Ditemukan 101761 dokumen yang sesuai dengan query
Dita Okta Sesia
"Tindak Pidana Pencucian Uang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 adalah tindak pidana yang mempunyai karakteristik sebagai tindak pidana yang white collor crime, hal ini berhubungan dengan pelaku yang mempunyai kekuatan ekonomi ataupun kekuatan politik, subjek atau pelaku tindak pidana individu sebagai manusia dan juga dapat sebuah korporasi yang berbentuk organitation crimes dengan lalu lintas batas wilayah Negara atau transnasional. Dalam hal ini terdapat satu kasus yang berkaitan dengan hal tersebut yaitu kasus L/C fiktif Bank BNI berdasarkan putusan Nomor: 1982/PID.B/2004/PN.Jak.Sel) dengan terdakwa Adrian Herling Waworuntu. Pokok permasalahan yang timbul sehubungan dengan kasus L/C fiktif Bank BNI, yaitu dalam hal bagaimana ketentuan mengenai pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang berlaku di Indonesia serta bagaimana penggunaan L/C dalam perdagangan ekspor impor dapat dipakai sebagai upaya pencucian uang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan dan metode wawancara.
The criminal act of money laundering as governed by Law Number 15 of 2002 on the Money Laundering Criminal Act as amended by Law Number 25 of 2003 is by character a criminal act that can be considered as a white collar crime. This takes the consideration of the actor of the crime which has the economical and political power, in addition to the subject or the perpetrator of the crime which can be both natural person and corporation such as crime organization acting in transnational and crossborder sphere. That being said, there is a relevant case, being the fraud L/C case of BNI Bank pursuant to court decision Number 1982/PID.B/2004/PN.Jak.Sel with Adrian Herling Waworuntu as the defendant. The main issue with regard to this case is how the regulations concerning the eradication of money laundering crime which prevails in Indonesia and L/C regulations for international trade (export-import) can be applied as a method of money laundering. The methodology for this research is literature study and interview."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27936
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Hansen, Louis Simon
"Prinsip mengenal nasabah (know your customer) atau yang biasa disebut KYC merupakan prinsip yang diterapkan Bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Prinsip ini tidak hanya berguna untuk mendeteksi transaksi keuangan yang kemungkinan merupakan tindak pidana pencucian uang tetapi juga melindungi Bank dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah atau counter-party. Pada UU No. 8 Tahun 2010, Prinsip Mengenal Nasabah ini berubah menjadi prinsip mengenali pengguna jasa yang dikenal sebagai Customer Due Dilligence (CDD) dan Enhanced Due Dilligence (EDD). CDD dan EDD dilakukan tidak hanya kepada calon nasabah tetapi juga kepada nasabah lama. Apabila dalam melakukan identifikasi terdapat transaksi yang mencurigakan dan tidak sesuai profil nasabah maka Bank wajib untuk menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) atau Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) kepada pihak yang berwenang yaitu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Hasil penelitian menunjukkan praktek pencucian uang mempunyai akibat yang kompleks yaitu merongrong perbankan, merugikan masyarakat, dan negara yang berdampak menghambat pembangunan nasional. Adapun perangkat hukum yang diterapkan berupa Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Peraturan Bank Indonesia secara materi sudah cukup memadai, namun dalam pelaksanaannya terutama oleh perbankan belum berjalan efektif karena terdapat beberapa kendala baik di perbankan sendiri yang belum optimal melaksanakan Prinsip Mengenal Nasabah karena pertimbangan adanya kemungkinan kehilangan nasabah. Upaya penerapan Prinsip Mengenal Nasabah yang dilakukan oleh Bank Ganesha adalah dengan cara menunjuk Direktur Kepatuhan dan membentuk UKPN untuk melaksanakan penerapan prinsip ini, melakukan pembuatan sistem teknologi/software guna memonitor transaksi dan monitoring profile nasabah dan terus mengadakan pengembangan dari sistem-sistem yang sudah ada, memberikan pelatihan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah kepada pejabat dan staf Bank. Kendala-kendala yang dihadapi yaitu masyarakat yang belum memahami dan menerima pemberlakuan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, dan adanya rasa kekhawatiran akan kehilangan nasabah apabila menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah, adanya sikap kurang kooperatif dari pihak nasabah itu sendiri, dan belum tersosialisasikan dengan baik tentang adanya peraturan tentang Prinsip Mengenal Nasabah dalam masyarakat. Untuk efektifnya mencegah dan memberantas pencucian uang penerapan prinsip ini perlu adanya dukungan dan kerjasama dari pemerintah, Bank dan masyarakat.
