Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146033 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The purpose of this research is to identity the dynamic of policy process at village level, as well as the forms of the policy process itself. This qualitative research look four villages in Sub-district of Padang Cermin as purposive sampling. The research showed that the policy process at four villages represented a policy community because it was encauraged by their cultures, their common values and norms which expressed in their daily life."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ayi Sukandi
"Sejak diberlakukannya UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Daerah secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001, telah terjadi perubahan-perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kota Tangerang. Perubahan yang mendasar itu antara lain teridentifikasi dari tersusunnya Rencana Strategis (Renstra) Kota Tangerang sebagai Daerah Otonom; dan tersusunnya kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Kota Tangerang untuk melaksanakan Rencana Strategis tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pemerintah Kota Tangerang, dengan merumuskan permasalahan penelitian, yakni : bagaimana mekanisme penjabaran Rencana Strategis Kota Tangerang di dalam perumusan kebijakan alokasi anggaran pembangunan; dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perumusan kebijakan alokasi anggaran pembangunan tersebut. Penelitian menggunakan teori Anggaran, teori manajemen keuangan Daerah dan teori Penyusunan Rencana Anggaran.
Sumber data : Informan Penelitian serta buku dan dokumen. Jenis data yang dikumpulkan : data primer kualitatif dan data sekunder. Teknik pengumpulan data : teknik wawancara, studi kepustakaan dan observasi. Teknik penentuan Informan : Teknik snow ball. Pembahasan menggunakan metode analisis kualitatif.
Dari pembahasan hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan :
Pencanangan Visi dan Misi Kota Tangerang telah menimbulkan perubahan organisasi dan manajemen kepemerintahan yang tercermin dari perubahan kebijakan pengeluaran Pemerintah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan untuk mengatasi masalah kemiskinan, pengangguran dan sumber daya manusia, Kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi Kota Tangerang adalah bahwa pada satu sisi perubahan struktur perekonomian, dari Daerah agraris menjadi Daerah industri dan perdagangan memerlukan dukungan kualitas sumber daya manusia yang seimbang dengan perubahan struktur perekonomian tersebut. Namun di sisi lain, rendahnya kualitas sumber daya manusia, kondisi kemiskinan dan pengangguran serta belum optimalnya kualitas sumber daya aparatur masih menjadi kendala pembangunan.
Visi dan Misi Kota Tangerang terbentuk dari karateristik wilayah yang secara alami terpengaruh oleh situasi dari kondisi dinamis kehidupan sosial ekonomi Propinsi DKI Jakarta. Hal ini dapat terjadi karena kuatnya korelasi faktor kependudukan, faktor perkembangan industri dan perdagangan serta faktor kehidupan sosial masyarakat, diantara wilayah Kota Tangerang dengan wilayah Propinsi DKI Jakarta.
Dan arah kebijakan umum yang bersifat strategis, diketahui bahwa arah kebijakan pembangunan di Kota Tangerang lebih terfokus pada peningkatan sarana dan prasarana fisik yang dapat memperlancar roda perekonomian, peningkatan pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dapat memenuhi kebutuhan industrialisasi dan perdagangan yang semakin berkembang, termasuk pengembangan fungsi lembaga-lembaga perekonomian mikro yang berbasis pada sistem perekonomian rakyat.
Mekanisme penyusunan kebijakan alokasi anggaran pembangunan merupakan suatu serangkaian tahapan aktivitas administrasi yang meliputi penyusunan Arah dan Kebijakan Umum APBD, penyusunan Strategi dan Prioritas APBD, penyusunan Rencana Program dan Kegiatan, penerbitan Surat Edaran, penyusunan Pernyataan Anggaran, dan penyusunan Rancangan Anggaran Daerah. Rangkaian aktivitas ini terjadi dalam dinamika hubungan antar lembaga, yang secara teknis dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif dan Panitia Anggaran Legislatif. Dan hasil perubahan kebijakan alokasi anggaran pembangunan tahun 2002 diketahui terdapat kebijakan alokasi anggaran pembangunan yang tidak rasional, yaitu alokasi anggaran untuk Sektor Aparatur dan Pengawasan.
