Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102556 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angge Andryni
"Saat ini rumitnya prosedur kepabeanan menjadi topik pembicaraan pada perundingan-perundingan intenasional. Hal jni dikarenakan prosedur kepabeanan yang rurnit dianggap sebagai salah satu faktor pengharnbat perdagangan intemasional. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pcngaruh dari prosedur kepabeanan dengan pendekatan tiga indikator prosedur kepabeanan yaitu waktu, biaya proses dan jumlah dokumen terhadap penawaran ekspor dan pennintaan impor. Penelitian ini menggunakan model regresi berganda dengan data cross section untuk 103 negara observasi yang dilakukan pada tahun 2006.
Metode analisis yang digunakan adalah Ordinary Leas/ Square (OLS). Berdasarkan hasil estimasi diketahui bahwa pada tahun 2006, waktu yang diperlukan baik untuk proses ekspor maupun proses impor masing-masing berpengaruh signifikan negative terhadap penawaran ekspor dan permintaan impor suatu negara. Namun untuk variabel biaya tidak berpengaruh signifikan baik terhadap penawaran ekspor maupun permintaan impor sementara jwnlah dokumen., berpengaruh signifikan negatif hanya terhadap penawaran ekspor sedangkan jumlah dokumen tidak berpengaruh signifikan pada pemintaan impor.

Currently, the complexity of the customs procedures become a topic for discussion at the international negotiations. This is because the complexity of the customs procedures are considered as one of the factors barrier in international trade. This study aimed to learn of effoct from the customs procedures with three indicators approach, namely: the time required in process export and import, the cost of the process and the number of documents to export supply and import demand. This study uses regression model with cross section data for 103 countries observations in 2006.
Analysis method used was Ordinary Least Square (OLS). Based on the estimates in mind that in the year 2006, the time needed for both the export and import processes each significant negative effect on the export supply and the import demand of a country. However, the v_ariable cost is not good to have a significant effect on the export supply and the import demand. The number of documents have a significant negative effect only for export, while the number of documents is not a significant effect on import demand.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T27335
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Syariful jamil
"ABSTRAK
Garam merupakan komoditas strategis Indonesia yang permintaannya akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan garam dalam negeri dengan produksi garam domestik mendorong pemerintah untuk melakukan impor garam.
Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi volume permintaan dan efektivitas kebijakan impor garam Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode regresi data panel dari tahun 2004-2013.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap volume permintaan impor garam Indonesia yaitu: produksi garam domestik, harga garam impor, Produk Domestik Bruto (PDB) riil Indonesia, PDB riil negara sumber impor dan nilai tukar riil. Produksi garam domestik dan harga garam impor memiliki hubungan yang negatif dengan volume impor, sedangkan variabel lainnya memiliki hubungan yang positif.
Temuan lain adalah kebijakan impor yang telah dikeluarkan oleh pemerintah belum sepenuhnya efektif diterapkan pada saat studi ini dilakukan. Rekomendasi kebijakan yang seharusnya dapat diterapkan oleh pemerintah yaitu sinkronisasi data, penguatan pengawasan kebijakan impor, serta intensifikasi dan ekstensifikasi lahan untuk meningkatkan produksi garam domestik."
Jakarta: Sekretariat badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan, RI, 2017
332 BILPDG 11:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nakib Rabbani
"Salah satu kemajuan teknologi pada saat ini adalah terdapat pada bidang komunikasi yang ditandai dengan adanya berbagai macam alat komunikasi yang diciptakan untuk memudahkan sistem komunikasi bagi masyarakat dan salah satunya adalah Smartphone. Maka untuk memenuhi kebutuhan penduduk, kita harus mengimpor barang dari luar negeri sebab sebagian besar industri dalam negeri tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tesis ini membahas tentang hubungan antara PDB perkapita, IHK, Penjualan dalam negeri, Produksi dalam negeri dan Kurs terhadap Volume impor smartphone Indonesia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan data kuartalan dari tahun 2007-2015, menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Rekomendasi dari penelitian adalah mendorong pemerintah untuk setidaknya memiliki satu industri komponen untuk Smartphonoe dalam negeri. Industri yang berbasis output oriented. Dimana hal ini tidak hanya untuk menjalankan aturan mengenai TKDN, tapi juga dapat menjadi input faktor produksi bagi industry Smartphone dalam negeri.

