Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54237 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sanusi
"Pasar modal merupakan salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk menggali potensi penerimaan pajak, karena di sana aterdapat beberapa sumber penerimaan pajak, antara lain dari Pajak Penghasilan atas transaksi saham. Besarnya Pajak Penghasilan ini dipengaruhi oleh besarnya transaksi saham yang terjadi di Bursa Efek, sedangkan besarnya transaksi saham dipengaruhi oleh beberapa faktor. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain dengan melakukan analisis fundamental, yaitu suatu analisis yang dilakukan berdasarkan faktor fundamental perusahaan seperti earning per share, pembagian deviden, price earning ratio, rasio likwiditas, rasio rentabilitas dan lain-lain.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara earning per share terhadap PPh Final atas transaksi saham di Bursa Efek Jakarta. Pengaruh price earning ratio terhadap PPh Final atas transaksi saham di Bursa Efek Jakarta. Pengaruh divident payout ratio terhadap Pajak Penghasilan Final atas transaksi saham di Bursa Efek Jakarta.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, kualitatif dan kuantitatif yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan penelitian lapangan yang dilakukan di Pusat Referensi Pasar Modal Bursa Efek Jakarta. Data yang diambil dari Laporan Keuangan Perusahaan sebanyak 35 perusahaan yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sample. Sedangkan untuk analisis data digunakan program SPSS Windows untuk mengetahui hubungan earning per share, price earning ratio dan deviden payout ratio terhadap PPh Final atas transaksi saham di Bursa Efek Jakarta.
Hasil penelitian dari ansalisis regresi sederhana dan analisis regresi berganda menunjukan bahwa ketiga variabel indpenden yang digunakan mempunyai pengaruh yang positif terhadap Pajak Penghasilan Final atas transaksi saham. Berdasarkan uji t diketahui bahwa dari ketiga variabel independen yang digunakan hanya divident payout ratio saja yang berhubungan signifikan dengan PPh Final atas transaksi saham, sedangkan kedua variabel lainnya yakni earning per share dan price earning ratio tidak signifikan. Berdasarkan uji f diketahui bahwa secara bersama-sama ketiga variable independent tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PPh Final atas transaksi saham.
Dari hasil penelitian ini, penulis memberi rekomendasi kepada perusahaan-perusahaan agar setiap tahunnya membagikan deviden kepada para pemegang sahamnya. Kepada pemerintah melalui Bapepam agar lebih mendorong perusahaan untuk membagi deviden setiap tahunnya, sehingga setiap tahunnya akan meningkatkan jumlah transaksi sahamnya di Bursa Efek dan penerimaan PPh Final akan meningkat.

Capital market is an employable alternative option to explore the potential incoming tax, since it is containing some tax incoming source, such as Income Tax on stock transactions. The sum of this tax was influenced by the stock transaction which took place at Jakarta Stock Exchange. To observe the influencing factors, we should perform a thorough analysis based on company?s fundamental factors such as earning per share, dividend share, price earning ratio, ratio of liquidity, and ratio of rentability. The purpose of this research is to find whether there is connection between earning per share and the Final Income Tax toward the stock transaction at Jakarta Stock Exchange. The connection between price earning ratio and the Final Income Tax toward the stock transaction at Jakarta Stock Exchange. The connection beween dividend payout ratio and the Final Income Tax toward the stock transactions at Jakarta Stock Exchange.
The data that were used in this study is secondary data, qualitatively and quantitatively which were obtained from literatures and field research at Capital Market Reference Center of Jakarta Stock Exchange. This study also included Company?s Financial Reports from 35 companies with purposive sampling method. SPSS Window was used to analyze the correlation of earning per share, price earning ratio and dividend payout ratio and the Final Income Tax toward the stock transactions at Jakarta Stock Exchange.
The result of simple analysis of regression and paired analysis of regression has shown that the variables have some positive effects on Final Tax Income or stock transactions.The t test suggest that from three independent variables, only dividend payout ratio which has a significant correlation with Final Income Tax toward stock transactions compared to earning per share and price earning ratio variables.The f test suggested that all the independent variables have no impact in Final Income Tax toward stock transactions.
From this study, the author recommended the companies to share their dividend to their share holders. The author also emphasized the government through the Bapepam to encourage the companies to share their dividend, so that subsequently will result in increasing stock transactions at Jakarta Stock Exchange and to increase the Final Income Tax."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007.
