Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15009 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Romi Satria Wahono
Bandung: Zip Books, 2009
378 ROM d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Mufidah
"Takeda merupakan perusahaan farmasi global yang telah berdiri selama 235 tahun. Dalam memenuhi kebutuhan konsumen masyarakat Indonesia, PT. Takeda Indonesia berupaya untuk meningkatkan produk dengan kualitas dan mutu terjamin. Dari observasi di lapangan, terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian diantaranya terjadinya proses pengambilan bahan baku pada waktu yang mundur dari waktu yang seharusnya sehingga waktu operator produksi bagian penimbangan memulai proses selanjutnya juga mundur. Waktu yang mundur tersebut akan berpengaruh terhadap ketelitian karena dalam jam kerja yang sama harus sudah selesai dengan target yang telah ditentukan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode multimoment observation langsung yang diambil dalam 2 minggu. Dari hasil pengamatan secara langsung dan wawancara dapat disimpulkan pemborosan (Value Added, Non Value Added but Necessary, dan Non Value Added) pada proses pengambilan bahan baku dari Gudang oleh operator produksi yang paling banyak mengambil banyak waktu yaitu transportasi sebanyak 2,99 jam. Jumlah waktu paling sedikit yaitu pada tanggal 22 Juli 2022 sebanyak 0,91 jam, terbanyak yang dibutuhkan dalam pengambilan bahan baku yaitu 1,3 jam pada tanggal 26 Juli 2022. Presentase waktu terbanyak yang dibutuhkan untuk melakukan pengambilan bahan baku yaitu pada kategori Non Value Added but Necessary sebesar 68,14%; 72,31%; 50,26%; 69,23%; 61%; 76%; dan 48,72% dari keseluruhan total waktu dari tanggal 19-26 Juli 2022.

Takeda is a global pharmaceutical company that has been around for 235 years. In meeting the needs of Indonesian consumers, PT. Takeda Indonesia strives to improve products with guaranteed quality and quality. From observations in the field, there are several things that are of concern, including the occurrence of the process of taking raw materials at a later time than it should be so that when the production operator of the weighing division starts the next process it is also backwards. The backward time will affect the accuracy because in the same working hours it must be completed with a predetermined target. This research is a descriptive research with direct multi-moment observation method taken in 2 weeks. From the results of direct observations and interviews, it can be concluded that the waste (Value Added, Non Value Added but Necessary, and Non Value Added) in the process of taking raw materials from the Warehouse by production operators takes the most time, namely transportation of 2.99 hours. The minimum amount of time was 0.91 hours on 22 July 2022, the most needed in collecting raw materials was 1.3 hours on 26 July 2022. The highest percentage of time needed to collect raw materials was in the Non Value Added but Necessary category of 68.14%; 72.31%; 50.26%; 69.23%; 61%; 76%; and 48.72% of the total time from 19-26 July 2022."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Djoni Rombe
"ABSTRAK
Perkembangan sektor industri yang sangat pesat membutuhkan energi yang sangat besar. Hal ini menyebabkan harga minyak dunia terus naik. Oleh karena itu, pemerintah menghimbau dunia usaha untuk menggunakan batubara sebagai sumber energi. Penggunaan batubara sebagai sumber energi sangat tepat karena Indonesia memiliki cadangan batubara yang besar. Selain itu harga produksi batubara tentunya lebih rendah daripada harga minyak. Himbauan pemerintah untuk menggunakan batubara ini juga karena penggunaan batubara dalam negeri yang sangat kecil. Batubara yang digunakan dalam negeri hanya mencapai sekitar 20% sampai dengan 30% dari total batubara yang diproduksi setiap tahunnya. Permintaan batubara sebagai sumber energi terutama oleh konsumen luar negeri terus meningkat. Permintaan yang tinggi tersebut memacu harga batubara terus naik sampai USD 48,31 per ton. Hal ini menyebabkan kontraktor pertambangan batubara memaksimalkan produksi. Produksi batubara yang dilakukan secara besar-besaran oleh kontraktor pertambangan batubara tentunya membutuhkan suatu peraturan dan undang-undang agar kegiatan operasional berjalan dengan baik. Oleh karena itu, pemerintah memperlakukan kontrak karya dengan kontraktor pertambangan batubara sebagai lex spesialis. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi para investor dibidang pertambangan batubara. Selain kontrak karya, pemerintah juga menerbitkan undang – undang dan peraturan pemerintah yang dapat mendukung kegiatan pertambangan. Namun salah satu peraturan pemerintah justru dianggap sebagai hambatan bagi perkembangan dunia usaha pertambangan batubara. Peraturan pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 mengubah status batubara yang belum diproses menjadi briket batubara dari Barang Kena Pajak menjadi bukan Barang Kena Pajak. Status batubara yang belum diproses menjadi briket batubara sebagai bukan Barang Kena Pajak menyebabkan kontraktor pertambangan batubara tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak sehingga tidak dapat melakukan restitusi atas kelebihan Pajak Pertambahan Nilai. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dan tidak dapat dimintakan restitusi ini menjadi beban bagi kontraktor pertambangan batubara yang akan menaikkan harga pokok produksi batubara. Kenaikan harga pokok produksi tentunya akan mempengaruhi besarnya harga jual batubara. Perubahan status batubara menjadi bukan Barang Kena Pajak membawa masalah tersendiri bagi kontraktor pertambangan batubara generasi I. Dalam kontrak karya dinyatakan bahwa pajak baru yang tidak diatur dalam kontrak karya akan dimintakan pengembaliannya kepada pemerintah. Oleh karena itu, Pajak Pertambahan Nilai yang tidak diatur dalam kontrak karya dianggap sebagai suatu pajak baru yang dapat dimintakan pengembaliannya. Dalam praktek, kontraktor pertambangan batubara generasi I meminta pajak baru tersebut melalui restitusi Pajak Pertambahan Nilai. Pajak baru yang tidak dapat dimintakan restitusi tersebut menyebabkan kontraktor pertambangan batubara melalui Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengajukan permohonan pembatalan Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 ke Mahkamah Agung dan oleh Mahkamah Agung diterbitkan Surat No. 2/Td.TUN/III/2004 tanggal 23 Maret 2004 perihal Permohonan Pertimbangan Hukum yang ditujukan kepada Direktur Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia. Surat tersebut menyatakan bahwa PP No. 144 Tahun 2000 batal demi hukum. Namun karena surat tersebut sifatnya hanya sebatas pertimbangan hukum (legal opinion) dan bukan merupakan Putusan Mahkamah Agung yang tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat untuk dilaksanakan maka oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.15/2004 tanggal 30 Juni 2004 menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tetap berlaku. Kontraktor pertambangan batubara tidak menyetujui Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 dengan alasan bahwa batubara yang belum diproses menjadi briket batubara seharusnya menjadi Barang Kena Pajak karena sesungguhnya telah melalui suatu proses berupa pemecahan, pencucian, dan pencampuran yang memberikan nilai tambah bagi batubara tersebut. Oleh karena itu, kontraktor pertambangan batubara terus mendesak pemerintah untuk mengubah status batubara yang belum diproses menjadi briket batubara sebagai Barang Kena Pajak dan memberikan restitusi Pajak Pertambahan Nilai kepada mereka. Perseteruan antara pemerintah dan kontraktor pertambangan batubara mengenai penetapan batubara yang belum diproses menjadi briket batubara sebagai bukan Barang Kena Pajak perlu dikaji lebih dalam untuk mengetahui bahwa apakah benar batubara yang belum diproses menjadi briket batubara belum mengalami suatu proses sehingga dikategorikan sebagai barang hasil pertambangan yang diambil langsung dari sumbernya dan belum dapat dijadikan sebagai Barang Kena Pajak. Selanjutnya perlu dikaji pula, berapa jumlah restitusi Pajak Pertambahan Nilai yang tidak diterima oleh kontraktor pertambangan batubara dengan adanya perubahan status batubara yang belum diproses menjadi briket batubara sebagai bukan Barang Kena Pajak. Metode analisa yang digunakan untuk menganalisa