One of the advances in technology there are now in the field of communication characterized by the wide variety of communication tools created to facilitate communication systems for the public and one of them is a Smartphone. So to meet the needs of the population, we have to import goods from abroad because the majority of the domestic industry is unable to meet domestic demand. This thesis discusses the relationship between per capita GDP, CPI, domestic sales, domestic production and the exchange rate of the volume of imports of smartphones in Indonesia.
This study uses a quantitative approach using quarterly data from the years 2007-2015, using ordinary least squares (OLS). Recommendations of the study is to encourage the government to at least one component for the Smartphone industry in the country. Based industry output oriented. Where it is not just to run the rule regarding the DCL (Domestic Content Legislation), but also can be input factors of production for the domestic Smartphone industry."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nakib Rabbani
"Salah satu kemajuan teknologi pada saat ini adalah terdapat pada bidang komunikasi yang ditandai dengan adanya berbagai macam alat komunikasi yang diciptakan untuk memudahkan sistem komunikasi bagi masyarakat dan salah satunya adalah Smartphone. Maka untuk memenuhi kebutuhan penduduk, kita harus mengimpor barang dari luar negeri sebab sebagian besar industri dalam negeri tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tesis ini membahas tentang hubungan antara PDB perkapita, IHK, Penjualan dalam negeri, Produksi dalam negeri dan Kurs terhadap Volume impor smartphone Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan data kuartalan dari tahun 2007-2015, menggunakan metode Ordinary Least Square OLS . Rekomendasi dari penelitian adalah mendorong pemerintah untuk setidaknya memiliki satu industri komponen untuk Smartphonoe dalam negeri. Industri yang berbasis output oriented. Dimana hal ini tidak hanya untuk menjalankan aturan mengenai TKDN, tapi juga dapat menjadi input faktor produksi bagi industry Smartphone dalam negeri.

One of the advances in technology there are now in the field of communication characterized by the wide variety of communication tools created to facilitate communication systems for the public and one of them is a Smartphone. So to meet the needs of the population, we have to import goods from abroad because the majority of the domestic industry is unable to meet domestic demand. This thesis discusses the relationship between per capita GDP, CPI, domestic sales, domestic production and the exchange rate of the volume of imports of smartphones in Indonesia. This study uses a quantitative approach using quarterly data from the years 2007 2015, using ordinary least squares OLS . Recommendations of the study is to encourage the government to at least one component for the Smartphone industry in the country. Based industry output oriented. Where it is not just to run the rule regarding the DCL Domestic Content Legislation , but also can be input factors of production for the domestic Smartphone industry."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maha, Eko Armando Sembiring
"Indonesia menghadapi permasalahan terkait produksi beras setiap tahun. Salah satu penyebab permasalahan tersebut yakni ketidakakuratan data produksi beras di Indonesia. Dampak dari permasalahan tersebut membuat distorsi kebijakan yang merugikan banyak pihak, baik petani, industri maupun konsumen. Berdasarkan data perhitungan terbaru BPS 2018, penelitian ini berupaya mengananalisis permintaan dan penawaran beras di Indonesia. Beberapa variabel yang digunakan yakni penawaran beras, harga beras, luas sawah, luas panen, volume impor beras, upah tenaga kerja, permintaan beras, jumlah penduduk, dan PDB per kapita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel harga beras dan luas panen berpengaruh positif terhadap penawaran beras. Harga beras dipengaruhi oleh jumlah penawaran beras dan HPP beras secara positif. Luas panen dipengaruhi oleh harga beras secara positif. Volume impor beras dipengaruhi nilai tukar Rupiah secara negatif. Permintaan beras dipengaruhi harga beras secara positif.