T19500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evy Susanti
"Karya akhir ini membahas mengenai pengaruh caming per share (EPS), price camning ratio (PER), price to book value (PBV) dan debt to total equity ratio (DER) terhadap harga saham pada industri farmasi periode 2003 - 2007. EPS, PER, dan PBV dipilih sebagai variabel bebas (independen) karena ketiga rasio keuangan tersebut memang selalu digunakan untuk memproyeksikan harga saham perusahaan dan sekaligus mewakili capital market ratio sedangkan DER dipilih sebagai bagian dari variable bebas lainnya karena mewakili kinerja leverage rario. Model analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda merupakan bentuk persamasn regresi yang memiliki variabel bebas lebih dari satu (independen; variables) yang akan digunakan membentuk variabel terikat (dependent variables) dengan tingkat signifikansi lima persen (a-5%). Dari hasil pengujian didapat babwa rasio EPS signifikan terhadap harga saham scbanyak 100% membuktikan bahwa bisa digunakan sebagai prediksi. Kemudian DER, PER, dan PBY tidak signifikan. Ini berarti, tidak bisa digunakan sebagai prediksi terutama untuk pengambilan keputusan dan strategi investasi.

This final paper discusses the effect of earnings per share (EPS), price earnings ratio (PER), price to book value (PBV) and debt to total equity ratio (DER) on stock prices in the pharmaceutical industry for the period 2003 - 2007. EPS, PER , and PBV was chosen as the independent variable because the three financial ratios are always used to project the company's stock price and at the same time represent the capital market ratio, while DER was chosen as part of the other independent variables because it represents the performance of the leverage ratio. The analytical model used is multiple linear regression which is a form of regression equation that has more than one independent variable (independent; variables) which will be used to form the dependent variable with a significance level of five percent (a-5%). From the test results, it is found that the EPS ratio is significant to the stock price of 100%, proving that it can be used as a prediction. Then DER, PER, and PBY are not significant. This means, it cannot be used as a prediction, especially for decision making and investment strategies."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Mastura
"Untuk membiayai belanja negara yang semakin lama semakin bertambah besar diperlukan penerimaan negara yang berasal dari dalam negeri yakni sektor perpajakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kondisi pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh aparat pemeriksa pajak (fiskus) terhadap wajib pajak. Pemeriksaan dilakukan sebanyak 1 (satu) kali, 2 (dua) kali dan 3 (tiga) kali sekaligus untuk mengetahui apakah pemeriksaan tersebut dapat meningkatkan penerimaan pajak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional yang mengandalkan perhitungan uji statistika untuk mengetahui angka. rata-rata koreksi sebelum dan sesudah pemeriksaan dan pengaruh variabel babas (pemeriksaan) terhadap vanabel terikat (penerimaan PPh Badan).
Penelitian ini mengambil lokasi di Kantor Pemeriksaan Pajak di Karawang. Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yalani : penelitian perpustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian perpustakaan terutama dilakukan dengan penelusuran dokumentasi yang ada di Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Karawang, sedangkan penelitian lapangan dengan mewawancarai Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Karawang.
Populasi adalah jumlah rata-rata pemeriksaan yang dilaksanakan oleh Karikpa Karawang sebesar 320 wajib pajak dan dari populasi ini ditarik 111 wajib pajak sebagai sampling yang diteliti (wajib pajak badan) dan tahun pemeriksaan 1997, 1998, 1999, 2000, 2001, dan 2002. Sedangkan uji statistik dilaksanakan dengan one way Anova.
Hasil dari penelitian yang ada menunjukkan sebagai berikut :
1. Tidak ada perbedaan rata-rata koreksi yang signifikan antara wajib pajak yang diperiksa 1 (satu) kali, 2 (dua) kali maupun 3 (tiga) kali. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata koreksi yang dihasilkan oleh Penghasilan Peredaran Usaha (PPU), Harga Pokok Penjualan (HPP), Penghasilan Diluar Usaha (PDU), Pengurang Penghasilan Bruto (PPB) dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan.
2. Korelasi antara rata-rata koreksi PPU, HPP, PDU, PPB, dan PPh Badan tidak berkorelasi secara signifikan dengan jumlah koreksi PPU, HPP, PDU, PPB, dan PPh Badan.
