Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132554 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Gusti Ayu Arlita NK
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26228
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Heggy Kearens
"ABSTRAK
Tesis ini membahas Kebijakan Luar Negeri Australia terhadap Indonesia: Kebijakan Kontra Terorisme Pasca Serangan Bom Bali 1 pada kurun waktu 2002-2008. Penelitian ini berupa penelitian kuantitatif dengan metode studi literature. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan luar negeri Australia terhadap Indonesia dipengaruhi oleh determinan internal berupa pemerintahan yang berkuasa (partai), opini publik, dan media massa. Selain itu, dipengaruhi pula oleh determinan eksternal berupa hubungan Australia dengan Amerika Serikat dan situasi global yang mendorong penguatan isu HAM. Kesemua variabel determinan tadi mempengaruhi pemerintah Australia dalam memutuskan kebijakan luar negeri yang mengacu pada pendekatan yang bersifat soft approach.

Abstract
This research discusses Australia‟s foreign policy toward Indonesia: Counter terrorism policy after the first Bali bomb attack during the period 2002-2008. The purpose of this research is to find and understand why Australia decided to use soft approach counter-terrorism due to Indonesia. The result of this research showed that Australia‟s foreign policy toward Indonesia affected by the internal determinants of the ruling party, public opinion, and mass media. It is also affected by external determinants of relations between Australian and the United States; global situation that encourages the strengthening of human rights issue. All these variables affect the government in deciding foreign policy which will be refers to the soft approach."
2012
T30458
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiska Dewi Setiowati Sunaryo
"Tesis ini membahas tentang Perkembangan RSUP Sanglah Pascaperistiwa Bom Bali dari tahun 2002-2008. RSUP Sanglah adalah rumah sakit terbesar di Bali sekaligus Rumah Sakit Rujukan Bagi wilayah Bali, NTB dan NTT. Namun, status RSUP Sanglah sebagai rumah sakit rujukan ternayata belum memiliki fasilitas yang memadai sebagai Rumah Sakit Umum Pusat. Hal ini dapat dilihat pada saat menangani korban peledakan Bom di Bali pada tahun 2002. Korban Bom Bali sebagian besar dievakuasi, diidentifikasi dan dirawat di RSUP Sanglah. Dengan menggunakan fasilitas yang seadanya dan juga pengalaman yang kurang dalam penanganan korban bom, RSUP Sanglah mampu menangani pasien korban bom dengan baik. Atas jasa-jasa dari RSUP Sanglah inilah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Australia memberikan penghargaan dengan membangun fasilitas pelayanan kesehatan bertaraf Internasional di RSUP Sanglah seperti Burns Unit dan Wings Internasional. Peristiwa Bom Bali ternyata menjadi titik balik dalam perkembangan RSUP Sanglah, karena Pascaperistiwa Bom Bali, RSUP Sanglah semakin berkembang pesat dan menjadi Rumah Sakit bertaraf Internasional. Studi ini memanfaatkan sumber lisan dan tulisan mengenai sejarah berdirinya, perkembangan, dan penanganan korban Bom Bali menjadi fokus dalam uraian tesis ini.

This thesis discusses the development of Post-Incident Sanglah Hospital from 2002 to 2008 Bali bombings. Sanglah Hospital is the largest hospital in Bali as well as Referral Hospital For Bali, NTB and NTT. However, the status Sanglah Hospital as a referral hospital not have adequate facilities as the General Hospital Center. It can be seen when dealing with victims of bomb explosions in Bali in 2002. Bali Bombing Victims largely evacuated, identified and treated at Sanglah Hospital. Using a makeshift facility and also a lack of experience in the handling of bomb victims, Sanglah Hospital is able to handle patients with a good bomb survivors. For the services of this Sanglah Hospital Central Government and the Australian Government to give the award to build an international health care facilities in such Sanglah Hospital Burns Unit and Wings International. Bali Bombings turned out to be a turning point in the development Sanglah Hospital, because the post-Bali Bombing Incident, Sanglah Hospital is growing rapidly and becoming an International Hospital. The study relied on oral sources and written about the history of the establishment, development, and handling of Bali bomb victim becomes the focus of this thesis in the description."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28707
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hisbullah Ashiddiqi
"ABSTRAK
Konsep bantuan dan perlindungan hukum yang dijabarkan dalam KUHAP dapat
dikatakan tidak memenuhi asas hukum acara pidana. Konsep bantuan dan perlindungan
hukum dalam KUHAP cenderung hanya diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa,
bukan korban tindak pidana. Begitu pula dalam UU No. 18 Tahun 2003 dan lainnya.
