Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205745 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Awaludin Luckman
"Penyelenggaraan Ibadah Haji di Indonesia diatur didalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji. Pemerintah dalam hal ini adalah Departemen Agama, ditunjuk sebagai Institusi yang mewakili Pemerintah dalam hal pengorganisasian, pelaksanaan,dan segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan Ibadah Haji di Indonesia. Dengan jumlah jama?ah dan quota terbesar di dunia, maka dengan sendirinya menjadikan manajemen dan pengorganisasian Haji di Indonesia menjadi rumit dan tidak terlepas dari berbagai potensi permasalahan seputar pelaksanaan, mis-manajemen, ONH yang relatif mahal, keterlambatan pemberangkatan, pemondokan, katering, hingga indikasi adanya korupsi didalam instansi-instansi yang terkait dengan penyelenggaraan Haji. Berbagai permasalahan tersebut mungkin disebabkan oleh berbagai faktor dan sebab yang mungkin saling berkaitan, akan tetapi yang paling mencolok dan sering menjadi permasalahan adalah peran Pemerintah, dalam hal ini Departemen Agama yang ditunjuk oleh Undang-Undang Haji sebagai satu-satunya regulator, operator, dan eksekutor. Sehingga desentralisasi dan monopolisasi penyelenggaraan Ibadah Haji, terkesan menjadi muara sebab munculnya berbagai permasalahan seputar penyelenggaraan Ibadah Haji selama ini. Apabila dikaitkan dengan isu monopoli, maka ada beberapa permasalahan penyelenggaraan Ibadah Haji yang perlu dijawab; pertama, apakah dengan adanya monopoli oleh Pemerintah dapat menjadikan penyelenggaraan dan pelayanan Haji di Indonesia menjadi lebih baik?; kedua, apakah monopoli oleh Pemerintah dalam penyelenggaraan dan pelayanan Haji di Indonesia diamanatkan dan dapat dikecualikan menurut Undang-Undang Hukum Persaingan Usaha?; ketiga, apakah penyelenggaraan Haji di Indonesia tetap di monopoli oleh Pemerintah ataukah sebaiknya dilaksanakan dengan berasaskan pada semangat persaingan?. Ada beberapa aspek yang menyebabkan munculnya permasalahan dalam penyelenggaraan Haji selama ini, diantaranya; pertama, Aspek substantif dari pelayanan, bimbingan, dan perlindungan terhadap jamaah haji yang tidak berjalan optimal; kedua, biaya atau ongkos naik haji (ONH) yang mahal dan tidak efisien; ketiga, tidak profesional dan transparan dalam pengelolaan dana haji, dikarenakan masih ditemukan selisih kemahalan harga apabila dihitung secara riil berdasarkan cost di lapangan; dan keempat, adanya indikasi terjadi praktek korupsi. Meskipun didalam Undang-Undang Haji menyatakan bahwasanya penyelenggaraan Ibadah Haji dilaksanakan berdasarkan prinsip nirlaba, akan tetapi tetap tidak dapat dipungkiri besarnya potensi ekonomi dalam penyelenggaraannya. Isu monopoli di Indonesia tidak terlepas dari Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Formulasi tujuan didalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 seyogyanya tidak serat merta dikaitan dengan bidang yang menyangkut perekonomian saja, akan tetapi selama menyangkut dengan pemerataan dan keadilan yang menyejahterakan, maka dapat dikaitkan dengan semangat kompetisi dan persaingan yang sehat. Monopoli by law oleh Undang-Undang Haji dapat juga diasumsikan sebagai monopoli oleh negara. Monopoli oleh negara dalam hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak dapat dibenarkan apabila sepanjang menghasilkan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Akan tetapi apabila memunculkan kerugian dan inefisiensi terhadap penunaian hak-hak masyarakat, maka perlu dilakukan pembenahan dan perbaikan terhadap sistem dan regulasi yang telah berjalan selama ini. Mekanisme sistem pasar (competition for the market) yang berkeadilan sangat urgen untuk diterapkan dalam manajemen penyelenggaraan Haji. Perlu dilibatkan berbagai pihak, baik swasta maupun institusi lain yang berkaitan dalam hal penyelenggaraan Haji, sebagai bentuk apresiasi untuk menciptakan transparansi dan efisiensi penyelenggaraan Haji di Indonesia di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Peneltian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan metode pendekatan hukum dan metode hukum yuridis normatif yang bersifat kualitatif.

