Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150978 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sagung Agung Putu Suadtri Yani
"Beberapa tahun terakhir ini telah diberlakukan beberapa Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta, salah satunya adalah Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 15 Tahun 2004 tentang Perubahan Status Hukum Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan RSUD Pasar Rebo dan Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada PT. RS Pasar Rebo. Perda tersebut menjadi polemik bagi masyarakat sekitar rumah sakit dan karyawan RS Pasar Rebo khususnya yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Sebelum adanya Perda Nomor 15 Tahun 2004, perlindungan terhadap karyawan RSUD Pasar Rebo disesuaikan dengan ketentuan yang ada di dalam UU Kepegawaian, kemudian setelah pemberlakuan Perda Nomor 15 Tahun 2004, peraturan mengenai kesejahteraan karyawan diatur dalam Surat Keputusan Direksi RS Pasar Rebo Jakarta Nomor 231 Tahun 2004 tentang Penetapan Kesejahteraan Karyawan RS Pasar Rebo Jakarta.
Setelah Mahkamah Agung RI mengeluarkan Putusan Hak Uji Materiil tentang Perda nomor 15 Tahun 2004, ketentuan tentang perlindungan terhadap karyawan R Pasar Jakarta pihak manajemen RS Pasar Rebo masih mernakai SK Direksi Nomor 231 tahun 2004 tentang perda nomor 15 tahun 2004, ketentuan tentang perlindungan terhadap karyawan RS Pasar Rebo Jakarta pihak manajemen RS Pasar rebo masih memakai SK Direksi nomor 231 tahun 2004, karena pihak rumah sakit masih menunggu Keputusan Pembatalan Perda nomor 15 tahun 2004 yang dikeluarkan oleh Pemintah Daerah propinsi DKI Jakarta."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19819
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2002
347.012 HIM (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Meray Hendrik Mezak
"Indonesia adalah negara berdasar atas hukum. Oleh karena itu, segala peraturan perundang-undangan harus bersumber pada hukum dasar dan aturan-aturan pelaksana tidak dibenarkan bertentangan dengan hukum dasar dan peraturan yang lebih tinggi. Di samping itu segala tindakan penyelenggara pemerintahan harus dibatasi oleh ketentuan-ketentuan hukum. Guna mengatasi terjadinya penyimpangan produk peraturan perundang-undangan perlu adanya sarana pengendali konstitusional yang disebut hak menguji materiil di Indonesia dirumuskan dalam Pasal 26 UU No. 14 Tahun 1970 dan diperkuat dengan Tap. MPR No. III/MPR/1978 serta terakhir dipertegas dengan Pasal 31 UU No. 14 Tahun 1986 yang pada intinya memberikan kewenangan pada Mahkamah Agung untuk menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan dari tingkat di bawah undang-undang karena bertentangan dengan norma hukum yang lebih tinggi. Putusan ini dapat diambil berhubung dengan pemeriksaan perkara pada tingkat kasasi. Dalam pengertian dapat berarti pelaksanaan hak uji materiil tidak harus melalui pemeriksaan perkara biasa yang urut-urutannya dimulai dengan perkara tingkat pertama, banding dan kemudian kasasi, akan tetapi dalam pelaksanaannya belum optimal dan terkesan tidak efektif. Oleh karena itu, penerapan Legislatif Review merupakan alternatif yang tepat guna menjaga konsistennya konstitusionalisme di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Adri
"Tesis ini membahas tentang putusan Mahkamah Agung No.41P/HUM/2009 tentang uji materiil Peraturan Daerah tentang Pajak Kendaraan Bermotor khususnya Alat-alat Berat dan Alat-alat Besar yang mana sebagian pihak merasa dirugikan dengan adanya Perda tersebut oleh karenanya pihak yang merasa telah dirugikan mengajuakan Judicial Review ke Mahkamah Agung. Oleh karena itu timbul permasalahan apakah pembentukan Perda tersebut telah sesuai dengan tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan kemudian selain itu menginai permohonan hak uji yang di ajukan oleh pemohon ditolak Mahkamah Agung dengan alasan telah melewati batas waktu pengajuan permohonan, namun dengan terbitnya Perma Nomor 1 Tahun 2011 yang mencabut ketentuan mengenai batasan waktu pengajuan hak uji apakah permohonan tersebut dapat diajukan lagi mengingat adanya asas Nebis In Idem. Maka dari itu Peraturan Daerah yang bertentangan tersebut dianggap merugikan sebagian pihak khususnya pengusaha pemilik atau pengguna jasa Alat-alat Berat dan Besar sehingga Peraturan Daerah tersebut perlu ditinjau ulang dengan mengajukan uji materiil (judicial review) ke Mahkamah Agung karena telah lewat tenggat waktu pengajuan Hak Uji Materiil hal ini juga menjadikan hambatan pihak yang merasa dirugikan karena suatu peraturan perundang-undangan ataupun peraturan daerah yang asas, materi muatannya tidak sesuai dengan tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan serta bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, dilihat dari hal tersebut seharusnya Pemerintah Daerah khususnya dalam membentuk dan/atau membuat suatu peraturan daerah baiknya di sounding agar terhindar dari konflik yang mungkin akan timbul, disosialisasikan agar masyarakat tahu serta harus diberitahukan ke Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia. Mahakamh Agung juga baiknya memberikan kejelasan jangan hanya karena melewati batas waktu permohonan langsung ditolak tanpa melihat dahaulu dampak yang timbul dari peraturan tersebut.

