Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85624 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tania Permatasari
"Hidup bersama sangat penting di dalam masyarakat. Akibat paling dekat ialah bahwa dengan hidup bersama antara dua orang manusia ini mereka sekedar menyendirikan diri dari anggota-anggota lain masyarakat. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 Undang-undang Perkawinan). Membentuk keluarga yang bahagia erat hubungannya dengan keturunan yang merupakan pula tujuan dari perkawinan, sedangkan pemeliharaan dan pendidikan anak menjadi hak dan kewajiban dari orang tua. Namun dalam kenyataannya sekarang ini masih banyak suami-istri yang bercerai. Perceraian merupakan upaya atau jalan keluar terakhir dalam menyelesaikan perselisishan dalam perkawinan. Dan perceraian adalah sesuatu yang dibenci oleh Tuhan. Akan tetapi menjadi diperbolehkan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor atau sebab-sebab tertentu. Akibat perceraian akan berpengaruh terhadap hubungan suami-istri, anak, harta bersama dan nafkah. Semuanya itu harus difikirkan oleh mereka yang bercerai. Pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah apakah penyebab putusnya hubungan perkawinan dalam Putusan Nomor 270/Pdt.G/2001/PN.JKT.BAR berdasarkan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975? Bagaimana penerapan pada Pasal 37 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang berkaitan dengan harta bersama karena perceraian? Dan bagaimana proses pembuatan perjanjian pembagian harta bersama yang dibuat oleh Notaris dan akibat hukum yang timbul dari perjanjian pembagian harta bersama tersebut? Kemudian dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif. Macam bahan hukumnya atau sumber/jenis data sekunder yang dipakai dalam penulisan ini, meliputi bahan hukum primer, terdiri Undang-undang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, yurisprudensi. Bahan hukum sekunder, terdiri buku-buku hukum. Dan bahan hukum tersier, terdiri abstrak, ensiklopedi, kamus, dan penerbitan pemerintah. Sedangkan metode analisa data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Kesimpulan yang diperoleh dari penulisan ini adalah bahwa antara penggugat dan tergugat telah bercerai dengan sebab-sebab yang telah sesuai dengan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, dan harta bersama karena perceraian dapat diatur menurut hukumnya masing-masing (hukum agama/hukum adat/hukum lainnya), serta perjanjian pembagian harta bersama untuk dinyatakan otentik maka dibuat oleh Notaris yang berwenang.

Living together is very important in the community. The proximate consequence of living together between a man and a woman is not just segregating from the other members of the community. Marriage is a material and conjugal bond between a man and a woman as a married couple intended to form a happy and everlasting family (household) based on the One Supreme God (Article 1 of Law Of Marriage). Forming a happy family highly relates to descent being the purpose of marriage and parent is responsible for raising and educating their child(-ren). But, in fact, many married couples are divorced now. Divorce is the last effort or solution to settle marital dispute and something God hates but allows due to factors or causes. Divorce will influence marital status, child(-ren), joint property and conjugal rights. Those intending to divorce have to think of the same. The main problem in this thesis is what the causes of separation of marital relationship in a Judgment Number 270/Pdt.G/PN.JKT.BAR based on Article 9 of Government Regulation Number 9 Of 1975?. How the application of Article 37 of Law Number 1 Of 1974 relates to joint property due to divorce? where the joint property is stipulated according to the respective laws. ?The respective laws? mean religious law, traditional law, other laws. And how the process of drawing up joint property division agreement before a Notary Public and legal consequences arising from the joint property division agreement?. After that in this study, the writer uses normative law bibliographic study methods. Laws material kind its or source / secondary data type that is used in this writing, covering primary law materials, consisting of Law of Marriage, Government Regulation Number 9 Of 1975, jurisprudence. Secondary legal materials consist of law books. And tertiary law material, consist abstractedly, encyclopaedia, dictionary, and government publication. In analyzing this case, the writer uses qualitative analytical methods by connecting the case to the theories contained in legal materials. Conclusion in this thesis is that the plaintiff and the defendant divorced with the causes complying with Article 19 of Government Regulation Number 9 Of 1975, and joint property due to divorce can be stipulated according to the respective laws (religious law/traditional law/other laws), and joint property division agreement is drawn up before a Notary Public for authentication."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27458
