Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192005 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Laili Nadhifah
"Tesis ini merupakan penelitian tentang adaptasi male-gaze terhadap film Ringu dan Ringu 2 produksi Jepang oleh The Ring dan The Ring 2 produksi Hollywood. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan perbedaan representasi male-gaze penonton terhadap karakter perempuan dalam film pada kedua produksi film tersebut. Perbedaan tersebut akan dianalisa dengan memperbandingkan mise en scene dan teknik pengambilan gambar oleh Jepang dan Hollywood. Analisa akan dilandasi oleh pemikiran Laura Mulvey tentang male-gaze pada sinema dalam artikelnya, Visual Pleasure and Narrative Cinema. Melalui analisis teks, penelitian ini bertujuan untuk membaca adaptasi budaya yang dilakukan Hollywood dalam proses remake film horor Jepang. Dari penelitian ini, terlihat perbedaan bentuk dominasi laki-laki terhadap tokoh perempuan dalam film-film tersebut.

This thesis is a study about the adaptation of male-gaze by The Ring and The Ring 2 produced by Hollywood toward Ringu and Ringu 2 produced by Japan. This study aims to show the representation differences of the audiences? male-gaze toward the female characters of both film productions. Those differences would be analyzed by comparing the mise en scene and camera technique by Japan and Hollywood. The analysis would be based one Laura Mulvey?s theory about male-gaze and cinema written in her journal, Visual Pleasure and Narrative Cinema. Through the text analysis, the result of this study would show how to read the culture adaptation by Hollywood through the remake process of Japanese horror film. From this analysis, the differences of male domination toward the female characters in those films could be seen."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T28160
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Amalia
"ABSTRAK
Representasi budaya Asia Timur menjadi salah satu fokus utama dalam media visual karena ada banyak media visual yang menampilkan orang-orang Asia Timur sebagai sesuatu hal yang berbeda dari budaya Barat. Dalam film-film Hollywood, penggambaran mengenai budaya Asia Timur biasanya berbeda dari perspektif Asia. Oldboy dan Oldeuboi adalah dua film yang menggambarkan budaya Asia Timur dengan cara yang berbeda. Ada dua poin utama yang makalah ini coba untuk perlihatkan dengan membandingkan kedua film tersebut. Yang pertama adalah untuk menganalisis masalah dan penggambaran makanan yang terlihat berbeda dalam dua film. Kedua, makalah ini menganalisis gaya busana dan tata rias yang menjadi hal penting dalam menunjukkan perbedaan yang signifikan dari perempuan Asia yang muncul dalam kedua film tersebut. Menggunakan teori representasi dan orientalisme oleh Stuart Hall (1997) dan Edward W. Said (1978), makalah ini menunjukkan bahwa masalah orientalisme masih ada dalam film Hollywood dengan penggambaran makanan Asia dan gaya busana.

ABSTRACT
The representation of East Asian culture becomes one of the main focuses in visual media since there are many visual media that display the East Asians as something the Westerns are not. In Hollywood films, the depictions of East Asians are usually different from Asians perspective. Oldboy and Oldeuboi are two movies that depict East Asian culture in different ways. There are two major points that this paper attempts to show by comparing these two movies. The first one is to analyze the issue and the depiction of food that looks different in the two movies. Second, this paper analyzes fashion and makeup that become important in showing the significant differences of Asian women in these two movies. Using representation and orientalism theories by Stuart Hall (1997) and Edward W. Said (1978), this paper shows that the issue of orientalism still exists in a Hollywood film by the depictions of Asian food and fashion."
2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Desmonda Cathabel Christie
"ABSTRAK
Perfilman Indonesia dalam satu dekade terakhir ini kembali mengalami masa terpopulernya. Salah satu genre yang mendominasi daftar film terlaris adalah film komedi. Comic 8 merupakan salah satu film franchise bergenre komedi terlaris di Indonesia. Salah satu hal menarik dalam film ini adalah pola penggambaran perempuan yang stereotip yaitu dengan tubuh yang seksi dan pola tutur bahasa yang cenderung membungkam eksistensi perempuan dalam perspektif kesamaan gender. Pola penggambaran dan bahasa tutur Film Comic 8 yang menjadikan perempuan sebagai obyek tersebut, dianalisis menggunakan teori The Male Gaze. Teori ini menunjukkan bahwa perempuan disubordinasikan dan dijadikan objek seksual oleh standar perspektif patriarkal dalam tataran psikoanalitik khususnya dalam film Mulvey, 1989 . Melalui penggunaan ldquo;Muted Group theory rdquo; kemudian akan menjelaskan pola bahasa dan narasi yang membungkam perempuan, hal itu karena bahasa yang digunakan adalah bahasa yang dibuat oleh masyarakat patriarkal.

