Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132527 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Wachyu Sulistiadi
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
PGB-PDF
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
"Masa pubertas merupakan masa seorang anak mengalami perkembangan fisik, psikis, dan emosional yang begitu pesat, banyak orang tua yang tidak mengerti komunikasi dengan anak. Akhirnya saat anak mengalami perubahan fisik dan mental menjelang pubertas, tumbuh-kembang anak tidak terpantau. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan peran orang tua dengan kesiapan remaja putri menghadapi pubertas di SDN Perumnas 1 Kota Tasikmalaya. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan menggunakan metode survey analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional dengan teknik pengambilan sampel total sampling (sejumlah 40 siswa sekolah dasar). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara peran orang tua dengan kesiapan remaja puteri dalam menghadapi pubertas di SDN perumnas 1 Tasikmalaya. Diharapkan penelitian selanjutnya mengenai kesiapan masa pubertas yang dilakukan dengan metode lain yang menyebabkan kesiapan remaja dalam menghadapi masa pubertas. "
JUKEKOI 9 : 2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Qamara Dewi
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) di Kota Mataram Provinsi NTB tahun 2021. Implementasi kebijakan dianalisis dengan melihat aspek struktur birokrasi, sumber daya, komunikasi, kondisi ekonomi, sosial, dan politik, dan partisipasi masyarakat. Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam dan telaah data. Triangulasi data dilakukan dengan triangulasi sumber dan metode. Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Kesehatan Provinsi NTB, Dinas Kesehatan Kota Mataram, Puskesmas Dasan Agung, dan Puskesmas Karang Pule di Kota Mataram. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa implementasi kebijakan PIS-PK masih perlu dioptimalkan kembali. Struktur birokrasi berdasarkan SOP dan fragmentasi masih perlu diperbaiki agar lebih teratur dan menyentuh segala lini. Disposisi atau penerimaan dan motivasi pelaksana sebenarnya di awal sudah baik, tetapi karena banyak kendala yang terjadi menyebabkan semangat pelaksana menurun. Sumber daya dari aspek staf, biaya, dan fasilitas masih belum sepenuhnya menunjang pelaksanaan PIS-PK khususnya permasalahan aplikasi yang menyebabkan data PIS-PK di salah satu puskesmas yang tidak dapat diinput ke dalam aplikasi. Komunikasi belum berjalan efektif, kejelasan informasi yang diberikan oleh dinas kesehatan kepada puskesmas masih perlu diperbaiki. Untuk dukungan lintas sektor dan organisasi profesi masih perlu ditingkatkan kembali. Partisipasi masyarakat sudah terlibat dalam PIS-PK, tetapi belum mengetahui secara jelas terkait PIS-PK.

This study aims to analyze the implementation of the Healthy Indonesia Program with a Family Approach (PIS-PK) policy in Mataram City, NTB Province in 2021. Policy implementation is analyzed by looking at aspects of bureaucratic structure, resources, communication, economic, social, and political conditions, and public participation. This research design is qualitative research with in-depth interviews and data analysis. Triangulation of data is done by triangulation of sources and metode. This research was conducted at the NTB Provincial Health Office, Mataram City Health Office, Puskesmas Dasan Agung, and Puskesmas Karang Pule in Mataram City. The results of this study indicate that the implementation of the PIS-PK policy still needs to be re-optimized. The bureaucratic structure based on SOPs and fragmentation still needs to be improved so that it is more organized and touches all lines. The disposition or acceptance and motivation of the implementers were actually good at the beginning, but because of many obstacles that occurred, the enthusiasm of the implementers decreased. Resources from the aspect of staff, costs, and facilities still do not fully support the implementation of PIS-PK, especially application problems that cause PIS-PK data in one of the puskesmas that cannot be input into the application. Communication has not been effective, the clarity of information provided by the health office to the puskesmas still needs to be improved. Cross-sectoral support and professional organizations still need to be improved again. Community participation has been involved in PIS-PK, but is not yet clear about PIS-PK.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rocky Setya Budi
"Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama, dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif maupun rehabilitatif. Di era Jaminan Kesehatan Nasional, fungsi puskesmas lebih banyak melakukan pengobatan dari pada pencegahan penyakit. Puskesmas memiliki Puskesmas Pembantu sebagai jaringan yang sebenarnya dapat memperkuat UKM dan UKP di tingkat Desa/Kelurahan jika Puskesmas Pembantu menjadi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Namun, belum ada kebijakan tentang puskesmas pembantu dapat menjadi FKTP. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan Pendekatan teori proses analisis kebijakan William N. Dunn. Lokasi penelitian di Puskesmas Perkotaan (Kota Solok), Puskesmas Perdesaan (Kabupaten Tanah Datar), Puskesmas Terpencil (Kabupaten Solok Selatan), serta di Direktorat Tata Kelola Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan yang dilaksanakan pada bulan juni sampai juli 2023. Penelitian dilaksanakan dengan wancara mendalam terhadap 9 orang Kepala Puskesmas, 9 orang penanggungjawab Puskesmas Pembantu, 9 orang Masyarakat, Plt. Direktur Tata Kelola Masyarakat, dan Fokus Group Discussion (FGD) terhadap 4 orang Tim Kerja Kebijakan Puskesmas dan Integrasi Layanan Primer, serta telaah dokumen. Temuan penelitian mengungkapkan, Puskesmas memiliki beban kerja yang berat dan lebih fokus pada pelayanan pengobatan, akses masyarakat terhadap FKTP belum semuanya mudah dijangkau oleh masyarakat, belum ada kebijakan yang mengatur wewenang Puskesmas Pembantu sebagai FKTP, dan sebenarnya Puskesmas Pembantu telah layak dijadikan FKTP Klinik Pratama. Diharapkan ada Peraturan Menteri Kesehatan tentang Puskesmas Pembantu menjadi FKTP Klinik Pratama untuk memperkuat Upaya Kesehatan Masyarakat dan Upaya Kesehatan Perorangan yang terintegrasi di tingkat Desa/Kelurahan.

