Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130094 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
Mutiara Azzahra
"Kesulitan mahasiswa tahun pertama untuk berteman atau masuk ke dalam kelompok teman sebaya di lingkungan yang baru dapat menghambat penyesuaian dirinya, terutama ketika masa pandemi COVID-19 yang membatasi interaksi sosial. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk melihat hubungan antara penerimaan teman sebaya dan penyesuaian diri pada mahasiswa tahun pertama di perguruan tinggi di masa pandemi COVID-19. Penerimaan teman sebaya diukur menggunakan Perceived Acceptance Scale (PAS) sementara penyesuaian diri mahasiswa diukur menggunakan Student Attitude and Perception Indonesia (SAPS). Responden dalam penelitian adalah 152 mahasiswa tahun pertama dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia dengan rentang usia 18–22 tahun yang menjalani sistem pembelajaran daring dan belum pernah berkuliah sebelumnya. Teknik analisis Pearson Correlation digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian. Hasil menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara penerimaan teman sebaya dan penyesuaian diri pada mahasiswa tahun pertama yang berarti bahwa mahasiswa tahun pertama dengan penerimaan teman sebaya yang tinggi cenderung memiliki penyesuaian diri yang tinggi.

The problem of making friends or joining peer groups in a new environment among first-year college students can hinder their adjustment, especially during the COVID-19 pandemic which limits social interaction. This research is a quantitative research that aims to investigate the relationship between peer acceptance and college adjustment among first year students in higher education in COVID-19 pandemic. The degree of peer acceptance is measured by Perceived Acceptance Scale (PAS) while the degree of college adjustment is measured by Student Attitude and Perception Survey (SAPS). Participants in this study were 152 first-year college students from various universities in Indonesia aged 18–22 years old, who were undergoing an online learning system and never had any experience of study in college before. Pearson Correlation analysis technique was used to answer the research problem. The result shows that there is a positive and significant correlation between peer acceptance and college adjustment in first-year college students; it means that when the peer acceptance in firstyear college students is high, the college adjustment in first-year college students will be high too."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Dhamayanti Santoso
"Penelitian ini difokuskan pada siswa program akselerasi di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yang memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata, dan bertujuan untuk melihat adanya korelasi antara skor self-report penerimaan peer group dengan prestasi akademik pada siswa akselerasi. Penelitian ini tergolong dalam penelitian kuantitatif dengan desain field study, tanpa memanipulasi variabel. Skor self-report penerimaan peer group didapat dengan pemberian kuesioner PEERACC dengan skala tipe Likert, sementara untuk prestasi akademik digunakan nilai raport semester terakhir dari setiap subyek. Sampel penelitian diambil dari SLTPN 11 Kebayoran Baru, SLTPN 49 Kramat Jati, dan SLTPN 252 Kalimalang dengan karakteristik usia antara 12-15 tahun sejumlah 70 orang.
Dari penelitian ini diperoleh r = -0,066 dan p = 0,590; p > 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara penerimaan peer group dengan prestasi akademik pada siswa program akselerasi tingkat SLTP. Hasil penelitian ini berbeda dengan teori-teori dan penelitian-penelitian sebelumnya pada remaja umumnya. Hal ini menunjukkan kekhasan siswa program akselerasi dengan kemampuan akademik yang di atas rata-rata dan pola afiliasi yang cukup berbeda dengan kecenderungan remaja pada umumnya.

This research is focused to accelerated junior high school program student, who is above average on IQ score. This research was purpose to see if there`s any correlation between self-report score of peer group acceptance and academic achievement on accelerated student. This is a quantitative research mode which is use field study design. It means no manipulate on its variables. Self-report score of peer group acceptance was gotten by questioner called PEERACC, which is use Likert type scale. Academic achievement score was gotten by mean score of last semester academic school report of each pupil. This research took place on SLTPN 11 Kebayoran Baru, SLTPN 49 Kramat Jati, and SLTPN 252 Kalimalang, and use their accelerated students for being sample. This research used 70 person by four class with age range between 12-15 years old.
