Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 218706 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M.Andre Reinaldy H
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T27099
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hesti Nugrahani
"Kompetisi bisnis telekomunikasi seluler di Indonesia tampak semakin intens sebagai akibat dari ekspansi yang dilaksanakan oleh pemain lama seperti Telkomsel, Satelindo dan Excelcomindo, serta masuknya 2 pemain raksasa seperti Telkom dengan TelkomMobile dan Indosat dengan IM3 (indosat Multimedia Mobile), menyambut gayung deregulasi yang didengungkan oleh pemerintah pasca UU No. 36/1999.
Karya akhir ini meneliti tentang persepsi dan perilaku pemakai Kartu GSM pra bayar di wilayah Jabotabek dengan tujuan untuk menentukan strategi positioning yang tepat bagi TelkomMobile dalam memasuki pasar Kartu GSM pra bayar di Indonesia, melalui proses positioning?. Persepsi yang diteliti meliputi awareness, persepsi terhadap tingkat kepentingan atribut dan persepsi terhaclap kinerja 3 kartu GSM pra bayar dalam setiap atribut, yaitu atribut kemampuan jelajah (roaming), kualitas jaringan, ketersediaan fitur, kemudahan memperoleh, pelayanan puma jual, harga (termasuk biaya airtime, biaya roaming/jelajah), serta rekomendasi pihak ketiga (teman, keluarga dan kerabat) dan promosi.
Perilaku yang diteliti meliputi alasan pemilihan kartu pm bayar tertentu, biaya pemakaian telepon seluler per bulan, perilaku pemakaian telepon seluler, trial terhadap komunikasi data (internet), pola pemakaian internet, kern ungkinannya dalam mengakuisisi produk GSM 1800 generasi 2,5 (purchase intention) serta beberapa alasan yang menyebabkan belum pastinya konsumen membeli produk tersebut. 1-lasil penelitian kemudian dianalisis secara deskriptif, inferensial, asosiatifdan compare mean seria bi plot analysis yang dikembangkan bersama studi literature yang berkaitan dengan industri seluler di Indonesia, keyakinanlsikap dan perilaku konsumen seria strategi positioning.
Dengan mengetahui persepsi dan perilaku pemakai kartu GSM pra bayar, karya akhir ini akan memberikan rekomendasi strategi positioning bagi TelkomMobile dalam memasuki pasar GSM pra bayar Indonesia, yaltu:
Sebagai later entrant, strategi positioning yang tepat bagi TelkomMobile adalah imitative positioning (memposisikan dirinya pada dua atribut yang hampir sama dengan Pro XL pra bayar, yaitu ketersediaan fitur dan kualitas jaringan). TelkomMobile memiliki peluang untuk mendayagunakan distinctive advantages-nya untuk memperkuat positioning, seperti platform teknologi GSM 1800, kapabilitas network, dan saluran distribusinya yang tersebat di seluruh wilayah tanah air.
TelkomMobile dapat diposisikan dengan pendekatan:
atribut, yaitu ketersediaan fitur dan kualitas jaringan, dimana keduanya termasuk ke dalam dimensi teknis (analisis faktor), sehingga memudahkan manajemen untuk memfokuskan kegiatan operasionalnya, dengan ouput leverage yang tinggi, karena meningkatnya penilaian konsumen terhadap atribut ketersediaan fitur akan menaikkan pula atribut kualitas jaringan, sehingga dapat mendongkrak kinerja merek TelkomMobile secara keseluruhan dalam persepsi konsumen.
manfaat, yaitu membantu untuk mencapai nilai kebersamaan (komunitas hidup), pemenuhan din/status (emosional), kenyamanan dan kemudahan dalam hidup dengan biaya ekonornis (the benefit segment).
imajinasi, yaitu mengembangkan positioning TelkomMobile dengan menggunakan imajinasi seperti situasi yang jadi Iebih mudah dan nyaman untuk kehidupan social (seperti mcnghubungi keluarga dan teman).