Know Your Customer Principles or commonly known as KYC applied by the Bank is to know the identity of customers, monitored the activity of the customer's transaction, including suspicious transaction report. This principle is not only useful for detecting financial transactions which may have been laundering money but also protects the Banks from the risks in dealing with customers or counter-party. Based on UU No. 8 Tahun 2010, Know Your Customer Principles, was transformed into the principle of recognizing the service user, known as Customer Due Dilligence (CDD) and Enhanced Due Dilligence (EDD). CDD and EDD were done not only to new customers but also to existing customers. When Bank identify his customer and find a suspicious transaction and inappropriate with the customer?s profile, Banks are required to submit it as Suspicious Transaction Report (STR) or Cash Transaction Report (CTR) to the competent authorities, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).The results of study show that money laundering practices have made complex impacts of undermining the banking sector, harming the public and the state, which in turn, make the impact of disrupting national development. The legal instruments applied in the form of the Law on the crime of Money Laundering and the Regulation of the Bank of Indonesia have materially been reasonable, but, ini practice, mainly in terms of the Banking sector have not yet proceeded effectively, because there are still some constraints in the Banking sector itself. Those banks themselves have not optimally practiced the "Know Your Customer" Principles due the fear of losing customers. The efforts to apply the "Know Your Customer" Principle by Bank Ganesha are to appoint the Director of Compliance and to form UKPN in order to realize the application of this principle, to develop a technological system/software in order to monitor transactions and customers profiles, and continue developing the existing systems, to give training programs of application of the "Know Your Customers" Principle to the Bank officials and staffs. The constraints to be faced: the fact that the general public has poor understanding and accepts the application of the "Know Your Customer" Principle; the fear of losing customers if the "Know Your Customer" Principle is applied, a less cooperative attitude shown by customers themselves, and poor familiarization of the general public with the regulation on the "Know Your Customer Principle". For the effective prevention and eradication of money laundering, the application of this principle requires the support and cooperation of the government, the Banking sector, and the general public."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29453
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Yunus Husein
"Money Laundering it considered as a transnational organized crime. T he logic of elimination money laundering it to omit the criminal motivation to enjoy their proceed of crime. The efforts to eliminate money laundering is much related to the issues of national jurisdiction. Thus, it requires international cooperation among countries, where international law is needed Even though there is still no specifyc convention about money laundering, but regulation about money laundering is* partially arranged in some conventions such os Wanna Convention l988 and in UN Convention on Transnational Organized Crimes 2000. ,indonesia has enected a regulation about money laundering that is' UU no. I5 year of.2000, which is amended by no. 25 year of 2003. This article will describe the implementation of international law on money laundering in Indonesia and the reason why Indonesia it still included in the list of non-cooperatives countries and territories (NCCI)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
JHII-1-2-Jan2004-342
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Dwi Sasono
"Diilhami dari penelitian tentang metode pencucian uang melalui kartu kredit di Amerika Serikat pada tahun 2002, sejumlah parameter dan pendekatan rezim anti pencucian uang disesuaikan dengan kondisi saat ini di Indonesia. Sebagai Financial Intelligence Unit, PPATK merupakan kunci sentral dari Rezim Anti Pencucian Uang di Indonesia dan ditantang untuk menemukan metoda pencegahan pencucian uang yang efektif di Indonesia. Ketika pencucian uang di Indonesia sangat lekat dengan korupsi dan penyuapan, PPATK mengungkap bahwa pencucian uang melalui kartu kredit adalah hal baru di Indonesia. Penelitian ini berupaya melihat potensi risiko pencucian uang melalui transaksi kartu kredit di Indonesia, dimana praktek Credit Card Laundering yang mengandung potensi besar kerawanan dibiarkan menjamur. Penelitian diarahkan untuk memahami fenomena tersebut dan mendapatkan formulasi strategi yang handal untuk mencegah perluasan metoda pencucian uang dimasa yang akan datang. Pendekatan penelitian akan menggunakan studi kasus dalam bentuk gratifikasi. Analisa yang digunakan adalah sebuah pendekatan dengan metoda pengujian risiko dan ancaman yang mengikuti formula R = T + V + C. Berdasarkan sejumlah masukan dan temuan yang terungkap selama penelitian diketahui bahwa pemasalahan utama yang menjadi risiko terbesar yang dihadapi adalah kerentanan akibat tidak adanya sinergi antar PPATK, regulator dan penegak hukum serta pihak pelapor (PJK). Selain itu kemampuan intervensi PPATK yang lemah serta pemahaman dari hakikat pencucian uang yang masih minim.