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Indra Darmawan
"Permasalahan harta bersama dalam perkawinan tidak mudah untuk diselesaikan. Meskipun, pembagian harta bersama telah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan namun hal itu dirasa belum cukup. Terkadang dalam penyelesaian sengketa harta bersama di kehidupan masyarakat ditemukan masalah yang beragam dan kompleks. Salah satu permasalahan tersebut adalah harta bersama yang diperoleh dari usaha dan dana pribadi istri yang diperoleh selama masa perkawinan dan terhadap harta tersebut diputuskan sebagai harta pribadi istri. Penulis merasa tertarik untuk meneliti pembagian harta bersama yang diperoleh dari istri dalam masa perkawinan. Berdasarkan latar belakang tersebut, bagaimanakah penyelesaian sengketa harta bersama yang diperoleh dari istri dalam perkawinan. Metode penelitian yang digunakan Penulis adalah yuridis normatif yang menekankan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku disertai sumber literatur lainnya. Undang-Undang Perkawinan menganut asas seimbang dalam perkawinan sehingga pada pembagian harta bersama tidak membedakan pihak mana yang memperolehnya. Dengan tidak adanya perjanjian perkawinan dalam perkawinan seseorang, pembagian harta bersama dibagi secara rata antara mantan istri dan mantan suami. Namun, pembagian harta bersama tersebut tidaklah mutlak melainkan juga mempertimbangkan kontribusi masing-masing pihak dalam memperolehnya.

The issue of joint property in marriage is not easy to resolve. Although, the division of joint property has been regulated in the Marriage Law, it is not enough. Sometimes in the settlement of joint property disputes in community life, diverse and complex problems are found. One of these problems is joint property obtained from the wife's personal efforts and funds obtained during the marriage period and the property is decided as the wife's personal property. The author is interested in examining the division of joint property obtained from the wife during the marriage period. Based on this background, how is the settlement of disputes over joint property obtained from wives in marriage. The research method used by the author is normative juridical which emphasises the applicable laws and regulations accompanied by other literature sources. The Marriage Law adheres to the principle of balance in marriage so that the division of joint property does not distinguish which party obtains it. In the absence of a marriage agreement in a person's marriage, the division of joint property is divided equally between the former wife and the former husband. However, the division of joint property is not absolute but also considers the contribution of each party in obtaining it."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nilla Ayu Pratiwi
"Karena perkawinan merupakan perbuatan hukum, putusnya perkawinan pun menimbulkan akibat hukum. Salah satu akibat dari putusnya perkawinan adalah mengenai pembagian harta bersama. Pembagian harta bisa diajukan bersamaan dengan gugatan cerai. Dalam hal di dalam gugatan cerai tidak menyebutkan tentang pembagian harta, harus diajukan gugatan baru mengenai pembagian harta setelah putusan cerai dikeluarkan oleh pengadilan. Hal ini menjadikan proses perceraian menjadi lambat dan berlarut-larut. Untuk menyiasatinya, suami istri yang sudah sepakat akan pembagian harta biasanya membuat perjanjian pembagian harta sebelum perceraian. Permasalahan dalam tesis ini yaitu keberadaan pengaturan dan kekuatan mengikat dari perjanjian pembagian harta sebelum perceraian. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dengan data utama yang digunakan yaitu data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Simpulan berdasarkan permasalahan di atas adalah terkait dengan perjanjian pembagian harta sebelum perceraian, tidak ditemukan peraturan yang eksplisit baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Undang-Undang Perkawinan dan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan. Karena tidak dijelaskan dengan gamblang tentang diperbolehkan atau dilarang, maka dapat diartikan perjanjian pembagian harta itu dimungkinkan asalkan memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian. Perjanjian yang dibuat dengan memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian tentulah berlaku sebagai undang-undang bagi pembuatnya, dan karenanya bersifat mengikat. Untuk mencegah adanya pihak yang beritikad tidak baik dengan cedera janji di kemudian hari, sebaiknya perjanjian pembagian harta sebelum perceraian dibuat dengan akta notariil dan disampaikan ke pengadilan agar dapat dimasukkan ke dalam putusan pengadilan.