The result is r = -0,066 and p = 0,590; p > 0,05. So, the conclussion is there`s no significant correlation between peer group acceptance and academic achievement of junior high school accelerated program student. It`s different by the theories and past researches about adolescence already known. It shows the unique characteristics of accelerated student, who has high rate of IQ score and whose affiliation type is different by the regular one.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
370.15 SAN h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Juliana Rina
"Kehadiran anak selain membahagiakan ternyata juga rnenimbulkan sejumlah konsekuensi yang harus dihadapi oleh pasangan yang baru dikaruniai anak pertama. Ada 5 dimensi stres yang dikaitkan dengan masa transisi menjadi orangtua, yaitu tuntutan fisik; emosional; ketegangan dalam hubungan suami-istri; terbatasnya aktivitas sebagai orang dewasa; serta terbatasnya karir dan finansial. Pada wanita yang bekerja purna waktu, selain tuntutan tersebut di atas, tuntutan dari lingkungan kerja juga terus berjalan. Kedua tuntutan tersebut tampaknya mempengaruhi kondisi fisik dan emosional ibu bekerja karena mereka harus menghadapi kondisi- kondisi seperti berkurangnya waktu untuk mengasuh anak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Selanjutnya hal ini juga akan mempengaruhi unjuk-kerja mereka di tempat kerja.
Dengan adanya kemungkinan negatif yang dapat ditimbulkan dalam usaha menyeimbangkan tuntutan pengasuhan anak dan tuntutan pekerjaan, dibutuhkan penyesuaian terhadap sejumlah perubahan yang terjadi pada masa transisi menjadi ibu yang secara potensial dapat menimbulkan stres. Dalam hal ini, dukungan sosial dapat memperlancar proses penyesuaian (coping) tersebut. Yang dimaksud dengan dukungan sosial yaitu bantuan yang diterima individu dari lingkungannya yang membuat dirinya merasa diperhatikan, dicintai, dihargai serta memiliki keyakinan bahwa ia akan menerima bantuan saat membutuhkannya. Ada 5 tipe/bentuk dukungan sosial, yaitu dukungan emosional, penghargaan, instrumental, informasi, dan jaringan soial.
Secara teoritis dikemukakan bahwa suatu sumber stres tertentu menimbulkan kebutuhan akan bentuk dukungan sosial tertentu pula. Agar dukungan sosial dapat berfungsi secara efektif; maka perlu ada kesesuaian antara bentuk dukungan sosial yang dibutuhkan pada suatu situasi stres tertentu dengan bentuk dukungan sosial yang diterima. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengetahui gambaran tentang bentuk dukungan sosial yang dibutuhkan dan yang diterima oleh wanita bekerja saat pertama kali menjadi ibu. Adanya orang-orang yang signifikan yang merupakan sumber dukungan sosial juga memainkan peran penting, sesuai dengan peran dan jenis hubungannya dengan individu. Selain itu, sumber dukungan juga bisa berbeda untuk suatu bentuk dukungan sosial tertentu yang ditimbulkan oleh stresor tertentu. Untuk itu, perlu diketahui pula sumber dukungan sosial yang dibutuhkan dan yang diterima wanita bekerja saat pertama kali menjadi ibu.
Penelitian ini menggunakan alat berupa kuesioner. Subyek penelitiannya adalah wanita bekerja purna waktu , baru memiliki satu orang anak dengan usia 3-18 bulan, berpendidikan minimal SLTA clan memiliki suami yang bekerja di luar rumah pula.
Hasil yang diperoleh dari 42 wanita bekerja purna waktu tersebut menunjukkan bahwa mereka merasa membutuhkan dan telah menerima kelima bentuk dukungan sosial tersebut saat pertama kali menjadi ibu. Namun demikian, secara umum, bentuk dukungan sosial yang dibutuhkan lebih besar daripada bentuk dukungan sosial yang diterima. Disamping itu, diperoleh hasil bahwa suami merupakan sumber dukungan sosial utama yang dibutuhkan dan yang diterima oleh wanita bekerja saat pertama kali menjadi ibu. Sementara hasil tambahan menunjukkan bahwa usia berpengaruh terhadap penerimaan akan bentuk dukungan sosial tertentu; adanya kesesuaian antara bentuk dan sumber dukungan yang diterima serta hal-hal yang paling sulit dirasakan dalam merawat anak.