Dari hal-hal di atas disarankan agar pemeriksaan tidak perlu dilakukan berulang-ulang pada wajib pajak yang sama. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan hanya sebagai fiingsi pengawasan saja.
Apabila pemeriksaan perlu dilakukan, hanya terhadap wajib pajak yang mempunyai indikasi jelas akan memberikan pemasukan terhadap penerimaan PPh Badan. Caranya dengan menjaring data wajib pajak melalui instansi lain, sehingga fiskus dapat segera mengenakan pajak.
Dari hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan penenimaan PPh Badan dan frekuensi pemeriksaan pajak tidak berkorelasi secara signifikan dengan peningkatan PPh Badan.

To defray the larger state expenses, we need acceptance from within country namely taxation sector. This research has been conducted with an aim to reveal the circumstances resulting from the inspections of taxpayers by tax officers. Inspections have been conducted once, twice, and three times at a time for the purpose of concluding if these inspections are capable of increasing tax receipts.
This research used a co relational descriptive approach which relies on the determination of statistical tests to arrive at The average corrected figure prior to and after inspections and the impact of the independent variable, i.e., inspections, on the dependent variable, corporate income tax receipts.
Carried out in the Karawang Tax Inspection Office, the research caused the author to gather data in two manners: desk research and field research. Desk research was performed through the reviews of documentation which are kept by the Karawang TaxInspection and Examination Office and field research by means of interviews with the head of this office.
The population statistics amounted to 320 and 1I1 of them were made the sample statistics (corporate taxpayers) and the research covered the inspection years 1997 to 2002, inclusive. The statistics test was a one-way ANOVA.
The author's results show as follows:
1. There has been no significant average correction between those taxpayers which were subjected to one inspection, two inspections, and three inspections. This appears from the average correction made with regard to Business Turnover Revenue, Cost of Goods Sold, Non-operating Income, Gross Revenue Sub traces, and Corporate Income Taxation.
2. There is no significant correlation between the average correction made to Business Turnover Revenue, Cost of Goods Sold, Non-operating Income, Gross Revenue Sub traces, and Corporate Income Taxation, and sum of corrections made to Business Turnover Revenue, Cost of Goods Sold, Non-operating Income, Gross Revenue Sub traces, and Corporate Income Taxation.
For the reasons citied above, it is recommended that repeat inspections not be performed with respect to the same taxpayers and that inspections be carried out as part of the supervisory function only.
Where necessary, inspections should be performed for taxpayers who have clear signs of helping to increase corporate tax receipts. This may be done by way of gathering taxpayers information and data through other government agencies so that taxpayers are able to assess taxes immediately.
Based on the natters above, a conclusion can be drawn that inspections do not have any significant impact on corporate income tax receipts and that the frequency of tax inspections do not produce any significant co relation to increase in the receipts.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14049
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Dolok
"Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah apakah pungutan pajak penghasilan yang bersifat final dapat meningkatkan penerimaan pajak penghasilan secara keseluruhan ? dan apakah telah memenuhi prinsip-prinsip dan azas-azas perpajakan yang berlaku umum ? Untuk membahas pokok permasalahan dan tujuan penelitian, penulis menggunakan metode deskriptif, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara mendalam dengan pihak pihak terkait.
Pembahasan dan analisis masalah, diketahui bahwa pungutan pajak penghasilan final yang berlaku, hanya didasarkan pada aspek kemudahan pungutan pajaknya. Sedangkan aspek keadilan dan kepastian hukum dalam pemungutan pajak kurang mendapat perhatian.
Dilihat dari sudut pandang penerimaan, pelaksanaan pungutan pajak penghasilan final cukup berhasil dalam meningkatkan pajak penghasilan dari jasa konstruksi. Hal ini dibuktikan dari jumlah penerimaan yang meningkat setiap tahunnya yaitu dari Rp 293,14 milliar tahun 1996/1997 menjadi Rp 415,01 milliar tahun 1997/1998 atau meningkat 41,57 % dan Rp 560,39 milliar tahun 1997/1998 atau meningkat 91,16 % bila dibanding dengan tahun 1998/1997.