Konsekuensinya, TelkomMobile harus mampu menuangkannya ke dalam positioning statement, sebagai .single positioning claim. Pernyataan tersebut harus dapat diungkapkan dengan bahasa yang jelas, singkat dan mudah diulang-ulang, serta mengandung klaim yang unik yang berkaitan dengan aspek ketersediaan fitur dan kualitas jaringan. Untuk mempercepat penetrasi pasar, TelkomMobile harus mengoptimalkan saluran koniunikasi personal, yaitu lingkungan social dan para expert untuk mengungkapkan pengalamannya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T5193
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Amar Ma`ruf
"Dalam sepuluh tahun terakhir bisnis yang menggeliat paling dinamis adalah bisnis telepon seluler. Bisnis ini tumbuh luar biasa dan mempengaruhi semua sisi bisnis yang terkait dengannya. Mulai dari operator seluler sebagai penyedia jasa, vendor penyedia teknologi seluler, penyedia handphone seluler sampai bisnis aksesorisnya.
PT. Indosat sebagai salah satu penyedia jasa telepon seluler nomor dua terbesar di Indonesia dengan produknya kartu selulernya (Matrix, Mentari dan IM3), menjadi sangat peduli dengan keberadaan merek kartu selulernya. Salah satu yang menjadi kunci sukses dan kekuatan operator untuk eksis di bisnis ini adalah jika mempunyai merek yang cukup kuat melekat di benak pelanggan maupun konsumen. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui kekuatan suatu merek dipasar adalah dengan menghitung brand equity atau ekuitas merek tersebut.
Paska merger Indosat melakukan reposisinning merek kartu seleluernya dari 4 merek (Matrix, Mentari, IM3 Bright, IM3 Smart) menjadi hanya 3 merek yaitu Matrix, Mentari dan IM3. Matrix adalah kartu paska bayar, sedangkan Mentari dan IM3 adalah kartu pra bayar dengan segmen dan target pelanggan yang berbeda.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa dan mengetahui brand equity dari masing-masing kartu seluler Indosat (Matrix, Mentari dan IM3). Di samping itu juga untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan masing-masing kartu berdasarkan elemen yang membentuk ekuitas merek tersebut. Perhitungan brand equity ini menggunakan konsep brand equity ten yang pertama kali diperkenalkan oleh David A. Aaker. Konsep ini kemudian dikembangkan dan dijadikan model oleh Darmadi Durianto dan kawan-kawan dan menjadi referensi dalam pembuatan penelitian ini.
Dari hasil pengukuran menggunakan model brand equity ten diketahui bahwa brand equity tertinggi dari kartu seluler Indosat adalah kartu Mentari, kemudian IM3 dan terakhir Matrix. Elemen-elemen yang mempengaruhi terbentuknya brand equity index dalam perhitungan menggunakan model brand equity ten adalah brand awareness, perceived value, brand personality, organizational associations, price premium, customer satisfaction/loyalty, perceived quality, leadership/popularity, market share, market price & distribution coverage.
Hasil ini ternyata sejalan dengan revenue yang dihasilkan oleh masing-masing kartu dimana kartu Mentari memberi sumbangan sebesar 63% dari total revenue kartu seluler Indosat, disusul IM3 sebesar 20% dan terakhir Matrix sebesar 17%. Artinya adanya keterkaitan antara besarnya ekuitas merek dengan besarnya output yang dihasilkan baik secara penjualan maupun keuangan.
Untuk bersaing dengan kompetitornya khususnya Telkomsel dan XL, maka semua elemen dalam brand equity ten perlu segera ditingkatkan mengingat brand equity atau brand value semua kartu seluler Indosat masih berada satu tingkat dibawah kartu seluler Telkomsel.

In recently decade the business which very dynamics is cellular telephone business. The business fantastic growth and influences all sectors related of them. Such as operator as service provider, vendor for technology provider, hand phone provider till accessories business.
PT. Indosat as second bigger cellular operator in Indonesia with cellular product (Matrix, Mentari and IM3) very concerned with the brand of cellular card. One of the key success and strength point of operator to exist in this business is to having brand which be Top of Mind in head's of customer and consumer. One of the indicators which using to know of brand positioning is measuring the brand equity of them.
After merged Indosat has repositioning of their cellular brand from 4 brands (Matrix, Mentari, IM3 Bright and IM3 Smart) into 3 brands, they are Matrix, Mentari and IM3. Matrix is postpaid cellular card. While Mentari and IM3 are prepaid cellular card with different segment and target.