ABSTRACT
The Indonesian film world has been experiencing its most popular time in the last decade. One of the dominating genre of the popular list is comedy, and Comic 8 is one movie that starts out the most successful comedy film franchise in Indonesia. What really worth noting in this movie is the use of stereotypical imagery of women which tends to silence the existence of women, seen through the lens of gender equality. The objectifying image of women is analyzed with The Male Gaze theory in which the theory points out that women are being put in a subordinate position and as a sexual object to satisfy the visuals of men, in the psychoanalytic realm, specifically in films Mulvey, 1989 . The Muted Group theory then explains the sexist language and narrative made by patriarchal society, which leads to the silencing of women West and Turner, 2010 . "
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Roro Amira Sekar Paramesti
"Representasi dan imaji perempuan dalam media hiburan kontemporer, khususnya serial TV sering kali dipengaruhi oleh adanya struktur budaya patriarki yang melekat pada masyarakat dunia. Selain sebagai objek pasif di bawah laki-laki, penggambaran perempuan sebagai korban kekerasan pun sering kali ditayangkan dalam dunia sinema. Serial “Perfume” berbahasa Jerman karya Philipp Kadelbach adalah salah satu yang menampilkan perempuan sebagai korban kekerasan secara eksplisit sekaligus pelakunya. Maka dari itu, citra kekerasan terhadap perempuan yang dipengaruhi adanya male gaze dalam serial ini akan dibahas. Dengan dasar teori representasi oleh Stuart Hall, penelitian ini menjabarkan bagaimana tubuh perempuan dan kekerasan dipertontonkan demi kenikmatan visual. Walaupun secara sekilas tokoh utama perempuan membawa pesan feminis, dominasi male gaze dalam serial TV justru mempromosikan langgengnya struktur patriarki yang mengopresi perempuan. Sadarnya masyarakat akan pengaruh male gaze terhadap representasi perempuan dapat menjadi upaya pemberantasan hierarki dan ketidaksetaraan gender.

Women’s image in the contemporary media, including TV series are often influenced by the patriarchal system that lives in the society. Apart from being depicted as passive (spectacle) to men (spectator), women are often portrayed as victims of violence in the world of cinema. “Perfume”, a german-speaking show directed by Philipp Kadelbach is one of the TV series that portrays women as the perpetrator, as well as the victim of violence explicitly. Accordingly, this study will discuss how violence against women is represented and how the male gaze becomes influential in this show. Based on the representation theory by Stuart Hall, how violence and women's bodies are displayed for the sake of visual pleasure will be discussed. At a glance, it seems like the heroines are bringing feminist values. But it appears that the male gaze in this show is promoting perpetual patriarchal system that puts women under oppression. By recognizing how the male gaze affects representation of women, the society can eventually erase gender hierarchy as well as inequalities.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
Unggah4  Universitas Indonesia Library
cover
Darin Nisrina
"ABSTRAK
Industri Hollywood memiliki sejarah panjang yang tidak luput dari keberadaan seksisme dan perlakuan tidak adil terhadap wanita. Untuk mengkritik hal ini, Laura Mulvey mempublikasikan essai pada tahun 1975 yang berjudul ldquo;Visual Pleasure and Narrative Cinema rdquo;, dimana Ia menuangkan teorinya tentang keberadaan lsquo;tatapan pria rsquo; atau yang disebut sebagai Male Gaze. Melalui essai ini, Mulvey menyampaikan prespektifnya mengenai perlakuan kurang menyenangkan yang harus dihadapi wanita baik dibelakang maupun dihadapan layar dan mengkritik bagaimana mereka seringkali dianggap: sebagai tidak lebih dari objek pemuas tatapan laki-laki. Walaupun peran wanita dalam film-film kontemporer telah berkembang sejak zaman itu, Hollywood masih belum sepenuhnya bebas dari Male Gaze. Lebih dari dua dekade sejak essai Mulvey terbit, John McNaughton merilis thriller-erotikanya yang berjudul Will Things 1998 . Walaupun film tersebut mengandung banyak unsur Male Gaze, Para kritik memuji cara alur ceritanya yang inovatif dan karakter-karakter perempuannya yang kuat. Walaupun begitu, analisa lebih dalam akan film ini mungkin akan membuktikan kebalikannya. Paper ini akan mencoba untuk mengidentifikasi dan mencari alasan dibalik penggunaan Male Gaze dalam film ini. Paper ini juga akan mendiskusikan pesan-pesan subliminal yang disampaikan film ini dan bagaimana pesan tersebut dapat terlihat mendukung pemberdayaan wanita namun sebenarnya justru melestarikan ide-ide tertentu yang merendahkan mereka. Selanjutnya, paper ini akan membuktikan bahwa salah satu dari ide yang disampaikan oleh film tersebut adalah seksualitas wanita, yaitu bagaimana hal tersebut digambarkan sebagai sesuatu yang positif dan pada ujungnya sebagai sesuatu negatif. Paper ini akan mencoba melakukannya dengan menelaah teks film dengan menggunakan mise-en-sc ne, teori perfilman, dan teori Male Gaze karya Laura Mulvey.