Inspired by a research held on 2002 in United States regarding Money Laundering Extension through Credit Cards, this research was set with some adjustment of parameters and approach to anti-money laundering regime adapted to current conditions in Indonesia. As a Financial Intelligence Unit, INTRAC is a central key of the Anti-Money Laundering Regime in Indonesia and challenged to find a method of prevention of money laundering in Indonesia. While money laundering in Indonesia very closely with corruption and bribery, PPATK revealed that money laundering through a credit card is a new thing in Indonesia. This study seeks to look at the potential risk of money laundering through credit card transactions in Indonesia. The practice of Credit Card Laundering which is known to potentially vulnerable for money laundering was greatly accepted as a common practice in Indonesia. The research directed to understanding the phenomenon and to obtain a reliable strategy formulation for the prevention of money laundering methods in the future. Research approach will use a case study in the form of gratification. The analysis used in this research will be tested with risks assessment formulation as follows R = T + V + C. The number of entries and the findings revealed during research had raised the core problem facing in risk mitigation is vulnerability due to the lack of synergy between INTRAC, regulators and law enforcement agencies as well as the complainant (CHD). In addition, INTRAC capabilities to intervention were inadequate and there is lack of understanding for the nature of money laundering itself within the society."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dastie Kanya
"Pencucian uang merupakan fenomena yang aktual di industri perbankan hingga saat ini. Tindakan yang tidak pernah terlepas dari tindak pidana asalnya ini pun telah dikriminalisasi di Indonesia. Dengan begitu berarti masyarakat mulai menyadari akan bahaya dan kerugian yang diakibatkan dari tindakan ini. Guna mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, Indonesia telah membentuk suatu lembaga independen yang bernama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau yang dikenal dengan PPATK.
Tulisan ini membahas mengenai peran dan fungsi dari PPATK dalam melakukan penegakan hukum atas adanya tindak pidana pencucian uang dengan mengambil contoh kasus pencucian uang yang diduga dilakukan oleh oknum pegawai Citibank Indonesia. Pokok permasalahan tersebut dijawab dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang meliputi studi kepustakaan dan wawancara dan kemudian menghasilkan kesimpulan bahwa peran dan fungsi PPATK dalam kasus ini lebih mengarah kepada peran yang bersifat represif yakni penanganan atas tindak pidana pencucian uang itu sendiri. Peran dari PPATK ini juga membantu aparat penegak hukum untuk membuktikan bahwa memang benar oknum pegawai Citibank tersebut dapat dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Money laundering is recently an actual phenomenon in banking industry. The action that has never been apart from the predicate crime has been criminalized in Indonesia. Therefore, the society begins to recognize the danger and losses caused by this action. To prevent and expel the money laundering, Indonesia has established an independent agency called The Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center known as INTRAC. This paper discusses the role and function of INTRAC in enforcing the law of money laundering by taking samples of suspected cases, carried out by individual employees of Citibank Indonesia. The principal problem is answered by using normative juridical research method, which includes literature studies and interviews. It leads to the conclusion that the role and function of INTRAC in this case is more directed to the repressive role of the handling on money laundering itself. The role of INTRAC has also helped law enforcement officials to prove that the individual employees of Citibank might be entangled with Article 3 of Law Number 8 Year 2010 concerning The Prevention and Eradication of The Crime of Money Laundering."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S555
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Iswardono S. Permono
Yogyakarta: BPFE, 1997
332.1 ISW u
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Chandler, Lester Vernon, 1905-
Jakarta: Bhratara, 1970
332 CHA et
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Kent, Raymond P.
New York, NY: Holt, Rinehart & Winston, 1947
332.1 KEN m
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Klise, Eugene S.
Cincinnati : South-Western College Publishing, 1972
332 KLI m
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Kamerschen, David R.
Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing, 1992
332.1 KAM m
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library