Objectives of this study are analyzing and knowing the brand equity of Indosat cellular card (Matrix. Mentari, and IM3). Beside that to recognizing strength and weakness point of them based on element which builds the brand equity. Brand equity analyzing using brand equity ten concept which the first time introduced by David A. Aaker. Therefore this concept continues and developed by Darmadi Durianto and his colleagues and as reference of this study.
From measuring result in this study which using brand equity ten models, found that the highest index of brand equity for lndosat cellular brand is Mentari, than IM3 and the last is Matrix. The element which involved in this model and value of' brand equity index are brand awareness, perceived value, brand personality, organizational associations, price premium, customer satisfaction/loyalty, perceived quality, leadership/popularity, market share, market price & distribution coverage.
The result is inline with revenue which generated by each brand. Mentari can generate the revenue until 63% from total cellular revenue, following IM3 with 20% revenue and Matrix with 17%. Means there is relationship among brand equity of product with outcome to sales and finance.
To compete with close competitors particularly Telkomsel and XL. Hence all elements in brand equity ten need to improve as soon as possible. Remembering the brand equity or brand value Indosat cellular card lower one level from Telkomsel.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18514
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Ratna Suminar
"Brand image dianggap salah satu aspek yang paling penting dalam mempengaruhi minat dalam memilih brand. Konsumen dapat menciptakan nilai yang dirasakan dan kualitas berdasarkan brand image dengan menciptakan citra kualitas dan kehandalan, yang menjamin konsumen saat akan melakukan pembelian. Penelitian ini membahas mengenai pengaruh brand image UNIQLO pada produk pakaian UNIQLO.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis bagaimana brand image UNIQLO pada produk pakaian UNIQLO di Jakarta.Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain eksplanatif dan bertujuan untuk menjelaskan variabel brand image. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang konsumen UNIQLO dengan menggunakan metode non-probability sampling dengan teknik purposive. lnstrumen penelitian ini menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara brand image sebagai variabel independen dan repurchase intention sebagai variabel dependen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa brand image produk pakaian UNIQLO tinggi dan dimensi brand image yang paling kuat adalah dimensi attribute.

Brand image is considered as one of the most important aspects that influences most important aspects in influencing interest in choosing a brand. Consumers create perceived value and quality based on brand image that creates an image of quality and reliability, which ensures consumers to make a purchase.
This study's purpose is to analyze the influence of brand image on UNIQLO clothing products. This study uses quantitative approach. The sample in this study was l00 people UNIQLO consumers using non-probability sampling with purposive technique. The research instruments used questionnaire.
The results of this study indicate that there are brand image of UNIQLO apparel products at a high category and dimensions of brand image with the highest value are in the dimension attribute.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S63907
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Hasan Albaqir
"Indonesia  merupakan negara yang terdiri dari berbagai agama yang didominasi oleh penduduk beragama Islam. Kehadiran bank syariah di Indonesia menjadi hal yang penting untuk memenuhi kebutuhan layanan perbankan yang sesuai dengan ajaran Islam. Pertumbuhan jumlah nasabah bank syariah yang cukup besar belum mampu memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan bank syariah itu sendiri. Oleh karena itu penting bagi bank syariah untuk membuat nasabah menjadi loyal dengan membangun yang baik di mata nasabah. Kegiatan corporate social responsibility (CSR) dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan reputasi dan persepsi suatu brand di mata konsumen. Penelitian ini bertujuan brand equity bank syariah di Indonesia. Penelitian ini akan menggunakan dua dimensi dari CSR yaitu philanthropic responsibility dan ethical responsibility serta dua dimensi dari brand image yaitu functional image dan symbolic image. Responden dalam penelitian ini adalah nasabah bank syariah yang aktif menggunakan layanan perbankan syariah dalam 1 tahun terakhir dan pernah mengetahui mengenai kegiatan CSR yang dilakukan bank syariah yang mereka gunakan. Penelitian ini akan menggunakan analisis Structural Equation Modelling SEM) dengan software Lisrel 8.8 untuk mengolah data kuesioner yang memiliki skala likert 1- 5 dari 230 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ethical responsibility berpengaruh positif terhadap functional dan symbolic image. Sedangkan philanthropic responsibility tidak berpengaruh positif terhadap functional symbolic image. Selain itu functional dan symbolic image berpengaruh positif terhadap brand equity.