Akan tetapi bila dilihat dari kontribusi nya terhadap pajak penghasilan secara keseluruhan untuk masing-masing tahun yang bersangkutan, maka pungutan pajak penghasilan final tidak memberikan peningkatan yang cukup signifikan. Bila pada tahun 1996/1997 kontribusi pajak penghasilan jasa konstruksi adalah 1,08 % maka pada tahun 1997/1998 meningkat menjadi 1,21 % dan tahun 1998/1999 menurun menjadi 1,01 %. Keadaan ini terutama disebabkan penigkatan penerimaan pajak penghasilan yang setiap tahun cukup besar.
Untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan pajak, hendaknya peraturan yang berlaku, tidak membedakan sesama wajib pajak yang bergerak dalam bidang usaha yang sama, sebagaimana ditemukan pada peraturan bidang usaha jasa konstruksi yang membebaskan peredaran usaha di atas Rp. 1 (satu ) milliar dari pungutan pajak penghasilan final.
Atas pembahasan dan beberapa kesimpulan yang diperoieh, akhirnya penulis menyarankan agar pungutan pajak penghasilan final sebaiknya tidak diberlakukan bagi pengusaha jasa konstruksi, mengingat ketentuan tersebut tidak sesuai dengan kriteria keadilan dalam pemungutan pajak, baik ditinjau dari sudut keadilan horizontal maupun vertikal serta kurangnya kepastian hukum wajib pajak akibat peraturan atau ketentuan yang sering mengalami perubahan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Tursilo
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Saktius Susilo
"Beban dan tanggungjawab untuk merealisasikan penerimaan negara yang bersumber dari penerimaan pajak mengharuskan Direktorat Jenderal perpajakan melakukan reformasi aturan-aturan di bidang perpajakan. Rancangan Undang-undang (RUU) Perpajakan yang diajukan pemerintah mulai tahun 2005, pemerintah berencana menerapkan tarif tunggal untuk menggantikan tarif progresif Pasal 17 Pajak Penghasilan. Besaran tarif yang diusulkan adalah 28% dan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun diturunkan menjadi 25%. Tarif tunggal diterapkan untuk wajib pajak badan dan berlaku sama untuk seluruh wajib pajak badan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang, perbedaan jumlah pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah diterapkannya tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan serta keadilan dan kesederhanaan tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan dibandingkan dengan tarif progresif pajak penghasilan. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data SPT Tahunan PPh Badan dan data primer berupa kuisioner. Responden penelitian ini adalah Wajib Pajak Badan di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pangkal Pinang.
Menurut tingkat eksplanasinya, penelitian ini menggunakan dua (2) metode, yaitu penelitian asosiatif/hubungan dan metode komparatif. Dalam metode asosiatif, penulis mencari hubungan antara variabel tarif tunggal dengan variabel jumlah pajak terhutang sehingga akhirnya dapat diketahui seberapa besar pengaruh tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang. Teknik sampling yang dilakukan adalah sampel random sederhana. Sedangkan dalam metode komparatif, penulis membandingkan jumlah pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah diterapkannya tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan. Dalam penelitian komparatif, penulis tidak melakukan teknik sampling artinya data yang digunakan adalah seluruh data SPT Tahunan PPh Badan. Setelah data terkumpul analisis dilakukan dengan menggunakan aplikasi software SPSS versi 13.00 dan dianalisa melalui statistik deskriptif, korelasi, regresi, uji signifikansi F serta uji beda T-Paired.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan berpengaruh terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang, dengan tingkat signifikansi sebesar 0,788. Persamaan regresi yang diperoleh adalah Y = 1,613 + 0,629X, artinya setiap penambahan 1% tarif tunggal akan meningkatkan jumlah pajak terhutang sebesar 1,6134% atau sebaliknya. Selain itu terdapat terdapat perbedaan jumlah pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah diterapkannya tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan. Apabila diterapkan tarif tunggal sebesar 28%, jumlah pajak terhutang di Kantor Pelayanan Pajak Pangkal Pinang meningkat sebesar Rp 4.319.166,019,-. Tarif tunggal tidak mencerminkan keadilan vertikal karena wajib pajak yang berpenghasilan tinggi dan wajib pajak yang berpenghasilan rendah dikenakan pajak dengan tarif yang sama. Keadilan horizontal akan tetap terpenuhi, dimana terlihat bahwa setiap wajib pajak badan akan membayar pajak atas laba mereka dengan tarif yang sama. Keadilan dalam pembebanan pajak akan tercapai karena dalam tarif tunggal, marginal rate tetap akan naik seiring dengan besarnya penghasilan yang dimiliki seseorang. Secara kuantitas, wajib pajak badan yang memperoleh laba yang lebih besar akan membayar pajak lebih besar daripada yang mempunyai laba lebih kecil. Akan tetapi tarif tunggal lebih sederhana dan mudah diaplikasikan. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa tarif pajak tunggal memberikan dampak atau pengaruh terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang. Selain itu, terdapat perbedaan jumlah pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah diterapkannya tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan. Aspek keadilan dalam tarif tunggal tetap terpenuhi.

