Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155103 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The research has aim to nalyze the effectiveness of allocation, management and using of village-fund-allocation (ADD) in "X" Regency and analyze the impact of ADD toward the improvement of public infrastructure, manpower absorption as well as the empowerment of people and village institutions. The research was performed in 18 sub-districts, in which on every sub-district two villages are chosen, that is one village classified as 'urban village' that located near the sub-district capital and other village classified as 'rural village' that is a village categorized as isolated. Meanwhile as respondents of research on every village are boards of village institutions: board of village representatives board (BPD), board of village community devense board (LKMD), board of neighbourhood organization (RT), board of family welfare empowerment (PKK), board of youth organization (Karang Taruna), and board of civil defense taskforce (Satgas Hansip) - each of them represented by one person. Thus, totally for entire research field ('X' Regency) there are 216 respondents. Collection of secondary and primary data performed through survey on site using questionnaire. Result of research shows that many regulation regarding ADD are not well implemented according to the existing laws. A large part of people more prefer to ADD with different amount for each village considering some factors such as the number of people, village accessibility, potential owned by each village, etc. However, the majority of people consider that ADD has positive impact and multiplier affect significantly for them such as the improvement of public infrastructure, improvement of people's knowledge, the increasing of people participation in village development and manpower absorption."
JUORMAN
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Debora Lusiana
"Sejak terbitnya Undang-undang tentang Desa pada tahun 2014, desa sebagai pemerintah daerah pada tingkat terendah di Indonesia, memiliki hak otonomi untuk mengatur anggarannya. Salah satu mandat dari undang-undang ini adalah lahirnya program Dana Desa. Seperti yang dinyatakan di dalam undang-undang tersebut, tujuan dari program Dana Desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan pembangunan desa. Penelitian ini menganalisa pengaruh Dana Desa terhadap pembangunan desa di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, yang memiliki potensi ekonomi yang cukup baik. Desain empiris pada penelitian ini adalah pendekatan difference-in-difference seta panel data untuk 386 desa dari tahun 2014 sampai 2018. Indeks Pembangunan Desa (IPD) digunakan untuk menggambarkan pembangunan desa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dana desa secara parsial mempengaruhi status pembangunan desa dengan meningkatkan kualitas infrastruktur dan administrasi pemerintahan desa.

