Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96238 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bimo Tedjo Laksito
"Tesis ini membahas tentang bagaimana terjadi benturan kewenangan antara pemerintah dengan pemerintah daerah dalam pelaksanaan Permenkominfo 02/PER/M.KOMINFO/03/2008 tentang Pedoman Pembangunan Menara Bersama Telekomunikasi dan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika dan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (Nomor 18 Tahun 2009-07/PRT/M/200919/PER.MENKOMINFO/03/2009 ? 3/P/2009) tentang Pedoman Pedoman dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi. Metode yang digunakan dalam tesis ini adalah metode penelitian hukum Normative (yuridis normatif) yang menekankan penelitian pada telaah kaidah/substansi hukum yang menjadi norma dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam tesis ini ditemukan bahwa permasalahan menara bersama telekomunikasi terkait dengan aspek-aspek lain seperti penerapan prinsip fasilities sharing di industri telekomunikasi yang telah menjadi isu global dan telah diterapkan dibeberapa negara. Sedangkan dari aspek hukum, nuansa otonomi daerah sangat kental mengingat peran pemerintah daerah yang menjadi ujung tombak implementasi pengaturan menara telekomunikasi. Dalam nuansa otonomi daerah ini yang menonjol adalah perizinan yang kemudian terkait dengan retribusi perizinan.
Hal lain yang dirasa menjadi permasalahan penting adalah kedudukan peraturan bersama menteri yang menjadi dasar bagi pengaturan menara bersama di rasa kurang memadai mengingat kedudukannya dalam tata urutan perundangundangan di Indonesia. Disamping itu aspek persaingan usaha juga menjadi isu yang penting.untuk dibahas. Akhirnya tesis ini ditutup dengan kesimpulan dan beberapa saran untuk pelaksanaan penaturan menara telekomunikasi ke depan.

This thesis discusses how the conflict of authority between the government and local governments in the implementation of the Guideline Development 02/PER/M.KOMINFO/03/2008 Permenkominfo Joint Telecommunication Tower and the Joint Regulation of the Minister of Home Affairs, Minister of Public Works, Ministry of Communications and Information Technology and chief Investment Coordinating Board (No. 18 of 2009-07/PRT/M/2009- 19/PER.MENKOMINFO/03/2009 - 3/P/2009) on Guidelines and Guidelines for Joint Use of Telecommunication Tower. The method used in this thesis is a normative legal research methods (normative), which emphasizes research on the study of rules / legal substance that became the norm in the legislation.
In this thesis found that problems related to the telecommunications tower together with other aspects such as application of the principle of sharing fasilities in the telecommunications industry that has become a global issue and has been implemented in several countries. While the legal aspects, the nuances of regional autonomy is very strong considering the role of local government to spearhead the implementation of regulation of telecommunication towers. In the nuances of regional autonomy that stand out are the licensing and permitting fees associated with.
Another thing that is felt to be an important issue is the status of joint ministerial regulations which became the basis for setting the tower along with the sense of lack of appropriate, considering its position in the sort order legislation in Indonesia. Besides that aspect of business competition issues penting.untuk also be discussed. Finally, this thesis concludes with a summary and some suggestions for the implementation of the regulation of telecommunications towers in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28159
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Ulises
"Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan memberikan hak menguasai atas hutan kepada Pemerintah Cq Departemen Kehutanan untuk mengelota atau mengurus kawasari hutan Negara, sementara Pasat 67 mengakui hak Masyarakat Hukum Adat untuk mengetola atau mengurus hutan adatnya. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 16801Menhut-III/2002, tanggal 26 September 2002 KPKS Bukit Harapan diberi Ijin Usaha Perkebunan atas lahan seLuas 23.000 hektar di Propinsi Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kecamatan Padang Lawas. Namun karena dinilai telah melanggar peruntukan fungsi hutan dari hutan produksi menjadi lahan perkebunan, maka berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 3.419/Menhut-II/2004, tanggal 13 Oktober 2004, Ijin Usaha Perkebunan atas nama KPKS Bukit Harapan dicabut.