Faktor sumber daya aparatur Pemerintahan dan anggota Legislatif Daerah, merupakan faktor determinan dalam proses penyusunan kebijakan alokasi anggaran pembangunan. Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi proses penyusunan kebijakan alokasi anggaran pembangunan adalah kebutuhan dan permasalahan Daerah, terutama kebutuhan dan permasalahan di bidang pendidikan, perekonomian dan sumber daya apartur; potensi sosial dan potensi perekonomian masyarakat; strategi dan arah kebijakan pembangunan; program strategis pada masing-masing unit kerja Perangkat Daerah Kota Tangerang; pelaku-pelaku ekonomi Daerah; dan lembaga swadaya masyarakat.
Saran-saran yang perlu disampaikan adalah sebagai berikut :
Perumusan kebijakan alokasi anggaran pembangunan untuk Sektor Aparatur Pemerintah dan Pengawasan perlu didasarkan pada analisis kebutuhan fungsional secara transparan.
Perumusan kebijakan alokasi anggaran pembangunan untuk Sektor Pengembangan Usaha Daerah, Keuangan Daerah dan Koperasi perlu didasarkan pada hasil penelitian mengenai kinerja keuangan Badan Usaha Milik Daerah serta analisis potensi, kendala dan perkembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah dan Koperasi di Kota Tangerang.
Perumusan kebijakan Alokasi Anggaran Pembangunan perlu diperkuat oleh Tim Analisis Kebijakan Keuangan Daerah yang terdiri atas unsur konsultan keuangan dan konsultan ekonomi pembangunan dari berbagai perguruan tinggi.
Perlu dilakukan survey terhadap potensi sumber-sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang dengan melibatkan tenaga-tenaga profesional dari berbagai perguruan tinggi, dan hasilnya disosialisasikan ke seluruh pihak yang berkepentingan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12284
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Aznal Zahri
"Untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia FISIP-UI, penulis meakkukan penelitian dengan judul tersebut di atas dengan tujuan untuk mengetahui dan membahas: Kebijakan Penataan Organisasi Perangkat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kebijakan Daerah Dalam Pelaksanaan Syariat Islam, Penyelenggaraan Pendidikan dan Penyelenggaraan Kehidupan Adat.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berdasarkan analisis pada data primer dan sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan para informan. Teknik pemilihan informan dilakukan dengan purposive sampling dan snow ball technique .
Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: terdapat sejumlah Bagian dan Sub Bagian pada organisasi Sekretariat Daerah serta Badan dan Dinas Daerah yang perlu ditiadakan, digabung dan atau disesuaikan. Peniadaan, penggabungan dan atau penyesuaian pada struktur perangkat daerah tersebut merupakan alternatif untuk membangun suatu struktur organisasi perangkat daerah yang ramping, efektif dan mengurangi proses birokrasi yang tumpang tindih, berbelit-belit dan tidak efisien. Oleh sebab itu diperlukan penataan ulang atas struktur organisasi perangkat daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Terdapat kontradiksi kebijakan perundang-undangan yang menyebabkan penyelenggaraan otonomi daerah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mengandung sejumlah masalah, kendala dan konsekuensi yang perlu disikapi secara cermat dan bijaksana.
Dalam dimensi kontradiksi kebijakan perundang-undangan tersebut, penyelenggaraan keistimewaan Aceh menjadi kurang efektif dan cenderung melahirkan dualisme, karena pengorganisasian dan manajemen pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota masih berpedoman pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999; sedangkan pengorganisasian dan manajemen pemerintahan Daerah Provinsi yang berpedoman pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001.
