Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64037 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyudi Hafiludin Sadili
"Tindak pidana korupsi yang terjadi di tanah air ini, membuat tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, yang pada modus operandinya tindak pidana korupsi dilakukan secara kompleksitas dengan mengikutsertakan pihak ketiga didalamnya. Melihat pada kenyataannya terhadap apa yang telah ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi itu maka diperlukannya suatu upaya-upaya yang luar biasa dalam hal penanggulangan serta pemberantasan terhadap tindak pidana korupsi. Dengan ini pemerintah melakukan tindakan "general deterrence" dalam hal legalisasi pada bentuk tindakan perampasan aset terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam melakukan upaya pengembalian aset Negara yang dicuri atas tindak pidana korupsi. Penelitian ditujukan kepada substansi hukum yang khususnya peraturan perundang-undangan terkait dengan tindakan perampasan aset, dengan dilanjutkan pada struktural hukum yang akan membahas tentang mekanisme perampasan aset terhadap subjek hukum dan sebagai tujuan akhir adalah kultur hukum yang memiliki konklusi terhadap penegakan hukum dalam mekanisme perampasan aset terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi terhadap pihak ketiga yang terkait. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan metode deskriptif, dengan hasil penelitian menyarankan untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang akan disahkan dan dinyatakan memiliki kekuatan hukum yang tetap untuk dapat menerapkan mekanisme perampasan aset dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi; memberikan perluasan di dalam mekanisme perampasan aset terhadap pihak ketiga; memberikan definisi yang jelas terhadap pihak ketiga sehingga secara kedudukan hukum dan secara hak dan tanggungjawabnya dalam mekanisme peradilan pidana memiliki penafsiran yang sama dan dapat lebih memberikan perlindungan terhadap pihak ketiga dalam penyelesaian perkara pidana secara umum maupun secara khusus.

Corruption that occurred in this homeland, to make not only negatively impacts the state but has been a violation of the rights of social and economic community at large, that the modus operandi of corruption carried out by involving a third party complexities therein. Seeing the reality of what has been caused by criminal acts of corruption that it needed an effort extraordinary in terms of prevention and eradication of corruption. With the government taking action "general deterrence" in terms of legalization in the form of asset seizure action against the perpetrators of corruption in making efforts to return assets stolen by the State for a crime of corruption. Research addressed to a particular legal substance of legislation related to the act of expropriation of assets, to continue in the law which will discuss the structural mechanism of expropriation of assets of the legal subject and as the final goal is a legal culture that has a conclusion of law enforcement in the mechanism of expropriation of assets against efforts for the eradication of corruption against the third party concerned. This study was qualitative descriptive method, with results suggesting to form legislation that has been validated and declared to have legal force to implement the mechanism of expropriation of assets in an effort to eradicate corruption, provide expansion in the mechanism of expropriation of assets againstthird parties; provide a clear definition of a third party so that the legal position and the rights and responsibilities in the criminal justice mechanisms have the same interpretation and can better provide protection against a third party in settlement of criminal cases generally and specifically."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27980
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yemima Priscilla
"Tugas karya akhir ini membahas mengenai pola perilaku berdasarkan data ICW tentang kasus korupsi pada tahun 2016. Pola yang dilihat adalah modus, bidang, dan pekerjaan pelaku korupsi. Pola-pola tersebut nantinya akan membantu memberikan gambaran sementara mengenai pola kejahatan korupsi di Indonesia. Tulisan ini menemukan 482 kasus korupsi di Indonesia dan 1.106 tersangka selama tahun 2016. Berdasarkan data tersebut, penulis akan melakukan analisis dan mencari tahu pola-pola hubungan yang relatif teratur pada perilaku korupsi yang terjadi di tahun 2016 secara kriminologis. Tugas karya akhir ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk melihat pola perilaku korupsi di masa yang akan datang dan membantu dalam pembentukan strategi pencegahan kejahatan korupsi.