Dasar hukum sanksi pencabutan Ijin Usaha Perkebunan adalah Pasal 4 Jo. Pasal 10 Undang-Undang Kehutanan, Gouvernemen Besluit No. 50/1924, dan Kepmenhut No. 9231KptsfUm/1211982, tanggal 27 Desember 1982 tentang penunjukan areal hutan di wilayah Propinsi Dati I Sumatera Utara Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK). Pencabutan Ijin Usaha Perkebunan tersebut pada akhirnya di bawa ke Pengaditan Tata Usaha Negara. KPKS Bukit Harapan menggugat mengacu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Tujuan Penulisan Tesis ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah penerapan kebijakan Pemerintah Cq. Departemen Kehutanan terhadap pengelotaan hutan yang didalamnya terdapat hutan adat dari Masyarakat Hukum Adat di Hutan Padang Lawas, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Sehingga memperoleh gambaran objektif atas pencabutan Ijin Usaha Perkebunan didasarkan pada peraturan Perundang-undangan yang berlaku, dengan membahas, bagaimanakah sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan yang mengatur hutan adat dengan kebijakan pengelotaan hutan produksi, dan bagaimanakah penyelesaian sengketa benturan kepentingan antara Pemerintah Cq. Departemen Kehutanan dengan Masyarakat Hukum Adat terhadap pengelotaan hutan produksi di Kecamatan Padang Lawas Tapanuli Selatan. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T 19651
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dirgantara Putra
"Tesis ini membahas tentang harmonisasi antara ketentuan yang dibuat Pemerintah Pusat dengan ketentuan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota dalam kaitannya dengan pungutan retribusi menara telekomunikasi melalui studi kasus Pemerintah Kota Lampung. Di dalamnya juga membahas tentang jenis-jenis pungutan retribusi yang dapat dikenakan terkait keberadaan menara telekomunikasi, tata cara pemungutan, serta bagaimana konsep harmonisasi pungutan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengacu pada ketentuan Pemerintah Pusat. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian menyarankan bahwa terkait keberadan menara telekomunikasi, Pemerintah Daerah sebaiknya perlu membuat suatu aturan khusus retribusi menara telekomunikasi dengan memperhatikan asas harmonisasi dan hirarki serta kendala-kendala sosial-politik yang mungkin timbul dalam pelaksanaannya.

This thesis discusses the harmonization of provisions between central & regional/ district government related to Telecommunication Tower Retributions through case studies of Lampung Local Government. It also discusses the types of payments that may be imposed related to telecommunication tower existence, procedures of payment collectingg, and models of harmonization in retributions of tower telecommunication made by local government refers to the regulations of the Central Government. This study is a descriptive qualitative research design.
The results suggest that in related to tower existance, local government should have to prepare special regulation with regard to the principle of telecommunications towers and the harmonization of the hierarchy and the constraints of social-political that may arise in its implementation."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T25315
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Amir Arham
"Pada tahun 1995 Pemerintah Pusat Mengakuisisi PT. Semen Tonasa ke PT. Semen Gresik Group. Akan tetapi akuisisi ini ditolak oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan, adanya penolakan tersebut, maka Pemerintah Pusat merubah akuisisi menjadi konsolidasi. Dengan demikian PT. Semen Tonasa menjadi bagian dari PT. Semen Gresik Group. Seiring terjadinya krisis ekonomi, BUMN merupakan aset bangsa yang potensial untuk dioptimalkan pemberdayaannya dalam rangka mendapatkan devisa untuk memberikan kontribusi terhadap perekonomian bangsa.
Pada tahun 1998 Pemerintah melakukan privatisasi PT. Semen Gresik dengan model kerjasama mitra strategis (Cemex) pabrik semen dari Mexico. Tujuan privatisasi disamping untuk melakukan penyebaran kepemilikan kepada pihak swasta dan publik. juga dalam rangka mendapatkan tambahan biaya untuk menutupi defisit APBN. Dalam perkembangannya kerjasama dengan pihak asing, Pemerintah Pusat membuat perjanjianparjanjian dengan mitra strategis tersebut, diantaranya adalah put option (menjual kembali sisa saham yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat) kepada pihak mitra strategis dengan tingkat harga yang telah ditentukan. Serta perjanjian lainnya seperti peningkatan volume penjualan ke pasar internasional, melakukan transfer teknologi, melindungi tenaga kerja lokal.
Put option yang dimiliki oleh Pemerinah Pusat ditolak oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan, karena dengan put option berarti kepemilikan PT. Semen Gresik yang didalamnya terdapat PT. Semen Tonasa akan dikuasai oleh pihak asing. Serta dan berbagai kajian yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan. kerjasama dengan pihak asing (Cemex) posisi PT. Semen Tonasa banyak dirugikan. Dengan demikian tujuan Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan untuk menjaga aset negara yang berada di daerah sekaligus kebanggaan masyarakat tidak tercapai. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan menginginkan spin off PT. Semen Tonasa dari PT. Semen Gresik. Dengan spin off berarti merupakan penghargaan terhadap landasan berdirinya PT. Semen Tonasa sendiri yang memiliki unsur historis dan politik.