Berdasarkan basil penelitian dapat disimpulkan bahwa bentuk dukungan yang paling dibutuhkan adalah dukungan instrumental, informasi, dan penghargaan. Kemudian baru diikuti dengan dukungan emosional dan jaringan sosial. Sementara dukungan yang diterima terutama dukungan penghargaan, informasi dan instrumental. Selain itu, mereka juga menerima dukungan emosional dan jaringan sosial. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa bentuk dukungan penghargaan dan instrumental yang dibutuhkan berbeda secara signifikan dengan yang diterima. Berkaitan dengan sumber dukungan, suami merupakan sumber dukungan emosional utama yang dibutuhkan dan yang diterima selama menjalani masa ini.
Sebagai tambahan, hasil penelitian mengungkapkan bahwa kelompok ibu bekerja yang usianya lebih muda menerima dukungan instrumental, informasi dan jaringan sosial yang lebih besar. Selain itu, berdasarkan penghayatan subyek juga ditemukan adanya kesesuaian antara bentuk dan sumber dukungan yang dibutuhkan dan yang diterima; serta sejumlah pendapat tentang hal-hal yang dirasa paling sulit dalam mengasuh anak antara lain sewaktu anak sakit, saat anak rewel dan tidak mau makan serta saat anak menangis tanpa tahu sebabnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Solihat
"ABSTRAK
Pertumbuhan penduduk merupakan peristiwa terjadinya perubahan jumlah penduduk pada suatu wilayah, baik bertambah maupun berkurang. Indonesia merupakan negara yang memiliki laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi.BKKBN menyebutkan bahwa rata-rata Wanita Usia Subur melahirkan 2,6 anak dan laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan jika rata-rata Wanita Usia Suburmelahirkan 2,1 anak. Kelompok usia remaja merupakan komponen yang beradapada usia produktif. Kelompok usia muda adalah paling dominan di antara kelompok usia lainnya. SDKI tahun 2002/2003 menunjukkan penurunan menjadi10,4 remaja yang sudah pernah melahirkan atau sedang mengandung anakpertama, pada tahun 2007, terdapat 8,5 remaja sudah pernah melahirkan dan sedang mengandung anak pertama yaitu sebesar 6,6 remaja sudah pernah melahirkan dan 1,9 remaja sedang mengandung anak pertama BKKBN, 2008 .Hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah yang kompleks terkait dengan pendidikan, kemiskinan, norma sosial budaya, dan geografis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas remaja kawin di Indonesia, analisis lanjut data SDKI tahun 2012 dengan pedoman kuesioner WUS Wanita Usia Subur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi crossectional. Pengolahan data dilakukan pada bulan Februari-Juni 2017 dengan sampel yang diambil berjumlah 2176 responden memenuhi kriteria inklusi. Hasil yang didapat adalah usia kawin pertama, usia pertama melakukan hubungan seksual, dan usia pertama melahirkan memiliki nilai estimasi resiko terbesar dibandingkan dengan variabel lain. Remaja yang berumur2anak dibandingkan dengan remaja yang berumur ge;20 tahun saat kawin pertama. Terdapat beberapa responden yang berusia kurang dari 20 tahun saat kawin pertama, melakukan hubungan seksual pertama kali, dan saat melahirkan pertama kali. Oleh karena itu, penguatan sosialisasi pendewasaan kehamilan, penguatan program PKPR, dan sosialisasi serta penguatan program KB dalam penjarangan kehamilan yang dapat disampaikan melalui KUA kepada para calon pengantin sangat diperlukan untuk menekan permasalahan yang terjadi pada usia remaja.