Indonesia is a country with a population consisting of various religions, with a predominantly Muslim population. The presence of Islamic banking industry in Indonesia is important to fulfill banking service needs which comply to sharia teachings. The growth of Islamic banking customers which is quite large to date has not been able to provide a significant influence on the growth of Islamic banking themselves. Therefore, it is important to improve customer loyalty by creating good image seen from the customers perspective. Corporate Social Responsibility (CSR) activities are one way to improve brand reputation and perception on consumers perspective. Therefore, this study aims to determine whether the CSR affects brand image (BI) and brand equity (BE) of islamic banking in Indonesia. This study uses two dimensions of CSR (philanthropic responsibility and ethical responsibility), and two dimensions of BI (functional image and symbolic image). Respondents in this study were islamic banking customers who actively used the islamic banking services over the past 12 months and had learned about CSR activities carried out by the Islamic banking they were using. Using the Analysis of Structural Equation Modeling (SEM) on Lisrel 8.8 software, this study processes the data which were obtained through 230 returned questionnaires from respondents with using Likert scale of 1 to 5 as a tool. The results of this study indicate that ethical responsibility has a positive effect on functional and symbolic image, while philanthropic responsibility does not positively influence the functional and symbolic images. On the other side, functional and symbolic images have a positive effect on BE.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Rahayu Soemadipraja
"Industri seluler di Indonesia berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan industri ini salah satunya ditengarai dengan tingginya tingkat churn atau perpindahan pelanggan dari satu kartu ke kartu lain. Industri seluler sebagai industri jasa tak bisa dilepaskan dari tiga faktor, yakni teknologi, 107678produk, dan kualitas pelayanan. Kemungkinan churnng intention timbul karena ada peluang berpindah dan perkembangan ketiga faktor tersebut.
Studi ini mempelajari, bahwa dengan meningkatnya churn, PT Indosat sebagai operator seluler terbesar kedua di Indonesia perlu mempelajari alasan-alasan mengapa pelanggan berpindah. Untuk itu perlu melakukan analisa serta menerapkan strategi yang paling tepat untuk meningkatkan kapabilitas faktor-faktor terbaik yaitu dengan mempertahankan pelanggan untuk selalu mempergunakan produk (Customer Retention) dengan meningkatkan kualitas pelayanan (Service Quality) serta mempertahankan keinginan pelanggan untuk selalu membeli kembali produk (Brand Loyalty), karena tidak hanya mempertahankan pelanggan tetapi juga harus disertai dengan peningkatan ARPU (average revenue per user).
Berdasarkan analisa churning intention, diperoleh hal-hal yang berpengaruh terhadap customer switching, yaitu: produk atau jasa yang dikehendaki tidak beredar lagi di pasaran, kebutuhan produk dengan tingkat kualitas yang berbeda, keinginan pelanggan atas produk atau variasi baru, banyaknya operator seluler memungkinkan banyak pilihan produk serta penawaran paket-paket harga ekonomis, teknologi seluler saat ini merupakan produk standar serta standar layanan teknik yang hampir lama, kegagalan pada pelayanan inti serta pelayanan yang tidak memuaskan.Customer satisfaction dan switching barriers merupakan fungsi dari intention to repurchase (brand loyalty). Faktor-faktor yang mempengaruhi customer satisfaction adalah, kualitas produk, kualitas pelayanan, faktor emosi seperti self esteem dan social value, faktor harga dan cost of acquiring, yaitu kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa yang diinginkan. Jones (2000) membagi switching barriers menjadi: strong interpersonal relationship; tingginya kekuatan ikatan personal yang terbangun antara karyawan provider dengan pelanggan, high switching cost; banyaknya waktu, uang dan usaha yang diperlukan oleh pelanggan untuk berganti provider dan high attractiveness of alternatives; banyaknya alternatif pilihan yang menarik yang berada di pasar.
