Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93330 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Karang batu merupakan salah satu komponen pembentuk ekosistem terumbu karang dan peranannya sangat penting secara biologi maupun ekologi di dalam suatu perairan pesisir. penelitian terumbu karang di perairan Pulau Tanajampea, Kabupaten Selayar Sulawaesi Selatan dilakukan pada bulan Nopember 2007 dengan menggunakan transek garis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kondisi karangbatu perairan Pulau Tanjampea. Hasil analisis meunjukkan bahwa persentase tutupan karang batu tertinggi di Pulau tanajampea yaitu 44,43% yang dijumpai di Stasiun 2 dan terendah 26,33% di Stasiun 1. nilai keanekaragaman jenis (H) karang batu tertinggi 1,04 dijumpai di Stasiun 1 dan terendah 0,83 di stasiun 4. Kemerataan jenis (j) karang batu tertinggi 0,58 dijumapi di Stasiun 3 dan terendah 0,48 di Stasiun 4. jenis karang batu diperoleh sebanyak 111 jenis yang mewakili 16 suku. Secara umum kondisi karang batu di Pulau Tanajampea masih baik dan masuk pada kategori sedang."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Praja Kusuma
"Kerusakan ekosistem terumbu karang dan perubahan kualitas perairan di Pulau Pramuka dapat memicu peningkatan kelimpahan dinoflagellata. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kelimpahan dinoflagellata bentik penyebab Ciguatera Fish Poisoning (CFP), serta menganalisis hubungan faktor lingkungan yang mencirikan setiap stasiun dengan kelimpahan dinoflagellata bentik yang ditemukan. Penelitian dilakukan pada 21-22 September 2023 di tiga stasiun, yaitu Dermaga Odi, Dermaga Mazu, dan Dermaga Villa Delima, yang ketiganya memiliki perbedaan dominansi substrat alami. Penelitian ini menerapkan penggunaan substrat buatan sebagai media pengambilan sampelnya. Substrat buatan diletakkan berdekatan dengan substrat alami selama 24 jam, kemudian diangkat dan disaring. Identifikasi dan pencacahan sampel dilakukan dengan mikroskop cahaya dan Sedgewick Rafter Counting Chamber lalu dihitung kelimpahan selnya. Data faktor lingkungan dianalisis dengan Analisis Komponen Utama (AKU) untuk menemukan faktor lingkungan yang mencirikan setiap stasiun. Hasil penelitian menunjukkan ditemukannya Coolia, Ostreopsis, dan Prorocentrum. Perbedaan substrat alami dan faktor lingkungan menentukan keberadaan dinoflagellata bentik tersebut. Dermaga Mazu memiliki kelimpahan dinoflagellata tertinggi (98 sel/cm²), sementara Prorocentrum menjadi genus dengan kelimpahan tertinggi (129 sel/cm²). Hasil AKU menunjukkan Dermaga Odi dicirikan oleh suhu, Dermaga Mazu oleh salinitas dan fosfat, serta Dermaga Villa Delima oleh DO. Kelimpahan Prorocentrum dan Ostreopsis meningkat seiring dengan kenaikan suhu, DO, salinitas, dan fosfat, sementara kelimpahan Coolia meningkat dengan kenaikan suhu, salinitas, dan fosfat namun kelimpahannya menurun seiring terjadinya peningkatan DO.