Namun pada lain sisi Pemerintah Pusat melakukan privatisasi dalam rangka untuk memperbaiki kinerja perusahaan. Dengan adanya perbedaan kepentingan tersebut maka masing-masing pihak memiliki strategi untuk keberadaan dan pengelolaan PT. Semen Tonasa. Untuk melihat perbedaan itu, dianalisis dengan menggunakan AHP dan Game Theory, dalam analisis AHP Pemerintah Pusat memprioritaskan dalam mencapai tujuan adalah melakukan efesiensi perusahaan dengan nilai bobot sebesar (0,230). sedangkan pihak Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan memprioritaskan PT. Semen Tonasa harus memberikan kontribusi yang proporsionai kepada daerah dengan bobot sebesar (0,313).
Untuk analisis dengan (Game Theory apabila Pemerintah Pusat terlebih dahulu mengambil langkah maka yang diprioritaskan adalah privatisasi dengan bobot (0,128) menjadi pilihan. Sedangkan apabila Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan terlebih dahulu mengambil strategi maka pilihannya bekerjasama dengan pihak asing harus dibicarakan kembali dengan membentuk kesepakatan baru dengan nilai bobot prioritas sebesar (0,153). Dari pilihan masing-masing strategi tersebut tidak terjadi normal form dengan demikian keseimbanganpun tidak tercapai. Tidak tercapainya keseimbangan diakibatkan masing-masing pihak bertahan pada strateginya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigalingging, Eduard
"ABSTRAK
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menggambarkan bagaimana sinkronisasi penyelenggaraan urusan pemerintahan dilaksanakan oleh pemerintah dengan pemerintah daerah, yang akan dijelaskan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Adapun hasil yang diperoleh adalah bahwa sinkronisasi dilakukan melalui koordinasi penyusunan rencana program dan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing instansi, prioritas dalam RPJMN dan RKP menjadi acuan bagi penyusunan RPJMD dan RKPD, dikoordinasikan antara kementerian / lembaga dan pemerintahan daerah, begitu pula target-target nasional terkait urusan pemerintahan daerah III dikoordinasikan untuk dijadikan acuan oleh daerah dalam menentukan target di masing-masing daerah. Selain itu, salah satu penyusunan kebijakan yang menjadi tugas pemerintah adalah penyusunan peraturan pemerintah tentang standar pelayanan minimal dilakukan melalui koordinasi dengan kementerian teknis yang melaksanakan urusan pemerintahan terkait pelayanan dasar. Dengan demikian, hasil sinkronisasi urusan pemerintaha dapat mengintegrasikan pembangunan daerah dengan pembangunan nasional.
"
Jakarta: Biro Hukum dan Komunikasi Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2018
320 JPAN 8 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Djasiodi Djasri
"Undang-Undang no. 22 1 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberi kewenangan yang luas kepada Pemerintah Daerah (Kabupaten dan Kota) untuk mengembangkan daerahnya, sementara itu Undang-Undang no. 36 / 1999 tentang Telekomunikasi memberi peluang kepada swasta untuk melakukan usaha di bidang jaringan dan layanan telekomunikasi. Dengan demikian Pemerintah Daerah juga mempunyai kewewenangan dan berpeluang untuk mengembangkan jaringan dan layanan telekomunikasi di daerahnya.
Penulisan tesis ini membahas kajian antisipasi Pemerintah Daerah dalam memanfaatkan kewenangan dan peluang tersebut di atas. Kajian antisipasi ini menggunakan teori manajemen bisnis dalam menentukan strategi-strategi yang diperlukan. Sebagai tujuannya adalah menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengusaha jaringan dan layanan telekomunikasi untuk melakukan usaha di daerahnya. Sebagai obyek untuk contoh penerapan hasil kajian ini adalah Pemerintah Kota Depok. Dan hasil analisis lingkungan eksternal dan internal Pemerintah Kota Depok diperoleh strategi-strategi yang diperlukan yang dapat diusulkan untuk menangani pengembangan jaringan dan layanan telekomunikasi di wilayah Kota Depok.

Law no. 22 of 1999 relating to Local Government confers extensive power on Local Governments (Districts and Towns) to develop themselves, whereas Law no. 36 of 1999 relating to Telecommunication provides the private sector the opportunity to engage in business in the field of telecommunication networks and services. The Local Governments have, therefore, also the competency and opportunity to develop telecommunication networks and services in their regions.
This thesis is a study of the Local Government anticipation in taking advantage of the aforementioned competency and opportunity, and uses the business management theory in determining the strategies required. The aim is to create a conducive environment for telecommunication network and service entrepreneurs to engage in business in their region.