Indonesia faces problems related to rice production every year. One of the causes of these problems is an inaccuracy of rice production data in Indonesia. The impact of these problems makes policy distortions that causes loss to many parties, are farmers, industry and consumers. Based on the latest BPS 2018 data, this study seeks to analyze demand and supply of rice in Indonesia. Some variables are rice supply, rice price, rice field area, harvest area, rice import volume, labor wages, rice demand, population, and GDP per capita. The results showed that the variable price of rice and harvest area had a positive effect on rice supply. The price of rice is influenced by supply of rice and HPP positively. The area of rice fields is influenced by price of rice positively. The volume of rice imports is negatively affected by the Rupiah's exchange rate. The demand for rice is positively influenced by rice prices."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T51686
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rivan Helmyanda Putra
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S10451
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Roni Dwi Susanto
"Semakin pentingnya kedudukan kelapa sawit sebagai bahan baku minyak goreng dan perolehan devisa telah menyebabkan pemerintah dihadapkan pada pilihan yang sulit antara kepentingan untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok atau kepentingan untuk meningkatkan perolehan devisa, melalui ekspor crude palm oil (CPO).
Mengingat bahwa industri minyak goreng sawit Indonesia sampai saat ini masih belum berjalan dengan kapasitas penuh, bahkan menurut beberapa survei hanya berkisar 50-60 persen dari kapasitas terpasang, maka kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah meningkatkan ketersediaan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng. Untuk itu pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan, baik melalui penghapusan bea masuk maupun pengenaan pajak ekspor serta alokasi CPO kepada Badan Urusan Logistik (BULOG).
Dari gambaran intervensi pemerintah yang telah dilakukan selama ini terhadap minyak sawit Indonesia terlihat bahwa senantiasa terjadi benturan-benturan kepentingan dalam penerapan kebijakan. Dua dilema kebijakan yang dihadapi yaitu:
1. Pilihan antara pengembangan industri minyak goreng dalam negeri atau mengimpor minyak goreng dan mengekspor bahan mentah pembuatan minyak goreng (CPO) sebagai penghasil devisa;
2. Pilihan antara menggunakan instrumen minyak goreng impor atau pengaturan produksi minyak goreng dalam negeri untuk pengelolaan (stabilisasi) harga minyak goreng dalam negeri.Dilema ke dua ini langsung terkait dengan jaminan ketersediaan minyak goreng dalam negeri, dengan demikian harga minyak goreng tidak akan berfluktuasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran terhadap kondisi penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia dan pengaruhnya terhadap industri minyak goreng serta gejolak harga minyak goreng di pasar domestik. Untuk itu dalam penelitian ini diidentifikasi faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan minyak sawit domestik dan pengaruhnya terhadap harga minyak goreng. Disamping itu penelitian ini juga berupaya mengkaji kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pemerintah yang pada dasarnya bertujuan untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng. Analisis yang digunakan meliputi analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dengan pendekatan ekonometrika.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan harga bahan baku industri minyak goreng (CPO) maka harga minyak gorengpun akan naik, atau dengan kata lain harga minyak goreng berbanding lurus dengan harga CPO domestik. Secara teoritis hal ini sangat wajar, karena dengan naiknya salah satu harga input produksi maka perusahaan yang rasional akan menaikkan harga outputnya agar tetap dapat mempertahankan keuntungannya. Ditunjukkan bahwa apabila harga CPO domestik naik sebesar Rp. 1000,00 per ton maka harga minyak goreng sawit akan naik sebesar Rp. 2000,15 per ton. Hasil ini nyata pada tingkat kepercayaan di atas 90%. Sedangkan perubahan harga CPO di pasar internasional juga berpengaruh positif terhadap perubahan harga minyak goreng. Berdasarkan hasil regresi ditunjukkan bahwa kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar US$ 1 per ton akan menaikkan harga minyak goreng sebesar Rp. 0.42 per ton, cateris paribus.
Harga minyak goreng berhubungan negatif dengan penawaran CPO domestik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa apabila pasokan CPO di pasar domestik meningkat maka akan dapat menurunkan harga minyak goreng sawit. Apabila penawaran CPO di pasar domestik meningkat sebesar 1 ton maka harga minyak goreng akan dapat turun sebesar Rp. 0,11 per ton, cateris paribus. Apabila pasokan CPO berkurang, maka produksi minyak goreng berkurang yang pada gilirannya menyebabkan minyak goreng di pasaran menjadi berkurang sehingga memicu kenaikan harga minyak goreng.