Based on the Regulation of the Minister of Health Number 43 of 2019 concerning Puskesmas, the Puskesmas organizes first-level Public Health Efforts (UKM) and Individual Health Efforts (UKP), with priority on promotive and preventive efforts without neglecting curative and rehabilitative efforts. In the era of the National Health Insurance, the function of the puskesmas was more to treat disease than to prevent disease. The health center has a sub-health center as a network which can actually strengthen UKM and UKP at the Village/Kelurahan level if the sub-health center becomes a First Level Health Facility (FKTP). However, there is no policy regarding how auxiliary puskesmas can become FKTPs. This study uses qualitative research methods with William N. Dunn's policy analysis process theory approach. The research locations were Urban Health Centers (Solok City), Rural Health Centers (Tanah Datar Regency), Remote Health Centers (South Solok Regency), as well as at the Ministry of Health's Directorate of Public Health Management which was conducted from June to July 2023. The research was conducted with in-depth interviews with 9 Heads of Health Centers, 9 people in charge of Supporting Health Centers, 9 people from the Community, Plt. Director of Community Governance, and Focus Group Discussion (FGD) of 4 Community Health Center Policy Work Teams and Integration of Primary Services, as well as document review. The research findings revealed that Puskesmas have a heavy workload and are more focused on medical services, not all of the community's access to FKTPs are easy for the community to reach, there is no policy that regulates the authority of Puskesmas Pembantu as FKTPs, and actually Puskesmas Pembantu are appropriate to be made Primary Clinic FKTPs. It is hoped that there will be a Regulation of the Minister of Health regarding Puskesmas Pembantu to become Primary Clinic FKTPs to strengthen Integrated Public Health Efforts and Individual Health Efforts at the Village level."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hidayati Hasanah
"Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama. Aduan konsumen terhadap produk pangan menempati urutan teratas dengan proporsi 44,9%. Sarana ritel yang diperiksa (32.74%) belum menerapkan Cara Ritel Pangan yang Baik (CRPB). Pasar tradisional mempunyai peran strategis dalam pemenuhan pangan segar maupun pangan olahan. Namun kondisi pasar yang tidak terjaga hygiene dan sanitasinya dapat memberi celah terjadinya kontaminasi saat produk dijual oleh pedagang tidak sesuai ketentuan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja implementasi Peraturan Kepala BPOM Nomor 5 Tahun 2015 tentang cara ritel pangan yang baik di pasar tradisional Jakarta, khususnya pada daging dan daging olahan dari aspek penyimpanan dan penyajian/pemajangan. Penelitian dilakukan secara kualitatif, melalui wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen. Kerangka konsep mengacu pada teori Van Metter Van Horn. Ada 10 pasar tradisional di 5 wilayah kotamadya provinsi DKI Jakarta yang menjadi lokasi penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja implementasi kebijakan cara ritel pangan yang baik di pasar tradisional Jakarta pada tahun 2019 belum optimal. Daging dan daging olahan yang dijual oleh pedagang pada tahap penyimpanan dan pemajangan/penyajiannya masih banyak yang belum dilakukan sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM tahun 2015 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik di Pasar Tradisional. Monitoring dan evaluasi belum optimal, Komunikasi belum optimal, banyak pedagang dan pengelola pasar belum mendapatkan sosialisasi kebijakan ritel pangan. Ukuran dan tujuan kebijakan belum jelas diketahui oleh pedagang ataupun pengelola pasar, sehingga menimbulkan perbedaan persepsi di lapangan.