This thesis discusses the Supreme Court ruling on judicial No.41P/HUM/2009 Regulation on Motor Vehicle Tax in particular Heavy Equipment and Large Equipment which is where most parties feel aggrieved by any local regulation therefore those who felt he had aggrieved filed a judicial review to the Supreme Court. Therefore raised the question of whether the formation of the regulation in accordance with the procedures for the establishment of legislation later than that of the right to request that the proposed test by the Supreme Court rejected the applicant with the reasons already passed the deadline for applications, but with the publication of Supreme Court Regulation No. 1 In 2011, striking down the provisions regarding the filing time limit test whether the application can be filed again in light of the principle Nebis In Idem. Thus the local regulation to the contrary shall be deemed detrimental to some people especially businessmen owners or users of services of Heavy Equipment and Large so that local regulation is necessary to review by filing a judicial (Judicial Review) to the Supreme Court because the filing deadline has passed judicial review it also makes the barriers those who feel aggrieved because of a legislation or regulations that principle, materials charges do not correspond to the establishment of procedures for legislation and regulations conflict with the higher, it should be seen from the local government, especially in established and/or local regulations make a sounding good in order to avoid conflicts that may arise, that they should know and the public should be notified to the Ministry of Justice and Human Rights of the Republic of Indonesia and the Ministry of Interior of the Republic of Indonesia. The Supreme Court also made it clear not only a good idea because the application deadline passes immediately rejected without notice before the effects of the regulation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36142
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonard P.S.S.
"Transportasi udara niaga saat ini mengalami perkembangan pesat. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya perusahaan penerbangan yang menyediakan jasa pesawat terbang (jasa transportasi udara). Dalam penyelenggaraan penerbangan, ternyata banyak hak-hak penumpang yang tidak dipenuhi sebagaimana mestinya oleh perusahaan penerbangan, yang tentunya mengakibatkan terjadinya sengketa konsumen. Sehubungan dengan itu, diperlukan adanya peraturan-peraturan perundang-undangan pelaksana lebih lanjut sebagai turunan peraturan dari Undang-Undang serta partisipasi dari pemerintah, pelaku usaha serta konsumen untuk menyadari hak dan kewajibannya, sehingga kepentingan para pihak tetap terlindungi sesuai yang disebutkan dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan empiris yang dilakukan dengan penelusuran terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap konsumen transportasi udara niaga lalu kemudian meneliti keefektifannya terhadap penerapan penyelesaian sengketa konsumen.

Commercial air transport service sector is currently experiencing rapid development. It is shown by the facts that many airlines are providing aircraft services (air transport services). In the operation of the flight, it turns out that many of the rights of passengers are not fulfilled by the airlines, which would result in consumer disputes. Accordingly, it is necessary having rules and further implementing regulations as a derivative of the Laws as well as the participation of the government, sellers and consumers to realize their rights and obligations, so that the interests of those parties are protected as mentioned in legislation. This study is a juridical normative and empirical research carried out by finding the governing legislation relating to consumer's protection laws especially commercial air transport consumers and then examining the effectiveness of the implementation of the consumer's disputes resolution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S51
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Netty
"Hak Uji Materiil terhadap peraturan di bawah undang-undang hampir tidak pernah ada/jarang dilakukan sampai tahun 1992 karena hukum acara untuk melakukan hak uji materiil belum ada. Baru pada tahun 1993 Mahkamah Agung mengeluarkan Perma No.1/1993 tentang Hak Uji Materiil. Dengan keluarnya Perma tersebut tidak ada alasan bagi Mahkamah Agung untuk menolak perkara yang masuk ke Mahkamah Agung untuk diadakan pengujian. Masalah dalam pelaksanaan Hak Uji Materiil adanya klausula dalam Pasal 131 ayat (3) Undang-Undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung "... Pencabutan dilakukan oleh instansi yang bersangkutan". Ini mengandung arti bahwa peraturan perundang-undangan, yang setelah diadakan pengujian oleh Mahkamah Agung, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, harus menunggu pencabutan oleh instansi yang bersangkutan. Padahal, batas waktu pencabutan tidak ditentukan berapa lama sehingga menimbulkan masalah. Juga peraturan Mahkamah Agung bukanlah peraturan perundang-undangan karena Mahkamah Agung tidak berhak mengeluarkan peraturan perundang-undangan.