apakah batubara yang belum diproses menjadi briket batubara telah mengalami proses atau tidak, maka digunakan metode deskriptif developmental. Sedangkan untuk menghitung jumlah restitusi yang seharusnya dibayarkan oleh pemerintah kepada kontraktor pertambangan batubara maka digunakan PT. ABC sebagai benchmark dengan data dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Berdasarkan analisa yang dilakukan maka diketahui bahwa batubara yang belum diproses menjadi briket batubara telah mengalami suatu proses yakni pemecahan, pencucian, dan pencampuran sehingga seharusnya menjadi Barang Kena Pajak karena tidak memenuhi kriteria sebagai barang hasil tambang yang diambil langsung dari sumbernya. Berdasarkan analisa juga diketahui bahwa jumlah restitusi yang tidak dibayarkan oleh pemerintah karena perubahan status batubara yang belum diproses menjadi briket batubara sebagai bukan Barang Kena Pajak untuk tahun 2001 sampai dengan 2007 adalah sebesar Rp. 5.706.740.773.684,- dan untuk tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 adalah sebesar Rp. 4.895.425.655.831,-"
2007
T24514
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imansyah Dana
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2009
S10431
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Benajati Munggaran
"Penelitian ini membahas peraturan pengajuan resititusi PPN ditinjau dari asas cost of taxation. Penelitian ini menggunakan pendekatan positivis dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ditinjau dari asas cost of taxation secara umum administrasi pengajuan restitusi PPN telah efektif khususnya dari administrative dan enforcement cost nya. Namun, ditinjau dari aspek compliance cost nya masih terdapat beberapa kekurangan yang dirasakan oleh wajib pajak. Saran dari penelitian ini adalah agar pembuatan kebijakan yang dilakukan sebaiknya memperhatikan compliance cost yang harus ditanggung oleh wajib pajak, dimana hal tersebut akan meningkatkan kesadaran kepatuhan dari wajib pajak.

This research discusses the regulation of Value Added Tax which is reviewed by cost of taxation principle. The VAT refunds mainly reviewed by administrative cost, enforcement cost and compliance cost aspect. This is a descriptive research using positivist approach. The result shows that VAT refunds regulation is progressing into a better stage and generally has been effective. Effectivity seen from administrative and enforcement cost review, however there are a few lacks from the compliance cost aspect review. Furthermore, this research suggests regulation making should consider the burden of compliance cost that taxpayers have to endured."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47402
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ludhi Rispriandhi
"ABSTRAK
Dalam upaya menyelenggarakan operasi penjualan gas alam pasca diberlakukannya Undang Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas, Pemerintah yang diwakili oleh SKK Migas (d/h BP Migas) membuat kebijakan penugasan kepada Pertamina sebagai penjual gas alam. Dalam kegiatan bisnis proses penjualan gas alam, terdapat proses pendinginan dan transportasi gas alam. Menurut sebagian kalangan pelaku usaha migas, proses tersebut bukan merupakan bagian dari kegiatan hulu migas, sehingga biaya dan PPN atas proses tersebut bukan merupakan bagian dari Cost Reimbursement. Oleh karenanya tidak terdapat mekanisme penggantian PPN atas penyerahan jasa pendinginan dan transportasi gas alam tersebut, dan karenanya terjadi ketidak jelasan tentang pihak mana yang harus menjadi penanggung PPN atas penyerahan jasa-jasa tersebut, apakah kepada KKKS selaku pemilik gas, apakah kepada SKK Migas selaku Regulator dan pemilik gas, atau kepada Pertamina selaku penjual gas. Akibat penerapan kebijakan penugasan ini pada prakteknya membuat posisi Pertamina bertindak juga selaku penanggung dan pengkredit PPN masukan atas penyerahan jasa pendinginan dan transportasi gas alam, sedangkan posisi sebagai penjual gas alam bukan merupakan ruang lingkup kegiatan usaha Pertamina sehingga menurut kaidah perpajakan PPN masukan atas kegiatan di luar ruang lingkup kegiatan usaha tidak dapat dikreditkan.
