Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137000 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanlia Andree
"Tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen pembeli unit satuan rumah susun yang dioperasikan sebagai kondominium hotel yang dituangkan dalam suatu kontrak Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan kualitatif, sehingga penelitian ini dapat memberi analisa mengenai besarnya risiko konsumen yang melakukan perjanjian jual beli secara pesan lebih dahulu atas satuan unit rumah susun yang dioperasikan sebagai kondominium hotel yang tertuang dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan permasalahan yang dapat terjadi dalam penghunian dan pengelolaan rumah susun yang dioperasikan sebagai kondominium hotel tersebut.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang ditandatangani oleh konsumen belum cukup memenuhi unsur perlindungan konsumen, dan terdapat permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam penghunian dan pengelolaan kondominium hotel tersebut. Oleh karenanya, dalam hal tersebut telah terdapat penyimpangan terhadap Hukum Perjanjian dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Oleh karena itu, sebaiknya para pemilik dan/atau penghuni kondominium hotel sebaiknya segera membentuk Perhimpunan Penghuni Rumah Susun, agar timbul kesadaran mereka sebagai konsumen, dan dapat menuntut hak dan kewajiban mereka secara perdata kepada pihak developer apabila terjadi kerugian-kerugian yang bersifat materiil.

This thesis discussed about legal protection of consumer that apartment units that operated as a condominium hotel that set forth in a contract binding Sale and Purchase Agreement. This research is using normative research methods with qualitative approaches, so this research can provide an analysis of the magnitude of risk to consumers whose agree to purchase of an apartment units in advanced ordering that is operated as a condominium hotel as stipulated in the Sale and Purchase Binding Agreement and the problems that can occur in residential and apartment management that operated as a condominium hotel.
The research concluded that the Sale and Purchase Binding Agreement signed by the consumers protection, and there are problems that arise in the management of residential and hotel condominiums. Therefore, in this case has been found diviations of the Law of Treaty Contract and Law on Consumer Protection. Therefore, should the owners and/or residents of the occupant association, so that consumers awareness will arise, and they can demend their rights and obligations to the developer in the event of losses that are material.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T26705
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bagas Yurisditya Angie Prabatha
"Penjualan rumah susun baik dalam bentuk apartemen maupun kondominium hotel yang belum jadi dengan menggunakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), sekarang ini marak dilakukan oleh Pelaku Usaha dan pada dasarnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun memperbolehkan hal tersebut. PPJB merupakan upaya pengikatan para pihak, bahwa pada suatu waktu yang ditentukan akan diadakan jual beli sesungguhnya yang berdasarkan Akta Jual Beli (AJB). Masalah yang sering terjadi dari hal tersebut adalah konsumen selaku pembeli yang berdasarkan PPJB seringkali mengalami kerugian, dimana kewajiban pelunasan telah dilakukan oleh konsumen namun pelaku usaha tidak melaksanakan kewajibannya seperti tidak mengalihkan status kepemilikan unit kondominium hotel dari PPJB menjadi AJB dan diperparah dengan status pelaku usaha yang dinyatakan pailit. Konsumen banyak yang tidak memahami bagaimana kedudukannya secara hukum dan upaya hukum apa yang harus ditempuh. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yurisdis-normatif yaitu penelitian yang menekankan dalam penggunaan norma-norma hukum secara tertulis. Dengan menggunakan metode penelitian tersebut, diambil kesimpulan bahwa dalam situasi pailitnya pelaku usaha, para konsumen yang membeli unit kondominium hotel merupakan kreditor konkuren yang kemungkinan besar tidak mendapatkan ganti rugi yang cukup karena kurangnya harta debitor, oleh karena itu terdapat juga beberapa upaya hukum yang dapat ditempuh para konsumen salah satunya meminta Kurator melanjutkan PPJB ke tahap AJB. Untuk kedepannya Penulis menyarankan, pemerintah maupun seluruh pemangku kepentingan dalam pengembangan suatu properti, perlu terlibat dan mencarikan solusi nyata terhadap permasalahan serupa. Harapannya, pengembangan dan pembangunan properti di Indonesia dapat terus berlanjut dengan hak-hak para konsumen selaku pembeli tetap terlindungi.