Bagi produsen CPO rangsangan untuk mengekspor CPO lebih menarik dibandingkan dengan kewajiban mereka dalam memenuhi kebutuhan domestik. Walaupun telah ditetapkan pajak ekspor, selama kegiatan ekspor masih memberikan keuntungan yang lebih besar daripada menjual di dalam negeri maka produsen CPO akan berusaha untuk mengekspor. Sehingga sering ditemukan ekspor CPO secara illegal. Dengan demikian catatan jumlah ekspor resmi berbeda dengan kenyataan aktual CPO yang dilarikan ke luar negeri yang cenderung lebih besar dari catatan volume ekspor. Sehingga jumlah CPO yang dipasok di dalam negeri berkurang lebih besar dari jumlah CPO yang diekspor.
Semakin meningkatnya kebutuhan minyak goreng masyarakat, maka kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng juga meningkat. Dari hasil pengujian ditunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan permintaan bahan baku CPO untuk industri minyak goreng maka akan diikuti dengan kenaikan jumlah penawaran CPO di pasar domestik, walaupun kenaikan penawaran CPO di pasar domestik tidak sebesar permintaan CPO. Apabila permintaan CPO untuk industri minyak goreng meningkat sebanyak 10 ribu ton maka penawaran CPO domestik juga akan meningkat tetapi hanya sebesar 2,1 ribu ton, cateris paribus. Oleh karena itu untuk menutupi kesenjangan lonjakan permintaan tersebut, pemerintah seringkali harus campur tangan guna menjamin ketersediaan pasokan CPO.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi CPO adalah melalui pembukaan areal perkebunan kelapa sawit. Pengukuran terhadap pengaruh perubahan variabel luas areal perkebunan kelapa sawit terhadap penawaran CPO domestik menunjukkan bahwa apabila terjadi pertambahan areal perkebunan kelapa sawit seluas 1000 hektar maka akan terjadi kenaikan penawaran CPO di pasar domestik sebesar 2,13 ribu ton CPO, cateris paribus. Data Ditjen Perkebunan (1998) menunjukkan bahwa dari areal perkebunan kelapa sawit seluas 2,79 juta hektar-dihasilkan 5.64 juta ton CPO atau rata-rata satu hektar perkebunan kelapa sawit menghasilkan 2.02 ton CPO.
Untuk variabel kebijakan pemerintah tentang produksi dan tata niaga minyak sawit terlihat bahwa dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah sejak tahun 1979 telah berhasil meningkatkan penawaran minyak sawit domestik (berpengaruh positif). Akan tetapi pengaruhnya belum dapat memberikan dampak yang berarti dalam menjamin ketersedian pasokan CPO di pasar domestik, karena dengan adanya kebijakan tersebut penawaran CPO domestik hanya meningkat sebesar 199,84 ribu ton dalam kurun waktu 19 tahun.
Ketidakefektifan kebijakan pemerintah dalam menjamin ketersediaan CPO untuk keperluan industri minyak goreng dalam negeri menyebabkan harga minyak goreng senantiasa mengalami gejolak. Kebijakan pemerintah melalui instrumen alokasi CPO dalam negeri dan alokasi CPO untuk ekspor hanya bertahan dalam jangka pendek. Disamping itu kebijakan tersebut harus dibayar cukup mahal karena dalam jangka panjang menghambat promosi ekspor dan dalam jangka pendek menurunkan perolehan devisa negara melalui ekspor CPO.
Upaya stabilisasi harga minyak goreng melalui mekanisme alokasi dan penetapan harga bahan baku dinilai banyak kalangan tidak efektif. Dapat dikemukakan beberapa faktor sebagai penyebabnya, seperti:
a. Permintaan dunia terhadap minyak sawit (CPO) terus mengalami peningkatan dan harga di pasar internasional juga meningkat cukup pesat.
b. Secara operasional mekanisme alokasi CPO produksi PTP melalui KPB (Kantor Pemasaran Bersama) tidak lagi banyak pengaruhnya pada pemenuhan kebutuhan bahan baku industri minyak goreng.
c. CPO tidak hanya digunakan oleh industri minyak goreng. Penggunaan CPO untuk bahan baku industri lain (bukan industri minyak goreng) dalam negeri juga terus meningkat. Jenis industri tersebut antara lain adalah margarin, sabun dan oleokimia.
d. Mekanisme alokasi dan penetapan harga CPO yang disertai operasi pasar minyak goreng pada saat-saat tertentu (seperti menjelang tahun baru, bulan puasa dan lebaran) menyebabkan margin keuntungan produsen minyak goreng sangat tipis.
e. Harga CPO akan cenderung tetap tinggi karena permintaan domestiknya lebih besar daripada kapasitas produksi CPO.