ABSTRACT
Hollywood has had a long history of sexism and wrongful treatment of its women. To critic this, Laura Mulvey published her widely renowned 1975 essay ldquo;Visual Pleasure and Narrative Cinema rdquo;, in which she conceived her theory of the Male Gaze. Through it, Mulvey disclosed her perspective regarding the treatment of women behind and in front of the screen, criticizing the way they are often regarded inside of the film industry: as mere objects for male viewing pleasure. Although the role of women in contemporary movies has matured significantly since then, Hollywood is not yet free from the male gaze. More than two decades after Mulvey rsquo;s essay was published, John McNaughton released his erotic-thriller Wild Things 1998 . Although the picture contains a heavy dose of male gaze, it is excused for doing so on the grounds of using it innovatively. While it is sexual, the movie was still applauded for having strong female leads and endorsing female empowerment. Even so, a thorough look might point out why that might not be the case. The paper intends to not only identify and seek meaning behind the film rsquo;s brazen use of Male Gaze. The paper also tries to discuss the subliminal messages used in the movie that perpetuates certain ideas that demean and objectify women under the guise of, or while simultaneously, praising them. This paper further argues that one such idea is the ambivalence of female sexuality or how the movie at one time celebrates yet ultimately condemns it. This paper will attempt to do this by analyzing the text and the scenes of this film using mise-en-sc ne, film theory, and Laura Mulvey rsquo;s theory of Male Gaze."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Verina Alifia
"Kerudung merupakan pakaian yang identik dengan atribut kesalehan dan ketaatan sebagai seorang perempuan Muslim dengan tujuan untuk menutup aurat dan membuat perempuan Muslim menjadi tidak terlihat. Dalam perkembangannya, kerudung telah bertransformasi sebagai kerudung baru (new veiling) yang ditampilkan berbeda dengan gaya berkerudung sebelumnya yang banyak digunakan oleh perempuan Muslim perkotaan. Hal ini melahirkan sebuah tren fashion Islam yang dicirikan dengan tampilan modis dan menciptakan sebuah pious consumption. Saat ini, praktik kerudung baru dimaknai sebagai bentuk gerakan perempuan untuk lebih menampilkan diri. Terlebih lagi, praktik ini banyak digunakan pada media sosial Instagram sebagai media yang mengedepankan materi visual. Penelitian ini melibatkan perempuan berkerudung dengan berbagai latar belakang yang berbeda dengan melihat praktik mereka dalam menampilkan diri dengan tampilan kerudung baru yang modis dalam media sosial Instagram. Para perempuan berkerudung memiliki kesempatan dalam memasuki ruang publik online dengan mempromosikan diri mereka, menjadikan mereka sebagai sebuah objek baru dalam tatapan laki-laki (male gaze). Tulisan ini menunjukkan bagaimana perempuan berkerudung menegosiasikan gaya kerudung mereka dalam menampilkan diri dalam media sosial Instagram, serta menunjukkan bagaimana keterkaitan kerudung baru sebagai sebuah objek tatapan (male gaze).

