Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48237 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdul Gaffar Karim
"This paper discusses a dominant group in local politics of Sumenep that is based on a pesantren network that is usually referred to as the Bani Syarqawi. The author argues that the superiority of religious clerics (Kyai) over the mass in Sumenep has been mainly based on their adaptability to the transformational change of their role from traditional - charismatic to rational -authoritative by means of educational exellence and genealogical network that is both powerful and full conflict."
[place of publication not identified]: [publiser not identified], 2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mills, C. Wright
London: Oxford University Press, 1968
305.524 MIL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Agnestesia Putri Aryani
"Selama ini, kematian dianggap sebagai akhir dari pemenuhan utilitas yang ingin dicapai selama hidup. Meskipun demikian, teori yang dipaparkan oleh Azzi dan Ehrenberg (1975) justru menyatakan adanya kepercayaan akan kehidupan setelah kematian mau tidak mau membuat manusia harus mempertimbangkan utilitas yang ingin dicapai kelak. Sedekah dan partisipasi dalam kegiatan keagamaan, dianggap sebagai investasi yang dapat memberikan jaminan terhadap pencapaian utilitas pada kehidupan setelah kematian. Penelitian ini menemukan adanya hubungan substitusi antara sedekah dan partisipasi serta pengaruh positif dari tingkat keimanan seseorang terhadap sedekah dan partisipasi tersebut. Selain itu, ditemukan pula bahwa peningkatan usia akan meningkatkan sedekah dan partisipasi yang dilakukan seseorang.

People tend to think that death is the end of their pursuit to maximization of utility. Instead, Azzi and Ehrenberg?s theory of lifecycle consumption (1975) said that afterlife belief give another perspective for us, to considering about the afterlife utility. Religious giving and participation in a religious activity, considered as investment for a guarantee of a better afterlife utility. This study find a substitute relation between religious giving and participation. Also, the religious giving and participation have a positive and significant impact for every additional age and increasing in belief.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
S59000
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumadi
Bekasi: Gugus Press, 2002
200 RUM m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Habibah
"Kajian ini mendeskripsikan bagaimana budaya damai dapat dikembangkan dengan kegiatan dan pendalaman keagamaan, mengingat budaya damai memiliki terkait erat dengan perkembangan budaya damai itu sendiri di masyarakat. Adapun fokus kajian ini adalah Pesantren kilat, sebuah miniatur pesantren bagi siswa yang durasinya singkat dan tidak seperti pesantren seperti biasa. Tujuan dari pesantren ini adalah agar para siswa mendapatkan materi keagamaan dan pembiasaan yang baik dalam kehidupan sehari hari seperti pesantren sehingga kebiasaan dari pelatihan pesantren kilat ini terinternalisasi menjadi bagian dari kepribadiannya. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan teknik penggalian data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa kegiatan pesantren kilat yang dilaksanakan dua hari satu malam, di sekolah Ibadurrohman, Ciruas, Serang, dengan beberaapa materi seperti mencari teman yang baik, Muslim Perspektif, Genggam Al-Qur’an, Taklukkan Dunia, Menebar kebaikan di era digital. Pelaksanaan pesantren kilat yang dikembangkan di masyarakat khususnya di SLTA di Serang dapat memberikan dampak yang positif dalam rangka mengembangkan keagamaan, terlebih khusus membangun budaya damai dengan menanamkan saling percaya, menerima terhadap perbedaan, tenggang rasa, dan toleransi baik sesama peserta, antar panitia, maupun antar panitia dan peserta."
Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2019
297 JPAM 32:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Hadiyanto
"ABSTRAK
Di negara kita terdapat beberapa organisasi sosial keagamaan, bentuk dan cirinya beraneka ragam, salah satunya adalah Nahdlatul Ulama (NU). Organisasi-organisasi tersebut merupakan asset bangsa dan negara yang sangat berharga. NU yang didirikan pada 31 Januari 1926 di Surabaya oleh para kyai pengasuh pondok pesantren, secara garis besar terbentuknya terdorong oleh 2 hal, pertama ; dalam rangka mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan bangsa asing (internal), dan kedua ; dalam rangka melestarikan ajaran Islam tradisional Ahlusunnah Wal Jama'ah, khususnya dengan naiknya penguasa baru di Arab Saudi yang beraliran Wahabi penentang praktek keagamaan Islam tradisional tersebut.
Inti ajaran NU adalah Ahlusunnah Wal Jamaah yang mencakup Akidah (teologi), , Syariah (hukum) dan Ahlak ' (etika) , sedangkan pola fikirnya adalah Tawassuth (moderat), Tawazun (keseimbangan), dan Ta'addul (adil dan lurus). Ketiga Inti ajaran dan pola fikir ini senantiasa mewarnai kehidupan warga NU.