Pilgrim Religious Service management at Indonesia managed at Statute No. 13/2008 about Hajj management. Government in this case is Religion Department, pointed as Institution that represent Government in term to organizing, performing, and alround one gets bearing with Hajj Religious Service management at Indonesia. With the biggest quota outgrown at the world, therefore by itself make management and Hajj organizing at Indonesia becomes complicated as elaborate and not despite potency sort about problem in around performing, mis-management, cost of that expensive, dispatch delay, housing, catering, until corruption indication marks at deep institutions which concerning with Hajj management. A variety about that problems maybe because of many factors and causes sort that may mutually get bearing, but then the most flashy problem is about Government Commanding role, in this case is Religion Department that pointed by Hajj Statute as the only regulator, operator, and executor. So that decentralisation and monopolization about Hajj Religious Service management, impressed as estuary because its appearance sort about problems in around Hajj Religious Service management for all this time. If concerned by monopoly issue, therefore many problems available about Hajj management Service that need to be answered for; first, is monopoly by Government gets to make management and Hajj service at Indonesia gets better?; second, is monopoly by Government in case of management and Hajj service at Indonesia being mandated and gets to be counted out by emulation Law statutory Effort?; third, is Hajj management at Indonesia constantly been monopolize by Government or better executed with competition?. There are several appearances causative aspect about problems in Hajj management for all this time, amongst those; first, substantif?s aspect in case with service, guidance, and protection to Pilgrims that don?t look optimally; second, cost of that expensive and inefficient; third, not professional and transparent in Hajj management lents fund, because of still found costliness price difference if accounted by substantive bases cost at the site; fourth, still indicating corruption pratices. Even at Hajj Statute declare that for Hajj management is performed on non-profitable principle, but then can't disown to outgrow with economy potency in its management. Monopoly issue at Indonesia cannot despite from anti monopoly Statute No. 5/1999. Intent formulation at anti monopoly Statute No. 5/1999 suppose doesn't be concerned by economics aim only, but then also if gets bearing with well-being and justice, therefore can hotly concerned with competition and healthy emulation. Monopoly by Hajj Statute can be assumed with monopoly by state. Monopoly by State can be corrected as long is determined for multitudes living and resulting justice and welfare for society. But then if arise loss and inefficiency to accomplish society rights, therefore needs to be done by fix and fixed up the system, and regulation that has already been applied at this time. Mechanism for the market that gets justice is really need to be applied for Hajj management. Need to be involved various party, even that private party and also other institutions that gets bearing with Hajj management, as shaped as appreciation in case to establish transparency and efficiency at Hajj management at Indonesia at present term and also at proximately. This study is a normative law study by using the method of approach to legislation and normatif's judicial formality method that gets kualitatif's character."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27941
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arief Rahman
"Penelitian ini membahas implementasi Undang-Undang Haji pada era reformasi 1999 ndash; 2014 , mulai dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2009, dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2014. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah penyelenggaraan ibadah haji selama ini sudah sesuai dengan Undang-Undang haji yang ada. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan studi lapangan. Penelitian ini berawal dari adanya beberapa keraguan jamaah haji Indonesia terhadap pelayanan dan penyelenggaraan haji yang dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia akan tetapi belum ada pembuktian secara sejarah.
