Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56865 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"This research was aimed to know the difference inachievement motivation between students who were video game player and those were not video game player...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Malahayati
"ABSTRAK
Video game semakin popular di semua kalangan, termasuk anak-anak. Bermain
video game secara berlebihan diperkirakan dapat mempengaruhi motivasi belajar
anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan
bermain video game dengan tingkat motivasi belajar pada anak usia sekolah.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif dengan teknik
stratified sampling. Penelitian ini dilakukan di salah satu SD di Depok dengan
jumlah sampel 106 orang. Data penelitian diujikan dengan menggunakan uji chi
square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan bermain video game
anak-anak di sekolah ini 65% tergolong kategori normal (waktu yang tidak
berlebihan). Di sisi lain, tingkat motivasi belajar anak-anak di sekolah ini 56%
tergolong kategori rendah. Kesimpulan penelitian ini menunjukan bahwa tidak
ada hubungan antara kebiasaan bermain video game dengan tingkat motivasi
belajar. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi perawat untuk
memberikan edukasi dan konseling mengenai peningkatan motivasi belajar baik
secara langsung pada anak maupun melalui orangtua.

ABSTRACT
Video games are more popular in everyone, including children. Play video games
redundantly can be affecting the children's learning motivation. The purpose of
the research is to determine the correlation between the habit of playing video
game and the level of motivation learning in school-age children. The method of
the research is a descriptive correlative with the stratified sampling technique.
The research was conducted at a primary school in Depok with total sample of
106 people. The research data was tested by using a chi square test. The result
showed that the habit of playing video game of the children in this school is 65%
in normal category (not over time). On the other side, the level of motivation
learning of the children in this school is 56% in low category. The conclusion of
this research showed that there is no a correlation between the habit of playing
video game and the level of learning motivation. The results of this research can
be used as references for nurses in giving education and counseling about
increasing learning motivating directly for school-age children or for their
parents."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
S42742
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdan Syakuura
"Toxic Behaviour (TB) dapat menyebar dengan cepat dalam komunitas video game, serta dapat memberikan dampak negatif dan merusak pengalaman bermain. Empati diketahui dapat menurunkan kecenderungan seseorang untuk melakukan TB. Empati juga tidak terpengaruh oleh video game kekerasan dalam jangka panjang, dapat meningkatkan perilaku prososial, serta menurunkan kemungkinan terjadinya perilaku agresif. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkonfirmasi kembali hubungan antara TB dalam multiplayer online video game terhadap empati dengan menggunakan desain korelasional. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 225 orang merupakan pemain video game online aktif yang bermain secara kompetitif dengan rentang usia 13-36 tahun (M=21,22, SD= 4,71). Partisipam direkrut secara online dengan menyebarkan kuisioner ke berbagai komunitas video game. Penelitian ini menggunakan alat ukur Toxic Behaviour Scale (TBS) dan Basic Empathy Scale (BES) yang dilakukan secara daring. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, tidak terdapat hubungan antara antara toxic behaviour dalam multiplayer online video game terhadap empati. Selain itu, TB terbukti memiliki hubungan positif terhadap total waktu bermain video game, serta memiliki hubungan negatif terhadap umur.

Toxic Behaviour (TB) can spread quickly among the gaming community, also it caused negative effects and ruined gaming experience. Empathy is known to be reducing one’s toxic behaviour. Empathy also doesn’t get affected by violent video games in the long term, instead it improves prosocial behaviour and reduces aggressive tendencies. Hence, this study is conducted to reconfirm the correlation of Toxic Behaviour in Multiplayer Online Video Game toward Empathy by using correlational research. Participants in this research are 225 active online video game players who play competitively with age ranged from 13-26 years old (M=21,22; SD= 4,71). Participants were recruited online by distributing questionnaires to various video game communities. This study used Toxic Behaviour Scale (TBS) and Basic Empathy Scale (BES) as measurement instruments. The results of this study indicated, that there is no correlation of toxic behaviour in the multiplayer online game toward empathy. In addition, TB was shown to have a positive correlation with total video game playing time, and a negative correlation with age."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
PRAYOGI ANUGRAHADI
"Media seperti video games memiliki efek positif dan negatif. Jenis game yang tepat dapat membantu penggunanya meningkatkan kemampuan sosial dan memecahkan masalah, akan tetapi video games juga membawa dampak negatif terutama bagi remaja dan anak yang masih rentan. Pergeseran pola hidup anak dan remaja yang tidak lagi bermain bersama peer group diluar rumah dan menjadi ketergantungan terhadap gadget membuat mereka sulit untuk membedakan antara dunia maya dan nyata. Interaktivitas dalam game yang menuntut penggunanya untuk aktif menjalani perannya dapat merubah persepsi remaja yang masih rentan. Adegan kekerasan baik fisik dan verbal juga terdapat di dalam game, bahkan di game yang mendapat rating “E” (everyone) yang seharusnya aman dimainkan oleh segala usia. Lantas apakah sistem rating yang diberikan badan Entertainment Software Rating Board (ESRB) dari Amerika Serikat cocok dengan Indonesia?