Mahkamah Agung hanya dapat mengeluarkan peraturan yang bersifat mengatur acara/prosedur pengajuan hak uji materiil. Perma No. 1/1993 bukan mengatur proses acara peradilannya saja, melainkan Mahkamah Agung juga memperluas pengajuan hak uji materiil yang diatur undang-undang hanya melalui kasasi saja. Dengan adanya Perma No.1/1993 pengajuan hak uji materiil dapat langsung ke Mahkamah Agung tanpa melalui kasasi. Dalam hal ini Mahkamah Agung telah melampaui batas kewenangan yang dimilikinya. Perkara yang masuk ke Mahkamah Agung setelah keluarnya Perma No. 1/1993 sebanyak 10 perkara. Dari 10 perkara yang masuk hanya 3 perkara yang diputus oleh Mahkamah Agung. Dari 3 perkara yang diputus oleh Mahkamah Agung, 2 perkara dinyatakan tidak dapat diterima, sedangkan 1, perkara ditolak. Da1am memutus perkara hak uji materiil Mahkamah Agung belum melaksanakan fungsinya sesuai dengan tugasnya, yaitu memutus perkara yang seadil-adilnya dan bebas dari pengaruh lain. Hal itu terlihat dari putusan hak uji materiil yang dilakukan oleh Mahkamah Agung."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulida Larasati
"Pemerintah menerapkan pembatasan terhadap
kepemilikan tanah di Indonesia. Pemerintah melarang badan
hukum, kecuali badan hukum tertentu yang dinyatakan oleh
peraturan perundang-undangan, untuk memiliki tanah dengan
status Hak milik yang merupakan status hak tertinggi
dalam kepemilikan tanah di Indonesia. Dalam transaksi yang
terkait dengan pertanahan, tidak jarang dijumpai badan
hukum (yang tidak ditunjuk Pemerintah) yang mengupayakan
agar dapat memperoleh tanah dengan status Hak Milik.
Mekanisme yang digunakan biasanya adalah dengan cara
melakukan perjanjian nominee. Status Hak Milik atas tanah
ini lebih disukai badan hukum ketimbang status Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, ataupun Hak Pakai, mengingat
bahwa status Hak Milik atas tanah adalah turun-temurun,
terkuat, dan terpenuh. Perjanjian nominee dimungkinkan
berdasarkan ketentuan pada Buku III KUHPerdata, sepanjang
memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian. Penelitian
ini bersifat deskriptis analitis dengan metode pendekatan
yuridis normatif berdasarkan data sekunder yang diperoleh
dari hasil penelitian kepustakaan dan data primer. Pada
kasus yang dibahas, Putusan Majelis Hakim MA menyatakan
bahwa pemilik sesungguhnya dari tanah dan bangunan adalah
pihak yayasan dan bukan karyawan, karena terdapatnya
perjanjian nominee yang berkaitan/melatarbelakangi
pembelian tanah dan bangunan tersebut. Namun demikian,
berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa Majelis Hakim
salah dalam menerapkan hukum, karena Majelis Hakim tidak
memperhatikan bahwa perjanjian nominee tersebut merupakan
upaya penyelundupan hukum sehubungan dengan keinginan
yayasan tersebut untuk memperoleh tanah dengan status hak
milik. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, yayasan
sebagai badan hukum (yang tidak ditunjuk Pemerintah) tidak
diperkenankan untuk memperoleh hak milik. Oleh karenanya,
mengingat perjanjian nomineenya batal demi hukum (yaitu
melanggar Pasal 21 ayat (2) jo Pasal 26 ayat (2) UUPA) maka jual beli atas tanah dan bangunan tersebut juga batal
demi hukum, kemudian tanah tersebut jatuh kepada Negara."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S21387
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbanraja, Elisabet
"ABSTRAK
Masalah pertanahan merupakan suatu masalah strategis yang terkait dengan faktor-faktor sosial, ekonomi, politik maupun budaya yang harus segera ditangani karena dapat menimbulkan banyak benturan kepentingan yang berakibat munculnya berbagai permasalahan di bidang pertanahan. Pendaftaran tanah di Indonesia bertujuan untuk menjamin kepastian hukum atas bidang tanah yang telah terdaftar yaitu dengan memberikan sertipikat sebagai tanda bukti haknya, dan sertipikat berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Namun kenyataannya banyak terjadi tumpang tindih dalam penerbitan sertipikat hak atas tanah, yang mengakibatkan terdapat pemegang sertipikat ganda. Pihak yang merasa kepentingannya dirugikan mengajukan perkaranya ke hadapan sidang pengadilan.