Dari hasil perhitungan elastisitas harga CPO internasional terhadap penawaran CPO domestik menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar 1% akan menurunkan penawaran CPO domestik sebesar 0,32%.
Harga CPO internasional berpengaruh negatif terhadap penawaran CPO domestik, ditunjukkan dengan nilai dugaan parameter sebesar -0.69, yang berarti apabila terjadi kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar 1 dollar US maka penawaran CPO domestik akan turun sebesar 0.69 ribu ton.
Dari hasil pendugaan dapat dinyatakan bahwa permintaan CPO domestik searah dengan jumlah produksi minyak sawit. Permintaan minyak sawit domestik sangat dipengaruhi oleh tingkat produksi minyak goreng sawit walaupun tidak dapat diabaikan permintaan CPO oleh industri margarin dan sabun yang konsumsinya meningkat di atas 15% dari tahun ke tahun.
Pertumbahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan per kapita, berpengaruh positif terhadap permintaan minyak sawit domestik, hal ini ditunjukkan oleh koefisien yang bertanda positif sebesar 0.003 yang berarti setiap kenaikan penduduk 1.000 orang akan meningkatkan permintaan minyak sawit domestik sebesar 3 ton. Sedangkan hasil pendugaan parameter untuk pendapatan per kapita terhadap permintaan minyak sawit domestik sebesar 0,0006 menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan pendapatan per kapita sebesar Rp. 1000 maka akan meningkatkan permintaan CPO domestik sebanyak 0,6 ton, dan sebaliknya.
Dalam jangka pendek, kebijakan yang berorientasi pada pengembangan industri minyak goreng dalam negeri jelas lebih buruk dalam hal perolehan devisa. Hal ini terjadi karena dalam jangka pendek, kebijakan ini bersifat sebagai subtitusi impor, sehingga akan menurunkan penerimaan ekspor. Disamping itu, kebijakan ini mungkin saja kurang efisien dalam jangka pendek karena teknologi dan manajemen industri pengelolaan pada umumnya belum dapat dikuasai dengan baik.
Namun demikian, faktor negatif kebijakan yang berorientasi pada pengembangan industri minyak goreng dalam negeri mestinya dapat diatasi dalam jangka panjang. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong industri minyak goreng untuk terus menerus meningkatkan efisiensinya. Dalam kaitan ini, strategi yang perlu ditempuh adalah pemberian insentif dan kemudahan (proefisiensi) dalam proses produksi, bukan proteksi. Salah satu bentuk kebijakan yang bersifat proefisiensi ialah penghapusan berbagai faktor yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi seperti perizinan usaha dan biaya-biaya non-fungsional. Bila hal ini dapat dilakukan, maka, dalam jangka panjang industri minyak goreng dalam negeri akan berubah dari industri yang bersifat subtitusi impor menjadi industri yang bersifat promosi ekspor."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T7501
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafi`i
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit, baik dari sisi penawaran maupun permintaan. Data yang digunakan dalam kajian empiris ini merupakan data runtun waktu triwulanan periode 1993:3 sampai dengan 2004:2 atau 44 observasi. Alat analisis yang digunakan adalah maximum likelihood estimation dengan switching regression.
Hasil estirnasi memberikan informasi bahwa seluruh variabel independen yang digunakan memiliki koefisien yang sesuai dengan hipotesis penelitian dan seluruh variabel independen berpengaruh signifikan terhadap penawaran dan permintaan kredit.
Berdasarkan pengujian diketahui bahwa lambatnya pertumbuhan kredit perbankan setelah mengalami penurunan yang cukup tajam pada saat krisis moneter merupakan salah satu faktor yang menyebabkan proses pertumbuhan ekonomi belum dapat kembali pada tingkat sebelum krisis.
