Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61239 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ronny Setiawan
"Kabupaten Belitung merupakan wilayah yang secara administratif
tergabung dalam wilayah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.,
Kabupaten ini telah lama dikenal sebagai daerah penghasil timah.
Sejarah pengembangan pulau ini tidak lepas dari penambangan timah
yang menurut beberapa catatan telah dilakukan sejak lebih dari seratus
lima puluh tahun yang lalu (Sujitno, 1996). Penambangan timah di daerah
ini telah berhasil meningkatkan perekonomian masyarakat, memberikan
kontribusi bagi pengembangan infrastruktur dan pengembangan kota dan
berbagai keuntungan lainnya yang dapat dirasakan secara langsung oleh
masyarakat.
Krisis ekonomi yang melanda perekonomian nasional (1998) dan
perubahan dalam sistem ketatanegaraan dengan terbitnya UndangUndang
Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah memicu
terjadinya aktivitas pertambangan timah oleh masyarakat yang dilakukan
secara illegal (tanpa izin). Berdasarkan pemberitaan media massa,
kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) timah mencapai ribuan
jumlahnya di wilayah propinsi Kepulauan Bangka Belitung (Post Belitung,
2001).
Kegiatan Pertambangan tanpa izin (PETI) timah memberikan dampak
positif dan negatif terhadap lingkungan. Dampak positifnya antara lain:
penyediaan alternatif lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi
masyarakat. Sedangkan dampak negatif yang timbul adalah: terjadinya
perubahan bentang alam, hilangnya vegetasi dan fauna yang terdapat
pada areal PETI, lahan menjadi porak poranda akibat penambangan
yang tidak terkendali bahkan pencemaran berupa peningkatan kekeruhan
dan sedimentasi terhadap perairan di sekitar areal penambangan.
Akibatnya pemerintah harus mengeluarkan dana yang besar untuk
kegiatan pemulihan lingkungan Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup maupun Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan yang besar bagi daerah
untuk mengelola sumberdaya alam dan sekaligus memelihara kelestarian
fungsi lingkungan. Namun berdasarkan pengamatan peneliti dan
pemberitaan media massa, perkembangan PETI dan dampak
lingkungannya dari tahun ke tahun semakin meningkat pula. Karenanya
peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi terhadap organisasi Pemerintah
Kabupaten Belitung yang sesuai tugas pokok fungsinya terkait dalam
pengelolaan pertambangan dan lingkungan hidup.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terkini
pengelolaan pertambangan timah di Kabupaten Belitung, organisasi yang
terkait dalam pengendalian PETI di Kabupaten Belitung, bagaimana hasil
yang telah dicapai dalam pengendalian tersebut, dan faktor-faktor yang
menghambat pengendalian kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI)
timah. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui kondisi terkini pertambangan bahan galian timah di
Kabupaten Belitung.
2. Mengkaji efektivitas organisasi Pemerintah Kabupaten Belitung dalam
pengendalian pertambangan tanpa ijin timah (peti) timah di Kabupaten
Belitung.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penghambat bagi
organisasi pengelola lingkungan tersebut dalam pengendalian PETI
tim a h.
Penelitian tergolong penelitian deskriptif, yaitu berusaha untuk
mendeskripsikan hal-hal yang saat ini berlaku, untuk selanjutnya
didalamnya terdapat upaya untuk mencatat, menganalisis, dan
menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi. Sedangkan
metode yang digunakan adalah gabungan metode kualitatif - kuantitatif .
