Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165964 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Tessy Ladina Khairifani
"Kredit macet seringkali menjadi permasalahan berkepanjangan yang dialami tiap-tiap Bank. Namun demikian Bank senantiasa memberikan dukungan kepada para pengusaha yang membutuhkan modal untuk kelangsungan usaha mereka melalui pemberian kredit. Salah satu upaya penanggulangan kredit macet adalah dengan Restrukturisasi Kredit. Restrukturisasi Kredit adalah upaya penyelamatan kredit yang dilakukan oleh Bank terhadap debitur yang menunjukan itikad baik untuk bekerjasama dan usahanya masih berjalan serta mempunyai prospek yang baik sehingga debitur dapat memenuhi kewajibannya. Berlakunya Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang PUPN merupakan dasar bagi Pengurusan Piutang Negara yang berasal dari kredit macet Bank Pemerintah. Lembaga PUPN ini diadakan untuk melakukan penarikan kembali dana-dana pemerintah yang macet dalam pengembaliannya secara efektif dan efisien dan waktu yang singkat tanpa melalui proses Pengadilan. Meningkatnya jumlah kredit bermasalah mengakibatkan pemerintah merasa perlu diadakan revisi dalam tata cara penghapusan piutang negara/daerah yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006, yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960. Tesis ini bertujuan untuk meneliti upaya penyelesaian kredit macet pada Bank Mandiri melalui sebelum dan sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006.

Non- performed loans often become long standing issues for any commercial Bank. Nevertheless, Banks continue to help business people who needs capital funds to keep their business going through provision of loans/credits. One way to resolve non-performed loans is through Loan Restructuring. Loan Restructuring is a tool to save non-performed loan which is done by the Bank to the debitors who actually have good intention to cooperate and whose business are still running and potential, so that the creditors are able to make the loan repayment. Law Number 49 of 1960 regarding Committee of State Claims Management (PUPN) is the basis for processing the non-performed loans in the State Bank. This Committee on State Claims Management (PUPN) institution was established to collect the government fund which becomes non-performed loans in an effective and efficient way and in a short period of time without going through a Court process Due to the fact that non-performed loans increased, the government sees that it is necessary to revisit the mechanism of offsetting non-performed loan as stated in Government Regulation Number 33 of 2006, which is inconsistent to Law Number 49 of 1960. This thesis examine the settlement of non-performed loan at State Bank (Bank Mandiri) before and after the enactment of Government Regulation Number 33 of 2006."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27498
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Ardiyani
"Pada lembaga keuangan perbankan, kredit macet merupakan persoalan serius. Salah satu upaya bank untuk menanggulangi kredit macet tersebut dengan melakukan penyelesaian secara damai berdasarkan kesepakatan antara bank dengan debitor yang masih mempunyai itikad baik dalam menyelesaikan pinjamannya, Alternatif penyelesaian kredit macet secara paksa dapat dilakukan dengan jalan menyerahkan piutang¬piutang negara tersebut kepada Pengadilan negeri untuk dimintakan upaya eksekusi atas objek jaminan kredit atau menyerahkan permasalahan kredit melalui lelang oleh DJKN. Lelang eksekusi Hak Tanggungan yang dimintakan oleh pemegangnya sangat jarang terjadi, hal ini karena terkadang sulitnya proses pengosongan objek lelang serta keengganan dari pemohon lelang untuk membuat surat pernyataan bersedia bertanggung jawab apabila timbul gugatan,yang sering menjadi permasalahan adalah jika objek lelang ternyata adalah milik pihak ke tiga sehingga objek tidak dapat dilakukan lelang eksekusi.
Tesis ini membahas tentang alternatif penyelesaian kredit maces melalui eksekusi objek Hak Tanggungan di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan studi kasus di Kantor Wilayah V DJKN Bandar Lampung. Penulis berkesimpulan bahwa penyelesaian kredit macet melalui eksekusi objek jaminan kredit di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara telah banyak membantu dalam menyelesaikan permasalahan kredit macet. Hal ini dikarenakan penyelesaian masalah kredit maces melalui lelang lebih cepat dan efektif.