This thesis discusses about behavioral pattern of corruptioncases based on Indonesia Corupsion Watch`s data in 2016. This pattern consists of modus, field, and the job of corruptior. These patterns will help giving a temporary overview about corruption crime pattern in Indonesia. This writing found 482 of corruption cases and 1106 suspects during 2016. Based on that data, author do analysis and find the regularly happens on corruption behavior in 2016 with criminology`s view. This thesis is expected to be a reference to see the pattern of corruption behavior in the future and assist in the establishment of a corruption prevention strategy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Korupsi adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) . Penanggulangan tindak pidana korupsi ini membutuhkan suatu kebijakan penanggulangan kejahatan yang komprehensif. Kebijakan ini harus memadukan pendekatan penerapan hukum pidana dan pendekatan tanpa menggunakan hukum pidana. Kebijakan non-penal (pencegahan kejahatan tanpa menggunakan hukum pidana) dimaksudkan untuk mendorong dan menciptakan prakondisi kehidupan masyarakat Indonesia yang kondusif. Implementasi kebijakan penal (penerapan hukum pidana) terus berjalan melalui mekanisme sistem peradilan pidana. Secara keseluruhan, pendekatan integratif ini tetap terpadu di bawah payung visi criminal policy."
JLI 8:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Rifai
"Korupsi sebagai white-collar crime merupakan kejahatan yang tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga perekonomian masyarakat secara Iuas (extraordinary crime). Pendekatan integral kebijakan kriminal pemberantasan tindak pidana korupsi mengunakan upaya penal (hukum pidana) dan non-penal (di luar hukum pidana), Serta keterlibatan elemerl-elemen lain di luar aparat penegak hukum pidana, yaitu masyarakat dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK). Dalam upaya penal, Kejaksaan sebagai the key administration office in processing of case dalm criminal justice system mempunyai tugas dan fungsi penyidikan dan penuntutan perkara korupsi dan dalam upaya non-penal melakukan gugatan keperdataan dan alternative dispute resolution (ADR), seharusnya berperan secara ideal sesuai dengan ketentuan normatif yang ada, tetapi karena kendala dari segi substansi, struktur dan kultur hanya mewujudkan peran faktual.
Hasil penelitian rnenunjuklcan kelemahan-kelemahan ketentuan normatif dalam upaya penal peran Kejaksaan adalah masalah penyidikan, mekanisme kontrol, ketentuan khusus UUTPK dan UU pidana yang terkait dengan korupsi serta UU Kejaksaan, sedangkarl kelemahan dalam upaya non-penal adalah tugas dan fungsi Kejaksaan sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN) yang bersifat ?fakultatif". Pelaksanaan peran Kejaksaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu mengadakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan eksekusi putusan Pengadilan Serta melaksanakan fungsi dan tugas sebagai JPN dalam perkara perdata dan ADR. Untuk melaksanakan peran tersebut diperlukan adanya faktor-faktor pendul-Lung lainnya seperti peraturan pelaksanaan, manajemen penyelesaian perkara, sumber daya manusia yang profesional, biaya dan fasilitas yang mencukupi. Peran aktual Kejaksaan melakukan penegakan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana kenyataan adanya, yaitu Kejaksaan hanya dapat memproses sebagian penyelidikan ke tahap penyidikan, sebagian penyidikan ke tahap penuntutan, dan hanya sebagian saja yang berhasil dijatuhi sanksi pidna oleh Pengadilan. Demikian pula dalam pelaksanaan tugas dan fungsi JPN kurang berjalan sebagaimana mestinya karena adanya ketidaktahuan dan ?keengganan" instansi pemerintah menyerahkan penanganan masalah-masalah hukumnya kepada Kejaksaan. Profesionalisme jaksa terkait dengan keahlian dan keterampilan (expertise), kesejawatan (partnership), budaya kerja dan tujuan. Peran serta masyarakat untuk membantu upaya pemberantasan tindak pidana korupsi telah cukup baik, hal itu tampak dari adanya laporan dan pengaduan masyarakat. Perspektif eksistensi KPTPK mempunyai tugas dan wewenang dalam melakukan koordinasi dan supervisi terhadap aparat penegak hukum dan lembaga dinas instansi Serta melakukan penyelidilcan, penyidilcan dan penuntutan perkara tindak pidana kompsi. Tugas dan fungsi KPTPK bersama-sama dengan Kejaksaan yang cukup penting adalah dalam bidang ?pencegahan? tindak pidana korupsi, yaitu melalui upaya mewujudkan good governance dan good corporate governance, budaya ?anti korupsi? di kalangan aparat pemerintah dan masyarakat.