Hasil penelitian ini adalah:
1. Pengelolaan pertambangan timah di Kabupaten Belitung diatur
melalui Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 4 tahun 2003
tentang Pengelolaan Pertambangan Umum. Perda ini telah
mengakomodir kepentingan masyarakat dalam usaha pertambangan,
yaitu dengan adanya ketentuan mengenai izin usaha pertambangan
yang dilakukan oleh masyarakat (SIUPR). Namun persoalannya,
hingga saat ini Organisasi Pemerintah Kabupaten Belitung yang
memiliki kewenangan dalam pengelolaan pertambangan belum
sepenuhnya dapat mengiplementasikan hal tersebut. Ketiadaan
pembinaan dan pengawasan merupakan salah satu contoh ketidak
mampuan instansi pemerintah tersebut dalam menerapkan kebijakan
pengelolaan pertambangan. Aktivitas pertambangan oleh masyarakat
di Kabupaten Belitung pada saat ini, erat kaitannya dengan ketiadaan
lapangan kerja, rendahnya skill (kemampuan/keahlian) masyarakat"
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Uiniversitas Indonesia, 2006
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Dwi Oktavyani
"Kementerian Sekretariat Negara memiliki tugas dan fungsi memberikan dukungan teknis dan administrasi kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan negara. Kementerian ini telah mulai melakukan reformasi birokrasi sejak tahun 2005 dengan melakukan penggabungan 5 kesekretariatan di lingkungan Lembaga Kepresidenan (Sekretariat Presiden, Sekretariat Wakil Presiden, Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, dan Sekretariat Militer) menjadi 2 kesekretariatan (Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet). Reorganisasi tersebut dituangkan melalui Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005 tentang Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Selain itu, dalam kurun waktu 2005 s.d. 2010, Kementerian Sekretariat Negara juga telah melakukan reformasi birokrasi secara terencana, komprehensif, sistemik, dan berkelanjutan pada beberapa bidang, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, sumber daya manusia, dan sistem informasi manajemen.
Salah satu agenda perubahan pada Kementerian Sekretariat Negara ini adalah terjadinya reorganisasi. Dikarenakan organisasi masa kini harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan organisasional, global dan internal, tentunya juga memperhatikan dinamika yang terus berkembang dan berubah agar mampu menerapkan strategi yang proaktif, sehingga perubahan yang terjadi pun melibatkan banyak sumber daya ahli guna memberikan nilai tambah terhadap efektivitas organisasi. Pada bidang Manajemen Perubahan, salah satu perubahan terjadi pada Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan, yaitu mampu melakukan perubahan dengan merampingkan struktur organisasi yang ada. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif guna mengetahui implikasi yang terjadi akibat adanya kebijakan reorganisasi pada Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan, baik implikasi yang positif maupun yang negatif.
Dari hasil analisis didapat analisa bahwa Kementerian Sekretariat Negara mengaplikasikan prinsip Rightsizing yaitu adanya suatu tujuan dalam perkembangan yang berkelanjutan, dengan melakukan perubahan untuk menyesuaikan dengan perkembangan, meskipun perubahan yang terjadi dapat dilakukan secara perlahan maupun secara radikal. Strategi perubahan ini terjadi karenan adanya dukungan untuk melakukan perubahan terhadap desain organisasi yang dirasa relatif gemuk. Sehingga diharapkan agar kebijakan reorganisasi yang ditetapkan dapat dilaksanakan secara optimal, serta perlu diikuti dengan adanya peraturan pelaksanaan atau peraturan penjelas mengenai pembagian tugas, fungsi, peran dan kewenangan masing-masing pejabat.

Secretariat of the Ministry of State has the duty and function of providing technical and administrative support to the President and Vice President in carrying out state power. This ministry has started to reform the bureaucracy since 2005 by merging 5 Presidential Institution environmental secretariat (Secretariat of President, Vice-President of the Secretariat, the Secretariat of State, Cabinet Secretariat and the Military Secretary) to 2 Secretariat (the Secretariat of State and Cabinet Secretariat). Reorganization is poured through Presidential Decree No. 31 Year 2005 concerning the Secretariat of State and the Cabinet Secretariat. Moreover, in the period of 2005 s.d. 2010, Ministry of State Secretariat has also planned to reform the bureaucracy, comprehensive, systemic, and sustained in some areas, namely institutional, management, human resources, and management information systems.
One of the agenda for change in the Ministry's Secretariat of State is the reorganization. Due to today's organizations must be able to adapt to the organizational environment, global and internal, of course, also pay attention to the dynamics are constantly evolving and changing to be able to implement a proactive strategy, so that any changes involving many expert resources in order to provide added value to organizational effectiveness. In the field of Change Management, one of the changes occurred in the Deputy Institutional and Community Relations, which is able to make changes to streamline the existing organizational structure. In this study, the authors used a qualitative research approach to determine the implications that occur as a result of the reorganization policies Deputy Institutional and Community Relations, implications both positive and negative.
