Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160045 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ellen Mochfiyuni Adimihardja
"Menurut Pasal 29 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia apabila terjadi wanprestasi maka cara penyelesaiannya adalah diutamakan dengan menjual barang Jaminan Fidusia melalui pelelangan. Namun demikian Undang-undang tersebut memberikan jalan keluar yang lain apabila dengan cara lelang barang tidak mencapai harga tertinggi yang tertuang dalam Pasal 29 ayat (1) huruf c, yaitu dengan penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan antara Pemberi dan Penerima Fidusia, dan hal ini dalam pelaksanaannya dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan. Dalam kenyataannya perusahaan leasing seringkali menjual di luar lelang dengan mengabaikan persyaratan-persyaratan yang telah diatur dalam Undang-undang Jaminan Fidusia. Cara seperti itu jelas melanggar Undang-undang, dan bila dipersoalkan jelas menjadi masalah hukum. Dalam hal ini perusahaan leasing berada dipihak yang lemah. Pemilik barang juga tidak terlindungi dan pembeli barangpun dapat terkena dampaknya bila ada gugatan mengenai barang Jaminan Fidusia. Penjualan barang Jaminan Fidusia secara lelang kurang diminati dikarenakan perusahaan leasing tidak mau berurusan dengan pemerintah karena prosesnya bisa menjadi lama dan perusahaan leasing akan terkena Bea Lelang. Apabila perusahaan leasing memilih cara penjualan secara langsung tanpa lelang, hal itu akan menimbulkan masalah hukum karena prakteknya tidak sesuai dengan Undangundang yang berlaku. Untuk itu diperlukan inisiatif antara Kantor Lelang dengan perusahaan leasing untuk memecahkan masalah tersebut.

According to Article 29 paragraph (1) letter b of Law Number 42 of 1999 regarding Fiduciary Security, in case of default, the settlement will be by giving the priority of selling such Fiduciary Security goods through the auction. However, such law gives another way out if the goods are not reach the highest price sold by auction as contained in Articles 29 paragraph (1) letter c, namely through the private sale conducted based on the agreement between the Fiduciary Provider and Recipient. It is implemented after the lapse of 1 (one) months as of the written notice of the Fiduciary Provider and Recipient to the interested parties and announced in at least 2 (two) newspaper circulated in the relevant religion. Realistically, the leasing company often sold the goods not through the auction by neglecting the terms and conditions already arranged in Law on Fiduciary Security. Such method infringes the Law and becomes, if mattered, a law problem. In this case, the leasing company is in the weak side. The goods owner is not protected and the goods buyer can be subjected to the impact in case of no suit on such Fiduciary Security goods. The sale of the Fiduciary Security goods through the auction is not interesting because the leasing company does not want to have any deal with the government because of prolonged process and the leasing company will be subjected to Auction Charge. If the leasing company chooses the direct sale without auction, it will cause of law problem because it is not in accordance with the prevailing law. To that end, it is necessary to for the Auction Office and the leasing company to have the initiative to solve such problem."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T26701
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Manogihon, Benedictus Hananta
"Banyaknya kasus pengambilan paksa kendaraan bermotor milik debitor yang menjadi objek fidusia oleh kreditor berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia dan perbuatan dari kreditor tersebut bertentangan dengan konstitusi sehingga ketentuan tersebut membuat pihak debitor merasa dirugikan. Seharusnya Debitor mengajukan permohonan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia terlebih dahulu kepada pengadilan negeri. Metode Penelitian dalam Penulisan ini berbentuk doktriner, yaitu suatu Penelitian yang bekerja untuk menemukan jawaban-jawaban yang benar dengan pembuktian kebenaran yang dicari. Isi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 10/Pdt.G.S./2021/PN.Jkt.Tim telah merugikan Debitor. Kreditor merampas 1 (satu) unit kendaraan bermotor roda empat milik Debitor. Penarikan kendaraan tersebut telah melanggar ketentuan penarikan kendaraan yang dibeli secara kredit yang termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia.