Ecosystem damage to the coral reefs and water quality changes in Pramuka Island can potentially trigger an increase in dinoflagellate abundance. This research aimed to identify and analyze the abundance of benthic dinoflagellates causing Ciguatera Fish Poisoning (CFP) and analyze the relationship between environmental factors and dinoflagellate abundance. The research was conducted on September 21-22, 2023, at three stations: Odi Pier, Mazu Pier, and Villa Delima Pier, each with different dominant natural substrates. Artificial substrates were used for the sampling method, and the artificial substrate were placed near natural substrates for 24 hours, then retrieved and filtered. Samples were identified and counted using a light microscope and Sedgewick Rafter Counting Chamber, and the cell abundance was calculated. Environmental data were analyzed using Principal Component Analysis (PCA) to identify factors that characterizing each station. The genera that found in this research were Coolia, Ostreopsis, and Prorocentrum. Differences in natural substrates and environmental factors determined the presence of these benthic dinoflagellates. Mazu Pier had the highest dinoflagellate abundance (98 cells/cm²), with Prorocentrum being the most abundant genus (129 cells/cm²). PCA results showed that Odi Pier was characterized by temperature, Mazu Pier by salinity and phosphate, and Villa Delima Pier by dissolved oxygen (DO). Prorocentrum and Ostreopsis abundance increased with higher temperature, DO, salinity, and phosphate levels, while Coolia abundance increased with higher temperature, salinity, and phosphate but decreased with higher DO levels."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem laut dangkal yang dijumpai hampir di sepanjang pantai Indonesia. Karang batu merupakan salah satu komponen pembentuk ekosistem ini dan sangat dominan dari komponen lain. Penelitian tentang komunitas karang batu di perairan Pulau Tagulandang, Sulawesi Utara telah dilakukan pada bulan Mei 2012 dengan menggunakan metode transek garis yang dilakukan pada kedalaman yaitu 3m dan 6m. Tujuan penelitian ini untuk melihat keanekaragaman jenis dan kondisi karang batu di perairan Pulau Tagulandang. Penelitian ini berlangsung pada lima lokasi yaitu Stasiun 1 (Desa Lesa), Stasiun 2 (Desa Balehumara), Stasiun 3 ( Desa Pumpente), Stasiun 4 (Desa Mehe), Stasiun 5 (Desa Mahangiang). Hasil analisa menunjukkan persentase tutupan karang batu berkisar antara 42,59% (3m) – 49,83% (6m) dengan jumlah jenis karang batu sebanyak 72 spesies yang mewakili 15 famili. Struktur susunan karang batu di perairan Pulau Tagulandang terdiri dari karang masif terutama spesies Porites lutea dan P. lobata, karang submasif terutama spesies Porites nigrecens dan beberapa spesies karang yang masuk famili Acroporidae. Secara keseluruhan kondisi karang batu perairan ini masuk kategori sedang atau berada pada kondisi antara jelek dan baik."
OLDI 40:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ariesnanto
"Terumbu karang merupakan ekosistem khas di daerah
tropika yang memiliki berbagai fungsi untuk biota yang
hidup di dalamnya. Namun, terumbu karang sangat peka
terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Penelitian
struktur komunitas karang batu yang meliputi persentase
tutupan karang batu, komposisi koloni menurut bentuknya,
dan keanekaan jenis telah dilakukan untuk mengetahui
perbedaan struktur komunitas karang batu di Pulau Rambut
(dekat dengan Jakarta) dan Pulau Pari (jauh dari Jakarta).
Penelitian dilakukan dengan netode line intercept transect
yaitu metode standar yang disepakati ASEAN-AUSTRALIA dalam
kegiatan penelitian terumbu karang. Data penelitian dikumpulkan
dari kedalaman 1 m, 3m, dan 5 m di sisi utara dan
sisi selatan masing-masing pulau. Terdapat perbedaan
persentase tutupan karang batu di masing-masing pulau.
Bentuk koloni massive mendominasi Pulau Rambut, sedangkan
bentuk koloni branching mendominasi Pulau Pari.