Since marriage is a legal act, legal separation or divorce also creates legal consequences, one of them is the divison of marital property. The division of marital property and divorce can be filed at the same time. When a division of property were not mentioned in the divorce suit, a new lawsuit regarding that matter is needed after divorce judgement issued by the court. This makes the divorce process to be slow and protracted. As a solution, husband and wife who had agreed to the division of property usually make arrangements before the divorce. Problems in this thesis are the existence of regulation and the binding force of a division of marital propery rsquo s agreement before divorce. Library research method is used in conducting the research.
Conclusions based on the problems above are regarding of the division of property agreement before the divorce, there are no explicit regulations either in the Kitab Undang Undang Hukum Perdata, Undang Undang Perkawinan or Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Perkawinan. Because it is not clearly explained wether it rsquo s allowed or prohibited, it means the division of property agreement was possible as long as it meets the terms of the validity of the agreement. Agreements are made in compliance with the terms of the validity of the agreement would have been valid as legislation for the author, and therefore binding. To prevent tort liability later in the day, preferably division of marital property rsquo s agreement before divorce has to be made by notary and submitted to the court in order to be incorporated into the judgment.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delicia Gemma Syah Marita
"Perkawinan menimbulkan akibat hukum bagi harta kekayaan yang diperoleh diantara mereka baik sebelum maupun selama perkawinan berlangsung. Permasalahan yang menjadi fokus kajian dalam tesis ini adalah: Bagaimanakah menggolongkan harta yang diperoleh setelah putusnya perkawinan, Bagaimana akibat hukum dari hata bersama yang belum dilakukan penyelesaian pembagian setelah putusnya perkawinan, dan Bagaimana pertimbangan hukum hakim di dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 290/Pdt.G/2013/PN.Mdn. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analitis dengan metode pendekatan yuridis normatif.
Hasil penelitian diketahui bahwa:
1. Dalam menggolongkan harta yang diperoleh setelah putusnya perkawinan wajib memperhatikan ruang lingkup harta bersama, diantaranya yaitu harta yang dibeli selama perkawinan, harta yang dibeli dan dibangun sesudah perceraian yang dibiayai dari harta bersama, harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama masa perkawinan, penghasilan harta bersama dan harta bawaan, segala penghasilan pribadi suami istri.
2 Akibat hukum dari harta bersama yang belum dilakukan penyelesaian pembagian setelah putusnya perkawinan adalah, apabila terdapat harta yang tidak dapat dibuktikan perolehannya maka akan tergolong menjadi harta bersama.
3. Dalam hal ini hakim telah mengadili sesuai dengan hukum yang berlaku. Walaupun tanah sengketa dibeli oleh istri setelah suaminya meninggal, tetapi tanah tersebut dibeli dengan menggunakan hasil keuntungan yang didapat dari usaha bersama dengan suaminya. Maka dari itu harta tersebut otomatis tergolong sebagai harta bersama. Disarankan perlu adanya putusan yang memberikan kepastian hukum mengenai pemilikan harta perkawinan yang diperoleh setelah pasangan hidup meninggal dunia.

A marriage creates a legal implication to the property that is obtained between the two before and throughout the period of marriage. The problem that will be the research focus of this thesis is how to classify the property that is obtained after the end of a marriage What is the legal implication of a community property, which division has not been settled after the end of a marriage And what were the Judge rsquo s legal considerations in the Medan District Court verdict number 290 Pdt.G 2013 PN Mdn This research is a descriptive analytic research with an approach method of yuridis normative.