Duty and responsibility of better realization of the receipt of tax has demanded the Directorate General of taxation to reform the regulations relating to taxation. In the Bill of Taxation which was proposed in the year of 2005, the government has planned to impose the flat tax as replacement of progressive tariff Article 17. The percentage of proposed tariff is 28% and it will be decreased into 25% within a period of 5 (five) years. Flat rate is imposed on the corporate taxpayer and prevail equivalently for all corporate taxpayers.
This research is aimed at identifying the effect of flat rate article 17 income tax on the total outstanding income tax, the difference of total outstanding income tax before and after the application of flat rate article 17 corporate income tax as well as the fairness and simplicity of flat rate article 17 corporate income tax compared with the progressive tariff of income tax. Data being used in this research is secondary data in the form of annual tax return of corporate income tax and primary data in the form of questionnaires. The respondent of this research is corporate taxpayers in the working environment of Tax Service Office of Pangkal Pinang. According to the extent of its explanation. This research apply 2 (two) methods, namely associative methods and comparative methods. In the associative methods, the writer seek the correlation between the variable of flat rate and variable of total outstanding tax in order to identify the extent of effect of flat rate article 17 corporate income tax on the total outstanding income tax. The sampling technique being applied is simple random sampling. Whereas, in the comparative method, the writer compare total outstanding income tax before and after the application of flat rate article 17 corporate income tax. In the comparative research, the writer does not perform sampling technique, in which the data being used are all data annual tax return of corporate income tax. Upon collecting the data, analysis is performed by applying the software of SPSS version 13.00 and are analyzed through descriptive, statistic, correlation, regression, significance F Test and difference T-paired test.
Result of analysis reveal that there is a significant correlation between flat rate article 17 corporate income tax and total outstanding income tax in the value of 0.788. Regressional equation being obtained is Y = 1.613 + 0.629X which mean that every additional 1% of flat rate will increase total outstanding income tax of 1.613% or otherwise. Moreover, there is a difference on the total outstanding income tax before and after the application of flat rate article 17 corporate income tax. If 28% flat rate is applied, then total outstanding income tax at the tax service office of Pangkal Pinang will increase in the value of IDR 4.319.166.019,- The flat rate deemed to be inadequate in properly reflecting the vertical fairness because the similar tax will be imposed on the taxpayers with high income and those with low income. Horizontal fairness will be remain satisfied, in which it may be seen that each taxpayers must pay the tax for their profit with the same tariff. Fairness in the tax imposition may be accomplished because, in the flat rate, the marginal rate will constantly raise in line with the extent of income obtained by an individual. Quantitatively, the corporate taxpayer may obtain higher profit are obliged to pay higher tax than those obtaining lower profit. However, viewed from the percentage of its effective tariff, the taxpayers will pay the tax in the same percentage. Moreover, flat rate is simpler and easier o be applied in the tax calculation. Thus, it may be concluded that the flat rate may cause an impact and effect on the total outstanding income tax. Furthermore, there is a difference in the total outstanding income tax before and after the application of flat rate article 17 corporate income tax. The aspect of fairness in the flat rate remain to be satisfied."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T 19475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benyamin Zulkarnaen