Sejumlah 8 marga karang batu ditemukan di Pulau Rambut, 14
marga di sisi selatan Pulau Pari, dan 19 marga di sisi
utara Pulau Pari. Perbedaan lokasi Pulau Rambut dan Pulau
Pari menunjukkan perbedaan struktur komunitas karang batu."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Aurellia Azahra Syahalan
"Keberadaan ekosistem terumbu karang berperan penting secara ekologis karena menjadi sumber kehidupan bagi berbagai biota laut. Penurunan kualitas ekosistem terumbu karang di Indonesia, disebabkan oleh aktivitas manusia dan pengaruh alam. Penelitian dilakukan di empat stasiun Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu (Utara, Timur, Selatan, dan Barat). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi kesehatan terumbu karang dengan mengetahui persentase tutupan dan warna terumbu karang, mengidentifikasi bentuk koloni terumbu karang, serta menganalisis dominansi, keanekaragaman dan keseragaman karang. Metode yang digunakan yaitu metode Underwater Photo Transect (UPT) dan dianalisis menggunakan software CPCe (Coral Point Count with Excel extension), lalu metode CoralWatch (CW) dengan Coral Health Chart, serta perhitungan indeks dominansi (Simpson), keanekaragaman (Shannon-Wiener), dan keseragaman (E). Analisis CPCe menunjukkan bahwa tutupan persentase terumbu karang berada pada kategori sedang (30,87-42,20%). Analisis CoralWatch menunjukkan Stasiun 1, 2, dan 4 mayoritas terumbu karangnya mengalami stres dengan persentase karang sehat masing-masing sebesar 29,36%, 9,23%, dan 15,22%, sedangkan Stasiun 3 memiliki proporsi karang sehat lebih tinggi (35.65%).  Ditemukan 10 bentuk koloni karang, Coral Massive mendominasi di Stasiun 1 (50), Stasiun 2 (69), dan Stasiun 3 (19). Stasiun 4 di dominasi oleh Coral Foliose (34). Hasil analisis indeks biodiversitas terumbu karang berada pada kategori dominansi rendah (0,25), keanekaragaman sedang (2,47), dan keseragaman rendah (0,36).

The existence of coral reef ecosystems plays an important role ecologically because it is a source of life for various marine biota. The quality of coral reef ecosystems in Indonesia can decline, due to human activities and natural influences. The research was conducted at four stations on Pramuka Island, Seribu Islands (North, East, South and West). This research aims to analyze the health condition of coral reefs by knowing the percentage of coral cover and color, identifying the shape of coral reef lifeform, and analyzing coral dominance, diversity and uniformity. The method used is method Underwater Photo Transect (UPT) and analyzed using CPCe software (Coral Point Count with Excel extension), method CoralWatch (CW) with Coral Health Chart, as well as calculation of dominance (Simpson), diversity (Shannon-Wiener) and uniformity (E) indices. CPCe analysis shows that the percentage cover of coral reefs is in the medium category (30.87-42.20%). CoralWatch analysis shows that Stations 1, 2, and 4 have the majority of coral reefs experiencing stress with healthy coral percentages of 29.36%, 9.23%, and 15.22%, respectively, while Station 3 has a higher proportion of healthy corals (35.65%). About 10 lifeform were found, Coral Massive are dominating at Station 1 (50), Station 2 (69), and Station 3 (19). Station 4 is dominated by Coral Foliose (34). The results of the coral reef biodiversity index analysis are in the categories of low dominance (0,25), medium diversity (2.47), and low uniformity (0.36)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruswadi
"Sumberdaya terumbu karang di Pulau Tidung telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk berbagai keperluan. Pada saat ini sebagian masyarakat Pulau Tidung menggantungkan hidupnya sebagai penyedia jasa kegiatan wisata yang sebelumnya berprofesi sebagai nelayan. Adanya kegiatan wisata di Pulau Tidung yang tanpa terkendali yang memanfaatkan keindahan karang dapat berdampak terjadinya penurunan kualitas terumbu karang di sekitarnya. Metode pengamatan untuk mengamati tingkat kerusakan karang adalah Line Intercept Transect dan faktor lingkungan diamati dengan pengukuran berbagai parameter lingkungan perairan secara langsung di lapangan. Aspek sosial ekonomi dan pengelolaan dikaji dari berbagai peraturan yang telah ada dan wawancara secara mendalam dengan penduduk setempat dan wisatawan. Penelitian ini membahas mengenai kondisi kerusakan terumbu karang dan faktor penyebabnya baik faktor antropogenik maupun non-antropogenik serta pengelolaan terumbu karang di Pulau Tidung. Beberapa faktor