Pada umumnya perusahaan melakukan program marketing yang fokus pada tujuan-tujuan brand centric. Secara sederhana, brand centric marketing lebih fokus kepada bauran pemasaran 4P (product, price, place dan promotion) untuk lebih mengembangkan ekuitas merek serta mendominasi pasar melalui akuisisi pelanggan. Sedangkan customer centric marketing lebih fokus kepada perbaikan tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau perusahaan. Tujuan utamanya adalah mempertahankan pelanggan dengan membangun loyalitas pelanggan, mendorong meningkatnya penggunaan produk, hubungan jangka panjang dengan pelanggan serta meningkatkan keuntungan jangka panjang melalui peningkatan penggunaan produk.
Customer equity adalah nilai jangka panjang suatu perusahaan yang secara garis besar ditentukan oleh nilai dari hubungan atau relationship suatu perusahaan dengan Para pelanggannya (Rust, Zeithaml and Lemon,2000), atau dengan kata lain nilai suatu pelanggan tidak hanya diukur dari keuntungan secara langsung terhadap perusahaan tetapi juga dari kontribusi dan pelanggan tersebut sepanjang waktu. Sehingga untuk membangun customer equity, perusahaan hams mengelola aktivitas program brand centric marketing dan customer centric marketing secara simultan. Untuk meningkatkan customer equity, perusahaan hams fokus kepada factorfaktor pendorong yang dianggap paling krusial untuk dilakukan, yang meliputi (Rust, et al): a) Value equity, yaitu penafsiran obyektif pelanggan terhadap kegunaan dari suatu produk. Penafsiran ini ditentukan oleh kualitas produk, harga dan kenyamanan. b) Brand equity, penafsiran subyektif dan intangible pelanggan yang dibangun melalui citra dan nilai. Penafsiran ini dipengaruhi oleh brand awareness, sikap pelanggan terhadap produk atau brand serta keberadaan perusahaan itu sendiri, dan c) Relationship equity atau retention equity, kecenderungan subyektif untuk tetap mempergunakan suatu produk yang disebabkan rasa familiar, berat untuk berpindah, atau kepercayaan terhadap personil perusahaan terkait.
Menjadi trend dewasa ini, bahwa pelanggan berperilaku blatant polygamist, yaitu loyal terhadap berbagai produk atau merek; variety seeker, pelanggan yang selalu menunggu peluncuran produk barn dari berbagai operator serta deal seeker, pelanggan yang selalu menunggu program diskon atau penawaran harga murah.
Untuk mengatasi churn dan mempertahankan pelanggan yang ditargetkan, Indosat hares fokus kepada customer equity sebagai instrumen pengembangan strategi segmentasi, karena dengan segmentasi Indosat dapat mempelajari keunikan dan pola-pola pemakaian dari setiap pelanggan serta memperhatikan situasi pada saat invest untuk mengembangkan program-program retention dan hanya desired customers yang layak dipertahankan.

In the last two decades, cellular industry in Indonesia is booming amazingly. As the result, the churn rate has reached astoundingly high levels. Churn means such as consumers who switch from one mortgage provider to another at their next purchase occasion. Cellular as service industry can not be separated form the three factors: technology, product, and service quality. Churning probably occurs because there could be any opportunity to switch from the factors.
The study of this paper acknowledges churn as an epidemic, with Indosat being second biggest cellular operator in Indonesia who need to understand churning, need to understand their failures to provide strong. They need to examine their competition to determine how their customers are being easily taken away. To minimize the customers churn, it is crucial to investigate the reasons and to apply the most recommended strategies to increase the best firm's capabilities as to retain the customers using the products (Customer Retention) by increasing the quality of services (Service Quality) and retaining the customers intention to repurchase the products (Brand Loyalty), because not only to retain the customers but also to increase the ARPU (average revenue per user).
Based on churning intention analysis, consumers switch for a particular purchase when: the preferred brand is out of stock, competing brands offers better value because of a special promotion, different occasions dictate the need for products of differing levels of quality, and variety or novelty is desired, core service failures and services unsatisfactory.