The veil is a garment that is identical with the attributes of piety and obedience as a Muslim woman with the aim of covering her body and making Muslim women ‘invisible‘. During its development, the veil has transformed into a new veiling, which is displayed differently from the previous veil style that is widely used by urban Muslim women. This thing gave birth to an Islamic fashion trend that characterized by a fashionable appearance and created a pious consumption. At present, the practice of the new veiling is interpreted as a form of women's movement to present themselves more. In addition, this practice is widely used on Instagram social media as a medium that puts forward visual material. This study involved veiled women with various different backgrounds by looking at their practice of presenting themselves with a new, fashionable veil appearance on Instagram social media. Veiled women have the opportunity to enter the online public space by promoting themselves, making them a new object in the male gaze. This article shows how veiled women negotiate their veil style when presenting themselves on Instagram social media, and shows how the new veil is related as an object of view (male gaze).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Noor Amaliana Nasman
"Fokus penelitian ini adalah bagaimana hubungan dan isolasi sosial di Jepang digambarkan dengan menggunakan mode penulisan realisme magis dalam film animasi The Night Is Short, Walk On Girl. Penelitian ini dilakukan dengan analisis teks dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara unsur-unsur realisme magis yang ada dalam film, yang menggambarkan hubungan dan isolasi sosial paling banyak ditemukan di akhir film. Elemen-elemen tersebut juga didukung oleh mise-en-scène dan simbolisme sinematis. Beberapa karakter tertentu (Otome, Rihaku, dan Senpai) digambarkan sebagai perwakilan hubungan dan isolasi sosial yang ditemukan di kalangan lansia dan mahasiswa Jepang. Meskipun Otome awalnya digambarkan memiliki hubungan sosial yang baik, dia bahkan tidak menyadari akan kemungkinan terjalinnya sebuah hubungan selama film berlangsung sampai di act terakhir film. Sementara itu, isolasi sosial yang dirasakan oleh Rihaku dan Senpai diselesaikan dengan dua cara yang berbeda : Rihaku yang mendapat motivasi dari Otome ketika dia jatuh sakit, dan Senpai yang menyadari sendiri sehingga dia memutuskan untuk bertemu dengan Otome secara langsung.

The focus of this study is how social connection and isolation in Japan are depicted using the writing mode magical realism in the animated movie, The Night Is Short, Walk On Girl. This research is done by text analysis and library research. Results show that among the many magical realist elements in the movie, those that depict social connection and isolation mostly appear in the last act of the movie. Said elements are also supported by mise-en-scène and cinematic symbolism. Certain characters (Otome, Rihaku, and Senpai) are shown to be representations of social connection and social isolation found among the Japanese elderly and university students. Although Otome shows clear signs of having good social connection with others around her at first glance, for the majority of the movie she does not even realize the possibility of one to begin with, although this changes in the final act. Meanwhile, the social isolation that Rihaku and Senpai go through are solved in two different ways: In Rihaku’s case, it being Otome coming to him and cheering him up while he is sick in bed, and in Senpai’s case being him deciding to come out of his shell in order to connect with Otome.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatika Luthfiana Sholikhah
"Tari Sekapur Sirih adalah tari penyambutan tamu agung di Jambi. Tari ini wajib dibawakan untuk menyambut tamu agung di bandara/pelabuhan. Ditarikan oleh 9 orang perempuan dan 3 laki-laki sebagai pengawal. Gerakan yang ditampilkan bersifat feminin yaitu gerak wanita sedang merias diri. Penulis membahas beroperasinya male gaze yang terjadi di dalam tari Sekapur Sirih Jambi. Male gaze merupakan teori untuk membedah film. Penulis menggunakan teori ini untuk membedah seni pertunjukan yakni tari. Untuk melihat beroperasinya male gaze di dalam tari dapat dilihat dari panggung pertunjukan dan juga gerak tarinya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan melakukan studi pustaka, observasi dan wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa beroperasinya male gaze dalam sebuah seni pertunjukan taridapat dilihat dari bentuk panggung, pencahayaan dan gerak penari."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta, 2020
400 JANTRA 15:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Sekar Sari
"Objektifikasi wanita dalam media visual masih menjadi suatu perdebatan seiring dengan banyaknya media visual yang menjadikan wanita sebagai objek. Media visual mengarahkan wanita untuk mempertunjukkan diri mereka untuk mengundang tatapan pria (Male Gaze), dan menawarkan kepuasan kepada mereka. Pretty Little Liars, serial TV dimana alur ceritanya bergantung pada aktivitas tatapan, merupakan salah satunya. Terdapat dua hal yang digarisbawahi dalam jurnal ini. Pertama, permasalahan mengenai objektifikasi perempuan dan tatapan pria muncul dalam serial TV Pretty Little Liars. Kedua, tatapan yang dilakukan oleh karakter-karakter pria dalam serial TV ini memberi sebuah dampak negatif terhadap karakter-karakter wanita di ruang publik dan ruang privat mereka. Dengan mengacu kepada konsep male gaze yang dipaparkan oleh Mulvey, jurnal ini menunjukkan bahwa tatapan pria dan objektifikasi wanita dalam media visual masih ada hingga saat ini.

