Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174200 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Perubahan peta kekuatan parpol tampaknya akan kembali pada pemilu 2009. Terlebih dalam kurun waktu 2006-2008 dalam politik di Aceh. Disahkannya UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh membawa implikasi pada dua hal. Pertama, diperbolehkannya calon independen dalam ajang pilkada. Kedua, disahkannya keberadaan parpol lokal untuk bertarung di pemilu legislatif provinsi dan kabupaten/kota. Pilkada di sebagian besar wilayah Aceh pada 11 Desember 2006 telah mengubah basis wilayah parpol nasional. Kemenangan calon-calon independen yang didukung mantan aktivis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di 6 kabupaten/kota (Aceh Utara, Pidie, Aceh Timur, Aceh Jaya, Kota Lhokseumawe dan Kota Sabang), Aceh Barat, Aceh Selatan, Bireuen, dan Pidie Jaya menyusul kemenangan calon independen serta di tingkat provinsi akan memberi dorongan yang sangat kuat bagi perubahan peta politik. Kekuatan calon independen yang berasal dari unsur GAM dan Sentral Informasi referendum Aceh (SIRA) juga dibuktikan lewat pemilihan gubernur. Situasi politik di Aceh memang berubah drastis setelah bencana tsunami. Selain gagasan calon independen diadopsi dalam UU Pemerintahan Aceh, gagasan pembentukan parpol lokal pun direalisasikan sebagai konsekuensi dari Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki. Kendati tidak dapat bertarung di level nasional, kekuatan partai lokal akan sangat diperhitungkan dalam pemilihan anggota DPRA dan DPRK. PA yang dibentuk mantan kombatan dan aktivis GAM, selain mempertahankan basis massa, juga memperluas jaringan yang sebelumnya dikuasai oleh partai-partai nasional. Perebutan suara pemilih, selain akan diwarnai persaingan antarsesama partai lokal dan partai nasional."
ALJUPOP
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Endra Wijaya
"Dalam sistem kepartaian sebagaimana yang diatur dalam IJndang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, telah terdapat 268 (dua ratus enam puluh delapan) partai politik, dan 24 (dua puluh empat) di antaranya telah berhasil ikut serta dalam pemilihan umum tahun 2004. Banyaknya partai politik yang telah berdiri, di sisi lain ternyata masih menimbulkan rasa tidak puas bagi sebagian masyarakat di daerah-daerah. Sebagian masyarakat di daerah masih menganggap aspirasi mereka belum bisa diperjuangkan oleh partai politik yang ada sekarang, dan partai-partai politik itu juga masih terlalu menyibukkan did dengan isu-isu "perebutan kursi kekuasaan di pusat" saja. Akibatnya, timbul kekecewaan pada diri masyarakat daerah terhadap partai politik. Kekecewaan masyarakat daerah itu pada perkembangan selanjutnya dapat mendorong timbulnya upaya untuk mendirikan partai politik lokal.
Penelitian ini difokuskan pada permasalahan yang berkaitan dengan keberadaan partai politik lokaI, yaitu mengenai faktor-faktor yang mendorong timbulnya partai politik lokal di Indonesia, dan kedudukan partai politik lokal dalam hukum positif di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian hukum normatif. Dalam hukum positif di Indonesia, setidaknya terdapat beberapa produk hukum yang dapat dijadikan dasar untuk menganalisis keberadaan partai politik lokal, yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh serta Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh.
Dari penelitian ini terungkap beberapa hal yang menjadi faktor pendorong timbuinya partai politik lokal, antara lain, adalah berkaitan dengan masalah pelanggaran hak-hak asasi manusia masyarakat daerah, baik hak ekonomi maupun politik, serta ketidakmampuan partai politik nasional dalam memperjuangkan kebutuhan masyarakat daerah. Terhadap isu partai politik lokal, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 masih belum mengatumya secara jelas, sedangkan untuk di Aceh, keberadaan partai politik lokal sudah mempunyai dasar hukum yang lebih rinci, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19582
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Farhan Hamid
Jakarta: Kemitraan, 2008
324.2 AHM p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Rizali
"Struktur politik masyarakat terdiri dari dua kelompok : Pertama, elite politik yang mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi individu-individu lainnya dan membuat keputusan politik kolektif. Kedua, massa yang hanya diperintah saja tanpa kekuasaan. Elite berada di semua lapisan masyarakat, dari yang primitif--tradisionil hingga beradab-modern. Mekanisne pembentukannya dilakukan melalui rekrutmen politik yang salah satu diantaranya adalah Pemilu. Kegiatan tersebut biasanya diikuti oleh partai-partai politik.