Media like video games have positive and negative effects. Game that suitable for the users can help them to improve their social and solving problem skills, but some video games especially for adolescence and child that still on developing stage have more negative effects. Changing life style from playing with peer group outdoor to become gadget dependency make them hard to differenciate between real and cyber world. Interactivity on games which lead the user to have a full role to their character makes change their perception of life. Violence scene like physical and verbal violence, even in E-rated (Everyone) games which should be safe for every age. Then, is the rating system which given from Entertainment Software Rating Board (ESRB) from United States suitable for Indonesian?"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2014
Jurnal-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Kresna Noer
"ABSTRAK
Entertainment merupakan salah satu fungsi media dalam masyarakat Mc Quail,2010: 99 . Terdapat suatu model teori media entertainment yang menempatkanpengalaman kenikmatan ketika mengonsumsi media hiburan sebagai intinya,namun sayangnya model yang ada belum sepenuhnya mengakomodasi mediainteraktif terutama pada sisi motifnya. Padahal saat ini sedang gencar-gencarnyaperkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang interaktivitasnyasemakin tinggi. Penelitian ini melihat bahwa ada motif lain untuk mengonsumsimedia interaktif khusunya video game demi mendapatkan enjoyment yangberdasarkan teori determinasi diri. Adapun variabelnya adalah competence,autonomy relatedness. Populasi penelitian ini adalah remaja tahap akhir yangmenempuh studi di beberapa universitas di Jakarta. Asumsinya adalah remajapada tahap akhir kemampuan kognitifnya sudah berkembang dengan baik,memiliki kontrol terhadap pengeluarannya namun melemahnya pengawasan orangtua karena menganggap sudah bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.Remaja pada tahap ini juga mengalami problematika hidup yang semakinkompleks. Hal tersebut yang menjadi pemicu seorang remaja menjadi heavygamers, dalam hal ini dibuktikan melalui motif escapism. Keraguan lain yangdijawab melalui penelitian ini adalah terdapat asumsi yang dikemukakan olehPoels et. al. bahwa terdapat kemungkinan pengalaman kenikmatan yang terjadiketika bermain video games berbanding terbalik setelah selesai memainkan videogames, yang hal tersebut juga terkait dengan entertainment effect. Asumsi tersebutdidasarkan pada rasa penyesalan yang muncul karena telah membuang waktudengan bermain video games, bukan melakukan kegiatan yang lebih bermanfaatseperti bekerja atau belajar. Pada akhirnya berdasarkan literatur dari lintas disiplinlain peneliti mengajukan saran untuk melengkapi persyaratan dari sisi media danpenggunanya.Kata Kunci: motif media interaktif, media hiburan, permainan game digital

ABSTRACT
Entertainment is one of media function in society McQuail, 2010 99 . There iscertain media entertainment theory model placing pleasure experience whenconsuming entertainment media as its core. But unfortunately the existing modelstill unable to completely accommodate interactive media especially on itsmotives side. Even though nowadays communication and information technologywith its escalating interactivity are getting even more popular. This researchobserve that there are other motives to consume interactive media especially videogame for the sake of enjoyment according to self determination theory. Itsvariable are competence, autonomy relatedness. Research of this populationwere final stage adolescent studying in various universities in Jakarta. Theassumption were, adolescent in their final stage had their cognitive abilities welldeveloped, having control for their expenditures, but accompanied with theparents control weakening as they were considered able for self responsibility.Adolescent in this stage also face more complicated life problems. Those becometrigger for adolescent to become heavy gamers which in this matter evidencedthrough escapism motives. Other question answered through this research werethe existence of assumption explained by Poels et. al. that there is possibility ofpleasure experience occur when playing video games are inversely proportionalafter playing video games, which also related with entertainment effect. Suchassumption made based on guilty feeling emerged for wasting time by playingvideo games, instead of conducting more useful activities such as working orstudying. Finally, based on literature from across discipline researcherrecommended to complete other requirements from media side and its user.Keywords interactive media motives, media entertainment, video games"
2016
D2259
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Wibhuti Bhawani
"Toxic behavior adalah perilaku yang sering dijumpai dalam gim daring terutama pada gim bergenre Multiplayer Online Battle Arena (MOBA). Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kesulitan dalam regulasi emosi dan toxic behavior pada pemain gim bergenre MOBA. Kesulitan dalam regulasi emosi diukur menggunakan Difficulties in Emotion Regulation Scale - 16 item version (DERS-16), dan toxic behavior diukur menggunakan Toxic Behavior Scale. Partisipan penelitian ini terdiri dari 123 pemain gim MOBA dalam rentang usia 18-33 tahun (M=21.31, SD=2.43, 65,85% perempuan). Hasil analisis korelasi menggunakan teknik statistik Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kesulitan dalam regulasi emosi dan toxic behavior (r=0.313, p < 0.01). Hasil penelitian ini mendukung hipotesis peneliti yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kesulitan dalam regulasi emosi seseorang maka semakin tinggi tingkat toxic behavior yang dimiliki. Penelitian ini memberikan bukti tambahan bahwa regulasi emosi merupakan salah satu aspek yang dapat diperhatikan dalam pengembangan gim karena memiliki hubungan dengan toxic behavior yang membuat kepuasan bermain gim secara keseluruhan menurun.

