Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56488 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Implementing a modern governance requires application on the principles of good governance in all aspects of state living. It involves transparanceis, law enforcement and public accountability that have been the spirit in governance implementation by involving all actors inside and outside of governance. The awareness to realize good governance is badly decided by state the implementers at central and local level . Therefore, they should have ethics code as the basis to work attempted to apply and realize good governance. In such a way , good governance not only as a formal effort, but also to colorize each governanve activity."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Hugen T.
"Dalam kurun waktu enam tahun terakhir dari tahun 2014-2020 Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu telah menerima 1.587 kasus aduan pelanggaran kode etik, dengan teradu sebanyak 4.813 penyelenggara pemilu. Jenis pelanggarannya didominasi oleh pelanggaran nilai integritas dan profesionalisme yang justru secara konsisten naik dari tahun-ketahun, bahkan para  penyelenggara yang telah melanggar nilai integritas maupun profesionalitas tetap dapat melenggang untuk mendapatkan kembali priode keduanya bahkan naik kelas di tingkat lebih tinggi hal ini menghawatirkan karna menjadi sebab pelemahan ketahanan demokrasi Indonesia. Namun bagiamana sebenarnya kerangka hukum yang mengatur penyelenggaraan kode etik bagi penyelenggara pemilu dan bagaimana transparansi DKPP berkaitan dengan pelanggaran kode etik. Tesis ini hendak mengupas tentang bagaimana desain penyelenggaraan kode etik penyelenggara pemilu dan bagaimana korelasi antara das sain das solen kode etik penyelnggara pemilu sebagai upaya mewujudkan tata kelola penyelenggara pemilu yang baik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan wawancara untuk memperkuat argementasi penulis, Adapun hasil penelitian menunjukan bahwa kewenangan DKPP yang terbatas, dan sistem hukum yang masih memberikan cela pada pihak-pihak untuk melakukan pelanggaran etik.

Over the course of six last year for the years 2014-2020 board of elections had received complaints 1.587 cases of codes of conduct, with the election 4.813 reported a total of. Dominated by the kind of violation of the integrity and professionalism which should consistently up from every year, even the committee which had violated the integrity and professionalism could still walking round to regain priode both are even to the next grade level higher this is worrying because security into the dilution of democracy. But what actually legal framework governing the implementation of the code of conduct for the general election and how transparency DKPP pertaining to transgression codes of conduct. Research will peel on how to design the code of conduct the election and how the correlation between das sain das solen code of conduct the election as the pursuit of good governance. the election This research in a qualitative and interviews to strengthen argementasi, writer but research shows that limited authority DKPP, and the legal system that will give blemish on the parties to violations of ethics."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harmoko
"Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan kajian pelembagaan peradilan etik bagi penyelenggara negara di Indonesia. tujuan penelitian ini untuk mengetahui urgensi dan model pembentukan peradilan etik bagi penyelenggara negara di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.penelitian ini menyimpulkan pertama, bahwa kelembagaan etik saat ini masih bersifat beragam, parsial belum menjadi suatu lembaga khusus sebagaimana pengadilan untuk menegakkan etika bagi penyelenggara negara, Keberagaman dan sifat independensi kelembagaan penegakan etika penyelenggara negara justru merupakan masalah urgen yang harus dipecahkan dalam kerangka membangun sistem penegakan etika penyelenggara negara sebagai mekanisme baru untuk membangun integritas dan akuntabilitas penyelenggara negara yang kredibel dan terpadu. Kedua, perbandingan diberbagai negara demokrasi di dunia seperti Amerika Serikat, Inggris, Argentina dan Korea Selatan, bahwa perlu dibuat sebuah undang-undang tentang etika bagi penyelenggara negara sebagi payung hukum semua pejabat publik. Ketiga, terkait dengan model pembentukan peradilan etika perlu dilakukan proses integrasi etika materil dan formil dengan cara melakukan konsolidasi lembaga etik untuk membuat peraturan bersama sebagai etika materil, sementara untuk etika formil akan dibuat oleh Mahkamah etik dan selanjutnya menjadikan Komisi yudisial sebagai puncak peradilan etika. maka untuk menjadikan Komisi yudisial sebagi peradilan etika penelitian ini menyarankan harus dilakukan amandemen UUD 1945 dan menyarankan kepada pemerintah dan DPR untuk membuat undang-undang tentang etika penyelenggara negara.

