Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 74984 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ernest Alto
"Tesis ini membahas peranan perusahaan melalui konsep aksi bersama melawan korupsi yang melibatkan 3 pilar yaitu pemerintah, masyarakat, dan kalangan dunia usaha. Upaya sendiri-sendiri oleh pemerintah, masyarakat dan kalangan dunia usaha memiliki dampak yang lebih kecil daripada apabila dilakukan secara bersama-sama. Aksi bersama melawan korupsi ini mengacu pada Collective Action Guideline yang dikeluarkan oleh World Bank Institute yang bekerjasama dengan Siemens, Transparency International, CIPE, UN Global Compact. Menarik untuk disimak bagaimana penerapan Collective Action tersebut di Indonesia dan seberapa jauh efektivitas dari penerapan aksi bersama tersebut.

This thesis discuss the role of company through collective action in fighting against corruption which involved 3 pillar i.e. government, civil society, and business. Inividual action have little impact compare to collective action. The Collective Action refer to Collective Action Guideline established by World Bank Institute in cooperation with Siemens, Transparency International, CIPE, UN Global Compact. Interesting to learn how is the implementation of Collective Action in Indonesia and how effective is the implementation of the collective action."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28047
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tjandra Sridjaja Pradjonggo
Surabaya: Indonesia Lawyer Club, 2010
364.132 3 TJA s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Perseroan Terbatas merupakan bentuk usaha kegiatan
ekonomi yang berstatus badan hukum. Perseroan sebagai
kesatuan hukum, mempunyai kapasitas yuridis yang sama
dengan orang-perorangan, yaitu dapat melakukan perbuatan
hukum. Dalam melakukan perbuatan hukum, perseroan diwakili
oleh organ-organnya, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham,
Direksi dan Komisaris. Organ-organ tersebut bertindak untuk
kepentingan perseroan sesuai dengan kewenangannya yang
telah ditentukan dalam UUPT dan Anggaran Dasar perseroan.
Tindakan organ perseroan yang diluar kewenangannya (ultra
vires) tidak mengikat perseroan, melainkan menjadi tanggung
jawab pribadi organ yang bersangkutan. PT. Usaha Sandang
(Penggugat) mengadakan perikatan dengan PT. Dhaseng dan PT.
Interland (Tergugat I dan II), yang kemudian ternyata bahwa
perikatan tersebut dibuat oleh direksi kedua badan hukum
(Tergugat III) dengan melampaui batas kewenangannya. Dalam
hal ini Penggugat sebagai pihak ketiga yang beritikad baik
dapat mengemukakan bahwa pihaknya tidak mengetahui bahwa
perikatan tersebut dibuat oleh Tergugat III dengan
melampaui kewenangannya, sehingga perikatan tersebut tetap
sah. Sesuai dengan ketentuan dalam UUPT, Tergugat III harus
bertanggung jawab penuh secara pribadi. Sehubungan dengan
perlindungan pihak ketiga, akan terasa lebih adil apabila
perikatan tersebut tetap mengikat perseroan, sehingga
perseroan dibebani kewajiban pemenuhan perikatan tersebut
beserta dengan ganti kerugiannya. Kemudian perseroan dapat
menagih hak regressnya terhadap direksi yang telah bersalah
atau lalai dalam menjalankan tugasnya. Alternatif ini
diberikan dengan mengingat bahwa kekayaan perseroan lebih
likuid dibandingkan dengan kekayaan direksi."