Setelah dilakukan analisis sejarah dengan menggunakan pendekatan teori perundang-undangan dan teori implementasi Undang-Undang, bahwasanya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 masih memiliki banyak celah dalam pelaksanaannya, maka dari itu pemerintah bersama dengan DPR RI berusaha menutupi celah-celah tersebut dengan menyempurnakannya menjadi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Setahun setelahnya Kementerian Agama dan DPR RI harus merubah beberapa poin pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 karena Kementerian Haji Arab Saudi mewajibkan paspor umum untuk visa haji, maka dari itu dibentuklah Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2009. Sedangkan pada tahun 2014 muncul isu bahwa pengelolaan dana haji harus memiliki instansi khusus dalam pengelolaannya, maka disahkanlah Undang-undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Badan Pengelola Keuangan Haji.

This reaserch discusses the implementation of Hajj Law in the reform era 1999 2014 , starting from Law Number 17 Year 1999, Law Number 13 Year 2008, Law Number 34 Year 2009, and Law Number 34 Year 2014. The purpose of this reaserch is to prove whether the implementation of hajj during this time is in accordance with the existing Hajj Law. The used research method is qualitative with field study. This reaserch comes from the doubt of Indonesian pilgrims to services of hajj implementation that is considered not in accordance with the Law of the Republic of Indonesia but there has been no historical proof.
After analyzing the history using the theory of law and the theory of the implementation, the Law Number 17 of 1999 still has many loopholes and lacks in the implementation, therefore the government together with the House of Representatives tried to cover up the gaps by perfecting it with Law Number 13 Year 2008. A year later the Ministry of Religious Affairs and the House of Representatives must change some points in Law Number 13 of 2008 because of Ministry of Hajj from Saudi Arabian requires a public passport for Hajj visa, therefore the Law Number 34 Year 2009 was declared. Meanwhile, there are some issues of pilgrim fund that must have a special agency in its management, that is ratified Law Number 34 Year 2014 on Haj Financial Management Agency.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Esmara
Jakarta: Grasindo, 1993
297.55 HEN a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
At-Thayyar, Abdullah Muhammad
Jakarta : Griya Ilmu, 2011
297.352 THA ht
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rangkuti, Freddy
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000
297.55 RAN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Douwes, Dick
Jakarta: INIS, 1997
297.35 DOW i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Liasari
"ABSTRAK
Tesis ini membahas struktur industri jasa penyelenggaraan haji khusus di Indonesia serta menganalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dalam menetapkan harga jual jasa penyelenggaraan haji khususnya. Penelitian ini dibatasi hanya pada penyelenggaraan haji khusus Arbain. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan data sekunder maupun data primer.
Pemerintah mengatur penyelenggaraan haji khusus dengan regulasi-regulasi yang cukup ketat, seperti kebijakan tentang penetapan Biaya Penyelenggaraan Haji Khusus (BPIH Khusus), pengaturan standar minimum pelayanan, dan sebagainya. Namun jumlah PIHK terus berkembang setiap tahun. Oleh karena itu, fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur industri jasa penyelenggaraan haji khusus di Indonesia serta perilaku PIHK dalam menetapkan harga jual jasanya.
Struktur industri dianalisis melalui tingkat konsentrasi (Concentration Ratio) perusahaan atau kelompok perusahaan serta menggunakan Hirchsman Herfindal Index (HHI). Sementara perilaku produsen dalam menetapkan harga jual produknya ditentukan oleh jenis layanan yang ditawarkan serta tingkat persaingan dalam industri. Sehingga fungsi regresi untuk menggambarkan perilaku PIHK dalam menetapkan harga layanannya adalah sebagai berikut:
P = f (Layanan PIHK, Tingkat Persaingan)
Sampel yang digunakan adalah sebanyak 46 PIHK yang dipilih melalui metode kuota sampling dengan jumlah yang dibagi secara proporsional pada lima wilayah di Jakarta.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa struktur industri jasa penyelenggaraan haji khusus di Indonesia tidak terkonsentrasi, serta memiliki kecenderungan sifat persaingan monopolistik. Nilai CR menunjukkan bahwa sekitar 50% pangsa pasar terkonsentrasi pada 50 perusahaan yang ada di pasar, demikian pula nilai HHI yang sangat kecil, yaitu sekitar 70,00. PIHK merespon kebijakan batas bawah BPIH Khusus dengan menetapkan harga di sekitar harga yang ditetapkan Pemerintah. Untuk mendapatkan layanan minimum, rata-rata PIHK menawarkan harga 140 USD lebih tinggi dari BPIH Khusus. Variabel jenis layanan (struktur biaya) lebih mempengaruhi PIHK dalam menetapkan harga dibandingkan dengan variabel tingkat persaingan.