This research is a legal research with a study of the institutionalization of ethical courts for state officials in Indonesia. The purpose of this study is to determine the urgency and model for the formation of ethical courts for state administrators in Indonesia. The method used in this research is normative legal research. This research concludes first, that ethical institutions are currently still diverse, partial has not yet become a special institution as a court to uphold ethics for state administrators, diversity and independence of institutional ethics enforcement of state administrators is an urgent problem that must be resolved within the framework of building a system of ethics enforcement for state administrators as a new mechanism for building integrity and accountability for credible and integrated state administrators. Second, a comparison in various democratic countries in the world, such as the United States, Britain, Argentina and South Korea, that it is necessary to make a law on ethics for state administrators as the legal umbrella for all public officials. Third, in relation to the model for the formation of an ethical court, it is necessary to carry out a process of integrating material and formal ethics by consolidating ethical institutions to make joint regulations as material ethics, while for formal ethics it will be made by the Ethics Court and then making the judicial Commission as the top of the ethics court. So, to make the judicial Commission as an ethics court, this research suggests amendments to the 1945 Constitution and suggests the government and the DPR to make laws on the ethics of state administrators."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrianus Meliala
Bogor: Bypass, 2023
170.83 ADR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Swasti Wurjantoro
"Berdasarkan perkiraan WHO, bahwa di Indonesia terdapat 1,5 juta kasus aborsi per tahunnya dan 2.500 diantaranya berakhir dengan kematian ibu. Aborsi adaiah masalah yang kontroversial disemua bidang ilmu, termasuk etika. Pada skripsi ini diuraikan perbedaan penempatan masalah aborsi pada etika ferninis dan teori-teori etika Iainnya. Perbedaan konsep dasar apa yang membuat penempatan masalah abarsi pada etika feminis berbeda dengan teori-teori etika Iainnya.
Aborsi secara umum dapat diartikan sebagai terhentinyalpenghentian hasil konsepsi sebelum akhir masa alamiah kehamilan. Ada dua jenis aborsi, yaitu: aborsi spontan dan abortus provocatus. Aborsi jenis kedua adalah aborsi yang dipermasalahkan. Di bidang medis, aborsi menjadi konflik antara menyelamatkan kehidupan dan prosedur pengguguran. Di bidang hukum, konflik yang terjadi adalah masalah legalisasi dan hukum-hukum yang mengatur aborsi. Sedangkan di bidang agama, aborsi bertentangan dengan nilai kesucian kehidupan.
Pada teori-teori etika, masalah aborsi ditempatkan sebagai masalah manusia secara umum. Adanya hukum moral yang absolut dan universal membuat aborsi merupakan suatu perbuatan yang tidak boleh dilakukan, apapun alasannya. Walaupun tidak semua teori etika absolut dan universal, tetapi pertimbangan yang dipergunakan tidak didasarkan pada kebutuhan dan kepentingan perempuan serta tidak memberi pilihan kepada perempuan atas tubuhnya.
Masalah aborsi adalah masalah yang memerlukan suatu pembahasan yang memperhatikan hal-hal partikular yang terdapat pada suatu keputusan apakah akan melakukan aborsi ataupun tidak. - Sangat panting untuk memperhatikan dan memahami permasalahan aborsi secara menyeluruh karena setiap kasusnya berbeda-beda, karenanya tidak bisa diselesaikan secara umum. Etika feminis adalah etika dengan konsep dasar yang mengutamakan care, love, connections, dan relationship.