Metode penelitian yang digunakan adalah kepustakaan bersifat yuridis normatif dengan cara mempelajari berbagai literatur dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan penelitian ini, hasil penelitian dituangkan dalam simpulan berbentuk Deskriptif Analistis dengan harapan dapat menjadi rekomendasi untuk meningkatkan minat masyarakat untuk memanfaatkan jasa lelang dalam menyelesaikan masalah kredit macet serta meningkatkan kinerja Direktorat Jenderal Kekayaan Negara khususnya di Kantor Wilayah V Bandar Lampung untuk lebih meningkatkan pelayanan pada masyarakat dibidang lelang.

In certain banking financial institutions, non-performing loans or bad debts are considered to be a serious banking problem. This is because the banks are facing fresh capital difficulties due to the continuing scarce of capital. That is the reason why the non-performing loans are to be dealt with effectively, so that banking operations would not be in jeopardy. One way for banks to deal with this problem is through negotiated settlement that is a credit settlement based on agreement between the Bank and the debtor who is still having good faith in settling its loans. On the other hand, a forced settlement to the bad debts still can be done through the submission of the State receivables to the local District Court in order to apply to the Court to execute the credit security object. It can also be done alternatively through the auction of the object by the Directorate General of State Wealth. The execution through the auction of fiduciary rights is in fact seldom happen. This is because wide spread perception in the society that bad debt settlement through fiduciary rights auction is so bureaucratic and a difficult process. In most cases, the object to be auctioned is difficult to be freed from a third party physical control, especially when it is jointly owned by the third party. In this case, the realization of the auction is very much problematic. In other cases, the applicant of the auction is generally not willing to make statutory declaration that he or she be responsible should there be a law suit on this matter in the Court.
This thesis will try to analyze alternative settlement of non-performing loans (bad debts) through the execution of credit security object (fiduciary rights) held by the Dir.Gen. of State Wealth (a case study at the Regional Office V of the DGSW in Bandar Lampung).
The Author concludes that the settlement of bad debts through the execution of credit security object is in reality a good way in settling the non-performing loans. This is due to the fact, that this kind of settlement is generally faster and effective. Auction document is legally an authentic act and in the same time can be used as a legal basis for the transfer of land rights or the change of owners name.
This thesis applies library research method, with juridical and normative approach to the literature and relevant legal documents. The research is reported in the form of evaluative findings and analytical conclusions. It is hoped that this study would serve as a practical recommendation for the public in settling bad debts through the auction of credit security object held by Dir. Gen. of State Wealth. At the same time, it is also hoped that this would enhance the working performance of Dir. Gen. of State Wealth in general.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19518
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Ardiyani
"Pada lembaga keuangan perbankan, kredit macet merupakan persoalan serius. Salah satu upaya bank untuk menanggulangi kredit macet tersebut dengan melakukan penyelesaian secara damai berdasarkan kesepakatan antara bank dengan debitor yang masih mempunyai itikad baik dalam menyelesaikan pinjamannya, Alternatif penyelesaian kredit macet secara paksa dapat dilakukan dengan jalan menyerahkan piutang¬piutang negara tersebut kepada Pengadilan negeri untuk dimintakan upaya eksekusi atas objek jaminan kredit atau menyerahkan permasalahan kredit melalui lelang oleh DJKN. Lelang eksekusi Hak Tanggungan yang dimintakan oleh pemegangnya sangat jarang terjadi, hal ini karena terkadang sulitnya proses pengosongan objek lelang serta keengganan dari pemohon lelang untuk membuat surat pernyataan bersedia bertanggung jawab apabila timbul gugatan,yang sering menjadi permasalahan adalah jika objek lelang ternyata adalah milik pihak ke tiga sehingga objek tidak dapat dilakukan lelang eksekusi.