Diperlukan suatu Konsep Jalan Tengah yang dapat mengintegrasikan dan tetap mengefektifkan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 dan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Konsep Jalan Tengah dimaksud ditetapkan dengan Qanun yang disusun secara bersama-sama oleh perwakilan pemerintahan Provinsi dan perwakilan dari seluruh Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Implementasi Konsep Jalan Tengah tersebut meliputi pelaksanaan otonomi khusus oleh Pemerintah Daerah Provinsi yang meliputi pelaksanaan syariat Islam, penyelenggaraan pendidikan yang berbasis Islam dan penyelenggaraan kehidupan adat yang bernafaskan Islam. Dengan demikian penyelenggaraan keistimewaan Aceh dapat dipandang sebagai faktor perekat dan penguat integritas masyarakat Aceh, tanpa harus terjebak pada permasalahan kontradiksi kebijakan perundang-undangan.
Penyusunan Qanun tersebut di atas perlu didasarkan pada kejelasan dan pengaturan hal-hal sebagai berikut: urusan dan kewenangan yang diintegrasikan; struktur kelembagaan perangkat daerah untuk pelaksanaan urusan tersebut; status kepegawaian pada struktur kelembagaan tersebut; pola pembiayaan untuk melaksanakan urusan tersebut; adanya komisi-komisi khusus pada lembaga legislatif yang membidangi keistimewaan Aceh sebagai mitra kerja lembaga-lembaga perangkat daerah tersebut; adanya kejelasan mengenai tugas pokok dan fungsi pada setiap tingkatan lembaga yang menjamin terlaksananya manajemen pelayanan publik yang efektif, efisien dan akuntabel; pelaksanaan fungsi pengawasan, monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan urusan tersebut.
Pelaksanaan syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang meliputi berbagai aspek kehidupan Islam secara kaffah melibatkan seluruh potensi dan partisipasi seluruh pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, serta menuntut toleransi pihak pihak non muslim, baik yang berdomisili dan atau yang datang dari luar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Toleransi ini penting sekali karena terdapat sejumlah konsekuensi sosial psikologis yang harus diperhatikan oleh semua pihak.
Penyelenggaraan Pendidikan yang dilaksanakan di Aceh secara umum sudah mewakili prinsip-prinsip pelaksanaan syariat Islam. Hal ini dapat dilihat dari sistem pendidikan dengan pendidikan berjenjang yang menggunakan pengajaran, kurikulum dan aturan-aturan Islam sebagai dasar bagi pelaksanaan pendidikan.
Penyelenggaraan kehidupan adat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilaksanakan dengan berpedoman pads Syariat Islam. Dalam pelaksanaan kehidupan adat, lembaga-lembaga adat tetap dipertahankan, dimanfaatkan, diberdayakan dan dipelihara. Peran pimpinan daerah sebagai Pemangku dan Pembina adat dan dalam melaksanakan kegiatannya dibantu oleh Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10491
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selo Soemardjan
"Sejak Republik Indonesia terbentuk sebagai suatu negara kesatuan yang merdeka dan berdaulat, masalah desentralisasi kekuasaan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom mendapat perhatian pemerihtah. Sebagai negara kepulauan yang terbesar di seluruh dunia, setiap orang tanpa kecuali berpenda-pat bahwa pembentukan daerah-daerah otonom di dalam negeri merupakan keperluan yang mutlak demi pemerintahan demokratis yang efektif. Tidak mungkin, demikianlah pendapat para pemimpin di tingkat nasional dan daerah, pemerintah Republik Indonesia hanya berada di Jakarta saja dan melakukan kekuasdannya sampai pelosok-pelosok yang jauh."
1992
JIIS-2-1992-1
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Leni Milana
"Pokok pikiran (tesis) dari penelitian ini adalah pelaksanaan otonomi desa sebagai upaya dalam mengembangkan demokrasi di Desa terutama melalui suatu lembaga demokrasi yang Baru yaitu BPD, yang untuk Desa Perajin dimulai sejak tahun 2001. Tesis ini berupaya mempelajari pemikiran dari Toqueville (dalam Juliantara, 2000), dan Maryati (2001) bahwa suatu pemerintahan yang tidak membangun institusi pemerintahannya sampai ke tingkat daerah adalah pemerintahan yang tidak memiliki semangat demokrasi karena tidak ada semangat kebebasan. Adapun ciri otonomi desa itu meliputi: (1) Kemampuan masyarakat untuk memilih pemimpinnya sendiri; (2) Kemampuan Pemerintah Desa dalam melaksanakan fungsinya; (3) Kontrol masyarakat Desa terhadap jalannya Pemerintahan Desa; (4) Masyarakat mampu untuk mempengaruhi keputusan desa.