Customer satisfaction and switching barriers are functions of intention to repurchase (brand loyalty). Factors influence customer satisfactions are product quality, service quality, emotion factor like self esteem and social value, price factor and cost of acquiring, the convenience to get desire product or service. Jones (2000) divided switching barriers into: strong interpersonal relationship; strengths of personal bonding built between the employees of the provider with the customers, high switching cost; ample time, money and efforts required to switch to another provider, and high attractiveness of alternatives; many products or services offered in the marketplace. For most firms, marketing has largely focused on brand centric objectives. Simplistically, brand centric marketing can be thought of as manipulating the elements of the marketing mix, referred to as the four P's (product, price, place and promotion) to improve the status or the health of the brand (brand equity), focus on acquiring more customers (conquest marketing). In contrast, the newer perspective: customer centric marketing largely focuses on efforts to improve customers' perceptions of their experiences in using products or services and in relating to the organization itself. The strategies focus on improving customer's level of satisfaction with the product and with the customer experience. The goal of these efforts is to lengthen customer lifetimes and to increase customer's lifetime profits through increased spending.
Customer equity is the long-term value of the firm is largely determined by the value of the firm's customer relationship (Rust, Zeithaml and Lemon, 2000). A firm's customer equity is the total of the discounted lifetime values of all its customers, in other words the value of the customer not only in terms of that customer's current profitability, but also with respect to the net discounted contribution stream that firm will realize from the customer overtime. To develop customer equity, the firm need to find a way to manage both acquisition and retention efforts simultaneously, combining the power of the brand and the power of the customer by incorporating both brand centric and customer centric marketing activities.
To increase firm's customer equity, firm must focus on the three of customer equity's drivers, by determining which of these equities that has the greatest impact. Customer equity, include (Rust, et al):Value equity, the customer's objective assessment of the utility of a brand. This assessment is driven by the product's quality, price and convenience. b) Brand equity, the customer's subjective and intangible assessment of the brand built through image and meaning. This assessment is influenced by brand awareness, the consumer's attitude toward the brand and the firm's corporate citizenship, and c) Relationship equity or retention equity, a subjective predisposition to stay with a brand because of its familiarity, difficulty of switching, or a trust in the brand's sales staff.
In today's world, the solitarily relationships of the past have been eroded, replaced by relationships that are more polygamous. Current customers are more likely to be loyal to a group of brands than to a single brand; variety seeker is motivated by curiosity about and the desire for new experiences in product type and brands and deal seeker, is primarily motivated by price.
To minimize churn and to retain the targeted customers, Indosat must focus on customer equity as the segmentation strategy development, because with this segmentation Indosat will understand the unique customers of need, behave, spending and their response functions before investing in some retention or loyalty programs and to strive who are currently or those who show promise of evolving into desired customers.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18511
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Abdullah
"Sejak masuknya IT Unilever Indonesia ke jajaran produsen es krim di Indonesia pada tahun 1992 dengan merek WALL'S ,terjadi peuingkatan konsumsi es krim di Indonesia yang semula hanya sebesar 29,3 ribu kilo liter pada tahun 1991,maka pada tahun 1995 konsumsi es krim di Indonesia menjadi 73,2 ribu kilo liter.Hanya dalam rcntang waktu yang begitu singkat atau kurang lebih 4 tahun ,PT Unilever Indonesia dapat dipastikan telah menguasai pasar es krim di Indonesia.Keberhasilan itu tidak terlepas dari terobosan yang dilakukan oleh PT Unilever Indonesia dalam memasarkan es krim di Indonesia ,terbukti dengan banyaknya perusahaan yang mengikuti jejak WALL'S dalam pemasaran produk es krimnya.
Pemasaran saat ini merupakan pertempuran persepsi.dan membangun persepsi ini dapat dilakukan melalui strategi brand image terliadap merek suatu produk.Sangatlah tidak mudah bagi produsen dalam membangun mcreknya,mulai dari tahap menancapkan brand awareness sampai loyalitas konsumen terhadap suatu merek sehingga bisa membuat maypritas target pasamya menjadi committed AwyerAtas dasar itulah penulis mengadakan penelitian terhadap Strategi Brand Image yang telah dilakukan oleh PT Unilever Indonesia sehingga dapal menguasai pangsa pasar es krim di Indonesia melalui pent-ukuran Brand Awarc'-msm perceived Quality,dan Brand Loyalty dari es krim merek WALL'S di Indonesia.