Analysis of the results of analyzes obtained that the Ministry of the State Secretariat to apply the principles of rightsizing the existence of an objective in sustainable development, by making changes to adapt to the development, although the changes can be done slowly and radically. This change in strategy occurred due to the lack support to make changes to organizational design that feels relatively stout. So it is expected that the reorganization policy set can be implemented optimally, and to be followed by the implementation of the rules or regulations regarding the distribution of the explanatory tasks, functions, roles and powers of each officer.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35133
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Muhammad Yosalvina Yovani
"Di Kalimantan Selatan diperkirakan deposit batu bara yang tersimpan di dalam tanah daerah ini berkisar 4,7 milyar ton. Semakin tingginya permintaan batu bara ternyata tidak dapat dicukupi oleh penawaran atau supply dari pengusahaan pertambangan yang ada (legal). Disisi lain untuk mendapatkan izin pengusahaan pertambangan ini sangat sulit. Selain birokrasinya yang berbelit-belit yang memakan waktu berbulan-bulan, pengusaha juga harus mengeluarkan "uang pelicin" yang tidak sedikit jumlahnya. Hal ini membuat pengusaha daerah "enggan" untuk mengurus izin tersebut. Akhirnya mereka mengambil jalan pintas dengan berusaha tanpa memiliki izin, sehingga saat ini dikenallah istilah Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Batu bara.
Akibatnya walaupun sektor pertambangan dan penggalian ini meningkat pesat, namun tidak memberikan kontribusi atau pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Disisi lain sistem penambangan yang mereka jalankan cenderung tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Kemudian salah satu hal yang membuat masalah PETI ini semakin pelik adalah, ada diantara pengusaha yang membuka usaha tambangnya di daerah konsesi perusahaan lain (PT. Arutmin). Hal ini jelas melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Dari hasil penelitian dalam kerangka penanggulangan masalah PETI batu bara ini. Penulis menggunakan 2 (dua) metode penelitian, yang pertama yaitu analisis Analitical Hierarcy Process (AHP). Dari kuesioner yang dibagikan kepada Pemda dan PT. Arutmin, hasil analisis dengan menggunakan alat ini ditemukan aktor atau pelaku yang dianggap paling berkompeten dalam menanggulangi masalah PETI ini adalah Pemerintah Daerah (yang lebih difokuskan kepada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kotabaru). Dengan kepentingan yang diutamakan adalah masalah kelestarian lingkungan. Sedangkan kebijakan yang diambil adalah Kebijakan Kemudahan Perizinan dan Relokasi PETI batu bara. Kemudian untuk mendapatkan suatu strategi yang lebih terfokus dan mengena pada sasaran, peneliti menggunakan alat analisis Managemen Strategis (SWOT). Sehingga diharapkan dengan menganalisa faktor Internal dan Eksternal dari stake holder utamanya yaitu Dinas Pertambangan dan Energi Kotabaru, akan dihasilkan suatu rumusan strategi yang efektif, komprehensif dan tepat sasaran.
Dari hasil analisis ini dirumuskan strategi yang dibagi dalam dua kurun waktu, yaitu untuk jangka pendek dan jangka panjang. Pada strategi jangka pendek, ditemukan strategi S - O, dengan skor 265, 484. Sedangkan untuk jangka panjang ditemukan strategi W-0 dengan skor nilai 240, 631. Diperlukan suatu kesamaan visi kedua belah pihak (Pemda dan Pengusaha PETI) agar tercipta suatu tujuan yang sama-sama berusaha untuk memajukan daerah.
Hantaman krisis yang berkepanjangan seharusnya makin membuat kita bersatu dan bahu-membahu untuk bekerja sama menggerakkan roda perekonomian bangsa. Apabila kita lihat dan kaji lebih mendalam, pada dasarnya PETI adalah merupakan bangsa Indonesia, saudara kita sendiri, juga perlu dipertimbangkan peralatan yang mereka gunakan sudah cukup bagus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Karena itu pada dasarnya keberadaan pengusaha PETI ini merupakan "aset daerah" yang perlu diarahkan sehingga dapat membantu memberi pemasukan keuangan kepada daerah dalam kerangka melaksanakan pembangunan di Provinsi Kalimantan Selatan pada umumnya dan Kabupaten Kotabaru pada khususnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T10366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Theory and Practice of Public Sector Reform offers readers differing theoretical perspectives to help examine the process of public sector reform, combined with an overview of major trends in the core areas of the functioning of the public sector. The book consists of three parts, the first addresses a number of conceptual and theoretical perspectives on public sector reform. It shows how different ways of looking at reform reveal very different things. The second part addresses major changes in specific areas of public sectors – 'objects of reform.’ Part three focuses on the study of public sector reform.
