belanda harus menunggu waktu yang tepat dalarn menentukan kapan kebijakan untuk memberikan hak pilih kepada kaum perempuan Indonesia diberikan. Selanjutnya proses menuntut hak politik atau hak pilih bagi kaumnya butch persatuan dan kesatuan serta beribu langkah perjuangan dan pengorbanan. Untuk kemudian kaum perempuan Indonesia dapat meraih apa yang dicita-citakannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S15595
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hurgronje, Christiaan Snouck, 1857-1936
Jakarta: Bhratara, 1973
297.44 HUR i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hurgronje, Christiaan Snouck, 1857-1936
Jakarta: Bhatara Karya Aksara, [1983;1983;1983, 1983]
297.44 HUR i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muharam E
"Pemerintah Hindia-Belanda pada masa kolonial, tahun 1900-1942, atas tuntutan para tokoh perempuan pribumi (Raden Ajeng Kartini dan Raden Dewi Sartika), dalam usaha mengangkat derajat dan harkat kaum perempuan serta melepaskan dari ikatan adat dan kebiasaan yang merugikan, diminta agar membuka sekolah khusus bagi kaum perempuan. J.H. Abendanon dengan alasan lain, seperti kecilnya jumlah anak perempuan pribumi yang bersekolah, dan hambatan adat yang melarang anak perempuan bersekolah bersama (ko-edukasi) dengan anak laki-laki pada usia dewasa, meminta agar pemerintah membuka sekolah khusus bagi kaum perempuan pribumi, agar mereka tidak "terbelakang". Tetapi pemerintah belum dapat mengabulkan tuntutan dan permintaan tersebut karena waktunya belum tepat. Dewi Sartika atas prakarsa dan swadaya, pada tahun 1904 mendirikan "sekolah isteri" sekolah pertama untuk kaum perempuan pribumi. Usaha ini diikuti oleh masyarakat lainnya sehingga penyelenggaraan sekolah perempuan meningkat jumlahnya. Tetapi walaupun telah ada usaha masyarakat tersebut, masalah keterbelakangan dan kemiskinan kaum perempuan pribumi belum teratasi. Masyarakat mengharapkan Pemerintah mengulurkan tangan melalui pendidikan, memberi bekal pada kaum perempuan untuk bisa mandiri. Langkah pertama yang dilakukan Pemerintah adalah memberikan subsidi pada sekolah-sekolah perempuan yang ada, kemudian menata program pada sekolah dasar umum, selanjutnya membuka kesempatan bagi kaum perempuan untuk menjadi guru, dengan membuka sekolah guru perempuan, dan akhirnya membuka sekolah dasar khusus bagi perempuan pribumi yang sekaligus digunakan untuk latihan oleh murid sekolah guru. Hasil kebijaksanaan tersebut, cukup memuaskan, karena selain meningkatnya jumlah murid perempuan pada sekolah umum, juga jumlah sekolah perempuan meningkat lagi. Dari segi prestasi siswa perempuan yang lulus dari sekolah tidak mengecewakan sehingga diterima di masyarakat untuk menduduki jabatan tertentu, seperti guru, perawat, pemegang buku dan lainnya, sehingga kebijaksanaan tersebut juga mengakibatkan mobilitas dan perubahan sosial, ekonomi serta kebudayaan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Scheltema, A.M.P.A.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985
331.216 SCH dt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Achmad Sunjayadi
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2019
910 ACH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Sarief Arief
"History of motion picture industry in the Dutch colonial administration in Indonesia"
Depok: Komunitas Bambu, 2010
791.430 9 SAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fritz Hendrik Nino
"ABSTRAK
Kehidupan orang Indo di masa kolonial, adalah berbeda dengan orang Indo di masa sekarang. Kalau kini situasi yang dialami golongan Indo adalah relative menyenangkan maka dahulu tidaklah demikian.
Pada masa colonial orang-orang Indo berada dalam situasi terjepit. Mereka tidak bisa diterima oleh pihak Eropa (Belanda) maupun pribumi. Oleh pihak Eropa mereka dianggap remeh karena bukan orang-orang kulit putih asli. Sementara orang-orang pribumi mencurigai golongan Indo ini dan rnenganggapnya sebagai setengah Belanda saja.
Dalam situasi seperti ini orang-orang Indo telah menentukan beberapa macam sikap. Ada dari mereka yang memilih untuk lebih mendekatkan diri pada pihak Eropa (memihak Eropa), lalu ada pula yang memihak pribumi. Sementara itu tidak sedikit pula yang cenderung untuk berdiri sendiri, dalam arti tidak memihak Eropa ataupun pribumi.
Selama periode 1898 hingga 1922 akan terlihat bagaimana kompleksnya permasalahan orang Indo ini, yang antara lain tidak hanya ditunjuk:kan lewat faktor-faktor eskternal seperti adanya diskriminasi rasial oleh kaum totok (kulit putih asli), nasionalisme pribumi dan lain-lain, tapi juga faktor-faktor internal, yakni dari segi orang Indo itu sendiri, seperti suasana psikis mereka, perilaku mereka, dan sebagainya. Belum lagi tentang indikasi adanya semangat kebangsaan di kalangan orang Indo. Mereka ini mau bergabung dengan pihak pribumi dan berjuang untuk Hindia.
Semangat kebangsaan tersebut memanq masih perlu dipertanyakan, apakah murni atau tidak. Setelah banyak dari orang Indo itu berubah sikap semenjak tahun 1913, yakni tidak lagi menentang golongan totok maka pertanyaan tadi sedikit demi sedikit mulai terjawab.
Jadi selain menyorot kehidupan orang Indo dari tahun 1598 hingga 1922, maka tulisan ini melihat pula secara khusus semangat kebangsaan dari orang-orang Indo.

"
1990
S12348
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>