Abstract
Corruption as a white-collar crime is a crime which inflicts not only on state financial loss, but also largely public economic interest (extra-ordinary crime). The integral approach of criminal policy for tighting corruption criminal act has applied penal and non-penal legal action and the participation of other non-penal upholder elements besides legal enforcers and Commission for Fighting Corruption Criminal Act. In the penal action, office ofthe attomey as the key administration office in processing criminal cases in criminal justice systems has duty and function for doing investigation and prosecution against corruption cases. In the non-penal action, public prosecutor doing a civil suit and altemative dispute resolution should have an ideal role according to the normative mle of law in force, nevertheless factual role is created because of substantial, structural, and cultural problems.
The results of research showed that the weaknesses of normative rules in penal action for the public executor?s role were in cases investigation, control mechanism, specific rules of corruption, mles of criminal code related to corruption cases, and public prosecution law. While the weaknesses of non-penal action where the duty and fimction of public prosecutor acted as a ?facultative? state legal adviser. The application of the role of public prosecution in fighting corruption criminal cases was in line with criminal rule of legislations: doing investigation, examination, criminal indictment, and execution of criminal court verdict and implementing the duty and limction of public prosecutor in civil case and alternative dispute resolution. To implement the roles, it was needed some supporting factors, like the the rule of implementation of the law, the management of solving cases, professional
human resources development, enough fiind and complete facilities. The actual role of public prosecutor was to enforce the law in fighting corruption criminal cases, but only a sum of investigations where proceeded into examination phase, a few of them where into criminal indictment phase, and only some cases where success into criminal sentence phase. In implementing the duty and function, public prosecutor was less in success because of ignorance and unwillingness of the government institutions to deliver the cormption cases for handling. The public prosecutors professionalism was matched with skill and expertise, partnership, work culture and goal-oriented. The participation of non-govemment organization in society for help fighting corruption criminal cases was done well. It was proved by the report and claim of community member. The perspective existence of Commission for Fighting Corruption Criminal Action (KPTPK) had duty, iimction, and the authority in coordination with and supervision to the law enforcers, institutions, departements officials, to do investigation, examination, and criminal indictment for corruption criminal cases. The duty and fimctions of KPTPK which worked together with public prosecution where prevention against corruption criminal cases by creating a good govemance and good corporate governance, and ?anti-corruption? culture in government officials and community."
2002
D1101
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Rifai
"Korupsi sebagai white-collar crime merupakan kejahatan yang tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga perekonomian masyarakat secara Iuas (extraordinary crime). Pendekatan integral kebijakan kriminal pemberantasan tindak pidana korupsi mengunakan upaya penal (hukum pidana) dan non-penal (di luar hukum pidana), Serta keterlibatan elemerl-elemen lain di luar aparat penegak hukum pidana, yaitu masyarakat dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK). Dalam upaya penal, Kejaksaan sebagai the key administration office in processing of case dalm criminal justice system mempunyai tugas dan fungsi penyidikan dan penuntutan perkara korupsi dan dalam upaya non-penal melakukan gugatan keperdataan dan alternative dispute resolution (ADR), seharusnya berperan secara ideal sesuai dengan ketentuan normatif yang ada, tetapi karena kendala dari segi substansi, struktur dan kultur hanya mewujudkan peran faktual.