Batasan-batasan diatas ditemui pula di masyarakat Palembang. Rekrutmen politik dilakukan melalui Pemilu lima tahun sekali, dan diikuti oleh tiga kekuatan politik. Akan tetapi karena keterbatasan peneliti, fokus perhatian hanya diarahkan kepada Partai Persatuan Pembangunan saja, dengan pembatasan waktu 1977-1987. Mengapa permasalahan ini menarik diteliti, karena daya pikatnya terletak pada beraneka ragamnya kekuatan-kekuatan politik masyarakat yang terlibat, penggunaan jalur-jalur rekrutmen politik yang bervariasi. Disamping itu, perolehan suara yang didapatkan cenderung menurun dari waktu ke waktu.
Realitas ini memunculkan pertanyaan khusus: (1) Mengapa terjadi penurunan suara terus menerus? (2) Bagaimanakah mekanisme rekrutmen politik tersebut berlangsung?. Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka penelitian ini didukung oleh empat teori politik : (1) Teori Elite Politik. (2) Teori Partai Politik. (3) Teori Patron Klien. (4) Teori Rekrutmen Politik itu sendiri.
Sedangkan untuk nemperoleh gambaran sirkulasi elite dan rekrutmen politik yang utuh, maka usaha pencarian jawabannya dilakukan sejak awal Februari 1992 - hingga akhir September 1992. Dimana dua variabel digunakan sebagai dasar model analisis, yaitu jalur-jalur rekrutmen politik (unsur fusi, pendukung, kaderisasi dan nepotisme) sebagai variabel bebas dan dukungan basis-basis politik sebagai variabel terikat. Dan dari model analisa inilah dapat dirumuskan hipotesa, yaitu adanya penggunaan keempat jalur yang sangat bervariasi atau tidak konsisten, mengakibatkan pola rekrutnen politik dalan tubuh PPP Palembang tidak tetap atau berubah-ubah, dan kondisi itulah yang menyebabkan perolehan suara menurun.
Kemudian sebagai pedoman lebih lanjut, dijabarkan dalam metodologi penelitian dengan menjelaskan; Pendekatan penelitian (kualitatif), sifat penelitian (deskriptif), tahapan penelitian (survey lapangan dan pengumpulan data), tehnik pengumpulan data (studi pustaka, dokumentasi, wawancara), unit penelitian (DCT-individu), analisa data, lokasi penelitian dan waktu penelitian. Gambaran perkembangan dan pertunbuhan Partai Persatuan Pembangunan Kotamadya Palembang, merupakan titik awal penelusuran mencari jawaban penelitian Sejarah terbentuknya partai, struktur kepengurusan, basis-basis politik, karakteristik sosial, dan hasil-hasil pemilihan umum. Keseluruhan data ini sangat membantu menemukan jawaban penelitian.
Dari temuan-temuan penelitian diperoleh gambaran bahwa, rekrutmen politik tidaklah menpunyai pola yang tetap atau berubah-ubah. Penggunaan keempat jalurnya sangatlah bervariasi dari Pemilu ke Pemilu.
Pada Pemilu 1977, jalur unsur fusi merupakan jalur yang dominan. Penentuan nomor urut, kriteria rekrutmen politik yang selektif, pengusulan nama, pencoretan dan penggantian nama sangat ditentukan oleh Pimpinan Cabang keempat unsur fusi. Namun disisi lain, mereka mempunyai massa yang memberikan dukungan penuh. Basis-basis politik terlibat aktif dalam berbagai kegiatan-kegiatan partai. Kondisi ini sangat nempengaruhi perolehan suara dalan Penilu. Sementara itu, jalur pendukung mempunyai peranan yang lemah, bahkan tidak diikutkan dalam rekrutmen politik. Dibagian kelompok pendukung mereka gagal berperan akibat dominasi unsur fusi yang kuat. Dan dibagian individu pendukung, walaupun mereka terlibat aktif memberikan dukungan dan mempunyai massa. Tidak dapat direkrut karena hambatan-hanbatan peraturan pemerintah. Sedangkan jalur kaderisasi dikuasai oleh kader-kader unsur fusi, kader-kader personal, dan kader-kader organisasi sebagai penggembira. Adapun jalur nepotisme diterapkan dalam rekrutmen politik, dan mereka mempunyai peranan yang kuat dengan banyaknya "nomor-nomor jadi" dikuasainya.