Masalah yang diteliti adalah mengenai pembentukan BPD dan pelaksanaan fungsi BPD sebagai implementasi otonomi desa apakah sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi. Penelitian dilakukan dengan metode studi kasus. Dengan desain penelitian deskriptif; dan pendekatan penelitian kualitatif dari Moleong (2001). Unit analisis adalah kasus pembentukan dan pelaksanaan fungsi BPD Perajin selama kurun waktu 2001-2002. Data dikumpulkan melalui studi pustaka atau teknik dokumentasi, pengamatan, dan wawancara mendalam dengan anggota BPD, Pemerintah Desa, Masyarakat pemilih, Pemerintah Kecamatan, Pemerintah kabupaten, Panitia Pencalonan dan Pelaksanaan Pemilihan BPD Perajin, dan Masyarakat Desa Perajin yang menjadi informan. Analisis data dilakukan secara deskriptif.
Hasil Penelitian menunjukkan: (1) Kebijakan otonomi desa sebagaimana yang tertuang dalam UU No.22 tahun 1999 merupakan peluang untuk mengembangkan demokrasi di desa, karena adanya perubahan struktur kekuasaan dan pemisahan kekuasaan kepala desa selaku penyelenggara pemerintah desa dengan BPD sebagai lembaga legislatif di desa. Hal itu sejalan dengan Lapera (2001:37-40), (2) Proses pembentukan BPD berjalan cukup demokratis,berlangsung Luber dan tanpa campur tangan pemerintah desa atau kecamatan, (3) Ketidaksiapan Pemerintah Desa menerima perubahan terutama dalam hal pelaksanaan fungsi BPD, khususnya sebagai lembaga pengawas Pemerintah Desa dan pembuat peraturan desa. Dengan demikian terlihat bahwa peranan Pemerintah Desa khususnya Kepala Desa sangat penting dalam pengembangan demokrasi di desa melalui BPD. Terutama pengertian dan kesadarannya terhadap kedudukan BPD yang merupakan mitra sejajar dari Pemerintah Desa, dan fungsi BPD.
Adapun kontribusi dan yang membatasi Studi ini adalah: (1) Penelitian ini memberikan gambaran nyata mengenai implementasi dari otonomi desa dalam upaya mengembangkan demokrasi di Desa melalui BPD baik pada proses pembentukannya ataupun pelaksanaan fungsinya. (2) Hasil studi ini dapat membantu menentukan strategi yang digunakan dalam pembentukan dan pelaksanaan fungsi BPD. (3) Studi ini hanya membatasi spesifik-kasuistik, hanya membahas proses pembentukan BPD dan pelaksanaan fungsinya sebagai implementasi dari otonomi desa khususnya dalam sebagai upaya mengembangkan demokrasi, dan dilakukan pada satu Desa selama kurun waktu 2001-2002; hasilnya barangkali tidak dapat ditarik secara umum dan berketanjutan, baik pada pembentukan BPD periode berikutnya ataupun pelaksanaan fungsi BPD di masa yang akan datang. Selain itu juga studi ini hanya melihat dua fungsi dari BPD yaitu fungsi dalam membuat peraturan desa dan pengawasan terhadap pemerintah desa, dari keseluruhan ataupun empat fungsi yang dimilikinya.