The result of this research finds that:
1. In classifying property that is obtained after the end of a marriage, it is compulsory to pay attention to the scope of the community property, such as a property that is purchased throughout the marriage a property that is purchased and built after the end of a marriage that is sponsored by a community property a property that can be validated to be acquired throughout the period of marriage income from a community property and innate property all private property of husband and wife.
2 The legal implication of a community property, which division has not been settled after the end of a marriage, if consisted of a property of which acquisition cannot be validated, is to be classified as a community property.
3. In this case, judge has ruled according to the law. Even though the land of dispute was purchased by the wife after her husband was deceased, the land was purchased using the profit obtained by a business that was started together with the husband. Therefore, the property is consequently classified as a community property. It is advised that there should be a ruling, which gives a legal certainty of the ownership of the marital property after the decease of a spouse."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49241
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Taufik
"Putusnya hubungan perkawinan karena penceraian membawa akibat hukum yang salah satunya masalah harta bersama. Selama perkawinan suami istri berjalan dengan harmonis, mereka tidak mempermasalahkan harta bersama. Tetapi prakteknya sering terjadi salah satu pihak ingin memperoleh bagian yang lebih besar atau mungkin salah satu pihak hanya mengambil keuntungan saja dari perkawinan itu, bahkan ingin menguasai sendiri atas harta bersama setelah terjadi perceraian. Dari uraian tersebut, timbul masalah bagaimana pembagian harta bersama akibat putusnya perkawinan karena perceraian menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. apa akibat hukum dari pembagian harta bersama yang tidak sesuai dengan Undang-undang. Apakah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 41/T/79.G sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Penulisan Tesis ini menggunakan metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Jenis data yang digunakan data sekunder. Meetode penelitian adalah metode kwalitatif sehingga menghasilkan data yang evaluatif sekunder. Mengenai harta bersama diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 37 UU No. 1 Tahun 1974 yang menyebutkan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bebrsama. Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Apabila perkawinan putus karena penceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Pembagian harta bersama yang tidak sesuai dengan Undang-undang maka akan merugikan salah satu pihak yaitu suami atau isteri dan juga kepentingan pihak ketiga. Dalam hal suami atau isteri yang merasa dirugikan dengan pembagian harta setelah penceraian tersebut dapat mengajukan gugatan atau banding ke Pengadilan Tinggi. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No. 4l/T/7 9.G kurang memperhatikan apakah tanah yang terletak di Jalan Dewi Sertika Nomor 186 Jakarta Timur telah diperjualbelikan atau belum. Karena dengan melihat bukti Akta Jual Beli yang dibuat dihadapat Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang dan jual beli tersebut dilakukan sebelum terjadi perceraian, maka jual beli tersebut sah menurut Undang-Undang. Jadi harta tersebt merupakan harta bersama walaupun dijual kepada anaknya sendiri.

The end of a marriage relationship which is due to the couple?s decision to divorce could bring about several legal consequences, one of which is concerning the partition of the collective assets they earned during the marriage period. Despite the fact that as long as the couple make a harmonic life in their marriage life, they tend not to show concern on the partition of the assets, in reality many cases show that after a divorce, one of the couple usually intends to get more parts, or in some extreme ones, the whole part of the assets they should part between them. Such cases have inspired the creation of the law regulating the partition of collective assets in a broken marriage due to divorce, named Law No.l Year 1974. This thesis intends to identify the legal consequence of a collective property partition which is not in accordance with the Law, and whether the East Jakarta State Court?s Decision No.41/T/79.G has been in accordance with the applicable law in Indonesia. This thesis applies the juridical normative library study, while the data used is the secondary one.