Pada Pemilu 1982, keadaannya mulai berubah. Jalur unsur fusi tidak begitu dominan lagi. Hal ini disebabkan oleh mengendornya-keterikatan Pimpinan Cabang unsur fusi, krisis keanggotaan dan pengurus, dan kebijakan politik pemerintah yang membatasi ruang gerak mereka. Sementara itu, jalur pendukung neningkat, dengan masuknya salah satu tokoh mereka ke dalam jajaran pengurus partai. Akan tetapi mereka tidak didukung oleh massa yang kuat. Sehingga tidak dapat membantu perolehan suara. Sedangkan jalur kaderisasi diwarnai dengan berkurangnya kader-kader unsur fusi. Ditopang oleh kaderisasi yang tetap menduduki posisi"pinggiran". Dan dikuasai oleh kader-kader personal yang menguasai "nomor-nomor jadi". Adapun jalur nepotisme tetap kuat, dengan banyaknya wakil mereka di "nomor-nomor jadi".
Pada Pemilu 1987 lebih banyak lagi terjadi perubahan. Peranan unsur fusi semakin memburuk dengan adanya kebijakan partai tentang fusi tuntas.mDominasi mereka diambil alih oleh Lajnah Penetapan Cabang (Lantapcab) yang dibentuk partai. Kondisi ini sangat menguntungkan jalur pendukung yang semakin dominan, walaupun tidak didukung oleh massa yang jelas. Organisasi-organisasi underbouw dibentuk partai untuk mengantisipasi peranan unsur fusi. Sedangkan jalur kaderisasi ditandai dengan semakin menghilangnya kader-kader unsur fusi. Tidak beranjaknya kekuatan kader-kader organisasi sebagai kelompok "nomor-nomor bawah". Dan berkurangnya dominasi kader-kader personal, walaupun mereka tetap menempatkan banyak kadernya di "nomor-nomor jadi". Adapun jalur nepotisme tetap menguasai "nomor-nomor atas" dalan rekrutmen politik.
Adanya penggunaan jalur-jalur rekrutmen politik yang berubah-ubah ini nenyebabkan perolehan suara terus menurun dari waktu-ke waktu. Pemilu 1977 menang mutlak dengan 145.934 suara atau 54,2 % dari suara keseluruhan. Unggul di semua kecanatan, mendominasi 36 kelurahan, imbang dengan Golkar di 5 kelurahan, dan kalah di 8 kelurahan. Pada Pemilu 1982 perolehan suara menurun menjadi 162.217 suara atau 47,9 % suara keseluruhan. Hanya unggul di 2 kecamatan, imbang dengan Golkar di 3 kecamatan, dan kalah di 1 kecamatan. Juga unggul mutlak di 26 kelurahan, imbang dengan Golkar di 4 kelurahan, menang tipis di 6 kelurahan, kalah di 22 kelurahan. Pada Pemilu 1987 menurun tajam dengan 113.220 suara. Kalah di semua kecamatan, kalah mutlak di 41 kelurahan, menang tipis di 4 kelurahan, dan imbang dengan Golkar di 10 kelurahan. Temuan-temuan penelitian yang diuraikan secara terperinci di bab tiga dan empat, menbenarkan asumsi-asumsi dan hipotesa penelitian."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Ali Safa`at
"Disertasi ini membahas tentang pembubaran partai politik di Indonesia pada kurun waktu 1959 sampai 2004, baik dari sisi pengaturan hukum maupun praktik pelaksanaannya serta prospek pengaturan di masa yang akan datang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan sejarah dan perbandingan hukum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1959 hingga 2004 pada masing-masing periode, yaitu Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi, terdapat ketentuan yang berbeda-beda tentang pembubaran partai politik. Pada kurun waktu tersebut juga terjadi beberapa praktik pembubaran partai politik dalam berbagai bentuk baik berdasarkan hukum yang berlaku maupun tidak. Di masa yang akan datang perlu dilakukan pengaturan yang lebih mendetail terkait dengan alasan pembubaran, pemohon, proses peradilan, serta akibat hukum pembubaran partai politik.

The focus study of this disertation is the law and practices of the dissolution of political parties in Indonesia since 1959 until 2004, and how it should be ruled in the future. This research is a normative research that use historical dan comparative approach. The result is tha there were laws concerning the dissolution of political parties between 1959 until 2004 for each period, Orde Lama, Orde Baru, and Reformasi. Some political parties had dissolved at that time with various ways, whether based on positive law or not. The reseacher sugest that The law concerning the dissolution of political party in the future should be more detail especially about the ground or reason of dissolution, applicant, court process, and the consequences."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
D926
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muchamad Ali Safa`at
"Disertasi ini membahas tentang pembubaran partai politik di Indonesia pada kurun waktu 1959 sampai 2004, baik dari sisi pengaturan hukum maupun praktik pelaksanaannya serta prospek pengaturan di masa yang akan datang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan sejarah dan perbandingan hukum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1959 hingga 2004 pada masing-masing periode, yaitu Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi, terdapat ketentuan yang berbeda-beda tentang pembubaran partai politik. Pada kurun waktu tersebut juga terjadi beberapa praktik pembubaran partai politik dalam berbagai bentuk baik berdasarkan hukum yang berlaku maupun tidak. Di masa yang akan datang perlu dilakukan pengaturan yang lebih mendetail terkait dengan alasan pembubaran, pemohon, proses peradilan, serta akibat hukum pembubaran partai politik.