Aimed at academics, researchers and advanced students; this edited collection brings together many of the most eminent academics in the area of Public Policy and Management seeking to link to theory in part one and insights into specific thematic areas in part two, offering readers a display of theoretical perspectives to look at public sector reform."
New York: Routledge, 2016
e20497341
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Susanda
"Wilayah Provinsi Bangka Belitung terkenal sebagai penghasil timah. Kegiatan pertambangan hampir di seluruh wilayahnya, membuat rona muka tanah mengalami perubahan dan meninggalkan ratusan kolong atau lobang bekas tambang yang berisi air. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa peran Polri dalam mencegah dan menegakkan hukum dalam kegiatan pertambangan timah tanpa izin, menganalisa kegiatan pertambangan timah tanpa izin di lokasi penelitian, mengetahui kualitas tanah dan air di sekitar wilayah pertambangan timah, dan mengetahui peran Polri yang tepat dalam menjaga kualitas tanah dan air di sekitar wilayah pertambangan timah.Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metodologi mix-method. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi literatur, observasi, wawancara, Sistem Informasi Geografis dan pengujian di laboratorium.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi konflik peran Polri dalam pencegahan dan penegakkan hukum pertambangan tanpa izin di wilayah Kecamatan Lubuk Besar Kabupaten Bangka Tengah. Pertambangan tanpa izin di kecamatan Lubuk Besar Kabupaten Bangka Tengah bersifat masif. Kualitas tanah di sekitar wilayah pertambangan timah kurang subur, sedangkan kualitas air termasuk dalam kelas 3. Kesimpulan penelitian ini adalah diperlukan model pemolisian masyarakat berbasis lingkungan untuk Polri di wilayah kecamatan Lubuk Besar Kabupaten Bangka Tengah. Kegiatan pertambangan tanpa izin tidak akan memperbaiki kesejahteraan masyarakat dan perlu dihentikan. Diperlukan reklamasi untuk memperbaiki kualitas tanah dan air di sekitar wilayah pertambangan.

The region of Bangka Belitung Province is well known as tin producer. Mining activities covers almost all of its entire territory, making soil surface texture change and leaving hundreds of ex-mining pits or holes containing water. The purpose of this study is to analyze the role of Polri (Indonesian State Police) in preventing and enforcing law in illegal tin mining activities, analyzing tin mining activities without license at research sites, to know the quality of soil and water around tin mining area, and to know the appropriate role of Polri in securing soil and water quality around the tin mining area. This research used qualitative approach with mix-method methodology. Data collection method being used is literature study, observation, interview, Geographic Information System, and laboratory testing.
Research's result indicate there is role conflict in Polri when preventing and law enforcing law regarding illegal mining in Lubuk Besar District, Central Bangka Regency City. Illegal (Unlicensed) mining in Lubuk Besar District of Central Bangka is massive. Soil quality surrounding the tin mining area is less fertile, while water quality is in the category of class 3. Conclusion of this study that it is necessary to apply community policing baseda on environment for Polri (Indonesian State Police) in Lubuk Besar District of Central Bangka Regency City. Illegal mining will not upgrading community welfare and shoul be stoped. Reclamation needed to improve soil and water quality around mining area.