Hasil penelitian rnenunjuklcan kelemahan-kelemahan ketentuan normatif dalam upaya penal peran Kejaksaan adalah masalah penyidikan, mekanisme kontrol, ketentuan khusus UUTPK dan UU pidana yang terkait dengan korupsi serta UU Kejaksaan, sedangkarl kelemahan dalam upaya non-penal adalah tugas dan fungsi Kejaksaan sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN) yang bersifat ?fakultatif". Pelaksanaan peran Kejaksaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu mengadakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan eksekusi putusan Pengadilan Serta melaksanakan fungsi dan tugas sebagai JPN dalam perkara perdata dan ADR. Untuk melaksanakan peran tersebut diperlukan adanya faktor-faktor pendul-Lung lainnya seperti peraturan pelaksanaan, manajemen penyelesaian perkara, sumber daya manusia yang profesional, biaya dan fasilitas yang mencukupi. Peran aktual Kejaksaan melakukan penegakan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana kenyataan adanya, yaitu Kejaksaan hanya dapat memproses sebagian penyelidikan ke tahap penyidikan, sebagian penyidikan ke tahap penuntutan, dan hanya sebagian saja yang berhasil dijatuhi sanksi pidna oleh Pengadilan. Demikian pula dalam pelaksanaan tugas dan fungsi JPN kurang berjalan sebagaimana mestinya karena adanya ketidaktahuan dan ?keengganan" instansi pemerintah menyerahkan penanganan masalah-masalah hukumnya kepada Kejaksaan. Profesionalisme jaksa terkait dengan keahlian dan keterampilan (expertise), kesejawatan (partnership), budaya kerja dan tujuan. Peran serta masyarakat untuk membantu upaya pemberantasan tindak pidana korupsi telah cukup baik, hal itu tampak dari adanya laporan dan pengaduan masyarakat. Perspektif eksistensi KPTPK mempunyai tugas dan wewenang dalam melakukan koordinasi dan supervisi terhadap aparat penegak hukum dan lembaga dinas instansi Serta melakukan penyelidilcan, penyidilcan dan penuntutan perkara tindak pidana kompsi. Tugas dan fungsi KPTPK bersama-sama dengan Kejaksaan yang cukup penting adalah dalam bidang ?pencegahan? tindak pidana korupsi, yaitu melalui upaya mewujudkan good governance dan good corporate governance, budaya ?anti korupsi? di kalangan aparat pemerintah dan masyarakat.

Abstract
Corruption as a white-collar crime is a crime which inflicts not only on state financial loss, but also largely public economic interest (extra-ordinary crime). The integral approach of criminal policy for tighting corruption criminal act has applied penal and non-penal legal action and the participation of other non-penal upholder elements besides legal enforcers and Commission for Fighting Corruption Criminal Act. In the penal action, office ofthe attomey as the key administration office in processing criminal cases in criminal justice systems has duty and function for doing investigation and prosecution against corruption cases. In the non-penal action, public prosecutor doing a civil suit and altemative dispute resolution should have an ideal role according to the normative mle of law in force, nevertheless factual role is created because of substantial, structural, and cultural problems.
The results of research showed that the weaknesses of normative rules in penal action for the public executor?s role were in cases investigation, control mechanism, specific rules of corruption, mles of criminal code related to corruption cases, and public prosecution law. While the weaknesses of non-penal action where the duty and fimction of public prosecutor acted as a ?facultative? state legal adviser. The application of the role of public prosecution in fighting corruption criminal cases was in line with criminal rule of legislations: doing investigation, examination, criminal indictment, and execution of criminal court verdict and implementing the duty and limction of public prosecutor in civil case and alternative dispute resolution. To implement the roles, it was needed some supporting factors, like the the rule of implementation of the law, the management of solving cases, professional
human resources development, enough fiind and complete facilities. The actual role of public prosecutor was to enforce the law in fighting corruption criminal cases, but only a sum of investigations where proceeded into examination phase, a few of them where into criminal indictment phase, and only some cases where success into criminal sentence phase. In implementing the duty and function, public prosecutor was less in success because of ignorance and unwillingness of the government institutions to deliver the cormption cases for handling. The public prosecutors professionalism was matched with skill and expertise, partnership, work culture and goal-oriented. The participation of non-govemment organization in society for help fighting corruption criminal cases was done well. It was proved by the report and claim of community member. The perspective existence of Commission for Fighting Corruption Criminal Action (KPTPK) had duty, iimction, and the authority in coordination with and supervision to the law enforcers, institutions, departements officials, to do investigation, examination, and criminal indictment for corruption criminal cases. The duty and fimctions of KPTPK which worked together with public prosecution where prevention against corruption criminal cases by creating a good govemance and good corporate governance, and ?anti-corruption? culture in government officials and community."