"Ditinjau dari kondisi wilayah pemungutannya dan karakteristik pajaknya, Pajak Hiburan (PHi) rnerupakan salah satu jenis pajak daerah yang cukup potensial sebagai sumber PAD Propinsi DKI Jakarta, namun perkembangan penerimaannya relatif belum menunjukan hasil yang menggembirakan, karena jika dibandingkan dengan penerimaan jenis pajak daerah lainnya yang dipungut langsung oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) Propinsi DKI Jakarta, seperti PKB, BBN-KB, PHR, dan Pajak Reklame, penerimaan Pajak Hiburan menempati urutan yang terakhir dengan trend penerimaan yang cenderung tidak stabil. Kontribusi yang diberikan PHi terhadap PAD selama enam tahun terakhir tercatat rata-rata hanya sebesar 2,35 % dan terhadap penerimaan Pajak Daerah hanya sebesar 2,76 % dengan trend cenderung menurun, hal ini tentunya cukup memprihatinkan karena jika dilihat dari potensi yang ada, penerimaan dari PHi seharusnya mampu memberikan sumbangan yang lebih berarti terhadap PAD Propinsi DKI Jakarta. Berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan dari sektor PITT telah dilakukan Dipenda, mulai dari yang umum seperti merubah bentuk susunan organisasi dan tata kerja, menetapkan kembali wilayah kerja Suku Dinas Pendapatan Daerah, menambah SDM baru dan meningkatkan kualitas SDM yang ada, memperbaiki dan melengkapi sarana dan prasarana kerja, memberlakukan aturan formal Pajak Daerah (Perda No. 4 Tahun 2002 tentang KUPD), mengganti Perda No. 7 Tahun 1996 dengan Perda No. 7 Tahun 1998, dan mempersiapkan Perda yang baru sebagai pengganti Perda No. 7. Tahun 1998 untuk merevisi kebijakan-kebijakan perpajakan di dalamnya yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman namun semua usaha itu nampaknya belum membuahkan hasil yang optimal.
Dilatarbelakangi permasalahan tersebut di atas, penelitian ini mencoba untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemungutan Pajak Hiburan dan pengaruhnya terhadap optimalisasi penerimaan PHi di Propinsi DK1 Jakarta, dengan tujuan untuk menemukan hal-hal yang mungkin menjadi penghambat penerimaan pajak hiburan, agar dapat diberikan setitik sumbang saran yang mungkin bermanfaat untuk mengoptimalisasikan penerimaan PHi di Propinsi DKI Jakarta. Landasan teori yang digunakan bertumpu pada tiga subsistem perpajakan yaitu (1) Kebijakan perpajakan, (2) Undang-undang perpajakan, (3) Administrasi perpajakan, ditambah dengan teori-teori lainnya yang relevan terutama yang berkaitan dengan upaya pengoptimalisasian Pajak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analilis dengan menyajikan data historis perkembangan penerimaan PHi dari tahun ke tahun dengan menggunakan tolok ukur upaya pajak, hasil guna dan daya guna yang dibantu dengan analisis migresi dan korelasi menggunakan SPSS versi 10.0, dengan hasil sebagai berikut :
1.Masih terdapat kelemahan dalam kebijakan perpajakan yang mengatur tentang pengelompokan objek dan penetapan tarif yang cenderung menimbulkan ketidakpastian, ketidakadilan dan membuka peluang bagi Wajib Pajak tertentu memilih tarif yang lebih rendah dari yang seharusnya.
2.Pemungutan PHi telah didukung oleh dasar hukum yang kuat yaitu UU No. 34 Tahun 2000 dan Perda No. 7 Tahun 1998 beserta peraturan pelaksanaannya yang proses penetapannya melibatkan peran serta masyarakat dan cukup tanggap terhadap dinamika perkembangan zaman.
3.Pengadministrasian PHi tidaklah rumit namun pelaksanaan pemungutannya belum dapat sepenuhnya menjaga dan memastikan Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakannya serta belum dapat menjaga dan memastikan tidak adanya objek pajak yang terlepas dari pengamatan atau tidak dilaporkan kepada fiskus.
4.Hasil analisa dengan menggunakan tolok ukur upaya pajak menunjukan bahwa kinerja pemungutan PHi belum cukup baik, karena hanya mampu menyerap 17,8 % dari seluruh kemampuan bayar PDRB subsektor jasa hiburan Propinsi DKI Jakarta, dan PDRB subsektor jasa hiburan sendiri tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap realisasi penerimaan PHi.
5.Hasil analisa dengan menggunakan tolok ukur hasil guna menjelaskan bahwa ukuran efektifitas administrasi perpajakan adalah relatif tergantung dari apa yang ingin dicapai, jika menggunakan tolok ukur target, maka pemungutan PHi bisa dikatakan efektif, namun jika menggunakan tolok ukur potensi maka pemungutan PHi tidak efektif. Potensi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap realisasi penerimaan, sedangkan penetapan rencana penerimaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap realisasi penerimaan.