Dari Penelitian ini direkomendasikan: (1) perlu adanya sosialisasi yang lebih efektif atau mengena kepada masyarakat langsung, dan juga perlu dibangun komunikasi yang efektif antara warga dengan BPD juga Pemerintah Desa. Hal itu sebagai upaya pendidikan politik kepada masyarakat desa terutama menyangkut BPD sebagai lembaga demokrasi di Desa. (2) Perlu adanya pembekalan terhadap anggota BPD untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam menjalankan fungsi dan tugas yang diemban. (3) Untuk menghilangkan nilai-nilai tradisional yang masih melekat terutama budaya paternalistik dan sangat dominannya kepala desa, maka Kepala Desa dan perangkatnya harus ditanamkan kesadaran bahwa keberadaan BPD bukanlah sebagai penghambat dalam pelaksanaan tugasnya ataupun membatasi ruang geraknya (4) Pemerintah Kabupaten harus memberi kejelasan mengenai persentase pembagian hasil dari sumber daya alam yang berasal dari Desa. Dengan demikian Desa mempunyai sumber dana yang cukup untuk membiayai rumah tangganya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugihartoyo
"Reformasi yang terjadi dalam tatanan kehidupan politik dan pemerintahan di Indonesia, yang ditandai dengan Iahirnya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, telah mendorong beberapa perubahan, diantaranya adalah perubahan pemerintahan yang sentralistik menjadi desentralistik (Otonomi Daerah).
Penataan ruang yang merupakan produk kebijakan yang dirumuskan di dalam UU No. 24 tahun 1992, menggariskan bahwa rencana tata ruang antar daerah, Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/Kota, dibuat berjenjang hirarkis, rencana di daerah bawahan merupakan penjabaran rencana daerah atasan, implikasinya adalah keterbatasan bagi daerah di bawahnya untuk mengembangkan daerahnya.
Hal semacam ini bertentangan dengan paradigma pada era otonomi saat ini, bahwa dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengganti UU No. 22/1999, daerah mempunyai otonomi penuh untuk mengelola daerahnya untuk mensejahterakan masyarakatnya.
Adanya ketidakkonsistenan antara UU No. 24 Tahun 1992 dengan UU No. 32 Tahun 2004 dalam kegiatan penataan ruang, menyebabkan peranan UU No.24/1992 tentang Penataan ruang tidak akan optimum dan tampaknya perlu ditinjau lagi, mengingat paradigma saat ini berbeda dengan paradigma yang berlaku pada saat UU No. 24/1992 disusun.
Di dalam penataan ruang di daerah, baik kebijakan penataan ruang maupun kebijakan otonomi dengan paradigmanya masing-masing mempunyai implikasi positif dan negatif. Untuk solusi masalah ini, hal-hal yang bersifat positif dari kedua kebijakanlah yang diiadikan prinsip untuk mengakomodasi berbagai kepentingan di daiam penataan ruang.
Mengingat otoritas daerah saat ini, solusi hanya dapat dilakukan dengan prinsip koordinasi untuk memadukan dan mensinkronkan beberapa rencana atau keinginan daerah dalam penataan ruang, terutama daerah yang berbatasan. Implikasi terhadap kebijakan penataan ruang yang dirumuskan di dalam UU 24/1992 adalah perlunya revisi beberapa substansi UU terutama yang paradigmanya masih bersifat sentralistik."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Zainal Abidin
"Dengan penerapan sistem pemerintahan yang sangat sentralistik pada masa pemerintahan Orde Baru telah melahirkan ketidakadilan secara sosial, ekonomi, pemerintahan dan hukum di Daerah Istimewa Aceh yang menyebabkan timbulnya kekecewaan yang sangat mendalam ditengah masyarakat. Salah satu akibat yang ditimbulkannya adalah muncul berbagai tuntutan dan protes dari masyarakat baik( secara diplomasi maupun dengan perlawanan bersenjata yang apabila tidak direspon dengan arif dan bijaksana akan dapat mengancam keutuhan negara Republik Indonesia.