The focus study of this disertation is the law and practices of the dissolution of political parties in Indonesia since 1959 until 2004, and how it should be ruled in the future. This research is a normative research that use historical dan comparative approach. The result is tha there were laws concerning the dissolution of political parties between 1959 until 2004 for each period, Orde Lama, Orde Baru, and Reformasi. Some political parties had dissolved at that time with various ways, whether based on positive law or not. The reseacher sugest that The law concerning the dissolution of political party in the future should be more detail especially about the ground or reason of dissolution, applicant, court process, and the consequences."
Depok: Universitas Indonesia, 2009.
D926
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Institute for Policy and Community Development Studies (IPCOS), 2001
324.2 PAR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Azwir Nazar
"ABSTRAK
Tesis ini menelaah penerapan strategi pemasaran politik dan sebab-sebab
kekalahan Partai SIRA. Pemilu 2009 merupakan pemilu pertama pasca damai di
Aceh dengan keikutsertaan 6 (enam) partai lokal sebagai kontestan. Lahirnya
partai lokal tidak terlepas dari hasil perundingan damai antara Pemerintah RI dan
GAM, 15 Agustus 2005 di Helnsiki, Findlandia.
Partai SIRA lahir dari gerakan sosial SIRA (Sentral Informasi
Referendum Aceh) yang mentransformasikan diri menjadi partai politik.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Mengingat Partai Lokal di Indonesia hanya ada di Aceh dan menjadi instrumen
politik resmi para pihak untuk menyuarakan aspirasi melalui jalur politik.
Strategi-strategi pemasaran sudah diterapkan SIRA dalam pemenangan
pemilu. Dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat yang telah berubah dan
kemajuan tehnologi informasi dan komunikasi. Tapi hal itu berlangsung alamiah
dan masih belum cukup.
Sebagai Partai Politik Lokal, SIRA tidak mampu membangun
posisioning, ideologi, dan diferensiasi dengan partai lain untuk menunjukkan
identitasnya. SIRA menerapkan model Market Oriented Party (MOP) ala Less
Marshment (2001) sebagai karakter partai, dimana untuk menang dalam pemilu,
harus merancang produk-produk politik yang sesuai kebutuhan (needs), keinginan
(wants), dan tuntutan (demands) pemilih.
Sukses stori SIRA sebagai gerakan sosial tidak diikuti saat menjadi
partai. Kegagalan Partai SIRA juga dipengaruhi oleh fakta khusus sebagai daerah
post konflik. Perdamaian Aceh dianggap berhasil dan berkontribusi positif
terhadap perkembangan demokrasi, tapi Aceh masih menjadi pasar yang
terdistorsi (defective democracy). Penerapan strategi pemasaran politik pada
masyarakat post conflict yang pilihan kekerasan dan teror masih kebiasaan
tidaklah efektif. Karena domain kekerasan menjadi lebih dominan dan
mempengaruhi psikologi dalam menentukan preferensi pilihan politik.

ABSTRACT
This study aimed to analyze the strategic implementation of political
marketing and the cause of failure of SIRA (the central information for Aceh
referendum) as a local political party in Aceh in the legislative election in 2009.
The 2009 election was the first election in the era of peace in Aceh which was
participated by 6 local parties. The establishment of those parties was supported
by the peace talks between the government of Indonesia and the free Aceh
Movement on 15th August 2005 in Helsinki, Finland.
The party of SIRA was transformed from the social movement. The
study was conducted by using a qualitative method through a study case approach.
The study case would be interesting since the emerging of local parties only
occurred in Aceh province. Later those parties are functioned as a legal instrument
to vote the people aspiration.
The SIRA had implemented several marketing strategies to win the
election by taking into account the society condition and the changes in
information and technology. However, the process run as natural and was not
sufficient to win the election.
As a local political party, SIRA cannot perform its own identity,
ideology, and therefore it cannot differentiate with other parties. The SIRA had
used the Market Oriented Party (MOP) from Less Marshment (2001) as the party
carácter which was believed to win the election. The party should design political
products based on needs, wants and demands of the people.