Salah satu contoh sengketa sertipikat ganda yang diajukan ke hadapan sidang pengadilan adalah perkara yang telah mendapat putusan, yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 227 K/ TUN/ 2010, suatu sengketa sertipikat ganda yang terjadi di Desa Watutumou, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara, Propinsi Sulawesi Utara, telah dilakukan dua kali penerbitan sertipikat oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Utara. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab timbulnya sertipikat ganda yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Utara, dan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah bilamana terdapat penerbitan sertipikat ganda dan terhadap pihak ketiga yang telah melakukan perbuatan hukum atas sertipikat tersebut, serta untuk mengetahui apakah dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan sengketa sertipikat ganda di Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 227 K/ TUN/ 2010 telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi deskriptif analitis, dengan menggunakan data sekunder. Kesimpulan penelitian ini yaitu, faktor yang menyebabkan timbulnya sertipikat ganda di Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Utara yaitu ketidak- telitian pejabat kantor pertanahan dalam menerbitkan sertipikat hak atas tanah, peta pendaftaran belum terbentuk atau belum lengkap, lemahnya sistem administrasi, kesalahan manusia/human error, tanah berasal dari warisan, pemecahan atau pemekaran wilayah, dan tumpang tindih putusan pengadilan. Sistem publikasi negatif yang bertendensi positif telah memberikan perlindungan hukum kepada pemegang sertipikat hak atas tanah, meskipun perlindungan tersebut tidak bersifat mutlak. Pertimbangan hakim dalam memutus sengketa sertipikat ganda dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 227 K/ TUN/ 2010 telah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

ABSTRACT
Land related problems are strategic issues because of their multi-facet factors inclusive of social, economic, politic and cultural characters. These land problems must be dealt with at earliest attention Otherwise they will spark conflicts of interest that may lead to entangled problems in agrarian affairs. Land registration in Indonesia aims to award certificate as land title recognition, and indeed a land certificate is an admissible evidence. However, it is different in the field. Overlapped land certificates are rampant causing double land certificate holders. The parties, which their interests are impaired from such double land certificates, file claims to the district courts.
An example of double land certificate lawsuit lodged to the court, for which a decision court has been handed down is that of a case adjudicated under the Verdict of Supreme Court Number 227 K / TUN / 2010. The said case concerns dispute of double land certificate in Desa Watutumou, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara of North Sulawesi Province. The Land Agency of Kabupaten Minahasa Utara issued double land certificates. The objectives of this research are to identify the contributing factors of the issuance of double land certificate by Land Agency of Kabupaten Minahasa Utara, and legal protection to the holders of such double land certificates as well as the third parties filing legal actions against the said double land certificates, and whether the legal standings underlying the verdict handed down by the judges for case of double land certificate dispute in National Administrative Court (PTUN) Number 227 K/ TUN/ 2010 have been in conformity with the applicable laws and regulations.
This research is normative with typology descriptive analysis based on secondary data. The conclusions are drawn deductively. The conclusions of this research reveal that the contributing factors for the issuance of double land certificate in Land Agency of Kabupaten Minahasa Utara include the incautiousness of officials of Land Agency in awarding land title certificates, absent or incomplete land registration maps, weak administration system, human errors, inherited lands, region sub-division or fission, compounded with overlapped court decisions. Negative publication system with positive tendency gives legal protection to the holders of land certificates despite not absolute protection. The considerations of judges examining the case of double land certificate dispute under Verdict of Supreme Court Number 227 K / TUN / 2010 have met the provisions of law on National Administrative Court (PTUN).