[Universitas Indonesia, ], 2004
S23372
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"ATM Bersama yang diselenggarakan oleh PT. Artajasa
Pembayaran Elektronis merupakan perwujudan perkembangan
teknologi komputer, telekomunikasi dan informasi. Menjadi
anggota dari ATM Bersama merupakan suatu usaha dari bank
untuk menarik minat masyarakat untuk menjadi nasabah bank
tersebut sekaligus upaya untuk mengoptimalkan ATM yang
dimilikinya dan memperoleh tambahan pendapatan. Didalam
penggunaan ATM Bersama, terkadang terjadi permasalahan yang
merugikan nasabah, yaitu: transaksi yang gagal tetapi dana
tetap terdebet, kartu ATM yang tertelan, dan transaksi
karena fraud. Jika terjadi permasalahan tersebut bagaimana
penyelesaiannya? Untuk itu, perlu diketahui terlebih dahulu
hubungan hukum yang terjadi dari para pihak dalam
penggunaan ATM bersama. Dengan demikian akan terlihat hak
dan kewajiban para pihak didalam penyelesaian suatu
masalah. Skripsi ini juga meninjau upaya apa yang dapat
dilakukan nasabah terhadap penyelesaian masalah tersebut,
dan bagaimana dasar hukum keberadaan ATM Bersama ini.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah
penelitian yuridis normatif dan tipe penelitiannya ialah
penelitian deskriptif. Berdasarkan penelitian penulis,
dasar hukum keberadaan ATM Bersama bisa menggunakan
peraturan yang sudah ada, kemudian hubungan hukum antara
bank dan Artajasa dalam penggunaan ATM Bersama merupakan
hubungan sewa menyewa, pemberian kuasa, dan melakukan suatu
jasa tertentu. Sedangkan hubungan hukum antara bank dan
nasabahnya sebagai pengguna ATM Bersama adalah pinjam
meminjam uang dengan bunga, pemberian kuasa, dan melakukan
suatu jasa tertentu. Terhadap permasalahan yang ada telah
diatur prosedur penyelesaiannya pada perjanjian keanggotaan
ATM Bersama. Hasil penyelesaian ketiga masalah itu sendiri
tergantung dari hasil investigasi yang dilakukan
berdasarkan prosedur tersebut. Jika nasabah mengalami
ketiga permasalahan itu, nasabah harus membuat pengaduan
kepada banknya, dan jika nasabah tidak merasa puas terhadap
hasil penyelesaian dari pengaduan tersebut maka nasabah
bisa mengajukan upaya penyelesaian sengketa melalui mediasi
perbankan dan BPSK"
Universitas Indonesia, 2007
S24613
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine S.T. Kansil
Jakarta: Pradnya Paramita, 1994
346.065 KAN h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Erna N. Christin
"Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang meskipun menyebutkan dalam pasal 29-nya, bahwa suami isteri berhak mengatur harta kekayaan dalam perkawinan mereka menyimpang dari ketentuan pasal 35 dan pasal 36 Undang-undang perkawinan dengan suatu perjanjian perkawinan yang dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan di langsungkan tidak mengatur secara tegas bentuk-bentuk penyimpangan itu atau dengan kata lain tidak mengatur secara rinci bentuk-bentuk perjanjian perkawinan itu. Dalam hal timbulnya suatu gugatan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh suami atau isteri yang diajukan oleh pihak yang dirugikan, maka menjadi tidak jelas apakah kewajiban penggantian kerugian itu dapat di bebankan sepenuhnya kepada harta bersama dalam suatu perkawinan ataukah harus ditanggung dengan harta pribadi si suami atau si istri yang digugat tersebut, dan bagaimana jika harta pribadi tersebut tidak mencukupi. Pengadilan-pengadilan yang merupakan lembaga yang dapat menciptakan hukum (judge made law) dalam putusan-putusannya tentang gugatan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum, tidak juga membedakan dalam pertimbangan-pertimbangan hukumnya apakah beban ganti rugi itu menjadi tanggung-jawab pribadi satu pihak dan oleh karenanya harus dibayar dengan harta pribadi ataukah harus menjadi tanggung-jawab bersama, suami atau isteri sehingga dapat dibebankan pada harta bersama. Seharusnya dalam hal adanya gugatan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum apabila si suami atau si istri mengganggap bahwa perbuatan melawan hukum itu dan oleh karenanya tanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkannya adalah tanggung jawab pribadi, maka si suami atau si istri harus melakukan perlawanan atau intervensi di Pengadilan sehingga Hakim yang mengadili perkara tersebut dapat memberikan pertimbangan hukum dan putusan yang dapat menjadi suatu Yurisprudensi yang akan diikuti dalam lalu-lintas hukum masyarakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S20895
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1995
S23177
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Binacipta, 1986
346.013 IND s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Indriyanto Seno Adji
"Perbuatan melawan hukum yang semula diartikan secara formil ("wederwettelijk") telah mengalami pergeseran dan yang dianggap sebagai terobosan baru dalam hukum pidana, karena sifat dari perbuatan itu kini diartikan juga secara materiel yang meliputi setiap perbuatan yang melanggar norma-norma dalam kepatutan masyarakat atau setiap perbuatan yang dianggap tercela oleh masyarakat, sehingga terjadi perubahan arti menjadi "wederrechtelijk", khususnya perbuatan melawan hukum materil dalam hukum pidana ini (wederrechtelijk) mendapat pengaruh yang kuat sekali dari pengertian perbuatan melawan hukum secara Iuas dalam hukum perdata melalui arrest Cohen-Lindenbaum tanggal 31 Januari 1919.