Etika feminis tidak melegalisasi aborsi melainkan memperhatikan keinginan, kebutuhan, dan kepentingan orang per orang sehingga etika feminis menganalisa masalah aborsi sebagai masalah perempuan dan memberinya pilihan atas tubuhnya. Namun etika feminis tetap menghargai janin tetapi dengan status moral yang relasional karena keberadaan janin yang unik dan terikat pada orang lain sebagai penunjang hidupnya. Oleh karena itu penempatan masalah aborsi pada etika feminis berbeda dari teori-teori etika.
Hasil dari analisa penempatan masalah aborsi pada etika feminis diharapkan dapat menghasilkan suatu pemikiran yang baik sesuai tujuan etika feminis, yaitu membuat dunia lebih baik dan untuk menggugah kesadaran untuk membuat dunia menjadi Iebih baik. Walaupun demikian, mengakhiri proses tumbuh kembang janin mungkin saja salah, tetapi perempuan yang memiliki hak untuk memutuskan pilihannya. Tidak ada seorang perempuan pun yang menginginkan aborsi hanya karena ia memang suka melakukannya. Perempuan melakukan aborsi karena ia benar-benar membutuhkannya, sebagai sebuah jalan untuk mempertahankan dan menyelematkan dirinya, hidupnya, serta kehidupannya."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S15978
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Artikel ini membincangkan pertimbangan etika semasa penyelidikan kualitatif mengenai amalan keibubapaan dalam kalangan penduduk tempatan di Kualan Trengganu. Perbincangan ini mengkhususkan kepada kupasan secara kritis prinsip-prinsip yang membimbing penyelidik dalam membuat keputusan beretika semasa menjalankan penyelidikan. Seramai sepuluh keluarga dengan empat orang ahli daripada setiap keluarga terlibat dalam kajian ini, iaitu bapa, ibu dan dua orang anak. Dengan kata lain, kajian ini melibatkan seramai 40 orang peserta kajian. Pengalaman mengenai amalan keibubapaan yang dilalui dikumpulkan melalui temu bual dan pemerhatian. Enam prinsip etika iaitu autonomi, beneficence atau kemurahan hati, non-maleficence atau bukan berbuat jahat, keadilan, kesetiaan dan self-interest atau kepentingan diri menjadi asas dalam pertimbangan yang dilakukan. Keutamaan penyelidikan adalah tidak ingin mendatangkan kemudaratan kepada peserta kajian. Setiap ahli keluarga mempunyai kebebasan untuk membuat pilihan dan tindakan. Mereka menerima maklumat mengenai kajian ini serta cara pengumpulan data sebelum membuat keputusan mengenai penglibatan dalam kajian ini. Persetujuan bermaklum dijalankan bersama setiap ahli keluarga sebelum memulakan temu bual. Kedua-dua pihak, iaitu penyelidik dan peserta kajian, sedar mengenai tujuan dan tanggungjawab masing-masing semasa kajian dijalankan."
JBSD 1:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ertiniara Novaria Prasanti
"Skripsi ini membahas mengenai pengaruh muatan etika, lingkungan perkuliahan, prestasi akademik, dan kemampuan dosen dalam pendidikan akuntansi terhadap persepsi etika mahasiswa. Populasi dalam penelitian ini merupakan seluruh mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia angkatan 2011 yang sudah mengambil mata kuliah berkaitan dengan etika bisnis. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai data primer. Dari 162 kuesioner yang disebar pada responden, hanya 143 kuesioner yang memenuhi kriteria.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan penggunaan skala likert. Dalam menganalisis variabel, penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dengan SPSS 17 untuk menganalisis data dalam menentukan hubungan antara variabel dependen dan independen.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh muatan etika dan lingkungan perkuliahan tidak berpengaruh signifikan terhadap persepsi etika mahasiswa, dengan nilai signifikan kurang dari 0.05. Sementara prestasi akademik dan kemampuan dosen dalam mengajar berpengaruh signifikan terhadap persepsi etika mahasiswa, dengan nilai signifikan lebih dari 0.05.