Sementara dalam pelaksanaan HAM, pada praktik dan tatarannya, UU No. 39 Tahun
1999 [Pasal 3 ayat (2), dan Pasal 5 ayat (2) dan (3) masih kurang merepresentasikan
keinginan dari konstitusi dan UU HAM yang menginginkan bahwa hak mendapatkan
bantuan dan perlindungan hukum bagi semua orang termasuk juga bagi korban tindak
pidana. Sementara itu, pengaturan bantuan dan perlindungan hukum yang diatur dalam
UU No.8 tahun 1981, UU No.15 Tahun 2003, UU No.13 Tahun 2006, UU No.26
Tahun 2000, UU No.18 Tahun 2003, dan UU lainya, serta KUHAP dalam tataran
hukum formil pada praktiknya tidak memberikan jaminan hukum yang jelas dan tegas
sehingga dapat memperlemah perjuangan pemenuhan hak-hak korban. Adapun realita
penanganan oleh pemerintah, pemerintah belum mampu melaksanakan hak-hak materi
dan immaterial kepada korban terorisme. Amanat pemberian kompensasi, restitusi,
rehabilitasi belum dapat dilaksanakan karena hal-hal yang tercantum dalam pasal 36
UU No. 15 tahun 2003 masih bias dan sulit diterapkan. Kondisi yang belum berpihak
kepada korban ini menjadi bukti bagaimana pemerintah memandang anonim para
korban terorisme.

ABSTRACT
The concept of the assistance and law protective which is stipulated in KUHAP,
so far is not sufficient for base of the law crime. The concept is merely designated only
for the suspects and the one who charged for crime act. It is also what so mentioned in
UU No.18/2003 etc. Meanwhile, in the application of Human Rights, in reality and as a
matter of fact, UU No.39/1999 (article 3 point (2), and article 5 point (2) and (3) is still
not exactly as the requirement of constitution and UU Human Rights in which it is
required that such rights for assistance/support and law protection for the all concerns
including the victims of the crime act as well. In the meantime, the directive of the
assistance and law protective stipulated in UU No.8/1981, UU No.15/2003, UU
No.13/2006, UU No. 26/2000, UU No. 18/2003 etc, also KUHAP in application of
formal law in its practice, even it does not give the law guarantee in formal and clear
manner, so that it can weaken the struggle to fulfill the rights of victims. As a matter of
facts, the government is not capable yet to perform such rights in forms of material and
immatery for the victims of terrorism. The need of the compensation, restitution,
rehabilitation can not be applied yet, because, the subjects which is stipulated in article
36 No. 15/2003 is still unclear and difficult to apply. This conditions which still not be
along with the victims requirement, becoming the proof that the government just look
the victims anonimly to the terrorism victims."
2009
S22582
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vida Adisti
"Penelitian ini berusaha menguraikan apa yang menjadi penyebab atau faktor-faktor apa yang menjadikan sel-sel aktif terorisme internasional dapat tumbuh dan berkembang di Indonesia. Aksi-aksi teror kian hari kian marak, dan dilakukan dengan motif yang berbeda-beda pula. Berdasarkan perbedaan motif itulah dapat dikelahui hal-hal apa yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan sel-sel terorisme: di Indonesia dikaitkan dengan metode perekrutan serta sasaran perekrutan yang berpotensi. Yang dimaksud dengan sel-sel terorisme disini adalah para pendukung aksi teror, Sel-sel terorisme lebih dilihat sebagai pribadi perorangan bukan sebagai kelompok aksi teror, walaupun kelak akan mengacu pada terbentuknya kelompok dalam melakukan aksinya dikatakan aktif, karena layaknya sel dalam tubuh, sel-sel terorisme tersebut juga mempunyai kemampuan berkembang dengan cepat dalam menyebarkan ideologi kekerasan dalam mencapai tujuannya. Data yang didapat berasal dari tulisan yang sudah dipublikasikan seperti buku, jurnal, dan artikel yang relevan dengan penelitian ini juga dijadikan sebagai data sekunder.