Dari hasil penetitian terlihat bahwa es krim merek WALL'S berhasil menduduki posisi Top of Mind,yang berarti merek tersebul paling diingat pertama kali dalam benak konsumen (47%) dibandingkan es krim merek lain.Hal ini disebabkan gencamya promosi yang telah dilakukan PT Unilever Indonesia melalui media cetak maupun elektronik.ataupun menjadi sponsor penyelenggaraan even olahraga atau seni terutama even yang diperuntukkan bagi kawula muda dan game fun bagi anak-anak.
Dilihat dari Brand Loyalty .yaitu tingkat kesetiaan konsumcn terhadap es krim merek WALL's.maka merek WALL'S memiliki persentase terbesar pada Satisfied buyer ( 63,5 % ).Ini menunjukkan sebagian besar konsumen sudah merasa puas dengan rasa es krim yang ditawarkan oleh WALL'S.Sebaliknya persentase terkecil berada pada ttngkal Switcher atau price buyer ( 11,1 % ),yang menunjukkan bahwa sedikit konsumen yang mempunyai alasan mengkonsumsi WALL'S karena factor harga yang murah.Hal ini berarti alasan utama membeli es krim merek WALL'S bukan karena factor harga ,tapi lebih disebabkan oleh factor- factor lain .seperti rasanya yang sesuai dengan selera,mudah diperoleh.mcrck yang sudah dikenal dan mutu yang terjamin.
Mengenai Perceived Quality,ternyata konsumen mempunyai persepsi yang baik terhadap es krim merek WALL'S ,yaitu sebesar 79,4 % .artinya sebagian besar konsumen yang lelah membeli es krim merek tersebut merasa puas karena es krim merek WALL'S dapat memenuhi harapan mereka bahkan mampu melebihi haranan mereka (36,5%).
Berdasarkan hasil penelitian maka PT Unilever Indonesia tetap harus mengadakan promosi secara lebih konsisten dengan variasi pada promosi penjualan dan pemilihan media yang lebih efektif karena terbukti bahwa promosi yang dilakukan melalui radio tidak terlalu mengena pada konsumen.Selain itu perlu adanya pengawasan yang lebih ketat terhadap harga jual,dan penambahan jumlah mobile cabinet unluk lebih mcndckatkan pada konsumen."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T372
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hemas Dewi Arum
"Tren kecantikan berkembang pesat di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia yang diakui sebagai salah satu wilayah dengan pertumbuhan pasar kosmetik tercepat dan menjanjikan Tingkat persaingan dalam industri kosmetik tergolong tinggi dan Indonesia adalah pasar dengan penduduk muslim sebanyak 87 2 persen dari total populasi Wardah memiliki angka pertumbuhan lebih dari 80 persen per tahun dengan menggunakan brand ambassador sebagai salah satu strategi yang mampu membangun brand image dan brand awareness Terdapat delapan brand ambassador Wardah yang berasal dari latar belakang profesi sebagai pekerja seni dan merupakan sosok yang inspiratif yaitu Ria Miranda Zaskia Sungkar Ineke Koesherawati Dian Pelangi Dewi Sandra Lisa Namuri Tatjana Saphira dan Tulus Brand ambassador memiliki empat klasifikasi berdasarkan perannya yaitu testimonial endorsement actor dan spokesperson Dengan lima indikator yang menjadi penilaian yaitu transference congruence credibility attractiveness dan power Setidaknya terdapat empat manfaat penggunaan brand ambassador yaitu liputan media merubah persepsi merek menarik pelanggan baru dan menyegarkan kampanye yang ada.

