Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159214 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alifa Rahmat Syukri
"Tesis ini membahas mengenai kebijakan impor mobil Indonesia dalam kerangka Import Licensing Agreement. Selain ilu juga membahas kebijakan perkembangan industri mobil Indonesia perihal mana yang lebih menguntungkan apakah melalui kebijakan impor atau pengembangan program mobil nasional. Penelitian ini adalah yuridis normatif yang berarti bahwa penelitian ini mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa ketentuan mengenai kebijakan impor mobil Indonesia yang tidak sesuai dengan ketentuan Imporr Licensing Agreement. Selain itu penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemerintah untuk saat ini lebih memilih pengembangan industri mobil melalui impor mobil dibandingkan dengan pengembangan mobil nasional. Penelitian ini menyarankan agar Pemerintah Indonesia melakukan perubahan terhadap ketentuan yang tidak sesuai dengan ketentuan Import Licensing Agreement dan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap pengembangan program mobil nasional.

The focus of this study is to analyze and critize the regulation of four wheel car import with completely built up (CBU) condition in Indonesia. This research uses a qualitative approach with normative methodology. The outcome of this research shows that there is a lot of problem between the regulation of car import with Import Licensing Agreement. This research also suggests Indonesian Government must not depending to developed the Indonesia Car Industry with impor cars but they must developing Indonesia National Car Programme again. Because the Indonesia National Car Programme have so many advantage if use Indonesian National factory."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27532
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM R.I., 2018
341.44 LAP
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sriyanto
"ABSTRAK
Selama berlakunya Agreement on Implementation of Article VII GATT 1994 yang kemudian diadopsi ke dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Importir Film-Film Hollywood yang tergabung dalam Grup 21 selama ini tidak memasukkan nilai royalti dalam perhitungan nilai pabean untuk menghitung bea masuk. Hal ini diketahui dari hasil audit pabean Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang dilakukan atas dasar laporan Badan Pertimbangan Perfilman Nasional yang dimotori oleh aktor film Deddy Mizwar. Barang tidak berwujud dalam bentuk film impor berisi hak cipta akan menimbulkan nilai jual/harga barang yang lebih tinggi dibandingkan dengan film impor kosong. Terhadap penyerahan barang tidak berwujud (hak cipta) dari distributor film hollywood (MPAA) kepada importir di Indonesia dan atas pemanfaatan dan penggunaan film untuk kegiatan bisnis yang dilakukan di daerah pabean oleh pengusaha bioskop harus dikenakan pajak pertambahan nilai. Harga barang tidak berwujud pada saat importasi yang dibayarkan kepada pemegang hak (MPAA) dalam bentuk royalti menyebabkan bertambahnya harga yang sebenarnya dibayar atas importasi barang impor tersebut. Dari hasil penyerahan dan penggunaan film impor ke dalam daerah pabean pabean akan mengenakan bea masuk atas royalti karena hak tersebut sebagai bagian atau komponen yang tidak terpisahkan dari paket film impor tersebut.
Hasil penelitian menyarankan Perubahan Tarif dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.11/2011 Tentang Perubahan Kedelapan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2006 tentang Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.011/2011 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dari Luar Daerah Pabean Di Dalam Daerah Pabean Berupa Film Cerita Impor dan Penyerahan Film Cerita Impor, Serta Dasar Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.011/2011 mengenai Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor, menyempurnakan Undang-Undang Perpajakan dan Kepabeanan untuk mencapai keadilan pemungutan pajak, dan menyusun regulasi yang menguntungkan para pelaku industri film dan membiayai sekolah-sekolah film.

ABSTRACT
During the enactment of Agreement on Implementation of Article VII of GATT 1994 and later adopted into Law No. 17 of 2006 concerning Amendment to Law Number 10 of 1995 on Customs, Hollywood film importers joined in Group 21 for it did not include the value of royalty in the calculation of customs value for calculating customs duties. It is known from the results of the audit Customs Directorate General of Customs and Excise on the basis of reports of the National Film Advisory Board led by actor Deddy Mizwar. Intangible goods in the form of imported films contain copyright will lead to the sale value/price of goods higher than foreign movies empty. Against delivery of intangible goods (copyright) from hollywood movie distributor (MPAA) to importers in Indonesia, and the use and the use of film for business activities carried on in the cinema should be customs by employers subject to value added tax. Price intangible goods at importation is paid to the right holder (MPAA) in the form of royalties actually lead to increased prices paid on the importation of goods imported. From the results of the delivery and use of imported films into the customs area would impose customs duty on royalties for those rights as part or integral component of a package of imported films.