yang diamati yaitu kondisi perairan, kondisi terumbu karang, aspek sosial masyarakat dan kebijakan pengelolaan terumbu karang. Kondisi perairan meliputi suhu, kecerahan, kecepatan arus, pH, salinitas, fosfat dan nitrat. Kondisi karang meliputi persentase tutupan karang, indeks keanekaragaman, dan indeks dominasi. Penelitian dilaksanakan selama bulan Juni – Agustus 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Tidung dalam kondisi rusak - sedang dengan persentase tutupan karang hidup antara 21,41% – 30,19%. Indeks keanekaragaman tutupan berkisar antara 2,0423 – 2,1495 dan indeks dominasi tutupan berkisar antara 0,1433 – 0,1466, nilai tersebut memperlihatkan adanya keanekaragaman dan tekanan lingkungan yang sedang, dan tidak adanya dominasi tutupan karang tertentu. Parameter kualitas air laut memperlihatkan masih dalam ambang batas normal untuk kehidupan karang. Faktor antropogenik berupa kegiatan pariwisata, penambangan karang, pengeboman dan pengoperasian kapal di daerah terumbu karang diduga berperan terhadap kerusakan karang di Pulau Tidung. Pengelolaan terumbu karang di Pulau Tidung telah diatur melalui beberapa peraturan baik secara nasional maupun oleh pemerintah setempat, namun pelaksanaannya belum optimal sehingga diperlukan implementasi kebijakan yang lebih baik dengan menerapkan program kesadaran masyarakat, penegakan hukum dan peran masyarakat secara aktif dalam mengelola sumberdaya laut.

Coral reef resources in Tidung Island has been used by local people for various purposes. At this time most of local people working as a travel provider or tourist guide. The existence of tourist activities in Tidung Island that utilizes the exotic of coral reefs affect the condition of coral reefs in this area. Observation method to observe the level of coral damage is Line Intercept Transect and environmental factors observed by measuring several water quality parameters. Socio-economic and management aspects examined from existing regulations and interviews with local people and tourists. The aim of this study is to discuss the coral condition and the causes of coral degradation including anthropogenic factors, non-anthropogenic and management of coral reefs in Tidung Island, Seribu Islands, north off Jakarta. Several factors were observed, namely the condition of waters, coral reefs, and social aspects and management. Water conditions include temperature, brightness, speed of flow, pH, salinity, phosphate and nitrate, and the condition of coral include life form percentage, index of diversity, and dominance index. The research was conducted during June to August 2011. The results show that the condition of coral reefs in Tidung Island was categorised bad condition to moderate with the percentage of life form ranges between 21.41% - 30.19%. Index of diversity ranged from 2.0423 to 2.1495 and dominance index ranged between 0.1433 to 0.1466. These showed ​​that the level of diversity and environmental pressures are medium, and has no a spesific type of coral cover that dominates in coral reefs. Water quality parameters are still within normal limits for coral life. Anthropogenic factors such as tourism, mining coral, destructive fishing (bombings) and the operation of ships in coral reef are thought to contribute to destruction of coral reef in Tidung Island. Management of coral reefs in Tidung Island has been governed by several regulations by both national and local government, but the implementation has not been optimized so the implementation of better policies by implementing public awareness programs, law enforcement and community participation in managing marine resources is needed."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T35184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evy Mariani
"Terumbu karang merupakan ekosistem yang kompleks dengan keragaman biologi tinggi yang mendukung produktivitas perikanan. Belum banyak penelitian mengenai informasi data bio-bisik, sosio-ekonomi, dan tata kelola dalam pengelolaan kawasan konservasi di Pangandaran Kabupaten Ciamis. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kondisi terumbu karang dari aspek bio-fisik, sosio-ekonomi, dan tata kelola sejak penetapan pencadangan sebagai kawasan konservasi laut serta faktor-faktor yang mempengaruhi. Pengumpulan data kondisi biofisik terumbu karang dilakukan dengan metode transek garis (line intercept transect/LIT) pada lokasi Pasir Putih, Batu Mandi, Batu Layar, dan Batu Nunggal di 8 titik kedalaman (3 m dan 5 m).