Toxic behavior is a behavior that is often found in online games, especially in Multiplayer Online Battle Arena (MOBA) genre games. This study aims to look at the relationship between difficulties in emotion regulation and toxic behavior in MOBA genre game players. Difficulties in emotion regulation were measured using the Difficulties in Emotion Regulation Scale - 16 item version (DERS-16), and toxic behavior was measured using the Toxic Behavior Scale. The participants of this study consisted of 123 MOBA game players in the age range of 18-33 years (M=21.31, SD=2.43, 65.85% female). The results of correlation analysis using Pearson statistical techniques showed that there was a positive and significant relationship between difficulties in emotion regulation and toxic behavior (r=0.313, p<0.01). The results of this study support the researcher's hypothesis which states that the higher the level of difficulty in regulating one's emotions, the higher the level of toxic behavior. This study provides additional evidence that emotion regulation is one aspect that can be considered in game development because it has a relationship with toxic behavior that makes overall game play satisfaction decrease. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Arya Wibisono
"Lingkungan permainan game online penuh dengan unsur kekerasan, sesksual, agresi dan intimidasi gender, jika dimainkan akan menimbulkan perilaku buruk, karena di dalam game membutuhkan pemain untuk melakukan aksinya, sehingga dapat mempengaruhi perilaku menyimpang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan kecanduan game online dengan perilaku menyimpang remaja. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross-sectional. Sampel yang diambil penelitian berjumlah 143 responden dan teknik sampel yang digunakan yaitu simple random sampling. Kuesioner yang digunakan adalah  Game Addiction Scale (GAS) dan Deviant Behavioral Scale (DBS). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa adanya hubungan antara kecanduan game online dengan perilaku menyimpang pada siswa remaja P Value = 0,000 < 0,05. Peneliti merekomendasikan pada penelitian ini adalah menyusun program pendidikan tentang risiko dan konsekuensi negatif dari kecanduan game online yang berfungsi untuk mencegah secara dini kecanduan, sehingga dapat berfokus pada tugas perkembangan remaja.

The online game environment is full of elements of violence, sexuality, aggression and gender intimidation, if played it will lead to bad behavior, because the game requires players to carry out their actions, so that it can influence deviant behavior. This study aims to examine the relationship between online game addiction with adolescent deviant behavior. This study used a quantitative method with a cross sectional design. The samples taken in this study amounted to 143 respondents and the sample technique used was simple random sampling. The questionnaire used are the Game Addiction Scale (GAS) and the Deviant Behavioral Scale (DBS). The results of this study indicate that there is a relationship between online game addiction and deviant behavior in adolescent students P Value =0,000 < 0,05. The researcher recommends that this research is to develop an educational program about the risks and negative consequences of online game addiction that serves to prevent addiction early, so that it can focus on adolescent developmental tasks."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandaru Annabil Gumelar
"Video game is a massive industry that have been growing non-stop and even push progress of other industries. However, as the industry grew with market beyond $100 billion, companies have been applying non-traditional business model to gain more revenue in an effort to gain profit with regards to the increasing costs of making games. These non-traditional business model, namely cosmetic microtransaction, gameplay microtransaction, freemium, crowdfunding, and early access, have been criticised for years by the video game community. The failure of a number of AAA video games that cost up to hundreds of millions of dollars to make have been credited to the applied non-traditional business models. Despite the limited available data this research attempts to shine a light into the matter and to see whether there is any truth upon those claims.