The research method applied in this research is the qualitative one, which leads to an evaluative-analytical data. The matters concerning collective assets partition is regulated in the Article 35 to 37 of the Law No.l Year 1974 which states that the assets earned during the marriage period are considered as collective assets. Concerning this, either the husband or wife is allowed only to act after there is agreement between them. An unfair partition would cause harm on the interest of either the husband, wife, or the third party. In case such a circumstance happens, the harmed party has right to sue or even to make an appeal to the High Court. The decision of the East Jakarta State Court No. 41/T/79.G is considered as not sufficiently well informed whether the status of the land situated in Jalan Dewi Sartika No.l86 East Jakarta has been traded or yet. Considering that the sale-purchase certificate was made before the presence of a Notary (Land Certificate Maker Official), thus the transaction is considered as valid according to the law. Therefore, the asset is considered as a collective asset even though in case it is sold to the couple?s own child.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T37060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonia Regita Irawan
"Perkawinan akan menimbulkan suatu akibat hukum terhadap hadirnya harta bersama. Harta bersama dalam hal ini tidak hanya mencakup aktiva, namun juga mencakup pasiva atau utang bersama. Tidak jarang apabila terdapat suatu objek berupa harta bersama yang dijadikan sebagai jaminan untuk suatu utang bersama berupa perjanjian kredit yang dilakukan dengan pihak bank. Apabila objek yang hendak dijadikan jaminan berupa tanah beserta dengan bangunan di atasnya, maka pembebanan jaminan dapat dilakukan dengan lembaga jaminan hak tanggungan. Suatu permasalahan akan timbul ketika perkawinan harus berakhir karena adanya perceraian. Sama halnya dengan perkawinan, perceraian pun akan menimbulkan suatu akibat hukum terhadap harta dan utang bersama. Setelah perceraian, harta dan utang bersama seharusnya dibagi dengan besaran yang sama untuk suami dan istri. Akan tetapi, dalam praktiknya bisa saja terdapat salah satu pihak yang hanya menginginkan harta bersama tanpa mengingat bahwa harta sebagaimana dimaksud masih menjadi objek jaminan atas utang bersama berupa perjanjian kredit yang pernah dilakukannya. Keadaan demikian pun sejatinya tercermin dalam Putusan Nomor 130/Pdt.G/2019/PN Kpg. Dalam menganalisis keadaan demikian, Penulis menggunakan metode penelitian doktrinal sehingga menghasilkan penulisan yang bersifat deskriptif analitis. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa pembagian harta bersama yang objeknya masih menjadi jaminan untuk utang bersama tidak selalu dibagi dengan bagian yang sama besarnya untuk suami dan istri ketika mereka bercerai. Keadaan demikian jelas berbeda dengan ketentuan pembagian harta bersama dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Marriage will have legal consequences on the presence of joint marital property. Joint marital property in this case does not only include assets but also includes liabilities or joint debts. It is not uncommon for there to be an object in the form of joint marital property that is used as guarantee for a joint debts in the form of a credit agreement with the bank. If the object to be used as a guarantee is in the form of land along with the building on it, then the guarantee can be done with the institution of mortgage rights. A problem will arise when a marriage must end due to divorce. Similar to marriage, divorce will also have legal consequences on joint assets and debts. After divorce, joint assets and debts should be divided equally for husband and wife. However, in practice, there can be one party who only wants the assets without considering that the property in question is still an object of guarantee for joint debt in the form of a credit agreement. This situation is reflected in Decision Number 130/Pdt.G/2019/PN Kpg. In analyzing this situation, the author uses a doctrinal research methods to produce analytical descriptive writing. The results of the research show that the division of joint marital property whose object is still guaranteed for joint debt is not always divided into equal parts for the husband and wife when they divorce. This situation is different from the provisions on the division of joint property in Law No. 1 of 1974 concerning Marriage and the Civil Code."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephany Marisa Endianita