It can be said that the successfullness of SIRA as social movement
was not followed by the same condition in the era of political party. The defeat of
SIRA was influenced by the facts post conflict. The peace in Aceh is success and
contributes positively to the developmnet of democracy. However, Aceh also
developes as a defective market for democracy. There were violance and pressure
that forced the people to vote a certain party. Thus, the implementation of political
marketing was not effective in such condition."
2012
T30646
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abd. Rohim Ghazali, 1967-
"Dalam berbagai kajian teori politik, selalu ditegaskan bahwa partai politik merupakan salah satu pilar demokrasi. Secara teoritis, demokrasi tidak bisa dibangun dalam suatu negara tanpa adanya partai politik yang menjadi wahana agregasi kepentingan segenap warganya. Tetapi pada kenyataannya, partai politik tidak selamanya berfungsi secara maksimal dalam proses demokratisasi. Inilah kondisi yang terjadi di Indonesia pada masa transisi dan konsolidasi demokrasi yang berlangsung sejak 21 Mei 1998 hingga ditulisnya tesis ini (akhir tahun 2003).
Transisi politik yang terjadi di Indonesia dimulai sejak 21 Mei 1998. Pada masa ini telah lahir puluhan partai politik, di samping tetap eksisnya partai yang sudah ada sejak sebelum proses transisi berlangsung.
Setelah "Pemilu Perintis" pasca transisi dilangsungkan, 7 Juni 1999, seharusnya Indonesia sudah memasuki tahapan konsolidasi demokrasi. Tapi pada kenyataannya, proses transisi berlangsung terus disebabkan karena tidak berjalannya proses konsolidasi demokrasi.
Tesis ini mengkaji peranan salah satu dari partai-partai politik yang tumbuh pada era transisi dan konsolidasi di Indonesia, yakni Partai Amanat Nasional (PAN). PAN dipilih sebagai obyek kajian karena partai ini dipersepsikan banyak kalangan sebagai partai reformis: didirikan di atas platform yang reformis, dan dipimpin oleh tokoh-tokoh yang reformis.
Metode yang digunakan dalam tesis ini adalah content analysis yakni dengan cara analisis kualitatif yang secara teknis mencakup klasifikasi, penggunaan kriteria sebagai dasar klasifikasi, yang kemudian dianalisis untuk menghasilkan konklusi. Dalam merumuskan konklusi ditetapkan tiga macam kriteria: (i) legitimasi, yakni konklusi yang memperkuat data-data sekunder serta temuan-temuan hasil penelitian yang sudah dipublikasikan sebelumnya; (ii) verifikasi, yakni peninjauan ulang terhadap data-data sekunder dan temuan-temuan hasil penelitian sebelumnya; dan (iii) prediksi, yang berupa proyeksi ke depan yang beranjak dari kondisi obyektif yang ada di masa lalu dan masa sekarang.
Ada tiga teori yang digunakan dalam tesis ini, yakni teori-teori transisi politik, konsolidasi demokrasi, dan fungsi partai politik.
Dari metode yang dipakai, dan teori-teori yang menjadi rujukan, kajian tesis ini menemukan kesimpulan bahwa partai-partai politik pada umumnya, dan PAN khususnya, belum mampu berperan maksimal dalam proses transisi dan konsolidasi demokrasi di Indonesia dalam kurun waktu 1998 hingga 2003.
Menurut tesis ini, ada empat faktor yang menyebabkan PAN kurang mampu berperan maksimal dalam proses transisi dan konsolidasi demokrasi di Indonesia. Pertama karena partai yang dideklarasikan 23 Agustus 1998 ini kurang konsisten dengan platform yang telah ditetapkannya. Kedua, seperti umumnya partai politik, PAN juga dilanda konflik internal yang berkepanjangan. Ketiga, masih kuatnya ketergantungan PAN pada Amien Rais sebagai tokoh simbolik. Keempat, disebabkan karena perolehan suaranya yang tidak signifikan dalam Pemilu 1999, PAN tidak memiliki bargaining yang memadai untuk menjadi motor penggerak demokratisasi. PAN masih tersubordinasi oleh kekuatan-kekuatan partai lain yang perolehan suaranya jauh lebih besar.
(Rincian isi Tesis: x + 229 halaman; Daftar Pustaka:75 buku, 3 artikel jurnal, 1 makalah, 27 majalah, 5 tabloid, 32 surat kabar, 4 media online, 12 orang nara sumber, tahun buku-buku yang digunakan: 1988 s/d 2003)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13803
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firmanzah
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia , 2008
324.2 FIR m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>