"
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valeryan Bramasta Kelana Putra
"Konteks reformasi regulasi secara tepat menjadi penting untuk menunjang agenda
reformasi birokrasi di Indonesia. Eksistensi regulasi di Indonesia saat ini tidak terlepas
dari isu tumpang tindih yang tidak menjamin kepastian hukum terutama di sektor
pertambangan, mineral, dan batu bara. Adapun hal ini dapat dibenahi melalui strategi
reformasi regulasi sebagai upaya dalam mencapai tujuan nasional. Maka dari itu, skripsi
ini bertujuan untuk menganalisis regulatory reform pada sektor pertambangan, mineral
dan batubara di Indonesia menggunakan konsep Modern Mining Code yang
dikembangkan oleh Nguyen, Boruff & Tonts (2019). Penelitian ini menggunakan
paradigma post-positivist dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa
regulatory reform pada sektor pertambangan, mineral, dan batubara telah memberikan
beberapa manfaat mengenai kepastian investasi, hukum, dan simplifikasi permasalahan
yang ada sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan hanya terdapat 5 indikator yang
tidak sesuai dengan regulatory reform perspektif modern mining code yaitu Foreign
exchange access, Elimination of political pressure, Arbitration of impacts on local
peoples, Address indigenous issues, dan Stipulate rights of regulatory authority,
sedangkan 24 indikator sisanya dari 10 dimensi yang ada pada teori Modern Mining code
sudah sesuai dan terakomodir pada upaya regulatory reform sektor mineral dan batubara.

The proper context of regulatory reform is important to support the bureaucratic reform
agenda in Indonesia. The existence of regulations in Indonesia today is inseparable from
overlapping issues that do not guarantee legal certainty, especially in the mining, mineral,
and coal sectors. This can be addressed through a regulatory reform strategy as an effort
to achieve national goals. Therefore, this thesis aims to analyze regulatory reform in the
mining, mineral, and coal sector in Indonesia using the Modern Mining Code concept
developed by Nguyen, Boruff & Tonts (2019). This study uses a post-positivist paradigm
with data collection techniques carried out through in-depth interviews and literature
study. Research findings indicate that regulatory reform in the mining, mineral, and coal
sectors has provided several benefits regarding investment certainty, law, and
simplification of previous problems. The research results show that there are only 5
indicators that are not by regulatory reform from the perspective of modern mining code,
namely Foreign exchange access, Elimination of political pressure, Arbitration of impacts
on local peoples, Address indigenous issues, and Stipulate rights of regulatory authority,
while the remaining 24 indicators are from The 10 dimensions in the Modern Mining
code theory are appropriate and accommodated in the regulatory reform efforts of the
mineral and coal sector.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Parna
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1984
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Eka Rahayu Sawitri
"Tesis ini membahas kebijakan clean and clear yang merupakan instrumen dalam menata izin usaha pertambangan mineral dan batubara yang sudah diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota. Dalam rangka menata izin usaha pertambangan pemerintah melaksanakan kegiatan Rekonsiliasi Nasional Data Izin Usaha Pertambangan yang terdiri dari inventarisasi, verifikasi dan klasifikasi. Output dari inventarisasi adalah tersedianya data KP/SIPD/SIPR yang sudah disesuaikan legalitas usaha pertambangannya menjadi IUP atau IPR. Sedangkan output dari verifikasi adalah klasifikasi IUP yang mendapat status Clean and Clean (dinyatakan tidak bermasalah atau tumpang tindih). Upaya Pemerintah dalam mengevaluasi IUP melalui kebijakan clean and clear harus diapresiasi dan didukung oleh semua pihak. Mengingat implikasi sertifikasi Clean and Clear berpengaruh terhadap kegiatan usaha pertambangan lainnya maka legalitas kebijakan Clean and Clear mutlak diperlukan. Keberadaan dasar hukum bagi tindakan pemerintah berguna untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang. Oleh sebab itu kebijakan Clean and Clear perlu untuk dievaluasi dan diberi format hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

This thesis describes about the clean and clear policy that is an instrument in managing the mining and coal license that has been issued by Provincial Government, District/City. In order to manage the mineral mining lisence the government commits National Reconciliation Data Mining License consists of inventarization, verification and classification.The inventarization's output is the availability of KP/SIPD/SIPR data that legality mining license has been adjusted into IUP or IPR. Meanwhile the verification's output is IUP classification that has been granted clean and clear status (declared has no problem or overlapping). The government's effort to evaluate IUP through clean and clear policy must be appreciated and supported from all of the parties. Considering the implication of clean and clear certification has an influence to the other mining activity, the legality of clean and clear policy is absolutely needed. Therefore clean and clear policies need to be evaluated and given a legal format in accordance with the provisions of the legislation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raditya Putra Nugraha
"Penelitian ini berdasarkan dari gugatan pada PT. Ridlatama Tambang Mineral pada Bupati Kutai Timur, PT. Ridlatama Tambang Mineral telah melakukan investasi cukup besar terkait dengan daerah di Kutai Timur akan tetapi terntaya investasi tersebut mempunyai masalah terkait dengan izin explorasi berdasarkan UU No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambagan, akan tetapi Bupati telah menerbitkan banyak izin terkait dengan Izin Ekplorasi dan Izin Eksploitasi pada berbagai pihak yang menimbulkan sengekta antara PT. Ridlatama Tambang Mineral dan Pemerintah Indonesia Bupati Kutai Timur, hal ini dikarenakan Izin Eksplorasi dan Eksploitasi PT Ridlatama di cabut oleh Bupati Kutai Timur, Dalam Putusan PK No.138/PK/TUN/2012 PT. Ridlatama harus mendapatkan izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan terlebih dahulu sebelum melakukan kegiatan penyelidikan umum dan atau eksplorasi pertambangan di wilayah kawasan hutan sebelum ada izin dari Menteri Kehutanan, namun pada kenyataannya sebelum izin dari Menteri Kehutanan tersebut diperoleh, PT. Ridlatama telah melaksanakan kegiatan penyelidikan umum dan atau eksplorasi pertambangan di wilayah kawasan hutan.