"Harta bersama dalam perkawinan adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung tanpa mempermasalahkan darimana harta tersebut berasal. Jika salah satu pihak ingin mengalihkan harta bersama maka hams mendapat persetujuan dari pasangannya. Hal ini tidak menjadi masalah apabila perkawinan berjalan sesuai dengan maksud dan tujuan dari perkawinan yaitu membentuk suatu mmah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun dalam kenyataanya perkawinan terkadang tidak berjalan dengan baik sehingga berakhir dengan perceraian. Salah satu akibat dari perceraian yang sering menjadi masalah adalah mengenai pembagian harta bersama.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai pengaturan harta bersama dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan akibat hukum dari harta bersama yang tidak dibagi apabila setelah terjadi perceraian salah satu pihak mengalihkan harta bersama tersebut pada putusan Mahkamah Agung Nomor 2301 KlPdtJ2007 dan putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 552IPdt.G/2013lPn.Dps. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang-undangan dan buku yang berkaitan dengan perkawinan.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa dalam hal terjadi perceraian mengenai harta bersama diatur menurut hukum yang berlaku pada saat suami istri melangsungkan perkawinan. Jika pembagian harta bersama diajukan ke pengadilan maka Majelis Hakim yang memutus perkara mendasarkan pertimbangan hukumnya pada Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia karena dalam UU No. 111974 maupun peraturan pelaksanaannya tidak mengatur lebih lanjut mengenai pembagian harta bersama. Akibat dari harta bersama yang tidak dibagi setelah terjadi perceraian dan harta bersama tersebut dialihkan kepada pihak lain tanpa persetujuan pasangannya maka hakim diberikan kewenangan untuk dapat memberikan putusan yang waj ar dan adil.

Marital property is everything earned or acquired by either spouse during marriage regardless of who paid for it. Property jointly owned by husband and wife cannot be diverted nor sold by one without the consent of the other. In this case, marital property would not be a problem at the beginning because the purpose of getting married is to live happily and the love that each other and to the almighty god. But in the event that the marriage has come to an end, the problems after that is who owns what during the marriage.
The objective of this research is to dig deeper about the regulations of marital property in Law Nomor 1 of 1974 concerning Marriage and the consequential damages if the marital property is not properly divided or diverting the status of the property (analyzing Decision of Mahkamah Agung Nomor 2301K1Pdtl2007 and Decision Court Of Denpasar Nomor 552IPdt.G/2013lPn.Dps. This research is using a yuridis normative research method using secondary data, data for this research were collected and obtained by looking through regulations and books about marriage.
On the basis of the result of this research, it can be concluded that if the marriage ends in divorce, the problems about marital property should be solved according to the laws where the marriage took place. However, if either spouse file for marital property distribution the court will decide and considerate, based on the Supreme Court of Republic of Indonesia Juresprudence. Because neither in Law Nomor 1 of 1974 concerning Marriage nor the implementing regulations states on how the marital property should be divided. Therefore, the judge is given the authority to give a fair and acceptable verdict concerning the marital property due to divorce and diverted to other parties without the consent of the other.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43977
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Perceraian dari perkawinan campuran mempunyai akibat
lebih luas dibandingkan perceraian dari perkawinan pada
umumnya. Sebelum Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006, anak
dari hasil perkawinan campuran tidak mendapatkan
perlindungan hukum dari negara, apalagi bila perkawinan
dilakukan antara laki-laki warga negara asing dengan wanita warga negara Indonesia. Dengan dikeluarkannya Undang-undang kewarganegaraan maka bagaimanakah akibat terhadap anak dan harta bersama dari perkawinan campuran apabila terjadi perceraian. Penulisan pada kali ini berjudul tinjauan yuridis akibat perkawinan campuran terhadap status anak dan harta bersama dari perkawinan campuran dengan menggunakan metode kepusatakaan yang bersifat normatif dengan jenis penelitian menarik asas hukum untuk mendapatkan gambaran menyeluruh terhadap permasalahan yang diteliti. Juga menganalisa putusan Mahkamah Agung nomor 430 PK/PDT/2001 untuk lebih memudahkan dalam pembahasannya. Setelah dikeluarkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006, maka anak
dari perkawinan campuran berhak mendapatkan dwi
kewarganegaraan terbatas, yaitu kewarganegaraan dari ayah
dan ibu secara bersama-sama sampai usia 18 (delapan belas) tahun atau telah kawin. Pembagian harta bersama untuk benda tidak bergerak, yaitu berupa tanah hak milik tidak dapat dimiliki suami atau istri yang berkewarganegaraan asing kerana adanya asas kebangsaan yang dianut dalam Pasal 1 jo Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960. Berdasarkan hal tersebut, maka Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 lebih memberikan perlindungannya kepada warga negaranya khususnya
kepada wanita dan anak-anak dibandingkan dengan Undangundang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 dapat berjalan efektif apabila dilakukan menurut ketentuan yang berlaku dan tidak adanya penyalahgunaan baik oleh petugas maupun masyarakat."