Berdasarkan kondisi itu, dilakukan analisa dengan menguji kebijakan penugasan dengan kaidah PPN yaitu pemenuhan kriteria taxable supply, dan bagaimana implikasinya terhadap pengkreditan PPN masukan atas penyerahan jasa pendinginan dan transportasi gas alam serta implikasi terhadap posisi Pertamina. Hasil analisa dari sudut pandang PPN tersebut akan digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap penerapan kebijakan penugasan BP Migas tersebut. Dari hasil peninjauan kebijakan penegasan dari sudut pandang kriteria terjadinya taxable supply menunjukan bahwa kebijakan penugasan tidak memenuhi kriteria terjadinya taxable supply, sehingga hal ini memberikan implikasi terhadap mekanisme pembebanan dan pengkredian PPN masukan serta dampak terhadap posisi Pertamina sebagai pengemban kebijakan penugasan. Berdasarkan kondisi tersebut, dilakukan analisa terhadap efektivitas penerapan kebijakan penugasan dimana secara output dapat memberikan hasil yang positif namun dari aspek kepuasan menunjukan hasil yang tidak efektif, disarankan agar dapat dilakukan evaluasi atas penerapan kebijakan penugasan tersebut.

ABSTRACT
In order to undertake the natural gas sales operation subsequent to the issuance of Oil and Gas Law No. 22/2001, the Government which was represented by the Oil and Gas Special Task Unit (SKK Migas or previously known as BP Migas) has implemented Sales Appointment Policy to assign Pertamina as the Gas Seller. Before natural gas produced by the Contractor can be delivered and sold to buyers, natural gas should undergo liquefying process that transfer its gas form into liquid, so that gas can be easily transported to overseas by using tankers. These gas liquefying and transportation services cannot be classified as upstream operation and therefore the cost and VAT of such services cannot be classified as reimbursable items as well. Hence, it is unclear as to which party engaged in Gas Sales Operation that should bear and compensate VAT on those services provided. Is it the Contractor, the Regulator, or the Gas Seller ? In practice Pertamina that act as the Gas Seller is the party which bear and compensate such VAT, in the other hand however, Gas Sales Operation is not the main business of Pertamina from the tax perspective, therefore VAT which was incurred in Gas Sales Operation could not be credited by Pertamina.
Based on such conditions, it is important to analyze the BP Migas Policy from VAT stand of view by using the criteria of taxable supply, and what are the implications of such analysis to the VAT compensation mechanism and to Pertamina?s position in gas operation. The result of such analysis will be used to evaluate BP Migas policy. The analysis shows that the sales appointment policy cannot fulfill the taxable supply criteria, and therefore affected the VAT compensation mechanism and Pertamina?s position as the Gas Sales Representative. A post analysis on the effectiveness of the Sales Appointment policy shows that the policy in terms of output is considered as effective, however on the other hand in terms of level of satisfaction, the analysis shows that there is a huge dissatisfaction felt by Pertamina on the implementation of the policy. It is suggested that such Policy is likely to be evaluated."
2013
T35234
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutasoit, Noel Anugerah
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai analisis pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan video gim digital dari luar negeri.Tujuan penelitian adalah menganalisis pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan video gim digital dari luar negeri. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi literature dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan video gim digital dari luar negeri dipersamakan dengan video gim konvensional. Subjek pajak atas penyerahan video gim dari luar negeri adalah pembeli video gim itu sendiri. Objek pajak atas penyerahan video gim digital dari luar negeri adalah video gim digital yang diserahkan, sebagai barang yang dianggap sebagai objek PPN. Tempat terutangnya PPN atas penyerahan video gim digital dari luar negeri adalah di Indonesia sebagai Negara pengimpor, sedangkan saat terutangnya PPN adalah saat diunduh oleh pembeli. Namun masih sulit untuk memungut PPN atas penyerahan tersebut, karena membutuhkan kesadaran dari wajib pajak untuk memungut"
2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mikha Grinelda Ningrum
"Adanya transaksi jual dan beli membuat tiap perusahaan harus melakukan kewajiban perpajakan Pajak Pertambahan Nilainya, termasuk pula yang dilakukan PT X. Pelaporan perpajakan yang dilakukan PT X mengalami kesalahan yang sebetulnya dapat diatasi dengan Pemindahbukuan. Namun PT X tidak dapat menempuh alternatif tersebut sehingga PT X harus menanggung sanksi administrasi agar kesalahan tersebut dapat terselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dasar pertimbangan dari Direktorat Jenderal Pajak dalam membuat aturan terkait kesalahan setor pada Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean tidak dapat dipindahbukukan dan menganalisis sanksi administrasi yang diterima PT X apakah sudah sesuai dengan mempertimbangkan asas ease of administration. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dasar pertimbangan Direktorat Jenderal Pajak membuat aturan mengenai kesalahan setor Jasa Kena Pajak Luar Daerah Pabean tidak dapat dipindahbukukan karena Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak Luar Daerah Pabean masih rentan untuk dimanfaatkan oleh Wajib Pajak untuk menghindari pajak dan pengawasan yang dilakukan Pemerintah belum dapat diandalkan. Atas adanya ketentuan yang tidak memperbolehkan untuk melakukan Pemindahbukuan, maka cara yang ditempuh PT X untuk mengatasi kesalahan penyetoran pajak adalah Pengembalian Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang, yang menimbulkan sanksi administrasi. Dengan adanya hal tersebut, sanksi administrasi yang terjadi akibat kesalahan setor pajak yang dilakukan PT X tidak memenuhi asas ease of administration.