The results suggest change rates in the Minister of Finance No. 90/PMK.11/2011 Eighth Amendments to the Regulation of the Minister of Finance No. 110/PMK.010/2006 on Classification of Goods and the Imposition of Import Duty on Imported Goods and Regulation of the Minister of Finance No. 102 / PMK.011/2011 About Other Value As Top Tax Base Utilization Intangible taxable goods from the Customs Foreign Customs Area Form Inside Story Film Film Import and Delivery Story Import, And Basic Income Tax Withholding Article 22 of the last amended by Regulation of the Minister Finance No.213/PMK.011/2011 the Determination System Classification of Goods and the Imposition of Import Duty on Imported Goods, perfecting taxation laws and customs tax collection to achieve justice and to develop regulations that benefit the movie industry and finance schools film."
2013
T33126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deviyanto The Dlava
"Manajemen risiko merupakan hal yang sudah diterapkan oleh berbagai otoritas pabean di Manajemen risiko digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk dapat mengurangi tindak pelanggaran kepabeanan yang dilakukan oleh importir. Manajemen risiko yang diimplementasikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menentukan tingkat risiko suatu importasi yang dilakukan oleh importir. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan yang bersifat deskriptif. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian ini adalah (1) faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan tingkat risiko adalah profil importir, profil komoditi, dan profil pemasok; (2) penetapan tingkat risiko sendiri dilakukan dengan penetapan jalur impor, yaitu jalur merah, jalur kuning, jalur hijau, dan jalur prioritas.

Risk management used by Directorate General of Customs and Excise to reduce the customs violations by importers. Risk management implemented by Directorate General of Customs and Excise to determine risk ranking of an importation. This research use qualitative method with descriptive purpose. Data collect by in-depth interview and literature study. Result of this research were: (1) factors that influence the risk ranking were importer profiles, commodity profiles, and supplier profiles; (2) risk ranking itself done with import channel, that were red channel, yellow channel, green channel, and priority channel."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andriyana
"Online Single Submission (OSS) merupakan sistem pelayanan publik yang mengintegrasikan sistem-sistem perizinan yang dimiliki olek kementrian/lembaga non-kementrian dan pemerintah daerah. Pembentukan sistem OSS bertujuan untuk meningkatkan indeks kemudahan berusaha (EODB) agar investasi dalam negeri ikut meningkat. Sistem OSS berjalan di setiap tingkat pemerintahan, mulai dari pusat, provinsi, dan kota. Sistem yang berintegrasi dengan OSS adalah JakEVO. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat sistem tata kelola OSS yang berjalan di DKI Jakarta menggunakan pendekatan Multi-level Governance (MLG) dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasinya. Tiga aspek MLG yaitu desentralisasi, spatial fit, partisipasi, serta komponen kunci Digital-Era Governance digunakan untuk menganalisis implementasi integrasi OSS dengan JakEVO. Hasil penelitian menunjukkan, sistem OSS menyentralisasi kewenangan perizinan berusaha ke tingkat pusat. Terdapat regulasi ditemukan, di mana PP 24/2018 bertentangan dengan UU Penanaman Modal dan UU Pemerintahan Daerah, serta KBLI yang dirujuk OSS berbeda dengan yang dirujuk DPMPTSP DKI Jakarta. Partisipasi aktor non-pemerintahan tidak ditemukan dalam perencanaan kedua sistem, namun ada dalam pengawasan dan evaluasi. Integrasi hanya berbentuk integrasi data, sedangkan JakEVO sudah mengintegrasikan back office. Lalu, desain sistem OSS dan JakEVO yang tidak mengambil perspektif pelaku usaha. Terakhir OSS telah digitalisasi secara penuh, sedangkan JakEVO baru terdigitalisasi sebagian. MLG dalam kebijakan pelayanan publik daring perlu mempertimbangkan kemampuan literasi digital masyarakat karena mempengaruhi efektivitas implementasi kebijakan. Persoalan-persoalan dalam OSS 1.0 telah diatasi oleh OSS Risk Based berdasarkan UU Cipta Kerja, PP 5/2021, dan PP 6/2021, namun dampak implementasinya belum terlihat hingga saat ini.