Kerangka pemikiran yang digunakan adalah teori komponen terorisme milik Berger yang dikaitkan dengan analisa kerangka berpikir secara kultural dan rasional yang menjelaskan sebab terjadinya teror milik North. Dari kedua teori tersebut akan dapat diketahui motif-motif apa saja dari para aksi teror yang menyebabkan adanya perbedaan pola penyebaran paham serta perekrutan yang dilakukan Hasil yang didapatkan sesuai dengan pendeiinisian sel-sel aktif terorisme menurut Barber. Dalam pendefinisian terorisme itu sendiri, penulis mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, pada peristiwa peledakan bom di Bali tanggal 12 Oktober 2002.
Asumsi yang digunakan adalah bahwa motif terbesar dari para pelaku aksi teror adalah agama dan kebencian terhadap AS, khususnya Pemerintahan George Bush, dan negara-negara sekutunya Hal tersebut didasarkan karena persoalan menyangkut agama dan anti-Pemerintahan George Bush masih mendapat respon yang sangat besar di Indonesia. Adapun asumsi mengenai pelaku aksi bom Bali mengarah pada anggota-anggota Jamaah Islamiyah (JI). Asumsi ini dibuat berdasarkan pemberitaan di berbagai media massa mengenai penangkapan para tersangka pelaku bom Bali karena dalam pemberitaan media dikatakan bahwa para tersangka yang tertangkap semuanya adalah anggota dari JI. Tesis ini sekaligus mencoba untuk rnelakukan klarifikasi bahwa hal tersebut tidak dapat dijadikan sebagai patokan dalam menjustifikasi bahwa II merupakan pelaku utama dalam peristiwa tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motif-motif para pelaku aksi teror berbeda-beda tetapi masalah agama dan kebencian terhadap pemerintahan George Bush dan sekutunya masih mendapat tempat teratas, dan hal tersebut dipakai sebagai alat dalam menyebarkan ideologi kekerasan karena masalah tersebut merupakan masalah yang sangat sensitif dan masih mendapat respon yang besar dari masyarakat Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21715
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Ayu Esthi Widiatmika
"Peristiwa peledakan bom yang terjadi di Kuta Bali pada tanggal 12 oktober 2002 yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan Bom Bali I dapat dikatakan sebagai sebuah bencana besar bagi Indonesia, sehingga diperlukan adanya suatu tindakan-tindakan "istimewa" oleh pemerintah, khususnya Polri. Dalam peledakan yang menelan korban terbesar kedua setelah tragedi 11 September 2001 tersebut, Indonesia (khususnya Polri) dibantu oleh banyak negara-negara lain yang peduli akan peristiwa tersebut. Bantuan tersebut datang antara lain dari negara Inggris, Jerman, Jepang, Australia, New Zealand, Amerika, Perancis, Belanda, Swedia dan Singapura. Sementara untuk memfasilitasi koordinasi antar negara tersebut, Australia dipilih sebagai koordinatornya.
Bantuan dari negara-negara tersebut selain berupa bantuan kemanusiaan, juga dengan mengirimkan tenaga-tenaga ahli untuk mereka untuk dapat membantu proses identifikasi, investigasi dan bantuan forensik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada tahun 2002 (khususnya setelah peristiwa 12 Oktober) banyak kerjasama dalam bidang keamanan khususnya mengenai terorisme yang dilakukan oleh Pemerintah dengan negara-negara lain. Salah satunya yang akan dibahas disini adalah kerjasama keamanan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan Australia melalui Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Australian Federal Police (AFP).
Terkait dengan penulisan ini, berdasarkan uraian singkat tersebut yang akan menjadi pokok permasalahan adalah Bagaimana ruang lingkup serta proses kerjasama Kepolisian Republik Indonesia dengan Australian Federal Police dalam penanganan terorisme di Indonesia (studi tentang pengungkapan kasus Bom Bali I)? Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk menggambarkan tentang ruang lingkup serta proses kerjasama yang dilakukan oleh Polri dengan AFP dalam penanganan terorisme di Indonesia.
Dalam menganalisa permasalahan tersebut, penulis menggunakan konsep kerjasama keamanan yang diungkapkan oleh Albert Zaccor, sementara untuk kerjasama kepolisian digunakan konsep yang dikemukakan oleh Mathieu Deflem. Mengenai terorisme digunakan konsep yang kemukakan oleh beberapa ahli, salah satunya adalah James Andrew Lewis. Adapun metode penelitian yang digunakan untuk membahas permasalahan tersebut adalah deskriptif analitis melalui penelitian kepustakaan atas dokumen-dokumen yang relevan.