Tesis ini membahas tentang alternatif penyelesaian kredit maces melalui eksekusi objek Hak Tanggungan di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan studi kasus di Kantor Wilayah V DJKN Bandar Lampung. Penulis berkesimpulan bahwa penyelesaian kredit macet melalui eksekusi objek jaminan kredit di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara telah banyak membantu dalam menyelesaikan permasalahan kredit macet. Hal ini dikarenakan penyelesaian masalah kredit maces melalui lelang lebih cepat dan efektif.
Metode penelitian yang digunakan adalah kepustakaan bersifat yuridis normatif dengan cara mempelajari berbagai literatur dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan penelitian ini, hasil penelitian dituangkan dalam simpulan berbentuk Deskriptif Analistis dengan harapan dapat menjadi rekomendasi untuk meningkatkan minat masyarakat untuk memanfaatkan jasa lelang dalam menyelesaikan masalah kredit macet serta meningkatkan kinerja Direktorat Jenderal Kekayaan Negara khususnya di Kantor Wilayah V Bandar Lampung untuk lebih meningkatkan pelayanan pada masyarakat dibidang lelang.

In certain banking financial institutions, non-performing loans or bad debts are considered to be a serious banking problem. This is because the banks are facing fresh capital difficulties due to the continuing scarce of capital. That is the reason why the non-performing loans are to be dealt with effectively, so that banking operations would not be in jeopardy. One way for banks to deal with this problem is through negotiated settlement that is a credit settlement based on agreement between the Bank and the debtor who is still having good faith in settling its loans. On the other hand, a forced settlement to the bad debts still can be done through the submission of the State receivables to the local District Court in order to apply to the Court to execute the credit security object. It can also be done alternatively through the auction of the object by the Directorate General of State Wealth. The execution through the auction of fiduciary rights is in fact seldom happen. This is because wide spread perception in the society that bad debt settlement through fiduciary rights auction is so bureaucratic and a difficult process. In most cases, the object to be auctioned is difficult to be freed from a third party physical control, especially when it is jointly owned by the third party. In this case, the realization of the auction is very much problematic. In other cases, the applicant of the auction is generally not willing to make statutory declaration that he or she be responsible should there be a law suit on this matter in the Court.
This thesis will try to analyze alternative settlement of non-performing loans (bad debts) through the execution of credit security object (fiduciary rights) held by the Dir.Gen. of State Wealth (a case study at the Regional Office V of the DGSW in Bandar Lampung).
The Author concludes that the settlement of bad debts through the execution of credit security object is in reality a good way in settling the non-performing loans. This is due to the fact, that this kind of settlement is generally faster and effective. Auction document is legally an authentic act and in the same time can be used as a legal basis for the transfer of land rights or the change of owners name.
This thesis applies library research method, with juridical and normative approach to the literature and relevant legal documents. The research is reported in the form of evaluative findings and analytical conclusions. It is hoped that this study would serve as a practical recommendation for the public in settling bad debts through the auction of credit security object held by Dir. Gen. of State Wealth. At the same time, it is also hoped that this would enhance the working performance of Dir. Gen. of State Wealth in general.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T 02319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lumban Gaol, Hari Argado