6.Hasil analisa dengan menggunakan tolok ukur daya guna dibantu dengan indikator-indikator kualitatif lainnya menunjukan bahwa pelaksanaan pemungutan PHi di Propinsi DKI Jakarta cukup efisien."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Ridwan
"Tesis ini mengkaji Analisis Kebijakan Pajak Penghasilan atas Leasing di Indonesia, yaitu suatu kajian atas peraturan-peraturan yang ruang lingkupnya berhubungan dengan kebijakan Pajak Penghasilan atas kegiatan leasing di Indonesia. Analisis mencakup Undang-undang Pajak Penghasilan, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia serta Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak.
Pokok permasalahan penelitian ini berkaitan dengan bagaimana sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia sehubungan dengan leasing dan bagaimana akibatnya atas sistem tersebut terhadap perusahaan leasing, serta bagaimana seyogyanya leasing diatur lebih lanjut agar supaya fiskus tidak dirugikan dan wajib pajak tidak dibebani pajak yang lebih tinggi karena leasing.
Metode penelitian dilakukan berdasarkan metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskritif analitis, yaitu menguraikan data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian mengadakan analisis untuk dapat ditarik kesimpulan dan memberikan sara-saran yang dianggap perlu.
Kebijakan perpajakan yang terkandung di dalam pengaturan tentang leasing khususnya mengenai kriteria apukah suatu leasing dikategorikan sebagai finance lease ataukah operating lease tidak sejalan dengan tingkatan hierarki peraturan perpajakan, dalam hal ini Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak tentang peraturan pelaksanaan leasing tidak konsisten terhadap Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang mengatur pelaksanaan leasing. Demikian pula halnya dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak tentang leasing belum memuat aturan pajak penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Dari hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa pasal 4 Keputusan Menteri Keungan Republik Indonesia Nomor 1169/KMK.04/1991 tentang leasing untuk dihapuskan karena tidak efisien dan tidak efektif karena terdapat dua positip list tentang pembagian jenis leasing. Selain itu disimpulkan pula bahwa ketentuan syarat adanya hubungan antara lessor dan lessee dihapus karena bertentangan dengan kriteria dasar leasing dengan hak opsi apabila jangka waktu leasing lebih pendek daripada yang telah diperjanjikan. Penulis menyarankan agar pemerintah segera memperbaiki aturan pelaksanaan leasing dengan menyesuaikan terhadap Undang-undang perpajakan yang terbaru."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12101
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Irianto
"Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara untuk digunakan oleh pemerintah guna membiayai kegiatan pemerintah. Salah satu Cara untuk menggali penerimaan negara dari sektor pajak adalah dengan melakukan intensifikasi pajak terhadap perusahaan-perusahaan besar yang berpotensi untuk menunjang penerimaan negara secara signi'fikan.
Perusahaan besar akan melakukan transfer kekayaan kepada pemerintah relatif lebih besar dari pada perusahaan yang lebih kecil tetapi pada realitanya belum tentu perusahaan besar membayar pajaknya juga besar. Sehingga kajian dalam penelitian ini adalah akan melakukan analisis hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi besamya perusahaan yang direpresentasikan oleh peredaran usaha, penghasilan kena pajak, aset perusahaan dan modal perusahaan dengan pembayaran pajak penghasilan. Dengan menggunakan sampel sebanyak 149 data yang diambil dan laporan keuangan wajib pajak selama tahun 2004 dan kuesioner, sedangkan teknik analisis menggunakan model prediksi yaitu regresi dengan menggunakan program SPSS (Software Statistical Package for Social Scientist). Dimaksudkan pula untuk mengetahui hasil perhitungan, didapat model terbaik yang dapat menjelaskan hubungan antara besamya perusahaan dengan pembayaran pajak penghasilan.
Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan nilai R sebesar 0,959 (positif). Sedangkan besamya R square adalah sebesar 0,920. Dari kedua nilai R ini, maka berarti bahwa terdapat hubungan yang kuat dan positif antara besamya perusahaan yang direpresentasikan oleh peredaran usaha, penghasilan kena pajak, aset perusahaan dan modal perusahaan dengan pembayaran pajak penghasilan. Dan variasi perubahan keempat variabel bebas tersebut kontribusinya sebesar 92% sisanya sebesar 8% merupakan variasi perubahan dari variabel lain yang tidak diamati terhadap pembayaran pajak penghasilan.