The Research is based on the lawsuit PT. Ridlatama Tambang Mineral on Indonesia Goverment Kutai Timur Regent, PT. Ridlatama Tambang Mineral have a major investor's perspective, especially when investing in region such as Kutai Timur which have a problem in legal system remains a chronic problem, investors are ensured that they are protected against expropriation Law No. 4 Year 2009 provides a major impact from the investor which the local administrator are allowed to issue mining permits, The local govermenet has issued many of the Izin EKCP exploration livenses and Explotation Licenses many permits were issued mining area can be owned by more than one company with different permits, a situation that has triggered disputes between the PT. Ridlatama Tambang Mineral and Indonesia Goverment East Kutai Regent, Based on the the Bupati of East Timur the licences held by Ridlatama Group have remove the EKCP Licenses from Ridlatama Group, based on decree No 138 PK TUN 2012, PT. Ridlatama must obtain borrow to use permits from ministry of forestry and must public inquiry and exploration of mining in forest area but based on facts the borrow to use forest permit not been obtain from ministry of forestry PT. Ridlatama has been Carried out its general investigation and mining or exploration activities in forest area."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48757
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky Denata
"Permasalahan pencabutan izin usaha pertambangan mempengaruhi iklim investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Keberadaan berbagai macam peraturan yang mengatur mengenai pelaksanaan kegiatan pertambangan tidak mempunyai kepastian hukum dan justru merugikan para investor. Iklim investasi yang kondusif akan terciptanya tata kelola pencabutan izin usaha pertambangan yang baik sehingga diperlukan kepastian dalam hukum investasi atas pencabutan izin usaha pertambangan. Metode penelitian menggunakan penelitian secara doctrinal yang dilakukan dengan meneliti beberapa data sekunder sebagai bahan pustaka. Pengumpulan data dalam penelitian ini menghasilkan data sekunder yang berasal dari studi kepustakaan dan data primer yang berasal dari wawancara. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Kepastian hukum yang tidak jelas dan bertentangan terhadap pelaksanaannya akan berpengaruh terhadap investasi di sektor pertambangan dengan demikian maka tidak akan terciptanya suatu stabilitas investasi karena kebijakan yang belum mengakomodir kepentingan perusahaan dan masyarakat secara menyeluruh sehingga dibutuhkan kepastian hukum dalam pelaksanaan pencabutan izin usaha pertambangan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal.

The problem of revoking mining business permits affects the investment climate carried out by companies. The existence of various kinds of regulations governing the implementation of mining activities does not have legal certainty and actually harms investors. A conducive investment climate will create good governance for the revocation of mining business permits so that certainty is needed in investment law regarding the revocation of mining business permits. The research method uses doctrinal research which is carried out by examining several secondary data as library material. Data collection in this research produced secondary data originating from literature studies and primary data originating from interviews. The analytical method used in this research is descriptive qualitative research. Legal certainty that is unclear and contradictory to its implementation will affect investment in the mining sector, thus investment stability will not be created because policies do not accommodate the interests of companies and society as a whole, so legal certainty is needed in the implementation of revocation of mining business permits by the Investment Coordinating Board. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>