"Perbankan secara umum mempunyai peran vital bagi urat nadi perekonomian, perannya dalam pembangunan sebagai alat transmisi kebijakan moneter. Secara khusus, perbankan juga berperan sangat vital dalam penyelenggaraan transaksi pembayaran, baik nasional maupun internasional. Sehingga citra perbankan dalam masyarakat menjadi sangat penting dijaga untuk menumbuhkan kepercayaan pada dunia perbankan di Indonesia. Pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan tujuan filosofis dari Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33, khususnya ayat (2) dan (3). Dengan pengertian bahwa badan usaha milik negara tersebut menguasai cabang-cabang produksi yang sangat vital bagi hajat hidup orang banyak dan untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat yang belum dapat dikelola oleh pihak swasta, dan menjadikan BUMN, baik yang berbentuk non-bank maupun bank, sebagai agen pembangunan (agent of development). Penyertaan modal, yang bersumber dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara, yang dilakukan oleh Negara melalui Pemerintah pada BUMN membawa implikasi terhadap pengelolaan kekayaan BUMN sebagai entitas badan hukum yang berdiri sendiri, sehingga menimbulkan pemahaman bahwa asset BUMN adalah asset Negara, secara otomatis piutang BUMN pun adalah piutang Negara dan pengelolaannya pun oleh Negara, bukan berdasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Tingginya tingkat kredit bermasalah (non performing loan) pada bank BUMN menimbulkan reaksi Pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, yang sebelumnya telah mendapat dasar hukum melalui Fatwa Mahkamah Agung (Fatwa MA) Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 tanggal 16 Agustus 2006, yang menekankan bahwa penyertaan modal BUMN merupakan ?pemisahaan kekayaan negara? dari APBN, sehingga pembinaan dan pengelolaannya tidak didasarkan pada sistem APBN melainkan didasarkan pada sistem perusahaan yang sehat menurut UU Perseroan Terbatas dan UU BUMN. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah tersebut diatas, maka piutang BUMN bukan lagi dianggap sebagai piutang Negara. Penanganan kredit bermasalah (NPL) bank BUMN diselesaikan menurut kebijakan bank BUMN itu sendiri dan tidak diserahkan lagi kepada Negara.

Banking in general give an important role for the economic matters, the role is as the device of the monetary policy transmission. Specifically, banking also give a vital role for the payment transaction, in national or international. Therefore, the image of the banking in society become very important to preserve the trust of the banking system in Indonesia. The philosophy of the history of the state-owned company as mentioned in Constitution years 1945, in Article 33, especially in point (2) dan (3), can be explained that the state-owned company shall dominate all the vital production for the people and to fulfill the needs of the people that can not be dominate by the privat sector, and also made the state-owned company, as well as the bank and non-bank, as the agent of development. The participation of the Capital from the Earnings and Expenditures of the National Budget (APBN) by the State through the government in the state-owned company brought an implication to the management of the asset of the state-owned company as the independent entity of the corporation, and caused a comprehension that the asset of the state-owned company belong to the asset of the state too, in automatically the account receivables of the state-owned company belong to the account receivables of the state too, and will manage by the state, not by the principal of the good corporate governance management. the increase of the non-performance loan in the state-owned bank, reacted by the government by issued the Government Regulation number 33 year 2006 regarding the Alteration of the Government Regulation number 14 year 2005 regarding the Manners of the Remission of the Account Receivables of the state/provincial, based on the instruction of the Supreme Court number WKMA/Yud/20/VIII/2006 dated 16 Agustus 2006, mentioned that the participation of the capital in the state-owned company is ?the separation of the state asset? from the APBN, therefore its management not based on the APBN system but based on the corporation system due to the Laws of Limited Liability Company and the Laws of the State-Owned Company. Thus, the account receivables of he state-owned company not belong to the State and the management of the non-performing loan of the State-Owned Company based on the policy of the State-Owned Company itself, not manage by the State anymore."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Gaol, Hari Argado