Since the establishment of Indonesia’s Village Law in 2014, the village, as the lowest tier of regional government in Indonesia, has the autonomy to regulate its budget. A mandate of the Village Law is implementing the Village Fund program. As stated in the law, the objective of the Village Fund program is to improve the welfare and equity of village development. This research paper analyses the impact of the Village Fund on rural development in Simalungun District, in North Sumatera Province, which has significant economic potential. This empirical design relies on a difference-in-difference approach and panel data for 386 villages from 2014 to 2018. The Village Development index reflects rural development. The result indicates that Village Fund partially impacted the village development status by improving the quality of infrastructure and enhancing village government administration."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Fina Halun Djata
"Fungsi Abeh Dalam Mengintegrasikan Masyarakat Dayak Ma'anyan di Desa Dayu merupakan topik penelitian ini. Keberadaan Abeh sebagai sebuah simbol yang diyakini masyarakat berfungsi sebagai penyelamat dan pemersatu masyarakat jika ada bahaya yang menyerang dari luar desa. Fenomena yang menarik dari keberadaan Abeh ini adalah keberadaannya sebagai simbol dalam masyarakat tradisional yang diistilahkan dalam kajian sosiologi sebagai masyarakat mekanik sementara itu masyarakat Dayak Ma'anyan di Desa Dayu ini hidup dalam arus modernisasi. Dua tipe masyarakat hidup dalam satu komunitas dengan nilai yang berbeda. Permasalahan pokok yang diangkat dalam penelitian ini adalah Fungsi Abeh dalam mengintegrasikan masyarakat Dayak Ma'anyan di Desa Dayu dengan pertanyaan apa fungsi Abeh bagi masyarakat Dayak Ma'anyan di Desa Dayu, bagaimana Abeh sebagai simbol mengintegrasikan masyarakat Dayak Ma'anyan di Desa Dayu dan faktor-faktor apa yang dapat menghambat fungsi Abeh dalam mengintegrasikan Masyarakat Dayak Ma'anyan di Desa Dayu.
Atas dasar pokok permasalahan di atas maka penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu penjelasan ilmiah tentang fungsi Abeh dalam mengintegrasikan masyarakat Dayak Ma'anyan di Desa Dayu secara komprehensif dalam dimensi sosial budaya masyarakat desa.
Kerangka teoritik, menggunakan kerangka berpikir keberfungsian dengan menggunakan teori fungsionalisme perspektif Emile Dukheim, Radcliffe-Brown dan Malinowski, dengan memandang bahwa adanya bagian-bagian sistem hanya diterangkan atau dijelaskan oleh keseluruhan atau tatanan sosial, dimana bagian-bagian itu menjalankan fungsi dari tujuan keseluruhan. Menurut aliran ini bahwa suatu sistem selalu berkaitan dengan fungsi, suatu sistem itu terdiri dan sejumlah unsur yang berfungsi secara timbale balik yaitu saling memberi, saling menerima guna memelihara keseimbangan suatu entitas sistem tertentu. Dalam aliran ini bahwa masyarakat harus dilihat secara holistik sebagai sistem yang terdiri dari bagian-bagian dan terdapat nilai-nilai konsensus yang menggerakkan terjadinya keseimbangan atau integrasi yang dinanlls. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metodologi dengan menggunakan teknik wawancara mendalam atau indepth Interview, disamping itu agar penulis bisa menemukan data yang lebih akurat, spontan dan data baru maka penulis juga menggunakan teknik observasi partisipasi atau pengamatan terlibat. Penulis selama beberapa bulan mengamati secara langsung dan ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan subjek. Melalui metode penelitian ini penulis menemukan bahwa fungsi Abeh bertitik tolak dari pengalaman masa lampau yaitu sebagai penyelamat dan pemersatu masyarakat jika dalam bahaya yang datang dari luar komunitas dan hampir tidak relevan lagi jika ditinjau dalam konteks kekinian. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Data yang ada kemudian diinterpretasikan.
Kesimpulan, fungsi Abeh sebagai penyelamat dan mempersatukan masyarakat Dayak Ma'anyan di Desa Dayu lebih pada zaman lampau, masyarakat terintegrasi dan memiliki solidaritas bersama seperti sekarang ini, bukan karena fungsi Abeh tetapi lebih nampak disebabkan oleh adanya rasa sentimen yang sama atau identitas yang sama sebagai sesama orang Dayu.
Saran-saran yang dapat diajukan adalah perijinan untuk mengadakan kegiatan perlu dikaji ulang terutama masalah perjudian yang amat mendoinasi. Hal itu perlu secepamya dilakukan agar orang tidak salah interpretasi tentang makna upacara itu diadakan. Ada pembatasan yang jelas antra perayaan dan waktu ritual; ada pengkajian ulang tentang gagasan re-integrasi untuk usaha-usaha pemaknaan fungsi Abeh dalam kehidupan bermasyarakat yang lebih cocok dengan kebutuhan masyarakat dimana makna dan fungsi Abeh menjadi ikatan dari masyarakat yang lebih luas lagi.
Perlu pengembangan lebih jauh tentang fungsi Abeh, yaitu kajian lintas fungsi maksudnya adalah pengembangan untuk bidang ilmu dan hiburan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Indriati Purnama
"Salah satu upaya dalam pengentasan kaum miskin adalah mengidentifikasi lokasi tempat tinggal mereka. Dengan anggapan bahwa di desa miskin kebanyakah rumah tangganya miskin, penelitian ini menggunakan unit pengamatan desa. Oleh Biro Pusat Statistik status suatu desa diklasifikasikan ke dalam kelompok desa miskin atau kelompok desa tidak miskin, berdasarkan sejumlah skor sifat atau karakteristik yang dianggap merupakan indikator dalam pengelompokan. Ingin dipelajari apakah semua karakteristik - karakteristik sebagai indikator pengelompokan perlu diparhatikan sacara serentak bersama atau ada beberapa yang dapat diabaikan?. Salah satu cara untuk menjawab permasalahan tersebut adalah dengan Analisis Diskriminan. Analisis dalam tugas akhir ini menggunakan Fungsi Diskriminan Linier, yang dapat mengidentifikasi karakteristik - karakteristik yang dominan dalam menentukan kriteria pengelompokan. Data yang digunakan adalah data 7094 desa, hasil survei Biro Pusat Statistik (BPS) yaitu Potensi Desa Sensus Penduduk (PODES SP) tahun 1990 untuk Propinsi Jakarta Barat. Hasil yang didapat adalah suatu fungsi diskriminan linier yang berbeda untuk desa - desa urban dan desa – desa rural. Fungsi ini juga memberikan karakteristik - karakteristik yang dominan untuk kriteria pengelompokan desa - desa urban dan desa - desa rural di Propinsl Jasa Barat ke dalam kelompok desa miskin atau tidak miskin. Dari 25 karakteristik untuk desa urban dan 27 karakteristik untuk desa rural sebagai kriteria pengelompokan BPS, ternyata yang dominan hanya 9 karakteristik untuk desa urban dan 22 karakteristik untuk desa rural."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1994
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Ramoth
"ABSTRAK
Dilihat dari pertumbuhan pendudukk yang tinggi disertai dengan tingkat urbanisasi yang cukup tinggi pula, memberikan peran untuk mendorong perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah kota. Untuk itu prasarana dan sarana yang ada di suatu daerah harus dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk serta urbanisasi yang tingg. Salah satu kebutuhan prasarana dan sarana transportasi adalah jalan, Depok merupakan sebuah daerah otonom barn hingga kini masih sangat sedikit memiliki jalan yang berstatus jalan desa. Untuk mendorong serta menunjang tercapainya sasaran pembangunan yang merata di seluruh wilayah Kota Depok maka pemerintah kota membuat kebijakan pembangunan jalan desa.