This aim of this research is to reveal the influence of the effect of the charge of ethics, the ethical campus environment, student’s achievement, and the competence of lecturer in teaching towards student’s ethical perception. The population in this research is accounting student of faculty of economics and business UI who have taken subjects that related to business ethics. The data were collected from the questionnaire distributed to the respondents as primary data. There were 162 questionnaire given out but only 143 questionnaire which meet the criteria of sampling.
This research use quantitative research methods. This research employs multiple linear regression analysis method using SPSS 17 to analyse data to determine the relationship between variables.
The result shows that the charge of ethics and faculty environment has no significant influence on student's ethics perceptions with less than 0.05 significance tolerance. On the other hand, student's achievement and the competence of lecturer in teaching has significance influence on student’s ethics perception with more than 0.05 significance tolerance.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S59990
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Satryo Purwahyudi
"Pengambilan keputusan merupakan bagian dari tindakan manusia yang memiliki berbagai pendekatan dalam pelaksanaannya, termasuk model rasional dan prosedural. Pada dasarnya, setiap pengambilan keputusan, merefleksikan proses kognitif yang kompleks karena adanya dilema atas dua pilihan atau lebih yang dihadapi oleh manusia. Hal ini tercermin dalam banyak cerita rakyat, salah satunya dalam epos Mahabharata yang mengisahkan keputusan tokoh Yudhistira dalam menerima tantangan tokoh Duryudana yang akan menjadi acuan putusan moral dalam pemenuhan kewajibannya. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memberikan keterangan secara deontologi terhadap pilihan Yudhistira tersebut. Penelitian ini menganalisis karakter Yudhistira dalam pemilihan keputusannya dan objek formalnya dalam bidang etika dengan menggunakan metodologi Kepustakaan (library research) melalui pendekatan kualitatif dan teori deontologi oleh Allen Wood sebagai pisau analisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan karakter Yudhistira dapat dikatakan sebagai tindakan yang bermoral. Yudhistira menjalankan kewajibannya sebagai seorang kesatria dengan penuh tanggung jawab dan menentukan suatu tindakan berdasarkan kewajiban, Yudhistira menunjukkan predikat-predikat moral yang menjadikannya sebagai pelaksana imperatif kategoris. Kehendak baik yang melekat dalam dirinya, seperti yang didefinisikan oleh Wood, turut memberikan dimensi moral yang kuat pada setiap keputusannya.

Decision-making is part of human action which has various approaches to its implementation, including rational and procedural models. Basically, every decision reflects a complex cognitive process due to the dilemma of two or more choices that human faces. It reflects in many folk tales, one of which is in the Mahabharata epic that tells the story of the character Yudhistira's decision to accept the challenge of Duryudana which will become the reference for moral decisions in fulfilling his obligations. Based on this background, this study aims to review deontological explanation of Yudhistira's choice. This study analyzes Yudhistira's choice of decisions and formal objects in the field of ethics using library research methodology through a qualitative approach and deontological theory by Allen Wood. The results of this study indicates that the actions of Yudhistira can be concluded to be moral actions. Yudhistira carries out his obligations as a knight with full responsibility and determines an action based on obligation. Yudhistira shows moral predicates that make him an implementer of categorical imperatives. His inherent good will, as defined by Wood, also provides a strong moral dimension to every decision he makes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dani Hayqal