The occurrence of selling and buying transactions cause every companies to do their VAT obligations, including PT X. Tax reported by PT X which appear to be wrong can be subdued by Overbooking. However PT X couldn’t go thrpugh the said alternative, therefore PT X had to bear administrative sanctions so those mistakes can be resolved. The purpose of this research is to analyze basic considerations from Directorate General of Taxes in making regulations regarding the faulty transfer of Taxable Services from outside the custom area which cannot be overbook and analyze whether the administrative sanctions given to PT X are appropriate, with Ease of Administration principle in deliberation. This research used a qualitative approach with in-depth interview and literature study for data collection. The result of this research concludes that the primary consideration Directorate General of Taxes made regulations concerning the incorrect transfer of Taxable Services from outside the custom area is because Intangible Taxable Goods and Taxable Services from outside the custom area are susceptible to being used by Taxpayers for the purpose of avoiding tax and the Government’s control are not fully reliable. Because the regulations do not allow overbooking, alternative ways taken by PT X to resolve the incorrect transfer of tax is Restitution, which causes administrative sanctions. With that being said, administrative sanctions that occur as a result of wrong transfer of tax do not fulfill the Ease of Administration principle."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nur Ilmi Sari
"Skripsi ini membahas tentang pengkreditan Pajak Masukan pada perusahaan kelapa sawit terpadu. Penelitian ini bertujuan menggambarkan latar belakang dikeluarkannya kebijakan, menganalisis evaluasi kebijakan ketentuan pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kelapa sawit tersebut ditinjau dari segi asas pemungutan pajak yaitu ease of administration, serta perumusan alternatif kebijakan pengkreditan pajak masukan bagi perusahaan kelapa sawit terpadu. Latar belakang dikeluarkannya kebijakan tersebut adalah untuk memberikan perlakuan yang sama (equal treatment) pada petani agar dapat meningkatkan daya saing dalam dunia usaha kelapa sawit. Jika dilihat dari konsep exemption goods, menghasilkan sendiri input berupa barang yang dibebaskan dari pengenaan pajak kemudian diolah sendiri akan menimbulkan sebagian Pajak Masukan yang telah dibayarkan menjadi tidak dapat dikreditkan. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan teknik analisis data kualitatif dengan hasil penelitian kemudahan administrasi perpajakan belum terpenuhi.

This undergraduate thesis discusses about input tax credit on integrated oil palm company. This research aims to describe the background of the policy, analyze the evaluation of the policy from the concept of the ease of administration principle, and to describe the formulation of alternative policy of input tax credit on integrated oil palm company. The background of the policy is the government?s desire to treat farmers with equal treatment to oil palm companies, in order to escalate their competitiveness of the palm oil market. The concept of exemption goods describes that if a company produce their own input, which their input is partly exempted from VAT so they cannot reclaim some parts of their input tax for credits. Researcher used qualitative approach and qualitative data analysis technique. The result is the principle of ease of administration on the implementation of tax policy has not been reached."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>