Pokok permasalahan yang berusaha diketengahkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bagaimana proses implementasi kebijakan pembangunan jalan desa yang telah dilaksanakan di Kota Depok, Bagaimana persepsi masyarakat terhadap hasil kebijakan pembangunan jalan desa yang dicapai di Kota Depok, serta Seberapa besar pengaruh proses implementasi kebijakan terhadap hasil kebijakan pembangunan jalan desa di Kota Depok. Sementara tujuan dari penelitian ini adalah: Menganalisis proses implementasi kebijakan pembangunan jalan desa yang telah dilaksanakan di Kota Depok, Mengevaluasi persepsi masyarakat terhadap hasil kebijakan pembangunan jalan desa yang dilaksanakan di Kota Depok, serta Menganalisis seberapa besar pengaruh proses implementasi kebijakan terhadap hasil kebijakan pembangunan jalan desa di Kota Depok.

Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif deskriptif dimana data yang dipergunakan pada penulisan penelitian ini menggambarkan realitas sosial yang muncul di lapangan. Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan. Data kuantitif yang diperoleh berupa tanggapan-tanggapan kuisoner yang telah diisi oleh responden. Sementara teori-teori yang dipergunakan adalah teori-teori kebijakan publik yang juga mengandung karakteristik good governance. Dengan kerangka pemikiran bahwa proses implementasi kebijakan memiliki pengaruh atau tidak terhadap hasil kebijakan pembangunan jalan desa.

Berdasarkan hasil analisis diketahui secara umum proses implementasi kebijakan dapat dikatakan baik dari sisi persepsi masyarakat yang dilihat dari aspek transparansi, akuntabilitas publik dan responsivitas. Tapi untuk aspek akuntabilitas publik perlu mendapat perhatian agar lebih meningkat. Sedangkan hasil kebijakan yang dilihat dari aspek efisiensi, ketepatan waktu dan efektifitas secara umum baik. Selain itu aspek responsivitas pada proses implementasi kebijakan memberikan nilai korelasi yang signifikan kepada 3 aspek pada hasil kebijakan yaitu aspek efisiensi, ketepatan waktu, dan efektifitas sehingga dapat dikatakan memiliki signifikansi yang ditunjukkan dengan nilai koefisien Korelasi Spearman's Rho yang signifikan pada level 0,01 (tampil dengan dua bintang).

Selain itu aspek transparansi pada proses implementasi kebijakan juga memberikan signifikansi kepada 2 aspek yang ada pada hasil kebijakan aspek efisiensi dan ketepatan waktu sehingga dapat dikatakan memiliki signifikansi yang ditunjukkan dengan nilai koefisien Korelasi Spearman's Rho yang signifikan pada level 0,01 (tampil dengan dua bintang). Begitu juga untuk aspek akuntabilitas publik pada proses implementasi kebijakan juga memberikan signifikansi kepada 2 aspek yang ada pada hasil kebijakan aspek efisiensi ketepatan waktu sehingga dapat dikatakan memiliki signiftkansi yang ditunjukkan dengan nilai koefisien Korelasi Spearman's Rho yang signifikan pada level 0,01 (tampil dengan dua bintang).

Kesimpulan pengujian korelasi dengan menggunakan Korelasi Spearman dimana aspek responsivitas memberikan nilai korelasi yang signiftkan kepada 3 aspek pada hasil kebijakan yaitu aspek efisiensi sebesar 0,605, ketepatan waktu sebesar 0,640, dan efektifitas sebesar 0,377 sehingga dapat dikatakan memiliki signiftkansi yang ditunjukkan dengan nilai koefisien Korelasi Spearman's Rho yang signiftkan pada level 0,01 (tampil dengan dua bintang).