"Perbankan secara umum mempunyai peran vital bagi urat nadi perekonomian, perannya dalam pembangunan sebagai alat transmisi kebijakan moneter. Secara khusus, perbankan juga berperan sangat vital dalam penyelenggaraan transaksi pembayaran, baik nasional maupun internasional. Sehingga citra perbankan dalam masyarakat menjadi sangat penting dijaga untuk menumbuhkan kepercayaan pada dunia perbankan di Indonesia. Pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan tujuan filosofis dari Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33, khususnya ayat (2) dan (3). Dengan pengertian bahwa badan usaha milik negara tersebut menguasai cabang-cabang produksi yang sangat vital bagi hajat hidup orang banyak dan untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat yang belum dapat dikelola oleh pihak swasta, dan menjadikan BUMN, baik yang berbentuk non-bank maupun bank, sebagai agen pembangunan (agent of development). Penyertaan modal, yang bersumber dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara, yang dilakukan oleh Negara melalui Pemerintah pada BUMN membawa implikasi terhadap pengelolaan kekayaan BUMN sebagai entitas badan hukum yang berdiri sendiri, sehingga menimbulkan pemahaman bahwa asset BUMN adalah asset Negara, secara otomatis piutang BUMN pun adalah piutang Negara dan pengelolaannya pun oleh Negara, bukan berdasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Tingginya tingkat kredit bermasalah (non performing loan) pada bank BUMN menimbulkan reaksi Pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, yang sebelumnya telah mendapat dasar hukum melalui Fatwa Mahkamah Agung (Fatwa MA) Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 tanggal 16 Agustus 2006, yang menekankan bahwa penyertaan modal BUMN merupakan ?pemisahaan kekayaan negara? dari APBN, sehingga pembinaan dan pengelolaannya tidak didasarkan pada sistem APBN melainkan didasarkan pada sistem perusahaan yang sehat menurut UU Perseroan Terbatas dan UU BUMN. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah tersebut diatas, maka piutang BUMN bukan lagi dianggap sebagai piutang Negara. Penanganan kredit bermasalah (NPL) bank BUMN diselesaikan menurut kebijakan bank BUMN itu sendiri dan tidak diserahkan lagi kepada Negara.

Banking in general give an important role for the economic matters, the role is as the device of the monetary policy transmission. Specifically, banking also give a vital role for the payment transaction, in national or international. Therefore, the image of the banking in society become very important to preserve the trust of the banking system in Indonesia. The philosophy of the history of the state-owned company as mentioned in Constitution years 1945, in Article 33, especially in point (2) dan (3), can be explained that the state-owned company shall dominate all the vital production for the people and to fulfill the needs of the people that can not be dominate by the privat sector, and also made the state-owned company, as well as the bank and non-bank, as the agent of development. The participation of the Capital from the Earnings and Expenditures of the National Budget (APBN) by the State through the government in the state-owned company brought an implication to the management of the asset of the state-owned company as the independent entity of the corporation, and caused a comprehension that the asset of the state-owned company belong to the asset of the state too, in automatically the account receivables of the state-owned company belong to the account receivables of the state too, and will manage by the state, not by the principal of the good corporate governance management. the increase of the non-performance loan in the state-owned bank, reacted by the government by issued the Government Regulation number 33 year 2006 regarding the Alteration of the Government Regulation number 14 year 2005 regarding the Manners of the Remission of the Account Receivables of the state/provincial, based on the instruction of the Supreme Court number WKMA/Yud/20/VIII/2006 dated 16 Agustus 2006, mentioned that the participation of the capital in the state-owned company is ?the separation of the state asset? from the APBN, therefore its management not based on the APBN system but based on the corporation system due to the Laws of Limited Liability Company and the Laws of the State-Owned Company. Thus, the account receivables of he state-owned company not belong to the State and the management of the non-performing loan of the State-Owned Company based on the policy of the State-Owned Company itself, not manage by the State anymore."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T 02215
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Daniel P. P.