Online Single Submission (OSS) is a public service system that integrates licensing systems owned by ministries/non-ministerial institutions and local governments. The establishment of the OSS system aims to increase the ease of doing business index (EODB) so that domestic investment also increases. The OSS system runs at every level of government, starting from the center, province, and city. The system that integrates with OSS is JakEVO. Therefore, this study aims to look at the OSS governance system that runs in DKI Jakarta using the Multi-level Governance (MLG) approach and what factors influence its implementation. Three aspects of MLG, namely decentralization, spatial fit, participation, and the key components of Digital-Era Governance are used to analyze the implementation of OSS integration with JakEVO. The results of the study show that the OSS system centralizes business licensing authority to the central level. There are regulations found, where PP 24/2018 contradicts the Investment Law and the Regional Government Law, and the KBLI referred to by OSS is different from that referred to by the DKI Jakarta DPMPTSP. The participation of non-governmental actors is not found in the planning of the two systems, but is in monitoring and evaluation. The integration is only in the form of data integration, while JakEVO has integrated the back office. Then, the design of the OSS and JakEVO systems that do not take the perspective of business actors. Finally, OSS has been fully digitized, while JakEVO has only been partially digitized. MLG in online public service policies needs to consider the digital literacy ability of the community because it affects the effectiveness of policy implementation. The problems in OSS 1.0 have been addressed by OSS Risk Based based on the Job Creation Law, PP 5/2021, and PP 6/2021, but the impact of its implementation has not yet been seen."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amir M.S.
Jakarta: PPM Manajemen, 2005
382.6 AMI e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Laila Hidayati
"ABSTRAK
Penulisan tesis ini bertujuan untuk mengkaji penetapan lisensi wajib dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana penetapan lisensi wajib dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, sejauh mana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta memberikan perlindungan hukum atas hak cipta yang diterjemahkan dan/atau digandakan, bagaimana konsekuensi tidak diterapkannya lisensi wajib dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Penetapan lisensi wajib dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah terhadap ciptaan yang benar-benar dinilai penting dan diperlukan bagi kemajuan pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan pengembangan, oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta lebih memberikan perlindungan hukum terhadap hak moral maupun hak ekonomi atas ciptaan yang diterjemahkan dan/atau digandakan. Perlindungan ini juga dengan pengenaan sanksi pidana penjara dan sanksi pidana denda, namun tindak pidana yang merupakan delik aduan dapat menghambat penegakan hukum terkait pelanggaran hak cipta. Konsekuensi tidak diterapkannya lisensi wajib dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra adalah akan menghambat kemajuan pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan pengembangan, karena kurang tersedianya buku dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra dengan harga yang terjangkau dan dalam bahasa Indonesia. Hal ini akan menghambat minat baca, sehingga peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia juga akan terhambat, yang akibatnya negara Indonesia akan terhambat dalam memajukan diri. Agar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dapat dilaksanakan dengan baik, maka Pemerintah tepat waktu dalam menetapkan peraturan pemerintah, sehingga amanat Pasal 125 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 dapat dipenuhi. Bagi masyarakat, agar membiasakan gemar membaca buku ilmu pengetahuan dan sastra sebagai salah satu cara mendapat ilmu pengetahuan. Pelaku usaha penerbitan buku terjemahan agar lebih memperhatikan kualitas buku terjemahan sehingga masyarakat dapat menyerap ilmu pengetahuan dan sastra yang diterjemahkan dengan baik.