2002
D1104
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felli Hermanto
"Fenomena obyek penelitian adalah penerapan manajemen penyidikan tindak pidana korupsi pada Direktorat III Pidkor Bareskrim Mabes Polri. Tujuan penelitian mendeskripsikan penerapan manajemen penyidikan tindak pidana korupsi dan membahas SWOT dalam penerapan manajemen penyidikan.
Penerapan Analisis SWOT pada tahapan manajemen penyidikan tindak pidana korupsi pada Direktorat III Pidkor Bareksrim belum dijadikan Standard Operating Procedure penerapan manajemen penyidikan tindak pidana korupsi.
Kelemahan tersebut menyebabkan kinerja Direktorat III Pidkor Bareskrim Polri menjadi kurang efektif dalam menangani perkara korupsi. Sebab itu, penerapan Standard Operating Procedure manajemen penyidikan tindak pidana korupsi menjadi salah satu persyaratan manajerial yang dapat mengefektifkan kinerja Direktorat III Pidkor Bareskrim Polri.

The phenomenon of object of research is the application of management investigation of corruption in the Directorate III Penal Corruption of Crime Investigation. Describe the application of management research objective investigation of corruption and discusses the application of SWOT in investigation management.
Application of SWOT analysis on the management stage of investigation of corruption at the Directorate III Penal Corruption of Crime Investigation Board in Indonesia National Police Headquarter in Standard Operating Procedures have not made the application of management corruption investigations.
The weakness is causing the performance of the Corruption Penal Investigation Management at Directorate III Penal Corruption of Crime Investigation become less effective in dealing with corruption cases. Therefore, the application of Standard Operating Procedure management corruption investigation into one of the managerial requirements that can streamline the performance of the Directorate III Penal Corruption of Crime Investigation.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T30193
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
R.A. Gismadiningrat Sahid Wisnuhidayat
"Kerugian negara akibat korupsi di Indonesia pada tahun 2022 bernilai signifikan, namun KPK RI sebagai lembaga khusus pemberantasan korupsi dinilai belum maksimal dalam mengembalikan kerugian negara dibandingkan POLRI dan Kejaksaan RI. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan pengembalian aset khususnya pada penyidikan tindak pidana korupsi di Direktorat Penyidikan KPK. Melalui penerapan metode penelitian kualitatif dan studi kasus, hasil penelitian ini menemukan bahwa, pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi masih berfokus pada upaya memenjarkan pelaku yang dipengaruhi oleh adanya celah hukum pada Undang-Undang Korupsi, polemik dalam perampasan aset, keterbatasan sumber daya manusia dan menurunnya nilai aset yang telah dirampas. Untuk meningkatkan pelaksanaan pengembalian aset, diperlukan strategi pendekatan perdata (in rem) melalui Kemungkinan (Balanced Probability Principle) dan Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan (Non Conviction-Based Asset Forfeiture) melalui pembaharuan regulasi dan peningkatan kualitas serta kuantitas sumber daya manusia Direktorat Penyidikan KPK RI.

State’s losses as the result of corruption in Indonesia, 2022, have a significant value, but KPK RI as a special institiution againts the corruption is considered not optimal in it’s efforts to returning the State losses rather than Indonesian National Police and The Office of the Attornety of The Republik of Indonesia. This articels aims to answer the problems regarding the implementation of asset recovery especially in the investigation of corruption at KPK RI Investigation Division. Through qualitative research methods and case studies, the result the results of this study found that the implementation of the investigation was still focused on efforts to imprison the perpetrators who were influenced by legal loopholes in the Corruption Law, polemics over asset confiscation, limited human resources and the decline in the value of assets that had been confiscated. To increase the amount of assets returned, a civil approach strategy is needed through the Balanced Probability Principle and Non-Conviction-Based Asset Forfeiture."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifky Vidy Rakasiwi
"Artikel ini membahas peranan Artidjo Alkostar dalam memperberat putusan terhadap terpidana tindak pidana korupsi selama periode 2012–2018. Artidjo Alkostar, seorang hakim agung Indonesia, dikenal karena keberaniannya dalam menjatuhkan hukuman yang lebih berat kepada pelaku korupsi. Penelitian ini menunjukkan bahwa keputusan Artidjo untuk memperberat hukuman dipengaruhi oleh pengalaman hidupnya, termasuk sebagai aktivis mahasiswa, pengacara di LBH Yogyakarta, serta pengaruh kuat keislaman dan darah Madura dalam membentuk karakternya. Artidjo sering menggunakan Pasal 2 UU No. 20 Tahun 2001 jo. UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk menghukum pelaku karena penyalahgunaan kewenangan merupakan tindakan melawan hukum. Vonis berat yang diberikan Artidjo kepada terdakwa seperti Muhammad Nazaruddin, Angelina Patricia Pingkan Sondakh, dan Luthfi Hasan Ishaaq menunjukkan pandangannya terhadap kejahatan korupsi. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan tahapan heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Sumber yang digunakan meliputi putusan pengadilan, undangundang, surat kabar, serta buku dan jurnal terkait. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai kajian sejarah praktik peradilan di Indonesia.