Kerjasama yang dilakukan antara Polri dan AFP adalah ditujukan untuk peningkatan kapasitas atau capacity building Polri. Kerjasama tersebut sangat menekankan pada tingkat individu dan kelembagaan, dalam artian disini adalah kerjasama yang dilakukan tersebut adalah untuk meningkatkan kapasitas personil Polri dan lembaga Polri. Kerjasama yang dilakukan tidak menyentuh pada level sistem. Oleh karena itu kerjasama yang telah dilakukan selama ini walaupun telah memberikan kemajuan yang sangat berarti bagi Polri dalam penanganan masalah terorisme namun dirasakan masih belum maksimal.

The bombing that happens in Bali on October 2002, which latter known as 1st Bali Bombing can be categorized as a major incident for Indonesia, were taken as a special case to Indonesian National Police (Polri). That bomb incident costs a lot as they put it the worst incident that cost people?s life next to the 11 September 2001 incident in New York. Indonesian National Police were helped by various countries including England, Germany, Japan, US, France, Sweden and Singapore. In order to facilitate the coordination between countries, Australia were chosen as the coordinator. Various aids were sent to help Indonesia. The aids were related to humanitarian action. They also sent their experts to help the process of identification, investigation and forensic. Related to the aids that given after 12 October 2002, Indonesia has held a lot of cooperation with another countries. This thesis will describe the security cooperation that held by the Indonesian?s government that represented by the Indonesian National Police (Polri) and Australia that represented by the Australian Federal Police (AFP).
The subject of the study is the process of cooperation between Polri and AFP in handling terrorism in Indonesia (a case study of enlightening the first Bali bombing). The objectives of the study is to describe the scope and process of the cooperation between Polri and the AFP in handling the terrorism in Indonesia.
To analyze the subject, writer use the Albert Zaccor?s concept about Security Cooperation. For further explanations, writer use the Mathieu Deflem?s concept that explains Police Cooperation. To asserts the the definition of terrorism into the analysis, writer use various concepts, including the Concept of terrorism from James Andrew Lewis. The research methods that used in this study is an analytic descriptive thorough library study from the relevant documents.
The cooperation between POLRI and AFP were meant to enhanced the capacities of Polri. The cooperation also emphasize in individual and institutional level, which are means that the cooperation that been done is to enhance the capacity of Polri?s personnel and the Polri?s institution. The cooperation does not touch the level system. Never less, although the cooperation already give a lot to Polri development, but it is still not enough."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Kurniawati
"ABSTRAK
Bom yang meledak di Bali pada 12 Oktober 2002 terjadi satu tahun pasca
tragedi 11 September yang menewaskan hampir 3000 orang. Bom yang
menewaskan 202 orang tersebut tidak hanya meluluhlantakkan Bali, namun juga
Indonesia dan kawasan Asia Tenggara. Banyak orang kemudian bertanya-tanya,
kemana intelijen? Mengapa intelijen tidak dapat melakukan pencegahan?
Bukankah tugas intelijen untuk diantaranya melakukan pengawasan dan deteksi
dini?
Banyak pertanyaan seputar intelijen yang belum terjawab dalam kasus
tersebut; tentang apa peran mereka, bagaimana mereka bekerja, kepada siapa
mereka bertanggung jawab, dan bahkan bagaimana negara melalui otoritas politik
menentukan penggunaan intelijen untuk keamanan nasional, termasuk bagaimana
otoritas sipil dapat menentukan sukses atau gagalnya intelijen dalam menjalankan
tugasnya mengamankan kepentingan nasional.
Bom Bali 12 Oktober juga menunjukkan sebuah hasil kerja jejaring
kelompok teror Al Jamaah Al Islamiyah yang berafiliasi dengan Al-Qaeda.
Mereka bergerak secara lintas batas di kawasan Asia Tenggara dengan tujuan
untuk mendirikan Pan Islamic State. Adalah menjadi kepentingan bersama
negara-negara yang tergabung di dalam organisasi kawasan Association of
Southeast Asian Nations (ASEAN) untuk melakukan usaha kolektif
mengamankan kawasan dalam sebuah kerjasama keamanan regional, termasuk
diantaranya kerjasama intelijen.
Tesis ini berusaha menjawab dua pertanyaan tersebut: mengapa intelijen
gagal melakukan antisipasi bom Bali 12 Oktober 2002, serta kemungkinan
kerjasama intelijen yang dapat dibentuk di wilayah ASEAN.