"ABSTRAK
Salah satu tugas Bank BNI selaku Bank Umum Pemerintah adalah menerima dana dari masyarakat yang berupa tabungan, deposito, atau giro dan menyalurkan dana kepada masyarakat melalui fasilitas pemberian kredit. Suatu pemberian kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh satu pihak (Bank) kepada pihak lain (Penerima Kredit), dan pihak yang menerima prestasi tersebut berjanji akan mengembalikan prestasi tersebut pada suatu masa tertentu yang akan datang yang disertai dengan contra prestasi (bunga). Dalam rangka pemberian kredit harus dibuatkan suatu perjanjian tertulis yang berbentuk Perjanjian Kredit dan ditanda-tangani sehingga mengingat dan sebagai undang-undang bagi Bank dan Penerima Kredit. Kenyataannya, pengembalian prestasi (pinjaman ) tersebut sering macet yang mana dapat disebabkan karena "tidak ada kemampuan" atau "tidak ada kemauan". Akibatnya timbul kredit macet. Dalam praktek perbankan adanya kewajiban bagi Bank - bank Pemerintah untuk menyerahkan piutang-piutang (kredit macet)-nya kepada Panitia Urusan Piutang Negara sebagaimana yang diadakan oleh UU NO. 49 Prp. Tahun 1960. Yang menjadi pokok permasalahan adalah apakah secara yuridis (hukum) penyerah- an penyelesaian masalah kredit macet kepada Panitia Urusan Piutang Negara, selaku Badan Hukum Publik, sudah tepat mengingat tujuan hukum yang utama adalah menjamin adanya kepastian hukum dan tuntutan keadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baheramsyah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah eksekusi yang dilaksanakan oleh PUPN dapat menunjang terpenuhinya pengembalian piutang negara yang macet, masalah-masalah apa saja yang timbul di dalam praktek dan apakah keputusan PUPN mengikat para debitur yang lalai (wanprestasi) atau pihak ketiga yang berkepentingan.
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dan penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, sehingga data utama yang dipergunakan adalah data sekunder. Untuk melengkapi data sekunder, juga dipergunakan data primer.
Berdasarkan hasil penelitian maka pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa didalam Undang-Undang No.49 Prp Tahun 1960, PUPN bertugas menyelesaikan piutang negara yang berasal dari kreditur negara (Instansi-Instansi Pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara) sedangkan adanya dan besarnya piutang tersebut telah pasti menurut hukum. Dalam melaksanakan tugas, PUPN dengan kuasa undang-undang diberi kewenangan untuk membuat "Pernyataan Bersama" antara Ketua PUPN dengan pihak Debitur, sifat Pernyataan Bersama mempunyai nilai seperti putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, yang eksekutabel (dapat dieksekusi), asal Pernyataan Bersama tersebut berkepala "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Selain itu PUPN juga berwenang untuk menetapkan dan melaksanakan Surat Paksa, berupa surat penetapan untuk: 1) Menjalankan sita eksekusi terhadap harta kekayaan Debitur; 2) Menjalankan penjualan lelang atas harta kekayaan Debitur yang telah disita melalui perantaraan Kantor Lelang Negara; 3) Menerbitkan Surat Perintah Pencegahan Berpergian Keluar Negeri; 4) Menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan terhadap Debitur dengan persetujuan Kepala Kejaksaan Tinggi; dan 5) Pemblokiran Benda Jaminan milik Penanggung Hutang (Debitur). Atas dasar kewenangan tersebut, maka keputusan PUPN sering dikatakan sebagai peradilan semu (quasi recht spraak) yaitu keputusan yang disamakan dengan keputusan hakim perdata yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dengan Kewenangan yang demikian besar ternyata didalam praktek sering dijumpai masalah-masalah, baik disebabkan oleh faktor ekstern maupun faktor intern. Adapun masalah-masalah tersebut yaitu: 1) Adanya peninjauan kembali terhadap kewenangan PUPN dalam membuat Surat Pernyataan Bersama, Surat Paksa, Penyitaan dan Pelelangan yang diajukan oleh debitur dan/atau pihak ketiga yang berkepentingan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, dengan tujuan agar sita dan lelang dapat ditunda atau dibatalkan; 2) Adanya penyitaan kembali oleh Pengadilan Negeri terhadap objek barang yang pengurusannya telah diserahkan atau sedang diurus oleh PUPN; 3) Adanya kesulitan pengosongan terhadap objek benda yang telah dibeli oleh pembeli lelang; 4) Adanya pembatalan penyitaan dan pelelangan, karena penerbitan Surat Paksa sebagai dasar hukum pelelangan tidak didahului dengan Pernyataan Bersama; 5) Adanya perlawanan dari istri/suami orang yang disita dan dilelang barangnya; dan 6) Adanya beberapa barang jaminan yang mendadak disita oleh Kepolisian atau Kejaksaan. Kantor Badan Pertanahan tidak mengeluarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) atau Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) untuk lelang. Masalah dokumen dan berkasberkas yang diserahkan ke PUPN tidak lengkap, juga masalah-masalah lain seperti debitur sudah meninggal dunia, perusahaannya bangkrut, dan masalah agunan yang diserahkan ke PUPN Iebih kecil dari total utangnya.