This article discusses the role of Artidjo Alkostar in imposing harsher sentences on convicted corruption offenders during the 2012-2018 period. Artidjo Alkostar, an Indonesian Supreme Court judge, is known for his courage in handing down tougher penalties to corrupt individuals. This research shows that Artidjo's decision to impose harsher sentences was influenced by his life experiences, including his time as a student activist, a lawyer at LBH Yogyakarta, and the strong influence of Islamic values and Madurese heritage in shaping his character. Artidjo often utilized Article 2 of Act No. 20 of 2001 in conjunction with Act No. 31 of 1999 on the Eradication of Corruption to punish offenders, as abuse of authority is considered an unlawful act. The heavy sentences handed down by Artidjo to defendants such as Muhammad Nazaruddin, Angelina Patricia Pingkan Sondakh, and Luthfi Hasan Ishaaq reflect his views on corruption crimes. This research employs historical methods including heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The sources used include court decisions, laws, newspapers, as well as related books and journals. This study is expected to enhance understanding of the historical study of judicial practices in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Putri Vera
"Pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan salah satu sektor yang cukup rentan dan berpotensi terhadap praktek tindak pidana korupsi. Selain melibatkan pejabat pemerintah dan pengurus korporasi, korupsi pada sektor ini juga melibatkan korporasi. Adapun kasus yang dibahas dalam penelitian ini adalah Putusan No. 94/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Jkt.Pst jo. Putusan No. 3/Pid.Sus-TPK/2018/PT.DKI. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan kasus.
Dari hasil penelitian didapat bahwa dalam kasus ini, sistem pertanggungjawaban pidana korporasi yang digunakan adalah pengurus dan korporasi sebagai pembuat dan keduanya yang bertanggungjawab. Dasar pembebanan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi dilakukan dengan melihat actus reus dan mensrea yang dilakukan oleh directing mind korporasi, kemudian dianggap sebagai actus reus dan mensrea dari korporasi. Sanksi pidana berupa pembayaran uang pengganti yang dijatuhkan terhadap korporasi tidak memberikan efek deterrence. Oleh karena itu perlu dimaksimalkan pengenaan sanksi pidana lainnya, yaitu berupa pencabutan ijin usaha.

Public procurement is one of the most vulnerable and potentially corrupt practices. In addition to involving government officials and corporate management, corruption in this sector also involves corporations. The case discussed in this research is Verdict No. 94 Pid.Sus TPK 2017 PN.Jkt.Pst jo. Verdict No. 3 Pid.Sus TPK 2018 PT.DKI. This research uses normative legal research method, with statute approach and case approach.
From The results of the research is that the corporate criminal liability system used on this case is the management and the corporation both as perpetrators of criminal acts and both also must bear criminal responsibility. The basis for the imposition of criminal liability to corporations is by looking at the actus reus and mensrea of the ldquo the directing mind rdquo of the corporation, then considered as the actus reus and mensrea of the corporation. Criminal sanctions in the form of replacement payments imposed on corporations is not provide deterrence effects. Therefore it is necessary to maximize the imposition of other criminal sanctions, such as the revocation of business permit.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>