ABSTRACT
This thesis discusses the structure of the service industry of hajj in Indonesia and analyzing the factors that influence PIHK in pricing decision to sale hajj services in particular. The research was limited to special pilgrimage Arbain services. The study uses a quantitative approach using secondary data and primary data.
The government is arranging the special pilgrimage with regulations stringent enough, such as delimitation of Special Hajj Operation Costs (BPIH special), minimum service standards, quota restrictions, registration process, and so on. But the number of PIHK are continues to grow each year. Therefore, the focus of this study is to analyze the market structure of the service Hajj industry in Indonesia and analyze PIHK behavioral in determine price.
The market structure analyzed through concentration level (CR) of company or group of companies and used Hirchsman Herfindal Index (HHI). While the behavior of producers in pricing determined by the type of services offered and the level of competition in the industry. So that the regression functions to describe the behavior of PIHK pricing are as follows:
P = f (PIHK Services, Level of Competition)
The samples used were as many as 46 PIHK selected through quota sampling method divided by the number proportionally to the five areas of Jakarta.
The research concludes that the structure of the organization of special pilgrimage services industry in Indonesia is not concentrated, and has a characteristic tendency of monopolistic competition. CR values shows that around 50% market share is concentrated in 50 companies in the market, as well as a very small value of HHI, which is about 70.00. PIHK response to the policy of BPIH Special by setting prices around the price set by the Government. To get the minimum service, the average offer price is 140 USD higher than BPIH special. Type of service (cost structure) variables affects PIHK more in pricing compared to the competition level variable."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T33158
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Germany: Katalis Publishing, 2001
343.072 UND u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anik Farida
"Tulisan menyajikan hasil penelitian tentang potret penyelenggaraan haji furodah, yang dilakukan di Provinsi Jawa barat. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif, dengan mengandalkan metode wawancara mendalam dan studi dekumentasi. Hasilnya, meskipun dari legalitas haji furodah diterima oleh pemerintah Arab Saudi, namun pergerakan jemaah haji selama melaksanakan ibadah haji di tanah suci tidak mampu dipantau secara penuh oleh petugas haji yang dibentuk pemerintah Indonesia. Dengan demikian, jemaah haji furodah minim mendapatkan aspek perlindungan. Dengan demikian fenomena haji furodah merupakan dilema bagi negara. Dari aspek hukum di Indonesia, haji furodah tidak diakui karena dasar hukum penyelenggaraan haji di Indonesia berdasarkan UU nomor 13 tahun 2008. Pada pasal 3 Peraturan Pemerintah (PP) no 79 tahun 2012 tentang peraturan pelaksanaan UU nomor 13 tahun 2008 tentang penyeyelnggaran haji. Untuk mengatasi hal tersebut negara melalui Kementerian Agama secara terus menerus melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pilihan berhaji yangâ€amanâ€. Sebelum ada pengaturan tentang penyelenggaraan haji furodah, masyarakat dihimbau untuk menggunakan mekansime haji reguler atau haji khusus, karena terbukti jalur furodah rentan bagi jemaah mengalami kerugian."
Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2019
297 JPAM 32:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Subianto
Jakarta: Yayasan Bermula Dari Kanan, 2003
297.352 ACH m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>