Undang-Undang No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 1 ayat 1 huruf (a) maupun Penjelasan Umumnya erat kaitannya antara penerapan ajaran perbuatan. melawan hukum materil dengan arrest Cohen-Lindenbaum. Dalam hukum pidana, ajaran perbuatan melawan hukum materil dibatasi penggunaannya melalui fungsi Negatifnya sebagai alasan peniadaan pidana, dengan maksud untuk menghindari pelanggaran asas legalitas sekaligus dapat menghindari penggunaan analogi dalam hukum pidana.
Permasalahannya adalah bagaimana terhadap perbuatan dengan tipologi kejahatan baru yang dianggap koruptif/tercela yang merugikan Masyarakat/ Negara dalam skala yang sangat besar, tetapi tidak terjangkau peraturan perundang-undangan tertulis? Apakah pelaku dapat berkeliaran secara bebas dengan berlindung dibalik assas Legalitas? Dengan disandarkan dari aspek/pendekatan sejarah pembentukan Undang-Undang, norma kemasyarakatan, yudikatif dan legislatif maka sepatutnyalah untuk mempertimbangkan penerapan fungsi positif dari perbuatan melawan hukum materil, dengan kriteria yang tegas dan ketat serta kasuistis, yaitu apabila perbuatan pelaku yang tidak memenuhi rumusan delik dipandang dari segi kepentingan hukum yang lebih tinggi ternyata menimbulkan kerugian yang jauh tidak seimbang bagi Masyarakat/Negara dibandingkan dengan keuntungan dan perbuatan pelaku yang tidak memenuhi rumusan delik itu."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T368
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Girsang, Imelda A. R.
"Pada prinsipnya penerapan unsur melawan hukum bertujuan agar hakim mendapatkan kepastian, apakah tindakan itu dilakukan sama sekali tidak menurut hukum. Dalam pemahaman baku, pengertian hukum tersebut merujuk pada peraturan perundang-undangan yang pasti bersifat tertulis (asas legalitas). Akan tetapi, dalam peristiwa tertentu, perbuatan melawan hukum dapat berarti, bertentangan dengan ketelitian yang dipandang pantas dalam pergaulan masyarakat terhadap orang lain atau barang. Pemahaman inilah yang kemudian melahirkan ajaran sifat melawan hukum yang formal dan ajaran sifat melawan hukum yang materiil. Perbuatan hukum materiil adalah suatu perbuatan dinyatakan melawan hukum tidak hanya apabila perbuatan tersebut melanggar ketentuan pasal yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, perbuatan melawan hukum meteriil tidak lagi selalu mengacu pada norma hukum tertulis, tetapi perbuatan dinyatakan melawan hukum apabila dirasakan bertentangan dengan nilai keadilan dan norma sosial yang tidak tertulis yang berlaku sebagai kebiasaan yang diakui oleh masyarakat. Akan tetapi, penerapan sifat melawan hukum materiil, khususnya dalam tindak pidana korupsi menimbulkan permasalahan terhadap pembuktiannya. Dalam perkara tindak pidana korupsi dana non-budgeter Bulog, Majelis Mahkamah Agung berpendapat dalam putusannya bahwa sifat melawan hukum materiil tidak dapat diterapkan karena tidak mempunyai parameter yang jelas. Selain itu, dalam menerapkan perbuatan melawan materiil, harus dibuktikan terlebih dahulu perbuatan melawan hukum formalnya. Dengan demikian, Mahkamah Agung membatasi perbuatan melawan hukum sebagai perbuatan melawan hukum formal"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S22120
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>