ABSTRACT
Population growth is the occurrence of changes in the number of people in a region, either increased or decreased. Indonesia is a country that has a high population growth rate. BKKBN mentioned that the average Fertile Women gave birth to 2.6 children and the rate of population growth can be suppressed if the average of Women Aged Fertile gave birth to 2.1 children. The adolescent age group is a component that resides in the productive age. The younger age group is the most dominant among other age groups. IDHS in 2002/2003 showed a decrease to 10.4% of teenagers who had given birth or being pregnant with the first child, in 2007, there were 8.5% of teenagers had given birth and were pregnant with the first child that is 6.6% Childbirth and 1.9% of teenagers being pregnant with the first child (BKKBN, 2008). This can lead to complex problems related to education, poverty,
socio-cultural norms, and geography. This study aims to determine the factors affecting the fertility of adolescents mating in Indonesia, further analysis of data SDKI 2012 with guidelines questionnaire WUS (Female Age Fertile). This research uses a quantitative approach with cross sectional study. Data processing conducted in February-June 2017 with the sample taken amounted to 2176 respondents with inclusion criteria. The results obtained are the first marriage age, the first age of sexual intercourse, and the first age of birth has the greatest risk estimation value compared with other variables. Teenagers <20 years old at first marriage had a 4- fold higher risk of having > 2 children compared with ≥20 years of age at first
marriage.
"
2017
S69754
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Buanasari
"Perilaku kekerasan merupakan perilaku yang sering ditemui pada klien dengan skizofrenia yang mengakibatkan klien dapat mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya serta menjadi penyebab rehospitalisasi. Tindakan keperawatan ners, dan Acceptance Commitment Therapy ACT diberikan pada klien dengan tujuan untuk menurunkan tanda gejala risiko perilaku kekerasan, meningkatkan kemampuan klien mengontrol emosi, menerima masalahnya dan berkomitmen, sedangkan Family Psychoeducation FPE diberikan dengan tujuan meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat klien. Tindakan keperawatan diberikan kepada 5 klien risiko perilaku kekerasan dengan menggunakan pendekatan model stres adaptasi stuart. Hasil yang didapatkan adalah terjadi penurunan tanda gejala risiko perilaku kekerasan pada aspek kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial, terjadi peningkatan kemampuan klien dalam mengontrol emosi, menerima masalahnya, dan berkomitmen, serta kemampuan keluarga dalam merawat. Hasil penanganan kasus ini merekomendasikan pentingnya pelaksanaan tindakan keperawatan ners sendiri terhadap klien dan keluarga serta menggunakan sistem rujukan jika tindakan keperawatan ners tidak mampu mengatasi masalah klien. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan dengan kelompok kontrol dan follow-up berkelanjutan untuk melihat sejauh mana komitmen klien terhadap terapi.

Agressive behavior is frequently occured in clients with schizophrenia that resulted clients injured themselves, others and the environment and caused rehospitalization. Nursing intervention Therapy As Usual TAU , and Acceptance Commitment Therapy ACT were delivered in order to reduce signs of violent behavior, improve clients ability to control anger, to accept the problems and commit to the therapy, while Family Psychoeducation FPE was given to improve the family 39 s ability in caring for clients. TAU, ACT and FPE were given to 5 clients of risk of agressive behavior by using the stuart tress adaptation model approach. The finding indicated decrease in signs of agressive behavior on cognitive, affective, physiological, behavioral and social aspects, increasing client 39 s ability to control anger, accept problems, and commit to the therapy, as well as family rsquo s ability in caring. The results of this case report recommends the importance of implementing nursing intervention TAU itself both on clients and the families and using a referral system to the specialist nurse if TAU are not able to solve client rsquo s problem. Further research is also required with continuous control group and follow up intervention to see how committed clients are to the therapy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ayu Kartika Kusumawardhani
"Mahasiswa yang berpacaran memiliki akses untuk melakukan aktivitas seksual yang seringkali disertai dengan kekerasan seksual terhadap pasangan. Penerimaan mitos perkosaan dianggap sebagai faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual. Faktor ini diinternalisasi oleh agama sebagai tiang kehidupan bermasyarakat yang kental dengan budaya patriarkat. Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia dianggap sebagai agama yang patriarkat namun di sisi lain sebagai agama yang mendukung kesetaraan gender.
Studi ini dilakukan untuk melihat pemahaman ajaran Islam dan hubungannya dengan penerimaan mitos perkosaanpada mahasiswa laki-laki yang berpacaran. Studi dilakukan terhadap 132 partisipan penelitian dari enam universitas di Jakarta dan Depok.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penerimaan mitos perkosaan dan religiositas Islam pada mahasiswa laki-laki yang berpacaran (r = -0,129; n = 132; p<0,05, two tail).