Industri Video Game adalah industry besar yang selalu berkembang tanpa henti dan bahkan juga mendorong perkembangan industri lain. Akan tetapi, seiring dengan berkembangnya industri yang sudah melebihi $100 trilliun, biaya pembuatan video game pun ikut meningkat. Maka untuk menghadapi peningkatan biaya perusahaan-perusahaan mulai menggunakan bisnis model yang tidak tradisional seperti cosmetic microtransaction, gameplay microtransaction, freemium, crowdfunding, dan early access. Akan tetapi bisnis model-bisnis model ini kerap di kritik oleh komunitas dan tokoh dalam industri. Kegagalan beberapa video game besar yang memakan biaya ratusan juta dolar dianggap terjadi karena penggunaan bisnis model yang tidak tradisional tersebut. Dengan data yang terbatas riset ini mencoba melihat apakah benar bisnis model bisa mempengaruhi kesuksesan video game khususnya yang terfokus pada multi-pemain."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raflian Alvito Radhiza
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana sports-themed video game dimaknai oleh pemain generasi Z. Studi terdahulu cenderung hanya melihat video game sebagai pelarian dari dunia nyata, sehingga kerap mengabaikan konteks di mana video game yang memiliki genre sports dimainkan, yang turut mempengaruhi makna yang dilekatkan pada video game tersebut. Padahal, salah satu karakteristik dari sports-themed video game adalah penggunaan basis data yang otentik dari industri olahraga di dunia nyata. Konteks yang demikian dapat memfasilitasi pemain video game untuk menciptakan narasi kisah karir berolahraga versi mereka sendiri, yang sangat dekat dengan realitas di dunia nyata. Dengan menganalisis kasus pada judul permainan EA Sports FC 24 menggunakan konsep Hiperrealitas dari Baudrillard, penelitian ini menunjukkan bagaimana sports-themed video game dimaknai sebagai wadah untuk merealisasikan aspirasi dan harapan pemain dalam bentuk simulasi. Selain itu, permainan ini juga digunakan oleh para pemain sebagai sumber pengetahuan terkini mengenai sepak bola. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan pengumpulan data melalui wawancara mendalam yang dilakukan terhadap pemain EA Sports FC 24 generasi Z dan observasi digital terhadap video YouTube yang memainkan EA Sports FC 24.

This research aims to explore how Generation Z players perceive sports-themed video games. Previous studies have tended to view video games merely as an escape from reality, often neglecting the context in which sports-themed video games are played, which also influences the meaning attached to these games. In fact, one of the characteristics of sportsthemed video games is the use of authentic databases from the real-world sports industry. This context facilitates video game players in creating their own sports career narratives that are very close to real-life realities. By analyzing the case of EA Sports FC 24 using Baudrillard's concept of Hyperreality, this research demonstrates how sports-themed video games are perceived as platforms for realizing players' aspirations and hopes through simulation. Additionally, these games are used by players as a source of up-to-date knowledge about football. This study employs a qualitative approach by collecting data through in-depth interviews with Generation Z players of EA Sports FC 24 and digital observation of YouTube videos featuring EA Sports FC 24 gameplay"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, Josia
"Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemungkinan adanya video game first-person shooter (FPS) sebagai simulasi dan representasi ruang. Video game yang digunakan adalah Counter- Pukulan: Serangan Global (CS:GO). Memahami medan permainan dalam video game FPS sebagai simulasi dan representasi elemen ruang. Kembangkan pemahaman video game sebagai simulacra dan pengguna harus mengalami simulacra ini, Penelitian ini membahas proses manusia memperoleh informasi spasial dari video game video melalui mekanisme penangkapan. Ketertarikan itu sendiri adalah mekanisme manusia pengalaman ketika berinteraksi dengan media yang kompleks seperti video game. Melalui daya pikat manusia dapat menerima informasi yang terdapat dalam video game. Akhirnya membahas proses pemikatan dalam memahami video game sebagai simulasi dan representasi ruang.

This study aims to study the possibility of a first-person shooter (FPS) video game as a simulation and representation of space. The video game used is Counter-Blow: Global Offensive (CS:GO). Understanding the playing field in FPS video games as a simulation and representation of space elements. Develop an understanding of video games as simulacra and users must experience this simulacra. This study discusses the human process of obtaining spatial information from video games through capture mechanisms. Interest is itself a mechanism human experience when interacting with complex media such as video games. Through the allure of humans can receive information contained in video games. Finally, it discusses the process of enthralling in understanding video games as simulations and representations of space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>