"Propam sendiri memiliki 3 pokok penting dalam penegakan Kode Etik, yaitu Disiplin, Profesi dan Pidana. Disiplin Polri, merupakan sikap pada unsur pribadi dan tidak mempunyai efek keluar. Profesi sendiri berpedoman pada SOP (standar operasional prosedur) yang terdiri dari Job Description dan Job Analys, Standarisasi keberhasilan pelaksanaan tugas, Sistem penilaian kinerja, Sistem Reward + Punishment, Etika Kinerja (Do+don’t)Penelitian formulasi standar penegakan kode etik profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri ini mempergunakan jenis penelitian kualitatif, agar peneliti dapat mendeskripsikan untuk mengkomunikasikan hasil penelitian ini dengan tahapan mencari sumber data, mengumpulkan data dan menganalisis data yang telah didapatmasih terdapat kendala-kendala yang dialami oleh Akreditor untuk menegakkan Kode Etik yang sangat dibutuhkan sebagai bentuk pertanggungjawaban pada saat persidangan Komisi Kode Etik, baik pada penanganan barang bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik, Evaluasi Jabatan terhadap personil yang sedang melaksanakan pemeriksaan pelanggaran Kode Etik hingga pelaksanaan putusan sidang Komisi Kode Etikpenulis menyarankan untuk melakukan pembaruan atau modifikasi terhadap penegakan Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri sehinggadapat menjadi Formulasi Standar yang lebih baik lagi dan agar tidak adanya pertentangan dalam mengambil Langkah hukum untuk menegakkan Kode Etik Profesi dan menyarankan agar melakukan pengawasan terhadap anggota Polri yang menjalani sanksi Kode Etik baik secara langsung maupun secara administrasi.

Propam itself has 3 important points in enforcing the Code of Ethics, namely Discipline, Profession and Crime. Police discipline is a personal attitude and has no outward effect. The profession itself is guided by SOP (standard operating procedures) which consist of Job Description and Job Analysis, Standardization of successful implementation of tasks, Performance appraisal system, Reward + Punishment System, Performance Ethics (Do + don't) Research on the formulation of standards for enforcing the National Police's professional code of ethics and the National Police Code of Ethics Commission uses qualitative research, so that researchers can describe and communicate the results of this research through the stages of searching for data sources, collecting data and analyzing the data that has been obtained. There are still obstacles experienced by Accreditors in enforcing the Code of Ethics which is really needed as a forms of accountability during Code of Ethics Commission hearings, both in handling evidence related to violations of the Code of Ethics, Position Evaluation of personnel who are carrying out investigations for violations of the Code of Ethics and implementation of the Code of Ethics Commission hearing decisions. The author suggests updating or modifying the enforcement of the Professional Code of Ethics and the National Police Code of Ethics Commission so that it can formulate better standards and so that there are no conflicts in taking legal steps to enforce the Professional Code of Ethics and recommend that they carry out supervision of members of the Indonesian National Police who undergo sanctions from the Code of Ethics both directly and administratively."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Sayekti
"Berita merupakan suatu program televisi yang harus independen dari program lain. Sementara program lain berupaya melaksanakan fungsi entertainment-nya, berita lebih memiliki fungsi yang lain, yaitu fungsi informatif. Ini berarti bahwa berita bukanlah program yang disajikan sesuai dengan keinginan atau minat pemirsanya untuk menarik pemirsa sebanyak mungkin. Sebaliknya, berita harus memberikan informasi dan laporan yang sebaik-baiknya. Kredibilitas berita dapat diperoleh dengan mengacu pada Kode Etik Juralistik sebagai landasan moral. Berita haruslah berada di depan pemirsanya. Karenanya berita haruslah benar, akurat, obyektif, independen dan fair. Dengan banyaknya stasiun televisi yang bermunculan dengan programnya yang beragam, maka menarik untuk diteliti bagaimana program berita televisi kita. Apakah berita televisi kita sudah kredibel dengan mengacu pada Mode Etik Jumalistik. Ini dapat diketahui dengan melihat bagaimana orang-orang yang ada dibelakang berita televisi memahami dan menerapkan Kode Etik Jumalistik dan bagaimana proses produksi berita mempengaruhinya.