Dating male college students have the opportunity to do sexual activities with their partner but sometimes sexual offence happens within the relationship. Rape myth acceptance is considered as main factor of sexual offence. This factor is internalized by religion as patriarchal system that also has been the foundation of life for many people. Islam as the religion of majority of the Indonesian people is considered as a patriarchal religion , yet also fights for gender equality.
The purpose of this study is to examine the relationship between rape myth acceptance and Islamic religiosity among dating male college students. As many as 132 students from six universities in Jakarta and Depok was participated in the study.
Result shows that there is no significant correlation between rape myth acceptance and Islamic religiosity among dating male college students (r = -0,129; n = 132; p<0,05, two tail).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56745
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Tala Harimukthi
"Individu dewasa muda yang mengalami gangguan kecemasan sosial memiliki penilaian negatif terhadap diri sendiri yang besar. Selain itu, individu juga lebih sering mengkritik diri secara negatif dibandingkan menerima dirinya. Self-compassion menjadi sesuatu yang penting untuk mereka agar dapat berbelas kasih terhadap dirinya sendiri dan menghadapi situasi-situasi yang membuat tidak nyaman serta menakutkan. Self-compassion merupakan sikap diri yang positif secara emosional dapat melindungi diri akibat adanya penilaian diri yang negatif, kritik diri negatif, isolasi diri, dan ruminasi. Penelitian ini menggunakan Acceptance and Commitment Therapy (ACT) untuk meningkatkan self-compassion pada individu dewasa muda yang mengalami kecemasan sosial. ACT menggunakan metode paparan (exposure) dan experiential avoidance. Penelitian ini merupakan quasi experiment research dengan metode pretest-posttest nonequivalent control group. Terdapat keterbatasan penelitian sehingga pada kelompok eksperimen hanya ada tiga partisipan yang dapat menyelesaikan intervensi hingga selesai, begitupun pada kelompok kontrol hanya ada tiga partisipan yang mengisi pre-test dan post-test. Partisipan pada kelompok eksperimen mengalami peningkatan self-compassion berdasarkan skor pada Self-Compassion Scale (SCS) dan penurunan kecemasan sosial berdasarkan skor Liebowitz Social Anxiety Scale (LSAS), yang tidak dialami oleh partisipan pada kelompok kontrol. Hasil penelitian menemukan bahwa ACT dapat meningkatkan self-compassion pada individu dewasa muda dan menurunkan kecemasan sosialnya. Teknik ACT yang paling bermanfaat bagi partisipan adalah mindfulness. Temuan lainnya pada penelitian ini adalah gaya pengasuhan orangtua yang mengkritik anak akan menimbulkan kecemasan sosial. Penelitian ini juga memperoleh hasil bahwa individu yang memiliki self-compassion tinggi akan terhindar dari perundungan karena individu mampu memposisikan diirnya dengan baik. Penjelasan hasil penelitian dapat dilihat secara lengkap pada bagian diskusi.

Young adult with social anxiety disorder has a negative self-criticsm to theirselves than to accept. Self-compassion is a construct to help to caring, loving, and being compassion to self. Compassion help them to be warmth and kind to self in social situation that fear them. Self-compassion is an emotional positive attitude that can keep itself from what in the negative situation, negative self-criticsm, self-isolation, and rumination. Acceptance and Commitment Therapy (ACT) is used in this study for enhancing self-compassion among young adulthood with social anxiety. ACT aim to help individual with social anxiety to exposure to social experiences they avoid. This research is quasi experiment research with pretest-posttest nonequivalent control group design with three participants on each experiment and control group. The scores of Self-Compassion Scale (SCS) were increased and Liebowitz Social Anxiety Scale (LSAS) were decreased on experimental group. One of technique on ACT which help participants is mindfulness. Another result from this study are parental criticism would make people being social anxiety, people with high selfcompassion would avoid from bullying. The explanation of the results of this study can be seen in detail in the discussion section."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T49424
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>