"
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T30116
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sagala, Ronald U.P.
"Pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai tanggung jawab terbatas pemegang saham dalam perseroan terbatas dan hal-hal yang menghapuskan tanggung jawab terbatas para pemegang saham. Perseroan terbatas adalah suatu subjek hukum yang merupakan pemangku hak dan kewajiban sehingga bisa memiliki kekayaan sendiri, mengadakan perikatan, dan bisa menggugat dan digugat di depan pengadilan atas namanya sendiri. Tujuan pendirian perseroan terbatas adalah untuk menjalankan usaha dimana pendiri atau pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan, dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai sahamnya dalam perseroan. Agar perseroan terbatas memperoleh status sebagai badan hukum, perseroan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Jika pemegang saham tidak melaksanakan kewajibannya untuk mememenuhi persyaratan perseroan terbatas sebagai badan hukum, hal itu berarti pemegang saham tidak menginginkan adanya pertanggung jawabab terbatas. Tujuan dari pemisahan kekayaan pemegang saham yang dilakukan pemegang saham adalah untuk memisahkan bahwa tanggung jawab pemegang saham adalah terbatas pada sejumlah hartanya yang dipisahkan dan disetor ke perseroan. Akan tetapi dalam hal tertentu pemegang saham dapat dimintakan pertanggung jawaban pribadi atas kewajiban perseroan terbatas. Upaya hukum yang memberlakukan tanggung jawab pribadi pemegang saham dikenal dengan istilah menyingkap tirai perseroan terbatas.

The focus of this study is about limited liability and piercing the corporate veil. A corporation is specifically referred to as a "legal person"- as a holder of rights and duties, that is capable of owning real property, entering into contracts, and having the ability to sue and be sued in its own name.The purpose of establishment of corporation is to conduct the business activities that the respective founders (shareholders) are not personally liable for agreements entered into on behalf of the company and are not liable for the compani?s losses exceeding the nominal value of the shares individually subscribed. In order to have a limited liability status, the company must fulfill the formal requirements based on the prevailing laws and regulations. If the founders do not conduct their duties relating to the fulfillment of legal status of the Company, the founders clearly do not want to have limited liability from the company. The purpose of the Company?s assets that were separated from the shareholders, is to ensure only the respective separated assets will be liable, not all the assets of the shareholder, however there are cases in which the company's shareholders could be sued for negligence or for debts and personally liable for the debts and liabilities of company. The action of bringing in these shareholders to be sued is called "piercing the corporate veil" or "lifting the corporate veil.""
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27981
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maulida Laraati
"Pemerintah melarang badan hukum, kecuali badan hukum tertentu yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan, untuk memiliki tanah dengan status hak milik yang merupakan status hak tertinggi dalam kepemilikan tanah di Indonesia . Dalam transaksi yang terkait dengan pertanahan, tidak jarang dijumpai badan hukum yang mengupayakan agar dapat memperoleh tanah dengan status Hak Milik. Mekanisme yang biasa digunakan adalah dengan cara melakukan perjanjian nominee. Perjanjian nominee ini ada kalanya menimbulkan masalah dikemudian hari.
Pada kasus yang dibahas, pihak Yayasan (Badan Hukum) bersengketa dengan individu yaitu karyawan yang namanya digunakan sebagai nominee atas pembelian tanah dan bangunan dengan pihak ketiga. Atas kasus ini Putusan Pengadilan Negeri berbeda dengan Putusan Pengadilan Tinggi.Putusan Mahkamah Agung akhirnya memenangkan Yayasan karena terdapatnya perjanjian nominee yang berkaitan/melatarbelakangi pembelian tanah dan bangunan tersebut.

Laws prohibits government agencies, unless a specifis legal entity declared by legislation to own land with the status of property which is the highest in the ownership status of land rights in Indonesia, in transaction pertaining to land, not rare entity that seeks to aquire land with the status of property rights. The mechanism commonly used is by nominee agreements. This Agreement nominee sometimes cause problems later on.
In this cases discussed, the foundation (legal entity) dispute with the individual is an employee whose name is used as a nominee for the purchase of land and buildings to third parties. The decision of the Distrisct Court different from The High Court. The Foundation won in a Supreme Court decision, because there are relating in a nominee agreement of ownership of land and building.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21671
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>