ABSTRACT
This thesis aims to assess the determination of compulsory license in the fields of science and literature according to Law No. 28 of 2014 on Copyright. The problem in this thesis are how the establishment of a compulsory license in the field of science and literature according to Law No. 28 of 2014 on Copyright, the extent to which Act No. 28 of 2014 on Copyrights provide legal protection of copyright translated and/or duplicated, how the consequences of failure to apply compulsory license in the fields of science and literature according to Law No. 28 of 2014 on Copyright. This thesis uses normative law research method with secondary data as its data source. Determination of compulsory license in the field of science and literature according to Law No. 28 of 2014 on Copyright is against the creation of a truly considered important and necessary for the advancement of education, the development of science, as well as research and development activities, by the Minister of conducting affairs administration in the field of law. Law No. 28 of 2014 on Copyrights is providing legal protection of the rights of moral and economic rights over the creation of translated and/or duplicated. This protection also to the imposition of penalties of imprisonment and fines to criminal sanctions, but the offense is a complaint-based offense could hinder law enforcement related to copyright infringement. Consequences of nonapplication of compulsory licensing in the fields of science and literature are going to hinder the advancement of education, the development of science, as well as research and development activities, due to lack of availability of books in the fields of science and literature at an affordable price and in Indonesian. This will hamper reading, thus improving the quality of Indonesian human resources will also be hampered, with the result that the state of Indonesia will be hampered in advancing themselves. So that Law No. 28 of 2014 regarding Copyright can be executed properly, the Government is timely in setting government regulations, so that the mandate of Article 125 of Law No. 28 of 2014 can be met. For the community, in order to familiarize likes to read science books and literature as a way to gain knowledge. Translation of book publishing business operators to be more attention to the quality of the translation of books so that people can absorb science and literature were translated properly.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45332
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Hasanah
"Tesis ini membahas mengenai beberapa klausul spesifik dalam Perjanjian Kemitraan Inti-Plasma dengan menggunakan asas proporsionalitas sebagai landasan utama untuk menilai apakah perjanjian tersebut telah mengakomodir kepentingan para pihak secara fair. Penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris dengan menggunakan metode yuridis-normatif, dimana dari data sekunder yang ada dilakukan analisa secara kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dalam hubungan kemitraan inti-plasma ini para pihak berada dalam 'posisi tawar' yang tidak seimbang, sehingga pada tahap pra kontrak asas proporsional tidak terpenuhi, sedangkan pada tahap pembentukan kontrak terdapat klausul yang memenuhi asas proporsionalitas, namun ada pula yang tidak memenuhi asas proporsionalitas. Pada akhirnya penulis menyarankan bahwa, diperlukan intervensi pemerintah untuk mengefektifkan program kemitraan inti-plasma ini, selain itu perlu adanya pembekalan wawasan akan aspek-aspek hukum kontrak serta konsekueansinya bagi para peternak/petani plasma, serta perlu dibentuk suatu organisasi peternak/petani plasma sebagai wadah advokasi/pendampingan para anggotanya.

This thesis discusses about some specific clause in the 'Inti-Plasma' Partnership Agreement using 'the proportionality principle in commercial contract' as the primary basis for asessing whether the agreement has accommadate the interests of the parties fairly. This research is an explanatory research which use 'juridical-normative' format were collected the data from the seccondary data which analysed by qualitative methods. The conclusion from this study is, in the 'inti-plasma' relationship the parties are in a unbalance bargaining position,so that in the stage of 'pre-contract' , that principle are not met, while at the stage of 'formation of contracts' there are some clauses that met and does not met with that principle. In the end, the researcher suggest that government intervention is needed to streamline the 'inti-plasma partnership program' eficienly, in addition to the need for debriefing the ranchers/farmers about any aspects of contract law and its consequences for their bussiness relation, beside that it's need to set up an organization of ranchers/farmers as a forum to accommodate the inspirations and the interests of its member, so that through these forum can provide safeguards provisions for a fair contract although the contract was made in the standard agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29636;T29636
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Azizah
"Tesis ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang menganalisa klausula arbitrase dalam judul tesis ini berfokus untuk menjawab apakah klausula arbitrase yang terdapat dalam judul (Indonesia) sudah cukup mengakomodir dalam penggunaan arbitrase sebagai cara penyelesaian sengketa dan memudahkan proses penyelesaian sengketa asuransi kebakaran di Indonesia. Kajian pustaka dijadikan dasar dalam penelitian guna penulisan tesis ini. Dari hasil yang diperoleh dengan menganalisis data serta norma, diperoleh gambaran mengenai kelebihan-kelebihan dari arbitrase dibandingkan dengan pengadilan umum dalam menyelesaikan sengketa bisnis.