Implementasi kegiatan-kegiatan NU di masyarakat tercermin pada beberapa sayap organisasi yang jumlahnya cukup banyak, meliputi Lembaga-lembaga, Lajnah/panitia tetap dan Badan-badan otonom. Dalam gerak dinamiknya, NU telah banyak memberikan sumbangan bagi bangsa dan negara. Baik dalam kapasitasnya sebagai jam'iyyah diniyah yaitu organisasi keagamaan, sosial dan pendidikan maupun sebagai partai politik.
Dengan luasnya bidang garapan NU, maka penulis membatasi pembahasan berdasarkan 2 pertimbangan :
1. Dengan melihat bahwa pendiri, penopang dan basis NU adalah komunitas pesantren, maka membahas tentang sumbangan NU bagi negara dan bangsa akan kurang lengkap tanpa membahas pondok pesantren.
2. Cerminan miniatur gerak dinamik kehidupan NU di masyarakat, dapat terlihat pada kehidupan pondok pesantren, yaitu meliputi bentuk pembinaan warga pesantren dan pola hubungan antara kyai dengan santri.
Untuk itulah penulis mengambil studi kasus pondok pesantren, persisnya pondok pesantren Krapyak Yogyakarta.
Pada sosok NU ini terdapat sesuatu yang menarik untuk diteliti, ternyata masyarakat tradisional dengan dipelopori oleh para kyai, mampu mendirikan suatu organisasi dan berhasil menghimpun jutaan pengikut dengan basis masyarakat pedesaan dan kaum santri, dinamiknya mampu mewarnai kehidupan sosial dan politik, serta suaranya diperhitungkan oleh pemerintah. Untuk itu, inti masalah penelitiannya adalah strategi dan taktik NU dalam membina umat, masalah tersebut diteliti melalui 3 pertanyaan pokok:
1. Bagaimana cara NU membina warganya menjadi warga negara yang baik.
2. Apa yang membuat warga NU dalam bermasyarakat berpola peduli lingkungan.
3. Apakah ada hubungan antara kinerja sistem Pesantren dengan kinerja sistem Ketahanan Nasional.
Dengan berlandaskan teori yang relevan dan menggunakan observasi partisipatif dilengkapi dengan studi kepustakaan, penelitian kami menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Cara NU membina warganya sebagai warga negara, ternyata tidak melalui saluran struktur jenjang organisasi yang ada, melainkan terselenggara melalui struktur jenjang non-formal yang dapat dibedakan menjadi dua bentuk:
a. Untuk daerah yang tidak ada pondok pesantren di dalamnya, implementasi pembinaan melalui 2 media: Kegiatan perkumpulan jama'ah tarekat yang terselenggara di Masjid-masjid, langgar, musholla dan surau, termasuk di rumah Kyai dan Kegiatan Yasinan, Tahlilan dan pembacaan Barzanji yang rutin di laksanakan minimal seminggu sekali;
b. Untuk daerah yang di dalamnya ada pesantren, di samping dua media di atas, pembinaan diberikan oleh kyai kepada warga NU melalui pengajian rutin di dalam pesantren.
Kedua bentuk media komunikasi tersebut yang berjalan secara intensif telah menjadi sarana pembinaan yang efektif dan melahirkan rasa persaudaraan yang erat.
2. Pola peduli lingkungan dalam bermasyarakat, tertumbuhkan oleh inti ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah dan asas berfikir Tawassuth (jalan tengah/moderat), Tawazun (keseimbangan) dan Ta'addul (keadilan/lurus). Tiga asas ini dalam implementasinya telah melahirkan sikap muslim yang non-sektarian yang di butuhkan bagi sistem ketahanan nasional.
3. Di tinjau dari masukan instrumental, masukan mentah, masukan lingkungan, proses dan keluaran, terdapat adanya sifat Isomorphic (kemiripan bentuk) antara kinerja sistem pesantren dengan sistem ketahanan nasional. Out put pendidikan pesantren berupa manusia yang berwatak dan bersifat non-sektarian, merupakan pendukung bagi sistem ketahanan nasional.
4. Pola hubungan antara para pimpinan NU dengan warganya tidak mengikuti kaidah rasional formal organisasi, namun hubungan yang terjadi adalah hubungan patronase yang tertumbuhkan oleh serba ajaran etik keagamaan, dan ternyata bentuk struktur organisasi NU telah menjadi sumber genetik dari budaya kultur patronase di lingkungan NU tersebut."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Islah Gusmian
"Artikel ini menjelaskan tentang tradisi penulisan teks-teks keagama-an yang terjadi di dunia pesantren yang dilakukan oleh para kiai pesantren. Kasus yang diangkat dalam artikel ini adalah KH. Misbah ibn Zainul Mustafa Bangilan, pengasuh Pesantren Al-Balagh, Bangilan, Tuban, Jawa Timur. Dari tangannya telah lahir teks-teks keagamaan, baik terjemahan maupun asli, dengan beragam topik bahasan, bahasa dan aksara yang digunakan, serta teknik penulisan. Dari karya-karya yang dihasilkan tersebut menunjukkan bahwa pesantren bukan hanya sebagai ruang di mana transfer ilmu pengetahuan dan pendidikan karakter dilakukan oleh para kiai. Lebih dari itu, mereka—seperti tampak pada sosok KH. Misbah ibn Zainul Mustafa—juga merepresentasikan anggitan dalam berbagai bidang keilmuan Islam yang cukup kaya dan komprehensif. Di tangan kiai, pesantren menjadi skriptorium dan sekaligus tempat di mana kiai menulis teks-teks keagamaan Islam dan mempublikasikannya di tengah masyarakat, sehingga bisa dibaca oleh masyarakat luas."