Trend in beauty is growing rapidly around the world including in Indonesia which is recognized as one of the region with the fastest growth and an expected growing cosmetics market The level of competition in cosmetics industry is tight and Indonesia is one of a markets with 87 2 percent muslims from its total population Wardah has a growth rate more than 80 percent per year by using brand ambassador as one of the strategies to build brand image and brand awareness There are eight people brand ambassadors of Wardah who come from professional background as an artist and an inspiring figure They are Ria Miranda Zaskia Sungkar Ineke Koesherawati Dian Pelangi Dewi Sandra Lisa Namuri Tatjana Saphira and Tulus Brand ambassador theory has four classifications based on their roles which are testimonials endorsements actor and spokesperson There are also five indicators used as assessment which are transference congruence credibility attractiveness and power There are at least four benefits of using brand ambassadors like media coverage changing perception of the brand attracting new customers and refreshing an existing."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tanika Syafira Marsha
"Penulisan makalah ini membahas strategi Consumer-Generated Marketing (CGM) yang diterapkan brand Love Beauty and Planet Indonesia (LBP) Indonesia pada kampanye #smallactsoflove, serta ulasan dari konsumen di media sosial Instagram serta di situs resmi ulasan dan rating Home Tester Club Indonesia (HTCID) dan Female Daily Network (FDN). Tujuan penulisan ini adalah menganalisa strategi CGM dalam membangun brand image produk LBP di Indonesia, dengan implikasi praktis sebagai bahan acuan bagi produk kosmetik lain untuk dapat menjalankan bisnisnya di Indonesia. Metode yang digunakan adalah serangkaian studi literatur yang menganalisis berbagai studi terkait dan materi komunikasi brand LBP. Temuan penulisan ini adalah terdapat peningkatan brand image produk LBP dari hasil penerapan strategi CGM dilihat dari beberapa capaian yang diraih LBP dalam industri kosmetik di Indonesia.

This writing discusses the Consumer-Generated Marketing (CGM) strategy applied by the Love Beauty and Planet Indonesia (LBP) Indonesia in the #smallactsoflove campaign, as well as reviews from consumers on Instagram and on the official website reviews and ratings of Home Tester Club Indonesia (HTCID) and Female Daily Network (FDN). The purpose of this paper is to analyze CGM's strategy in building the brand image of LBP products in Indonesia, with practical implications as a reference material for other cosmetic products to be able to run their business in Indonesia. The method used is a series of literature studies that analyze various related studies and LBP brand communication materials. The finding shows that there is an increase in the brand image of LBP products from the results of implementing the CGM strategy, seen from several achievements made by LBP in the cosmetics industry in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Vega Septyanti
"Persaingan pasar yang begitu ketat memaksa pemasar mencari cara untuk memenangkan produknya di pasar. Brand equity menjadi salah satu cara untuk dapat meningkatkan nilai perusahaan di mata konsumen. Brand equity tidak hanya didapatkan dari strategi promosi seperti harga dan iklan saja namun juga dari negara asal sebuah merek. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh country-of-origin image terhadap brand equity dengan mempertimbangkan perceived quality, brand loyalty, dan brand awareness/association yang dimiliki konsumen pada industri laptop di Indonesia. Sampel penelitian ini adalah mahasiswa yang berdomisili di Jabodetabek yang pernah membeli dan menggunakan produk laptop dalam kurun waktu enam tahun terakhir. Data diolah menggunakan metode Structural Equation Modelling SEM dan juga menggunakan metode Analysis of Variance ANOVA untuk melihat perbedaan antar merek laptop dan antar negara asal merek laptop. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa country-of-origin image memiliki pengaruh positif terhadap perceived quality, brand loyalty, dan brand awareness/association, namun country-of-origin image tidak berpengaruh signifikan terhadap brand equity. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perceived quality dan brand awareness/association tidak memediasi hubungan antara country-of-origin image dan brand equity, hanya brand loyalty yang memediasi hubungan antara kedua variabel tersebut.

The market competition is so tight forcing marketers to find ways to win their products in the market. Brand equity becomes a way to increase company value in costumers rsquo eyes. Brand equity is not only gained by promotional strategies such as pricing and advertising but also by brand rsquo s country of origin. This study aims to analyze the effect of country of origin image towards brand equity by considering perceived quality, brand loyalty, and brand awareness association in Indonesia laptop industry. Data for this research were collected from college student in Jabodetabek who have ever bought and used laptop in the last six years. The data were analyzed using Structural Equation Modelling SEM method using LISREL 8.51 and also using Analysis of Variance ANOVA method to analyze differences between laptop brands and between laptop brand rsquo s country of origin. The result of this research shows that country of origin image has positive effect on perceived quality, brand loyalty, and brand awareness association, whilst country of origin image tidak berpengaruh signifikan terhadap brand equity. Furthermore, the results shows that perceived quality and brand awareness association does not mediating the relationship between country of origin image and brand equity, only brand loyalty which mediating the relationship among those variables.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S66268
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>