Sebelum krisis moneter, terdapat kecenderungan terjadinya ekses permintaan kredit (excess demand equilibria), yaitu realisasi kredit dipengaruhi oleh sisi penawaran. Ekses permintaan kredit ini tarjadi karena kondisi makro ekonomi cukup kondusif sehingga mendorong dunia usaha untuk mengajukan permintaan kredit, yang tidak diimbangi dengan penawaran kredit dalam jumlah yang sebanding. Sementara itu, mulai akhir 1999 s.d tahun 2004 terdapat kecenderungan terjadinya ekses penawaran kredit (excess supply equilibria), yang artinya realisasi kredit dipengaruhi oleh sisi permintaan. Ekses penawaran kredit ini antara lain dikarenakan tingginya suku bunga kredit yang diperhitungkan oleh perbankan dan kondisi nilai tukar yang belum stabil. Selain itu juga diketahui bahwa permintaan kredit lebih sensitif terhadap suku bunga dibandingkan dengan penawaran kredit.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T20253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucia Wenny Widjajanti
"Sebagai salah satu komoditas penting yang dibutuhkan masyarakat, kestabilan harga merupakan salah satu hal yang periu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pada periode 1980-1997 (kebijakan monopoli BULOG/Badan Urusan Logistik), harga gula meningkat stabil. Sedangkan pada periode sesudahnya (1998-2004), harga guia berfiuktuasi. Meskipun pemerintah melakukan intervensi melaiui kebijakan, namun harga yang terjadi tetap melalui mekanisme pasar yaitu interaksi permintaan dan penawaran. Secara umum, permintaan gula tidak dapat dipenuhi seluruhnya dari :produksi gula dalam negeri, sehingga Indonesia harus mengimpor gula. Permintaan gula secara nasional diperkirakan akan terus meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk, dan konsumsi gula. Sedangkan penawaran gula terdiri dari produksi gula dalam negeri dan impor guia. Peningkatan produksi gula dalam negeri perk] dilakukan untuk mendukung swasembada gula di tahun 2007 untuk gula konsumsi rumah tangga, dan tahun 2009 untuk total konsumsi gula. Secara teoritis harga gula akan ditentukan oleh berbagai faktor yang menentukan perubahan-perubahan terhadap penawaran dan permintaan gula dalam negeri. Faktor-faktor yang mempengaruhi masing-masing sisi tersebut menjadi menarik untuk dipelajari, karena selain karakteristik struktur pasar gula di Indonesia bersifat oligolpoii, pemerintah juga melakukan kebijakan di bidang pergbaaan yang mengalami perubahan dari tahun ke tahun.
Permintaan gula dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan harga gula dalam negeri. Impor gula dipengaruhi oleh produksi guia dalam negeri, dan kebijakan bea masuk impor gula. Harga gula dalam negeri dipengaruhi oleh permintaan gula, dan kebijakan harga provenue/dana talangan pembelian gula petani. Penawaran gula terdiri dari produksi gula dan impor gula. Produksi tebu merupakan perkalian antara luas lahan dengan produktivitas tebu, dan produksi gula diperoleh dari perkalian antara produksi tebu dan rendemen.
Melalui pengujian ekonometrika, maka dapat disimpulkan bahwa selama periode kebijakan monopoli BULOG (1980-1997) permintaan gula, impor gula, maupun harga gula dalam negeri mengalami peningkatan yang cukup stabil, dibandingkan periode setelah monopoli BULOG (1998-2004). Kebijakan yang dijalankan pemerintah selama tahun 1980-2004 antara lain kebijakan harga provenue/dana talangan pembelian gula petani, yang merupakan kebijakan penting dalam upaya mengendalikan harga gula dalam negeri, dimana pemerintah menetapkan "harga dasar" gula di tingkat produsen. Namun pemerintah perlu menyesuaikan besaran nilai rupiah yang tepat sesuai dengan keadaan Indonesia.
Berdasarkan faktor produksi gula, Program Akselerasi Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula Nasional yang berdampak positif pada peningkatan hasil tebu dan produktivitas hablur di tahun 2004, tetap dilanjutkan dengan meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian terutama untuk mengembangkan teknologi varietas tebu unggul dan teknologi mesin pabrik.
Sedangkan faktor kebijakan bea masuk impor gula dilakukan utnuk membatasi jumlah impor gula yang masuk ke Indonesia. Namun, tarif bea masuk impor gula Indonesia masih Iebih rendah dibanding negara-negara lain. Untuk itu pemerintah perlu mempertimbangkan untuk menaikkan tarif bea masuk impor tersebut, namun hares secara hati-hati dan didahului dengan kajiab Iebih mendalam dan komprehensif."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>