Jakarta: Kementerian Agama, 2016
297 JLK 14:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Arifin
"Masalah pokok yang mendasari penelitian ini adalah perbedaan paham keagamaan dua komunitas Islam; NU(tradisionalis) dan Muhammadiyah(modernis), yang terproyeksikan ke dalam pemilihan sistem pendidikan yang dianut, baik dari segi substansi maupun kelembagaannya. Dalam perkembangan awal, NU memnakai sistem pendidikan pesantren salaf, sedangkan Muhammadiyah memakai sistem pendidikan modern. Namun dalam proses selanjutnya ada semacam "sintesa" di antara keduanya, di mana NU mengadopsi sistem pendidikan modern ke dalam pesantrennya, sedangkan Muhammadiyah mengadopsi sistem pendidikan tradisional, dengan mendirikan pesantren.
Namun demikian, melalui lembaga pendidikan yang mereka kelola. kedua komunitas itu sama-sama memperkuat identitasnya secara tegas dan sama-sama mempunyai watak ambiguity. Di satu sisi sama-sama ingin meningkatkan mobilitas umat, sedangkan di sisi lain justru membangun ikatan-ikatan strukturalnya yang khas untuk kelestarian paham keagamaannya dan pengembangan organisasinya. Sehingga pendidikan yang mereka kelola masih bersifat populis dan tak ubahnya sebagai cagar yang menjamin terselamatkannya struktur dan identitasnya dart generasi ke generasi.
Berdasar pada persoalan di atas, penelitian ini bertujuan untuk menelaah mengenai modal sosial(social capital) dan jangkauannya di pesantren Alhamidiyah(NU) dan Pesantren Darul Argom(Muhammadiyah). Peneliti menggunakan konsep keterlekatan sosial(social embededness) dalam tingkat mikro menurut Michael woollcock dan empat komponen social capital menurut Alex Inkeles. Tesis yang diajukan adalah social capital pesantren yang dikembangkan dengan baik akan akan meningkatkan kualitas output pesantren.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa social capital di kedua pesantren yang diteliti tidak berkembang baik. Kendatipun hubungan pesantren Alhamidiyah dengan komunitasnya dan pemerintah(Depag-Diknas) cukup baik, partisipasi wali santri juga cukup signifikan, serta peran pemerintah juga bask, namun di pesantren ini terjadi hubungan konfliktual dan tidak harmonis di antara para aktor-aktor internal pesantren. sering terjadi di pesantren Alhamidiyah.
Sementara itu, keadaan di pesantren Darul Arqom Iebih parah lagi. Karena aktor-aktor kunci seperti PWM(Pengurus Wilayah Muhanunadiyah) DKI dan direktur pesantren justru tidak melakukan perannya yang signifikan dalam mengembangkan pesantren ini. Akibatnya masalah yang dihadapi pesantren terus bertambah dan dan bisa dikatakan tidak ada masalah yang terselesaikan. Disamping itu, hubungan dengan komunitasnya terputus, karena mereka tidak percaya kepada pesantren ini yang telah mengajarkan paham NII(Negara Islam Indonesia) dan kasus tanah yang tidak selesai. Sementara partisipasi wali santri juga kurang baik, sedangkan peran pemerintah(Depag-Dikanas) terhadap pesantren ini nihil.
Penelitian ini dengan demikian melahirkan sebuah rumusan modal sosial, sebagai sebuah hubungan hubungan antar aktor-aktor dalam sebuah institus-institusi sosial yang mengarah kepada tercapainya tujuan-tujuan yang diinginkan oleh anggotaanggota komunitasnya.
Akhirnya, penelitian ini melahirkan rekomendasi untuk pengembangan kedua pesantren tersebut. Kedua pesantren itu perlu membangun social capital dengan memperbaiki manajemen pesantren terlebih dahulu. Dalam rangka membangun social capital ini kedua pesantren juga perlu menyusun strategi perencanaan pesantren kembali secara lebih akurat dengan meninjau kembali visi, misi, dan tujuan serta input, proses, output dan outcomes kedua pesantren sebelumnya. Karena perencanaan merupakan fungsi manajemen yang hares dilaksanakan terlebih dahulu sebelum fungsi-fungsi yang lain. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T495
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>