Hasil pangujian model secara keseluruhan (Uji-F) membuktikan bahwa F-statistik febih besar dari F-tabel yaitu sebesar 411,838 > 2,37 maka keempat variabel bebas tersebut secara bersama-sama mempengaruhi kenaikan atau penurunan pembayaran pajak penghasilan, atau dapat diartikan terdapat hubungan yang sangat signifikan.
Sebagai hasil studi, disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara variabel-variabel besarnya perusahaan yang diteliti (peredaran usaha, penghasifan kena pajak, aset perusahaan dan modal perusahaan) dengan pembayaran pajak penghasilan pada KPP Jakarta Pasar Minggu dan disarankan kepada Direktorat Jenderaf Pajak agar program pembentukan KPP Madya di Indonesia yang mengawasi wajib pajak - wajib pajak besar diperluas.

Tax is the biggest governments income that used for paying governments activities. There are many ways to enhance the income and one of them is tax intensification of some large firms that be able to increase the significant amount of the income.
The large firms will transfer their asset more than smaller firms to government but the fact's that the large firms don't pay their tax so big for sure. This research studied analysis of relation between some factors influence the size of the firms that interpreted by sates, taxed income, firm's assets, firm's capital by using 149 data of sampling from income statement of taxpayers during 1 year (2004) and questionnaire. Regression analysis with SPSS (Software Statistical Package for Social Scientist) was used to analyze data. This model also can be used to know statistic result that explained the relation of the size of the firms to income tax payment.
Results of multiple linear regression analysis show 0,959 of R (Positive), and 0,920 of R square. Those R results mean there are strong relation of the size of the firms that interpreted by sales, taxed income, firm's assets, firm's capital to income tax payment. And various changes of four independent variables contribute 92% and various changes of untested variables contribute 8% toward income tax payment
Results of totally test (F-test) prove that F-statistic higher than F-Table, 411,938 > 2,37. Together the independent variables influence increase or decrease income tax payment. further, there is a very significant relationship of them.
As study result, the relationship of variables of large firms that tested (sales, taxed income, firm's assets, firm's capital) to income tax payment is very significant at tax service office of Jakarta Pasar Minggu. DJP's (Direktorat Jenderal Pajak) program that sets Middle Tax Service Offices should be spread troughout Indonesia for controlling many big tax payers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22083
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Munandar
"Seiring dengan menguatnya desentralisasi di Indonesia, peranan PPh semakin penting sebagai sumber penerimaan pemerintah Republik Indonesia. KPP Depok sebagai institusi pemerintah telah melaksanakan fungsinya dalam memungut PPh di Kota Depok dengan baik. Dalam konteks efisiensi, pemungutan PPh OP dan PPh Pasal 21 cukup efisien, demikian juga dalam hal efektifitasnya. Biaya pemungutan PPh OP dan PPh Pasal 21 adalah lebih kecil dari 1% dibandingkan dengan hasil pemungutannya. Realisasi hasil pemungutan adalah 128,10% dari targetnya. Perkembangan hasil pemungutan PPh OP dan PPh Pasal 21 oleh KPP Depok cukup elastis dengan koefisien elastisitas terhadap perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah 7,53. Artinya selama kurun waktu analisis dari tahun 2002 sampai 2007 setiap 1% perkembangan PDRB telah diikuti oleh 7,53% perkembangan PPh OP dan PPh Pasal 21.

Following the strengthening of decentralisation system in Indonesia, the role of Income Tax is increasingly significant as a revenue source for government of Indonesia. KPP Depok as a government institution has accomplished its function in collecting income tax in Depok City successfully. In the efficiency context, the collection of Personal Income Tax (PIT) and Income Tax of Article 21 of Depok City periods 2002-2007 is less than 1% compare to the collection result. The realization of the collection result is 128,10% from its target. The growth of the collection result of Personal Income Tax (PIT) and Income Tax of Article 21 of Depok City periods 2002-2007 is elastic, which the elasticity coefficient of the growth of Gross Regional Domestic Product (GRDP) is 7,53. It means that in the periods 2002-2007 each 1% growth of GRDP has been followed by 7,53% growth of Personal Income Tax (PIT) and Income Tax of Article 21."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T28761
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>