Dengan adanya masalah-masalah tersebut mengakibatkan: 1) Piutang negara yang diurus PUPN sampai saat ini belum dapat memenuhi piutang negara yang macet; 2) Telah menghambat PUPN dalam menyelesaikan piutang negara secara cepat dan efisien; dan 3) Dengan adanya keberatan dari pihak Debitur dan pihak ketiga, mengakibatkan keputusan PUPN dapat ditunda dan dibatalkan, dengan demikian kekuatan mengikat keputusan PUPN tidak bersifat maksimal.
Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan: 1) Untuk mengatasi permasalahan yang sering terjadi antara PUPN dan pengadilan sehubungan dengan penyitaan dan pelelangan, maka diperlukan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Keuangan; 2) PUPN perlu melakukan sinkronisasi dan koordinasi dengan lembaga-lembaga hukum yang ada, seperti Mahkamah Agung serta dengan instansi-instansi pemerintah lain yang terkait, seperti Bank Indonesia dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan dilakukan secara berkala, dengan agenda mencari pola (model) penyelesaian piutang negara macet; dan 3) Kewenangan PUPN untuk melakukan Sandera (Paksa Badan) dan Pemblokiran Benda Jaminan milik Debitur yang ada di bank, yang selama ini jarang digunakan, hendaknya dimanfaatkan oleh bank dengan memberikan dukungan informasi dan kalau perlu dukungan tempat dan biaya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sisca Utami Damayanti
"ABSTRAK
Permasalahan penagihan Piutang Negara kiranya sudah
lama menjadi hal yang selalu mendapat kesulitan. Kredit
yang bermasalah, sedemikian rupa banyaknya sehingga menjadi
dilema yang tidak mudah diselesaikan, oleh karena itu untuk
dapat melaksanakan pengurusan Piutang Negara ini memperoleh
hasil yang cepat dan efisien melalui ketentuan perundangundangan,
yaitu melalui Undang-Undang Nomor 4 9 Prp. Tahun
1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang
masih mempunyai kelemahan dan Pemerintah berharap, dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan, penyelesaian kredit macet yang dijamin dengan
Hak Tanggungan dapat dieksekusi melalui proses yang singkat
dan sederhana dengan biaya yang relatif murah, yang dapat
mengakomodasi perkembangan dan kebutuhan masyarakat khusus,
namun demikian Lembaga Hak Tanggungan juga masih mempunyai
kelemahan, oleh karena itu penulis mengambil pokok
permasalahan, yaitu : 1) Bagaimana pengaruh Undang-Undang
Hak Tanggungan dalam penyelesaian Kredit Macet Bank
Pemerintah melalui PUPN 2) Bagaimana pengaruh Hak Tanggungan terhadap KMK. No. 300/KMK.01/2002 tentang PUPN
dalam pelaksanaan eksekusinya. Untuk menjawab permasalahan
tersebut penulis menggunakan metode penelitian yang
bersifat deskriptif, dengan jenis penelitian normatif dan
empiris, sedang untuk analisa' data menggunakan metode
kualitatif. Hasil yang telah diperoleh : 1) PUPN lebih
cenderung menggunakan prosedur hukumnya sendiri, sebaiknya
Undang-Undang Hak Tanggungan digunakan, disebabkan Undang-
Undang PUPN, masih banyak kekurangan, seyogyanya dirubah
dan disempurnakan. 2) Dalam hal, barang jaminan Bank Milik
Pemerintah yang telah diikat oleh Hak Tanggungan masih
berdasarkan Undang-Undang Hak Tanggungan, karenanya PUPi\T
diharapkan saat mendatang membuat pengaturan tentang
eksekusi. Selain itu diperlukan untuk membuat hukum acara
eksekusi yang universal agar tidak menimbulkan pertentangan
perbedaan antara Bank pemerintah dan swasta."