The objectification of women in visual media still becomes a debate since there are many visual media display women as the object. Visual media arrange women to exhibit themselves to invite male gaze and offer them pleasures. Pretty Little Liars, TV series which the storyline depends on the gaze activity, is one of them. There are two major points that this paper attempts to highlight. First, the issue of women’s objectification and male gaze occur in the TV series Pretty Little Liars. Second, the gaze done by the male characters in this TV series gives a significant negative impact to the female characters in their public and private space. Using Mulvey’s concept of male gaze, this paper shows that the male gaze and women objectification in visual media still exist nowadays.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Wairata, Lorresent Renine Aprilia
"Iklan sebagai salah satu agen pembentuk ideologi memiliki pengaruh besar terhadap kontrol sosial dalam masyarakat, karena itu dibutuhkan sikap kritis konsumen dalam membaca teks budaya berupa iklan. Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam skripsinya merupakan tinjauan kritis terhadap sensualitas perempuan dalam iklan parfum _Bruno Banani_ (2001), _Fatale_ (2003), _Coco-Mademoiselle_ (2005) dan _Allure-Sensuelle_ (2006) yang ada pada majalah perempuan terkemuka di Jerman, yaitu _Brigitte_. Dengan menggunakan teori Encoding-Decoding dari Stuart Hall dan Teori Feminisme, khususnya tentang Mitos Kecantikan dari Naomi Wolf, analisis dilakukan terhadap keempat iklan tersebut berdasarkan dua kategori besar, yakni Femme Fatale dan perempuan sensual. Teori yang digunakan untuk analisis dalam skripsi sebanyak 100 halaman ini bertujuan untuk memberikan tinjauan kritis terhadap sensualitas perempuan yang akan berpengaruh pada representasi perempuan. Dari hasil analisis dapat ditemukan bahwa sensualitas perempuan digunakan oleh kaum patriarkal sebagai alat untuk melanggengkan dominasi mereka. Representasi perempuan melalui sosok Femme Fatale dan Perempuan Sensual adalah salah satu cara untuk mengkonstruksi sosok perempuan ideal di mata laki-laki dan membuat kedudukan perempuan tetap termarjinalkan.

Advertising, as an agent of ideology, has a big influence in social control. It is one of many reasons why customers need to be critical in reading this cultural text. My research in this Thesis is a critical view of women_s sensuality, which is used in four perfume advertisements (_Bruno Banani_, _Fatale_, _Allure-Sensuelle_ dan _Coco-Mademoiselle_) in German_s popular women_s magazine, _Brigitte_. Using the theory _Encoding-Decoding_ from Stuart Hall and _Beauty Myth_ from Naomi Wolf, I analyze these four advertisements in two major categories: women as Femme Fatale, and women as sensual object. The theory that I use in this thesis can give a critical view of women_s sensuality, which also has a big influence in representation of women. From the analysis_ result, we can see that the sensuality of women is being used by patriarchal system to keep men_s domination. The representation of women through Femme Fatale figure and also their sensuality is a way to construct an ideal beauty, so that women can be kept as _The other_by men."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S14687
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>