Kondisi lingkungan terumbu karang dilakukan dengan pengukuran parameter-parameter kualitas perairan (suhu, kecerahan, salinitas, arus, dan pH). Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tata kelola dilakukan dengan menggunakan kuisioner dan wawancara dengan 57 orang responden. Data sekunder kondisi terumbu karang sebelum dan sesudah penetapan kawasan konservasi laut di Pangandaran dikumpulkan dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya.
Indikator biofisik menunjukkan hasil trend tutupan karang hidup di kedalaman 3 m mempunyai kecenderungan menurun, dan kedalaman 5 m mempunyai kecenderungan tutupan karang hidup yang stabil. Kondisi terumbu karang di lokasi penelitian berada pada status buruk sampai dengan baik. Kondisi terumbu karang di Pangandaran dipengaruhi oleh aktivitas pariwisata dan aktivitas penangkapan ikan, serta peran aktif masyarakat dalam pengelolaannya. Pengelolaan kolaboratif kawasan konservasi terumbu karang di Pangandaran Kabupaten Ciamis merupakan faktor penentu kelestarian terumbu karang.

Coral reefs are complex ecosystems with high biodiversity that supports the productivity of fisheries. Not much information on the research of bio-physical, socio-economic, and governance in the management of conservation areas in Pangandaran Ciamis. The research was carried out to analyze the condition of coral reefs in the aspects of bio-physical, socio-economic, and governance since the establishment of marine reserves as a conservation area and the factors that influence. Biophysical condition of coral reefs conducted by the line intercept transect (LIT) at the location of Pasir Putih, Batu Mandi, Batu Layar, and Batu Nunggal in 8 point depths (3 m and 5 m).
The environmental conditions of coral reefs conducted by measuring the water quality parameters (temperature, brightness, salinity, currents, and pH). To find out the socio-economic conditions of society and governance is done by using a questionnaire and interviews with 57 respondents. Secondary data coral reefs before and after the establishment of marine protected areas in Pangandaran collected from the results of previous studies.
Biophysical indicator shows trend results live coral cover in depth of 3 m have a tendency to decline, and a depth of 5 m has a tendency to live coral cover was stable. The condition of coral reefs in the study sites are in poor to good status. The condition of coral reefs in Pangandaran is influenced by the activity of tourism and fishing activities, as well as the active role in its management. Collaborative management of coral reef conservation in Pangandaran Ciamis is an important determinant of coral reef conservation.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T32944
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awaludin Syamsuddin
"Coral reef cover has been conducted observations using the Line Intercept Transect (LIT), and methods of Under water Fish Visual Census (UVC) to determine the type of fish Observation of the condition of coral reefs and reef fish is done in shallow water which is 3-6 depth in ten-point observation station. Based on direct observtion, the general condition of coral reef in Wangi-wangi Island is classied into the category from moderate to good. The average peresentage of live coral cover (life form) at the base station to station 10 is 64,61%. Water temperature ranged from 25 until 29oC, Salinity 34-36?, Brightness reaces the bottom; diversity index (H?) ranged from 3,2 to 3,6. Uniformity index (E) at te bottom waters ranged from 0,83 to 0,91. Dominance Index (C) ranged from 0,09 to 0,14. Reef fish diversity index ranged from 2,96 to 3,97, Uniformity index (E) reef fish ranged from 0,55 to 0,97. Valve dominance index (C) ranged from 0,04 to 0,17. Based on the valve of scoring on te whole category, all of the observation stations are include in category S1 which is suitable for beach tourism or nautical tourism like diving or snorkling."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T43282
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The condition of coastal water in Sironjong island at the time of this research is as follow: 7 meter of sea brightness, 30 percentile salinity, pH 8, 28 degree Celcius of air temperature, and 30 degree Celcius of water surface temperature. While the condition at Sikuai island is as follow: 5 meters of sea brightness, 30 percentile of salinity, pH 7, and 28 degree Celcius of water surface temperature. This differences are assumed because the Sikuai island is a vacation spot and upon its land built resort hotels. Results show that manta-tow lives in both islands' waters, which means coral recovery live equal to 11-30% category II."
LIN 3:5 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>