There are many cases of forced taking of motor vehicles belonging to debtors which are fiduciary objects by creditors based on the provisions of Article 15 paragraphs (2) and (3) of Law Number 42 of 1999 concerning Fiduciary and the creditors' actions are contrary to the constitution so that these provisions make the debtor feel disadvantaged. The debtor should submit a request for execution of the object of the fiduciary guarantee first to the district court. This research method in writing is in the form of doctrinaire, namely research that works to find the correct answers by proving the truth sought. The contents of the East Jakarta District Court Decision Number 10/Pdt.G.S/2021/PN.Jkt.Tim have harmed the Debtor. The Creditor confiscated 1 (one) four-wheeled motorized vehicle belonging to the Debtor. The withdrawal of the vehicle violates the provisions for withdrawing vehicles purchased on credit as contained in Minister of Finance Regulation Number 130/PMK.010/2012 concerning Registration of Fiduciary Guarantees for Finance Companies that Provide Consumer Financing for Motorized Vehicles with Fiduciary Guarantees."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasman
"ABSTRAK
Lembaga jaminan fidusia adalah salah satu lembaga yang
bertujuan untuk menjamin hutang debitur terhadap kreditur
dalam prakteknya banyak terjadi. Pada dewasa ini diatur
dalam Undang-undang Nomor 42 tahun 1999. Salah satu yang
menjadi objek jaminan fidusia menurut Undang-undang ini
adalah kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor yang menjadi
objeknya itu bisa berupa mobil dan sepeda motor. Pemberian
fidusia termasuk pemberian kendaraan bermotor sebagai
jaminan fidusia harus dilakukan dengan akta Notaris.
Undang-undang Fidusia sendiri hanya mengatur objek fidusia
secara global saja. Pengaturan jaminan fidusia kendaraan
bermotor tidak luput dari hal tersebut diatas. Sehingga
praktek pemberian jaminan fidusia kendaraan bermotor dalam
praktek Kenotariatan diatur dalam suatu model akta yang
telah disediakan untuk itu. Kegunaannya tidak lain selain
sebagai alat bukti para pihak juga untuk melengkapi
atauran-aturan yang sebelumnya tidak diatur atau tidak
terdapat dalam Undang-undang Jaminan Fidusia yang tujuannya
adalah untuk memberi kepastian hukum bagi para pihak.
Hasilnya adalah dalam praktek kenotariatan setiap pemberian
kendaraan bermotor yang dijadikan sebagai jaminan hutang,
maka harus dibuatkan akta jaminan fidusianya."
2002
T37113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Setiadi
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T36576
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Yenny Gunawan
"Kita mengenal bentuk jaminan benda bergerak selain lembaga gadai digunakan juga lembaga fidusia yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Salah satu obyek jaminan fidusia adalah barang persediaan (barang dagangan). Jaminan fidusia ini merupakan jaminan yang sering diterapkan di dalam pemberian kredit mengingat kebutuhan yang sangat terasa di dalam lalu lintas perdagangan. Kontruksi dari fidusia itu sendiri adalah
penyerahan kepercayaan hak kepemilikan dari debitur kepada
kreditur dengan perjanjian bahwa apabila debitur melunasi hutangnya maka kreditur harus mengembalikan hak kepemilikan atas benda jaminan kepada debitur. Dalam hal ini benda jaminan tetap dikuasai oleh debitur untuk keperluan usaha maupun keperluan sehari-hari. Pada dasarnya, perjanjian fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok (perjanjian kredit). Didalam pelaksanaan pembebanan jaminan fidusia atas barang persediaan diawali dengan
dibuatnya perjanjian kredit baik dengan akta notaril maupun akta di bawah tangan, yang kemudian dilanjutkan dengan pembuatan akta jaminan fidusia dan pendaftaran jaminan fidusia di kantor pendaftaran fidusia. Dengan didaftarnya jaminan fidusia maka keluarlah sertifikat