Di penghujung abad kedua puluh Indonesia dilanda oleh gelombang reformasi yang menuntut perubahan yang mendasar dalam berbagai bidang. Salah satu tuntutan yang bergulir adalah pemberian otonomi yang luas kepada daerah. Sehubungan dengan itu, untuk menyikapi tuntutan reformasi dan untuk meredam konflik di Aceh, MPR-RI telah membuat ketetapan No.IV/MPR-R1/1999 tentang pemberian Otonomi Khusus kepada Propinsi Daerah Istimewa Aceh yang diatur dengan Undang-Undang.
Untuk menindaklanjuti ketetapan MPR tersebut, DPR-RI bersama pemerintah telah membahas suatu Undang-Undang tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh yaitu UU No.18 tahun 2001.
Yang menarik untuk diteliti adalah bahwa sebagian besar materi yang dibahas dalam Undang-undang Otonomi khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh berasal dari DPRD, Pemerintah Daerah dan tokoh masyarakat Aceh, yaitu berasal dari bawah. Dan hal ini terjadi diluar kebiasaan dari DPR-RI dalam menetapkan suatu undang-undang.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, sementara untuk menjelaskan pokok perrnasalahan dipergunakan teori konflik, teori konsensus, teori partisipasi dan teori demokrasi.
Dalam penelitian ini ditemukan terjadinya konflik kepentingan antara pemerintah dengan angota DPR-RI, khususnya anggota DPR-RI yang menjadi angota Pansus RUU NAD yang berasal dari daerah pemilihan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Konflik terjadi dalam banyak masalah, namun yang paling menonjol adalah menyangkut penetapan persentase bagi hasil sumber daya alam minyak bumi dan gas alam antara pemerintah dengan Daerah Istimewa Aceh."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14357
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edgar Rangkasa
"Sistem Pemerintahan Indonesia dijalankan berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 yang secara prinsip menganut dua nilai dasar yaitu Nilai Kesatuan dan Nilai Otonomi. Nilai Kesatuan memberikan indikasi bahwa Indonesia tidak akan mempunyai kesatuan pemerintah lain didalamnya pada magnitude Negara. Artinya Pemerintah Nasional adalah satu-satunya pemegang kedaulatan rakyat, bangsa dan Negara. Nilai Otonomi adalah nilai dasar otonomi daerah dalam batas kedaulatan Negara. Artinya penyelenggaraan Negara, khususnya kebijakan desentralisasi terkait erat dengan pola pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam penyelenggaraan desentralisasi selalu terdapat dua elemen penting, yakni pembentukan daerah otonomi dan penyerahan kekuasaan secara hukum dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus bagian - bagian tertentu urusan pemerintah.
Kebijakan Desentralisasi merupakan instrumen pencapaian tujuan bernegara dalam kerangka kesatuan bangsa yang demokratis. Kebijakan tersebut diterapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, yang mulai dilaksanakan sejak tahun 2001 sebagai rangkaian dari seluruh proses perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia. Secara formal kebijakan desentralisasi dituangkan dalam peraturan perundangan sejak 1903, 1945 dan seterusnya tahun 1948,1957, 1959, 1965 sampai terakhir 1999.
Bertumpu dari keingintahuan atas pelaksanaan otonomi daerah tersebut dan dampaknya terhadap ketahanan nasional, maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh Penyelengaraan Otonomi Daerah terhadap Aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi sejak berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dengan pendekatan mengkaji elemen-elemen serta lingkungan strategis yang mempengaruhi penyelenggaraan Otonomi.
Ketentuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 merupakan Reformasi dan pemberdayaan aparatur pemerintah daerah sebagai alat untuk menggerakkan pemerintah dan pastisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujudkan demokratisasi dan keadilan sesuai aspirasi masyarakat daerah. Dengan penyelenggaraan otonomi daerah secara luas dan nyata, maka daerah diberikan kewenangan yang luas. Hal ini membawa implikasi terhadap meningkatnya beban tugas dan tanggung jawab aparatur pemerintah daerah dalam rangka pemberian pelayanan dan tuntunan kebutuhan masyarakat yang semakin besar."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T11892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>