Dari penelitian ini dapat dilihat bagaimana klausula arbitrase yang terdapat dalam tidak atau belum mengakomodir kemudahan untuk proses penyelesaian sengketa asuransi. Ketidakjelasan atau ambiguitas kurang terperincinya klausula arbitrase dalam polisnya telah menimbulkan perbedaan penafsiran yang justru menyebabkan terjadinya sengketa (kesulitan) dalam menentukan cara/forum yang digunakan dalam penyelesaian sengketa, yang ternyata menyebabkan berlarut-larutnya proses penyelesaian sengketa (perdagangan). Sengketa yang timbul dari pelaksanaan putusan No:46/pdt.6/1999/Jakarta Selatan yang mencantumkan klausula arbitrase di dalamnya, sebagaimana telah ditentukan oleh Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 (UU Arbitrase) bahwa para pihak dalam perjanjian kehilangan haknya untuk membawa sengketanya ke pengadilan umum dan pengadilan umum yang bersangkutan dilarang menerima dan wajib menolak permohonan sengketanya, ternyata masih saja kasus arbitrase yang bersangkutan diterima oleh pengadilan umum.
Dari hasil anallisis kasus yang ada penulis menyarankan bagaimana dapat dilakukan pembenahan dalam penyusunan klausula-klausula arbitrase yang ada di dalam perjanjian, Indonesia dengan memperhatikan elemen-elemen esensial yang harus ada dalam suatu klausula arbitrase. Memperhatikan sikap hakim (pengadilan) yang masih menerima kasus sengketa perjanjian dagang yang telah mencantumkan klausula arbitrase, perlu diadakan sosialisasi UU no. 30 Tahun 1999 tersebut terhadap masyarakat umumnya dan kepada para hakim khususnya dalam menyikapi kasus sengketa yang timbul dari perjanjian yang telah memiliki klausula arbitrase supaya kelebihan-kelebihan arbitrase benar-benar efektif.

This thesis is written based on the research that analyzes the arbitration clauses in the court. This thesis is focused on answering whether the arbitration clause contained in the court is sufficient to accommodate the use of arbitration as a way of disputes resolution and facilitate the process dispute reolution in Indonesia or not. Literature review of the research is the basis in this research in order to write this thesis.
From this research we can see how the arbitration clauses the court contained is not (yet) able to accommodate the effectiveness of dispute settlement process. Vagueness or ambiguity and the lacking of the details in the arbitration clauses the ineffectiveness on the dispute settlement process. The disputes arising from the implementation of that includes the arbitration clauses in it, as determined by Law No:46/pdt.6/1999/Jakarta Selatan (Arbitration Law) that the parties in the contractlose their right to take the disputes to the general court and relevant court is barred from receiving and shall dispute settlement reguest, apparently there still disputes case is accepted by the general court.
From the results of the analysis of the case, the author suggest the improvements can be made in darfting the arbitration clauses in the agreements, especially in the court view of the elements that essential to exist in an arbitration clause. Noting the attitude of the judge (general court) that is still receiving the contract disputes cases which its includes the arbitration clauses, it is necessary to socializw the Law No. 30/1999 (Arbitration Law) to the public generally and especially to the judges in dealing with the disputes arising from agreements which have arbitration clauses so that the advantages of the arbitration van be really effective.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28373
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Afriyuliany
"Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan ekonomi mendorong pemerintah untuk melakukan upaya peningkatan pendapatan nasional di bidang pembangunan. Salah satunya memanfaatk:an tanah ulayat yang pada dasarnya merupakan kepunyaan masyarakat hukum adat. Menurut hukum adat Minangkabau, tanah ulayat memiliki sifat kolektif, dimana peruntukkaffi.?ya ditujukan bagi kesejahteraan komunitas pemilik tanah ulayat. Pemanfaatan tanah ulayat dapat dilakukan oleh pemilik tanah ulayat, pemerintah maupun pihak investor/pengusaha. Bagi pihak investor yang melakukan pemanfaatan tanah ulayat di "Ranah Minang" ini, harus melewati prosedur sesuai dengan hukum adat Minangkabau. Yaitu meminta kesepakatan seluruh anggota pemilik tanah ulayat dengan menuangkannya dalam suatu perjanjian pemanfaatan.

The rapidly of economic development is the reason for government to have increase the national income. One of the act is using ulayat land that basically prescriptive law society as the owner. According to the Minangkabau prescriptive law society, ulayat land has collectiveness at ownership, that is priority to fullfil needed of community ulayat land owner. The owner of ulayat land, government and investor can do utilizing the ulayat land. For investor who utilize ulayat land in "Ranah Minang", have to performed by all procedures according to Minangkabau prescriptive law. That is ask all of community who authorized the ulayat land with a pattern of utilization agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T44112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>