2004
T37035
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widiyaningsih
"Jaminan Perorangan yang diberikan oleh pihak ketiga yang bertindak sebagai penanggung/penjamin debitur dalam pelunasan utang debitur merupakan salah satu alternatif penyelesaian kredit macet pada Bank Badan Usaha Milik Negara, manakala debitur ingkar janji (wanprestasi). Perjanjian perorangan/penanggungan tersebut bersifat asesor, dalam arti senantiasa dikaitkan dengan perjanjian pokok, sehingga dapat diartikan bahwa tak akan ada penanggungan tanpa adanya perutangan pokok yang sah. Pada Bank Badan Usaha Milik Negara sebelum dikeluarkannya PP Nomor 14 tahun 2005 tentang Cara Pengapusan Piutang Negara / Daerah, yang kemudian diubah dengan PP Nomor 33 tahun 2006 tentang Perubahan atas PP Nomor 14 tahun 2005, yang berwenang untuk menyelesaikan kredit macet adalah Panitia Urusan Piutang Negara berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Undang-undang PUPN). Tindakan eksekusi terhadap jaminan perorangan oleh PUPN merupakan upaya terakhir untuk dilakukan, setelah dilakukan terlebih dahulu upaya penyitaan terhadap barang jaminan dan harta kekayaan debitur yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan pelelangan. Apabila dalam pelaksanaan eksekusi jaminan perorangan, ternyata penanggung utang tidak beritikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya secara sukarela atau menyerahkan harta kekayaannya, maka PUPN akan melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Pencarian dan pemeriksaan (investigasi) terhadap kekayaan penanggung utang yang dapat digunakan untuk membayar utang, baik berupa barang tetap seperti tanah dan bangunan dan atau barang bergerak seperti kendaraan bermotor, tagihan/tabungan dan lain-lai; b. Pencarian data/dokumen (bukti kepemilikan) atas harta kekayaan penanggung utang melalui instansi/lembaga yang terkait, untuk digunakan sebagai pendukung dalam pelaksanaan eksekusi.

An individual guarantee provided by a third party acting as a debt guarantor/avalist in settling debtor?s debt constitute an alternative settlement for bad debts with State Owned Corporations, in case of defalt by debtor. Said individual guarantee is of the assessor type, meaning it is continually linked to a principal agreement, with the consequence that it can be defined as having no guarantee without an existing legal principal debt. The previously issued Government Regulation Number 14 years 2005 at the State Owned Corporation regarding the Writing Off Process of State/Regional Claims, which was further amended by Government Regulation Number 33 year 2006 regarding the Amendment of Government Regulation Number 14 year 2005, appointing the State Claims Affairs Committee (PUPN) as the authorized party to settle bad credits based on Law Number 49 Prp year 1960 regarding State Claims Affairs Committee (PUPN Law). Execution measure against individual guarantee by the PUPN will be effected as the last resort by the PUPN, after prior confiscation of the debtor?s collateral and assets which is further followed by its auctioning off. If during the execution of the individual guarantee, there is an indication that guarantor has no intention of a voluntary settlement of the liability or to surrender his/her assets, the PUPN shall resort to the following actions : a. investigation and examination of the guarantor?s assets that can be employed as debt payment, either consisting of fixed goods such as land and buildings or movable goods such as motorized vehicles, collections/savings and others; b. Finding data/documents (proof of ownership of guarantor/s assets through related instances/institutions to support the execution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19420
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>