Disposisi pelaksana masih belum optimal (pemahaman,arah penerimaan dan intensitas) karena kurangnya sosialisasi. Karakteristik badan pelaksana belum optimal, masih mengalami kendala dalam fragmentasi tanggung jawab. Anggaran yang tidak dialokasikan khusus, fasilitas kurang, SDM terbatas menyebabkan sumber daya kurang optimal dalam implementasi kebijakan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik juga belum optimal dalam mendukung kebijakan. Harapan kedepannya agar kebijakan disosialisasikan lebih sering, secara berkala. Ketersediaan sumber daya dialokasikan untuk kebijakan ini.

Food is the most important basic human need. Consumer complaints about food products ranked top with a proportion of 44.9%. Retail facilities examined (32.74%) have not applied the Good Food Retail Practice (CRPB). Traditional markets have a strategic role in fulfilling fresh food and processed food. However, market conditions that do not maintain hygiene and sanitation can provide a gap for contamination. when the product is sold by the trader is not according to the provisions. This study aims to analyze the performance of Regulation National Agency of Drug and Food Control Number 5 2015 concerning Good Food Retail Practice in Traditional Market Jakarta, especially in processed meat and meat from the aspect of storage and display. The study was conducted qualitatively, through in-depth interviews, observation and document review. The conceptual framework refers to the theory of Van Metter Van Horn. There are 10 traditional markets in the 5 municipalities of the DKI Jakarta province that are the location of the study.
The results of the study indicate that the performance of the implementation of policies on how to sell good food in Jakarta's traditional market in 2019 is not optimal. Processed meat and processed meat sold by traders at the stage of storage and display are still many that have not been carried out in accordance with the Regulation National Agency of Drug and Food Control Number 5 2015 concerning Good Food Retail Practice in Traditional Market. Monitoring and evaluation is not optimal, Communication is not optimal, many traders and market managers have not received food retail policy. The size and objectives of the policy are not yet clearly known by the traders or market managers, giving rise to different perceptions in the field.
The implementing disposition is still not optimal (understanding and intensity) due to lack of socialization. The characteristics of the implementing agency have not been optimal, still experiencing obstacles in fragmentation of responsibility. A budget that is not specifically allocated, lacking facilities, limited human resources causes resources to be less than optimal in implementing policies. The social, economic and political environment is also not optimal in supporting policies. Hope in the future so that policies are socialized more frequently, regularly. Availability of resources is allocated for this policy.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53578
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwin Wiarsih
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Widyawati
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Hedy Hardiana
"Desa siaga aktif merupakan kebijakan Desa siaga aktif merupakan kebijakan pemberdayaan masyarakat yang memiliki peran penting dalam menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pemecahan permasalahan kesehatan secara mandiri. Berdasarkan Data dan Informasi Pengembangan Desa Siaga Aktif didapatkan bahwa cakupan Nasional Desa Siaga Aktif pada tahun 2012 masih 65% dan target tahun 2015 80%. Sementara di Sumedang pelaksanaan telah seluruhnya tercapai (100%) namun bukan berdasarkan Desa Siaga Aktif, tetapi Desa Siaga. Selain itu, permasalahan masih tersisa yaitu PHBS berada di bawah target provinsi pada tahun 2014 (<49.4%). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Sumedang tahun 2014. Dilaksanakan penelitian kualitatif dengan metode wawancara mendalam dan telaah data sekunder. Informan terdiri dari 7 orang dari level pemerintahan yang berbeda.
Penelitian ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran merupakan permasalah utama Desa Siaga Aktif. Sementara faktor lainnya yaitu komunikasi, kemitraan lintas sektor, birokrasi, persepsi pejabat dan sosioekonomi politik mempengaruhi secara tidak langsung. Hampir semua pendanaan berasal dari uang masyarakat dan bersifat terbatas. Perlunya merampingkan beberapa program lintas sektor dan memfokuskan satu atau dua program sangat diperlukan. Strategi ini akan menambah alokasi anggaran kepada program penting dan dapat meningkatkan mekanisme koordinasi.

Desa Siaga Aktif is a form of community empowerment policy that have important role to make community able to solve health problems by their own. Based on the Data and Information of Desa Siaga Aktif, national coverage of Desa Siaga Aktif was 65% in 2012, and the target in 2015 is 80%. While in Sumedang, the coverage was 100% but based on Desa Siaga Aktif. The other problem remain is PHBS achievement which still below the province target (<49.4%) in 2014. This study is to analyze the policy implementation of Desa Siaga Aktif in Sumedang year 2014. Qualitative study has been conducted with depth interview and secondary data review method. It involves seven informants, which were from national and local government offices.
The result indicate that budget allocation is the main problem in Desa Siaga Aktif. While other factors like communication, sectorial partnership, bureaucracy, official perception and socioeconomic politic affect the implementation process indirectly. Almost all the budget allocation was from villagers, and it was limited. Cutting down on some of sectorial programs and focusing on one or two programs is required. This strategy will earn budget allocation to certain programs that was important and will increase the coordination mechanism.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T43112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Fahmi Achmadi
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014
362.1 UMA k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>