Abstract
This thesis discusses not only on the subject of intelligent failure in the
case of the first Bali bombing occurred in October 12, 2002, because after all,
intelligent failures are inevitable and natural. More importantly, the thesis throws
a discussion on the necessity of regional intelligent cooperation in the framework
of Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), where a terror network
called Jamaah Islamiyah (JI) operates through its borders.
Intelligent services worldwide are widely known for its crucial role in
preventing terrorist attacks by providing security through its early warning
system. However, when facing an enemy with specific characteristics such as a
global terror networks, no single state can work alone. As such, intelligent sharing
and cooperation are needed not just on a global scale, but also on the regional
basis.
The thesis offers an idea to establish a form of ASEAN intelligent center
as a way to prevent future attacks in the region through a counterfactual reasoning
method."
2012
T30465
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jauza Azaria Rachmawati
"Dampak buruk peristiwa serangan bom pada perusahaan sektor transportasi dan sektor hotel, restoran, dan pariwisata akan menambah tekanan bagi manajer untuk menyajikan laporan keuangan agar tetap terlihat baik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah tekanan tersebut akan mendorong perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Penelitian ini berfokus pada tiga serangan bom yaitu Bom Bali I, Bom Bali II, dan Bom Mega Kuningan. Dengan melihat manajemen laba akrual sebelum dan setelah penyerangan, penelitian ini menyimpulkan bahwa serangan bom tersebut akan mendorong manajer melakukan manajemen laba tetapi penelitian serangan secara terpisah terhadap Bom Mega Kuningan membuktikan pengaruh ini tidak signifikan.

The impacts of bomb attacks on transportation sector and hotel, restaurant, and tourism sector companies will give more pressure for the managers to present good financial statements. This study examines whether the pressure will encourage companies to manage their earnings. This study focuses on three bomb attacks: Bali Bombing I, Bali Bombing II, Mega Kuningan Bombing. By examining accrual earnings management before and after the attacks, this study finds that the bombings would encourage managers to manage earnings but separate study of Mega Kuningan Bombing shows that this effect wasn?t significant."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S59686
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elva Yuanita
"Lika-liku lahirnya UU No.16 Tahun 2003 memang cukup kompleks. Ketika peristiwa bom Bali terjadi, negara kita belum memiliki undang-undang antiterorisme. Peristiwa dahsyat dengan korban dan kerugian materiil maupun immateriil yang sangat besar ini membuat pemerintah cepat-cepat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Namun tidak hanya itu, pemerintah juga menerbitkan PERPU No.2 Tahun 2002 tentang pemberlakuan PERPU No.1/2002 terhadap peristiwa peledakan bom Bali. Maka azas non retroaktif (azas tidak berlaku surut) yang merupakan azas universal yang tercantum dalam KUHP, telah dilanggar juga oleh PERPU No.2/2002 ini. Sebuah PERPU hanya diterbitkan dalam keadaan terpaksa, dan berlakunya pun hanya sementara karena harus segera mendapat persetujuan DPR agar dapat berlaku sebagai UU. Maka dengan persetujuan DPR, akhirnya kedua PERPU tersebut ditetapkan menjadi UU No.15 Tahun 2003 dan UU No.16 Tahun 2003. Atas permohonan uji materiil yang diajukan oleh salah satu terdakwa kasus bom Bali yang telah divonis dan sedang mengajukan upaya hukum banding, Masykur Abdul Kadir, MK pun menggelar sidang untuk menguji meteri UU No.16 Tahun 2003 terhadap UUD 1945. Kemudian MK akhirnya memutuskan bahwa UU No.16 Tahun 2003 tersebut bertentangan dengan UUD 1945, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Meski mahkamah penjaga konstitusi itu telah berbuat benar, namun berbagai komplikasi pelaksanaan hukum akan muncul sebagai akibatnya. Sebagian besar pelaku peristiwa bom Bali, yang memakan korban jiwa lebih dari 200 orang itu, yang telah diproses secara hukum dengan memakai UU No.16 Tahun 2003 sebagai dasar hukum. Akan tetapi, masih terdapat beberapa tersangka pelaku bom Bali yang hingga kini masih belum berhasil ditangkap. Sehingga pihak kepolisian seolah terhambat dalam melakukan penyidikan lanjutan untuk mengungkap semua pelaku kasus bom Bali. Namun dibalik itu juga terdapat nilai positif yang bisa didapat, antara lain berkaitan dengan peningkatan usaha penegakan hukum dan hak asasi manusia oleh lembaga peradilan kita, dan dalam hal ini yang dimaksud adalah Mahkamah Konstitusi itu sendiri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>