[Universitas Indonesia, ], 2007
S21285
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Winengku Rahajeng
"Dalam pengikatan perjanjian jaminan, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para pihak, salah satunya adalah mengenai status perkawinan debitur. Jika debitur telah terikat dalam suatu perkawinan maka akan berakibat adanya beberapa kelompok harta kekayaan. Jika yang dijadikan jaminan adalah harta bersama maka diperlukan persetujuan bersama dari suami dan istri. Tetapi sering terjadi suami atau istri tidak dimintai persetujuan terlebih dahulu dalam pengikatan perjanjian jaminan atas harta bersama oleh pasangannya. Suami atau istri yang merasa keberatan dapat meminta pembatalan perjanjian jaminan tersebut ke pengadilan. Hakim berdasarkan fakta-fakta yang ada akan memberikan penilaian terhadap keabsahan perjanjian jaminan tersebut, bisa saja tetap dinyatakan sah atau dinyatakan batal. Skripsi ini disertai dua putusan pengadilan yang terdapat pertimbangan hakim dalam menilai keabsahan suatu perjanjian jaminan atas harta bersama tanpa persetujuan suami atau istri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan library research yang bersifat yuridis normatif. Hasil peneilitian ini menyatakan bahwa dalam pengikatan jaminan atas harta bersama memang perlu persetujuan bersama dari suami dan istri. Tetapi dalam keadaan-keadaan tertentu suami atau istri bisa dianggap telah memberikan persetujuan diam-diam yang artinya secara tidak langsung telah menyetujui pengikatan jaminan tersebut. Keadaan tersebut antara lain adalah suami atau istri telah ikut menikmati hasil dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian hutang piutang, atau suami atau istri dianggap telah mengetahui perjanjian jaminan yang telah dibuat sejak lama dan sebelumnya tidak mengajukan keberatan.

In making security agreement, there are some things that need to be considered by the parties, one of those things is about the marital status of the debtor. If the debtor has been bound in a marriage, there will be some form of wealth. If joint wealth are used for the objects of security agreement, it would be require a mutual consent from husband and wife. But often, the husband or wife is not asked for consent from his partner in making the security agreement on joint wealth. Husband or wife who is objected can be appeal for the cancellation of the security agreement to the court. The judge based on the facts, will provide an assessment of the validity of the security agreement, it might be declared invalid or declared void. This thesis is accompanied by two court decisions that are considered judges in assessing the validity of a security agreement on joint wealth without the consent from husband or wife. This research uses library research that are normative. The outputs of this researched stated that the security agreement on joint wealth does need consentience from husband and wife. But in certain circumstances a husband or wife can be considered have given tacit consent, which means indirectly has consent the security agreement. There circumstances are husband or wife has come to enjoy the results of the credit agreement, or husband or wife is deemed to have been aware that the security agreement has been made for a long time and had not objected.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66233
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>