The Kota Depok Government serves as example of the result of the study. From the outcome of the Kota Depok Government external and internal environmental analyses, the required strategies were obtained that might be proposed to manage the development of telecommunication networks and services in Depok."
2001
T1478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sipayung, Jamarsen
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S19459
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda
"Peran Notaris dalam setiap corporate action yang dilakukan emiten sangat penting karena setiap akta yang dibutuhkan harus dibuat dengan akta notaris. Oleh karena itu maka apabila dalam corporate action yang dilakukan emiten tersebut terjadi benturan kepentingan akan menyebabkan adanya pihak-pihak yang dirugikan. Yang menjad pokok masalah dari tesis ini adalah bagaimana peran Notaris dalam corporate action yang dilakukan oleh emiten? Selain itu pokok masalah yang akan dibahas adalah dalam keadaan bagaimanakan seorang Notaris dapat dikatakan mempunyai benturan kepentingan dengan emiten? Pokok masalah yang terakhir adalah bagaimana upaya penyelesaian jika terjadi benturan kepentingan antara Notaris dan Emiten? Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah bersifat yuridis kepustakaan dan jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Alat pengumpulan data yang yang digunakan berupa studi dokumen dan metode analisis data digunakan secara kualitatif. Kesimpulan dari penulisan ini adalah Notaris mempunyai peran yang sangat penting dalam setiap corporate action yang dilakukan oleh Emiten. Dokumen-dokumen yang menunjang corporate action ini merupakan akta otentik yang mana akan sangat berpengaruh pada pembuktian nantinya. Notaris dikatakan mempunyai benturan kepentingan ketika Notaris yang sedang melaksanakan tugasnya dalam membuat akta otentik bagi Emiten, mempunyai hubungan dengan salah satu pihak dalam hal ini adalah Emiten, seperti yang dimaksud dalam Pasal 52 Undang-Undang Jabatan Notaris. Upaya penyelesaian jika terjadi benturan kepentingan antara Notaris dan Emiten adalah dengan tindakan preventif dimana sebelum terjadi benturan kepentingan ini harus dicegah terlebih dahulu, dengan aturan yang jelas dan dengan batasan-batasan yang jelas dapat mencegah benturan kepentingan ini. Disamping itu apabila telah terjadi benturan kepentingan antara Notaris dan Emiten, maka pihak yang dirugikan bisa menuntut ganti rugi berdasarkan pasal 84 Undang-Undang Jabatan Notaris.

The role of Notary in every corporate action, which is done by Public Listed Company, is very important because every title deed that is issued needs to be produced, reviewed, and legalized by a Notary. Therefore, if a conflict of interest occurs in any corporate action that is caused by Public Listed Company, disadvantages might affect other parties. The focus of this thesis is what roles a Notary holds in every corporate action that is done by Public Listed Company. The thesis also reviews about in what circumstances a Notary can be assumed to have a conflict of interest with Public Listed Company. The last focus would be what actions need to be imposed if a conflict of interest between Notary and Public Listed Company occurs. The research method that is used to complete this thesis is done jurisdictionally bibliographical and the type of data that is utilized is secondary data. Qualitative document studies and data analysis are used to compile this thesis. The conclusion of this thesis is: Notary holds a very significant role in every corporate action that is done by Public Listed Company All documents that support every corporate action are authentic title deeds that are deemed to be important to provide any evidence in the future. Notary is suspected to have a conflict of interest if when performing his/her duties in producing authentic title deeds for Public Listed Company, both parties are to be called related as regulated by The Laws of Notary: Article 52. A preventive action before a conflict of interest occurs needs to be made as a solving effort before it occurs between Notary and Public Listed Company by legalizing apparent regulations and limitations that can avoid this conflict of interest. Besides that, if a conflict of interest between Notary and Public Listed Company has already occurred, the disadvantaged party can allege for claims as regulated by The Laws of Notary: Article 84."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19569
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andalia Farida
"Suatu perseroan, sebagaimana dimuat dalam penjelasan Undang-undang nomor 1 tahun 1995 tanggal 7 Maret 1995 tentang Perseroan Terbatas, diharapkan menjadi salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional yang berasaskan kekeluargaan menurut dasar-dasar demokrasi ekonomi sebagai pengejawantahan dari Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Pada dasarnya dalam pendirian suatu perseroan terbatas, para pendiri mempunyai tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan. Sebagai suatu asosiasi modal, para pemegang saham perseroan telah menyisihkan dari kekayaannya ke dalam setoran modal yang terbagi atas saham, dan yang menjadi salah satu kepentingan pokok pemegang saham adalah perusahaan harus dapat memupuk keuntungan yang dapat meningkatkan nilai perusahaan bagi pemegang saham."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T18937
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>