fidusia sebagai jaminan bagi kredifur. Pendaftaran jaminan fidusia memberikan hak preferen kepada kreditur terhadap kreditur-kreditur lainnya termasuk dalam hal debitur dinyatakan pailit. Di dalam pelaksanaan jaminan fidusia atas barang persediaan mengalami beberapa kendala yang dapat merugikan bank sebagai kreditur, antara lain bukti kepemilikan tidak kuat dan barang persediaan merupakan
barang bergerak yang mudah dipindah-pindahkan sehingga debitur yang tidak mempunyai itikad baik dapat melakukan kecurangan dan lain sebagainya. Untuk mengatasi kendala tersebut dan untuk melindungi kreditur maka barang persediaan hanya dapat dijadikan jaminan tambahan untuk kredit jangka pendek."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16316
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Roselind
"Dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 18/PUU-XVII/2019 tentang pengujian UU Jaminan Fidusia Pasal 15 ayat 2 dan 3 memberi penafsiran baru terhadap beberapa frasa dan penjelasannya dalam UU Fidusia, di mana hal ini memberikan implikasi terhadap proses eksekusi jaminan fidusia. Tulisan ini bertujuan untuk menelaah dampak dari putusan MK terhadap perusahaan pembiayaan X dengan melihat tiga hal yakni: a) proses eksekusi jaminan fidusia di Perusahaan Pembiayaan X sebelum adanya putusan MK b) pengaruh Putusan MK terhadap proses eksekusi jaminan fidusia di Perusahaan Pembiayaan ; c) kendala-kendala yang dilalui Perusahaan Pembiayaan X setelah adanya Putusan MK. Dengan menggunakan metode penelitian social legal dengan pendekatan kualitatif, penulis menemukan bahwa meskipun proses eksekusi jaminan fidusia kendaraan bermotor di perusahaan X tidak berubah, namun terdapat perubahan terkait pemaknaan dokumen.

The issuance of the Decision of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia Number 18/PUU-XVII/2019 regarding the review of the Fiduciary Law Article 15 paragraphs 2 and 3 provides a new interpretation of several phrases and explanations in the Fiduciary Law, where this has implications for the process of executing fiduciary collaterals. This paper aims to examine the impact of the Constitutional Court's decision on financing company X by looking at three things, namely: a) the process of executing fiduciary collaterals at Financing Company X prior to the Court's decision b) the effect of the Constitutional Court's decision on the process of executing fiduciary collateral in Financing Companies; c) the obstacles faced by Financing Company X after the Constitutional Court's Decision. By using the social legal research method with a qualitative approach, the authors found that although the process of executing motor vehicle fiduciary collaterals in Company X did not change, there were changes related to the meaning of the document"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudhi Mukhtar Eko Putera
"Pertumbuhan perekonomian dewasa ini menuntut variasi dari lembaga pembiayaan non bank, seperti ; Leasing. Leasing kendaraan bermotor adalah salah satu contoh leasing yang banyak diminati oleh masyarakat. Hubungan dalam lembaga leasing ini dituangkan kedalam perjanjian leasing. Tujuan penulisan ini adalah untuk lebih mengetahui aspek-aspek hukum dari perjanjian leasing kendaraan bermotor, terutama hukum perdatanya. Di mana dalam hal ini perjanjian tersebut dahubungkan dengan pasal 1338 dan pasal 1320 KHUPer. Di sini penulis melihat bahwa perjanjian leasing kendaraan bermotor yang dilakukan antara PT. Media Sarana Inter buana Leasing dengan konsumen merupakan pencerminan dari adanya, azas kebebasan berkontrak yang tercakup dalam pasal 1338 KUHPer. Namun sayangnya azas kebebasan berkontrak tersebut diterapkan secara terlalu bebas sehingga tampak bahwa lessee yang dalam hal ini mempunyai kedudukan yang lebih lemah dari pada lessor harus menanggung kewajiban-kewajiban yang menurut analisa penulis jauh lebih banyak dan berat dibandingkan dengan kewajiban-kewajiban yang diemban oleh si Lessor. Untuk itulah penulis berpendapat bahwa pemerintah perlu mengadakan suatu pengaturan lebih lanjut dalam tingkat perundang-undangan mengenai leasing ini sehubungan dengan pembinaan hukum nasional agar lembaga leasing ini dapat tumbuh dan berkembang sesuai kesadaran hukum dan sosial budaya bangsa, UUD'45 dan Pancasila, terutama jika lessee di Indonesia ingin mengadakan perjanjian dengan lessor asing tidak selalu harus mengadakan perjanjian tersebut tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum asing."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Riska Febriyanti
"Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, banyak pihak mengadakan berbagai macam perjanjian yang salah satunya adalah perjanjian leasing, dan leasing kendaraan bermotor adalah salah satu contoh leasing yang banyak diminati oleh masyarakat yang selanjutnya diluangkan dalam suatu perjanjian (kontrak leasing). Namun gejolak moneter yang terjadi di Indonesia, membawa dampak yang serius terhadap perekonomian Indonesia. Dengan terjadinya depresiasi rupiah terhadap dolar yang sangat tajam dan pengetatan likuiditas perbankan berdampak langsung terhadap perusahaan pembiayaan (multifinance) termasuk juga leasing. Keadaan seperti ini juga berpengaruh terhadap praktek perjanjian leasing kendaraan bermotor, karena pihak lesser dalam hal ini sulit memperoleh dana dari perbankan dan semakin melambungnya bunga leasing menyebabkan banyak kdntrak-kontrak leasing baru yang ditunda. Selain itu semakin banyak pihak lessee yang menunda-nunda pembayaran angsuran atau bahkan tidak bisa membayar lagi angsuran leasing (wanprestasi). Dan dalam hal ini pihak lessor (PT. X) melakukan berbagai upaya pemecahan atau penanggulangannya, yang salah satunya adalah menarik kembali barang yang menjadi obyek leasing atau kendaraan bermotor itu sendiri."
Universitas Indonesia, 1998
S20937
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyanto R.
"Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Secara umum, jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud ataupun yang tidak berwujud, sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu. Fidusia sebagai suatu pranata jaminan berkembang untuk dapat menampung kebutuhan masyarakat akan perkembangan perekonomian yang sedemikian pesat, serta untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. Dengan dikeluarkannya UU No. 42 tahun 1999 mengenai jaminan fidusia, diharapkan dapat menampung kebutuhan masyarakat akan pengaturan jaminan fidusia. Tujuan penulisan skripsi ini adalah memberikan gambaran yang jelas mengenai jaminan Fidusia, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Oleh karena itu sangatlah menguntungkan pemberlakuan jaminan fidusia ini terhadap pengambilan kredit yang di lakukan oleh lembaga pembiayaan. Dipandang dari aspek yuridis, pemberlakuan jaminan fidusia terhadap pelaksaan pengambilan kredit sangatlah penting bagi kita untuk mengkaji dan mengetahui bagaimana suatu perjanjian pengambilan kredit dibebani jaminan fidusia, mekanisme perhitungan pengenaan jaminan fidusia, keuntungan serta kerugian dari pemberlakuan jaminan fidusia ini, cara pendaftaran/mekanisme pendaftaran fidusia, para pihak yang terlibat, bagaimana cara penyelesaian suatu sengketa, apa saja yang dapat terjadi bila terdapat wanprestasi, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan pemberlakuan jaminan fidusia pada perjanjian pengambilan kredit kendaraan bermotor. Untuk itu penulis menyarankan agar dimasa yang akan datang, pemerintah dapat mendirikan sarana yang prasarana yang berhubungan dengan Jaminan Fidusia ini secara modern, seperti dengan otomatisasi dan komputerisasi birokrasi jaminan fidusia dalam perjanjian kredit kendaraan bermotor, sehingga tidak menimbulkan kesalahan-kesalahan serta kebingungan bagi konsumen/atau kreditor dalam rangka perjanjian kredit kendaraan bermotor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20986
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>