Kode Etik Juralistik berlaku universal di banyak negara walaupun interpretasi dan penerapannya memiliki keragamaan. Ini tergantung dari budaya dan kepercayaan masyarakat setempat Penelitian ini mengacu pada lima poin kode etik universal yang diambil dari aturan kode etik jumalistik di beberapa negara secara acak. Poin kode etik jumalistik itu adalah akurat, jujur, adil, obyektif dan independen. TPI dipilih dalam penelitan ini dengan perlimbangan kemudahan akses untuk mendapatkan data. Juga bahwa televisi ini adalah salah satu pionir televisi swasta di Indonesia dengan jangkauan pemirsa lebih dari 140 juta pemirsa di seluruh Indonesia. Dengan target audiens kalangan menengah kebawah, yang merupakan sebagian besar dari masyarakat Indonesia. TPI menjadi suatu sumber berita yang sangat penting bagi kalangan masyarakat tersebut juga karena tingkat menonton televisi lebih tinggi daripada tingkat membaca masyarakat tersebut.
Pengumpulan. data dilakukan dengan metode interview mendalam terhadap beberapa kru berita Lintas Lima, seperti: reporter, produser dan pemimpin redaksi. dan observasi terhadap kebijakan redaksi dan rapat redaksi. Penelitian dilakukan dengan metode analisa kualitatif. Analisa wacana kritis akan dilakukan terhadap hasil wawancara dan observasi dengan menggunakan acuan lima poin kode etik jurnalistik dengan penjelasannya. Pada tingkatan teks akan dilakukan analisa isi terhadap output berita berupa tayangan berita Lintas Lima itu sendiri. Ini dilakukan baik terhadap isi naskah maupun visualisasi berita Lintas Lima.
Penelitian ini menunjukkan suatu hal yang cukup menarik. Menilik dari teori donut Shoemaker dan Reese, ternyata penerapan kode etik jumalistik di TPI masih beragam pada berbagai level. Mulai dari level individual hingga level ideology, penerapan kode etik jurnalistik diterapkan dengan berbagai kendala dan keterbatasannya. Walaupun penelitian ini terbatas pada ruang redaksi atau newsroom, sehingga hanya mencakup level individual, rutinitas media dan level organisasi.
Bagi beberapa jurnalis, kode etik jurnalistik adalah sesuatu yang asing. Sementara bagi sebagian lagi ini hanyalah suatu aturan yang justru menghambat pekerjaan mereka. Tapi dalam tataran organisasi, dalam hal ini departemen pemberitaan TPI sedang berusaha membangun imej mereka dengan pemberitaan, khususnya Lintas Lima, usaha untuk tetap mengacu pada kode etik jurnalistik cukup kuat. Ini menjadi tekanan pada beberapa kali rapat redaksi yang sempat penulis hadiri. Tapi dalam prakteknya penerapan ini mengalami banyak hambatan. Kurangnya penyamaan persepsi dan pembelajaran mengenai kode etik jurnalistik adalah salah satunya. Selain itu bagi reporter tenggat waktu juga menjadi hambatan dalam berita yang berimbang, jujur dan akurat Berita yang disajikan menjadi berita yang seadaanya karenanya. Target pemirsa yang menjadi patokan dalam penyajian berita, yaitu kelompok pemirsa menengah kebawah, juga menjadi faktor dalam kualitas berita Lintas Lima. Kesan seadanya dan kurang berkualitas maka tampak jelas dalam laporan-laporan yang ditayangkan di Lintas Lima.
Karena kualitas berita juga ditentukan dalam mengacu atau tidaknya berita tersebut kepada kode etik jurnalistik, maka berita sebaiknya tidak diproduksi hanya untuk kalangan tertentu. Semakin baik acuan kode etik jurnalistik, semakin berhatihati dan semakin baiktah kru berita berusaha menyajikan laporannya. Maka ini sebaiknya menjadi perhatian bagi tiap individu yang berada di belakang pemberitaan. Kode etik jurnalistik tidak hanya ada di hati individu tersebut, tetapi juga di pikiran yang mengarahkan mereka dalam menjalankan pekerjaannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13749
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>