Selain itu aspek transparansi pada proses implementasi kebijakan juga memberikan signifikansi kepada 2 aspek yang ada pada hasil kebijakan yaitu: aspek efisiensi sebesar 0,458 dan ketepatan waktu sebesar 0,344 sehingga dapat dikatakan memiliki signifikansi yang ditunjukkan dengan nilai koefisien Korelasi Spearman's Rho yang signifikan pada level 0,01 (tampil dengan dua bintang). Begitu juga untuk aspek akuntabilitas publik pada proses implementasi kebijakan juga memberikan signifikansi kepada 2 aspek yang ada pada hasil kebijakan yaitu: aspek efisiensi sebesar 0,342 dan ketepatan waktu sebesar 0,339 sehingga dapat dikatakan memiliki signiftkansi yang ditunjukkan dengan nilai koefisien Korelasi Spearman's Rho yang signifikan pada level 0,01 (tampil dengan dua bintang).

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah proses implementasi kebijakan pembangunan jalan desa di Kota Depok Tahun Anggaran 2005 yang telah dilaksanakan secara umum baik, tetapi yang perlu mendapat perhatian adalah Akuntabilitas Publik untuk segera dibenahi dan ditingkatkan. Pengaruh proses implementasi kebijakan terhadap hasil kebijakan cukup kuat.

Saran Pemerintah Depok khususnya DPU Depok agar meningkatkan akuntabilitas publik dan transparansi dalam proses implementasi kebijakan jalan desa. Perlunya evaluasi terhadap aspek aspek pada proses implementasi kebijakan yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil kebijakan seperti akuntabilitas publik.

"
2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Sahlan
"Development of self-supporting villages in Indonesia; collection of articles"
Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, 2016
307.762 598 MOH m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Syifa Ulhadira
"Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan banyak perubahan kepada desa, salah satunya mengenai kedudukan desa sebagai subjek pembangunan atau yang dikenal dengan konsep Desa Membangun. Dalam rangka memperkuat kedudukan desa sebagai subjek pembangunan dan meningkatkan status desa, Pemerintah melakukan redistribusi ekonomi melalui dana desa. Namun pada pelaksanannya, dana desa belum mampu memberikan kontribusi dalam peningkatan status desa. Oleh karena itu, Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa keterkaitan pengaturan pengelolaan dana desa dalam peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dan daerah, pelaksanaan pengelolaan dana desa yang dihadapi oleh Pemerintah Desa Cileungsi Kidul, dan cara untuk mewujudkan konsep Desa Membangun pada Desa Cileungsi Kidul yang didasarkan pada pengelolaan keuangan desa yang optimal. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan dana desa masih terlalu banyak, rumit, tumpang tindih, dan sering mengalami perubahan yang tidak diiringi dengan sosialisasi yang memadai. Adapun terhadap pelaksanaan pengelolaan dana desa di Desa Cileungsi Kidul belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Konsep Desa Membangun pada Desa Cileungsi Kidul dapat terwujud apabila Pemerintah, Pemerintah Kabupaten Bogor, dan Pemerintah Desa Cileungsi Kidul memperhatikan keseluruhan tahapan pengelolaan keuangan desa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, terutama rekomendasi kebijakan berupa shopping list yang telah disampaikan oleh Pemerintah. Metode dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang mengkaji rumusan masalah dari sudut pandang peraturan perundang-undangan.

Law No. 6 of 2014 concerning Village provides a lot of changes to the village. One of them is the inception of the Village-to-Develop concept which elaborates villages position as the subject of development. In order to strengthen the position of the village as the subject of development and improve the status of the village, the Government carried out economic redistribution through Village Fund. However, Village Fund has not been able to improve the status of the village. Therefore, this research aims to analyze the interrelatedness between the Village Fund management arrangements in the regulatory at the central and regional levels, the implementation of the Village Fund management faced by the Government of Cileungsi Kidul Village, and how to realize the concept of the Village-to-Develop in the Cileungsi Kidul Village, which is based on optimal village financial management. The results of this research indicate that laws and regulations regarding the management of the Village Fund are still too many, complicated, overlapping, and often being changed without the adequate socialization. The implementation of the Village Fund management in Cileungsi Kidul Village has not been thoroughly appropriate with the provisions of the regulatory. The concept of the Village-to-Develop in Cileungsi Kidul Village can be realized if the Central Government, Bogor Regional Government, and Cileungsi Kidul Village Government pay attention to the whole stages of the village financial management as regulated in the regulatory, especially policy recommendations which is called the shopping lists that have been submitted by the Central Government. This research uses a normative juridical method which reviews the problem formulations from the regulatory viewpoint."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Sahlan
Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, 2016
307.72 MOH j
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, 2016
307.72 DES a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>