Sales of unfinished flats in the form of apartments or hotel condominiums using a Sale and Purchase Agreement recently is in large quantity done by developer and fundamentally based on Law Number 20 Year 2011 about Strata Title it is allowed to do. The problem in question now a days is the apartment buyers who carry their legitimational action only based on Sale and Purchase Binding Agreement experience disadvantages. In which in one side, the buyers have paid the buying price totally, but in other hand, the sellers do not switching the ownership status and exacerbated by the status of bankrupt business actors. Many consumers do not understand what their legal position is and what legal remedies must be taken. The research method used is the juridical-normative research, a research that emphasizes the use of legal norms in writing. By using this research method, it is concluded that in the bankruptcy situation of business actors, consumers who buy condominium hotel units are unsecured creditors who are most likely not to receive adequate compensation due to the debtor's lack of assets. Therefore, there are also several legal remedies that consumers can take, one of which is asking the Curator to continue Sale and Purchase Agreement to the Sale and Purchase Deed stage. The author suggests that the government and all stakeholders in the development of a property need to be involved and find real solutions to similar problems. Hopefully the property development and construction in Indonesia can continue with the rights of consumers as buyers being protected.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kiki Asrinikania
"Penulisan bertujuan memberikan gambaran yang jelas mengenai masalah perjanjian baku sepihak, yaitu bagaimana pengaturannya menurut hukum perjanjian Indonesia dan pedoman perikatan jual beli satuan rumah susun, serta bagaimana pelaksanaannya dalam praktik ditinjau dari segi hukum perlindungan hukum bagi konsumen. Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan dan penelitian lapangan dengan teknik wawancara. Pembahasan skripsi tentang perjanjian baku sepihak yang merupakan perjanjian yang telah dipersiapkan oleh pihak pengusaha dengan syarat-syarat baku dan konsumen hanya menyetujui atau tidak. Perjanjian baku sepihak biasanya digunakan pada suatu transaksi bisnis, termasuk dalam perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun. Perjanjian baku sepihak tersebut berisi klausul eksonerasi yang berupa pembatasan tanggung jawab pengusaha pembangunan rumah susun. Setelah dilakukan analisa kasus ternyata klausul eksonerasi merugikan konsumen."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivien Arvianty
"Akhir-akhir ini dapat dilihat semakin banyaknya pembangunan rumah susun dan kenyataan bahwa rumah susun sudah diterima oleh masyarakat baik sebagai hunian maupun non hunian. Hal tersebut memberikan kesempatan kepada pada pengusaha atau developer untuk mengembangkan bisnisnya dalam bidang pembangunan rumah susun untuk hunian (apartemen) maupun non hunian seperti perkantoran atau pertokoan. Dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 16 Tahun 1985 tentang rumah susun yang diikuti dengan peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988, segala sesuatu yang menyangkut rumah susun yang semula diragukan telah memperoleh kepastian berupa ketentuan undang-undang. Undang-undang tersebut memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh developer sebelum dapat menjual satuan-satuan rumah susun tersebut, yang bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumen. Tetapi dalam prakteknya, satuan-satuan rumah susun tersebut sudah mulai dijual sebelum bangunan rumah susun selesai secara keseluruhan, bahkan sebelum bangunan rumah susun itu ada, dengan mengadakan perjanjian pengikatan jual beli terlebih dahulu. Dengan praktek jual beli yang demikian, sudah jelas tidak memberikan perlindungan yang memadai bagi konsumen. Mengingat keadaan tersebut, sudah selayaknya dipikirkan suatu upaya dalam memberikan perlindungan bagi konsumen. Kiranya masih diperlukan seperangkat peraturan perundangan yang mengatur mengenai kegiatan jual beli satuan rumah susun tersebut dengan menitikberatkan pada segi perlindungan hukum bagi konsumen."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20583
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tania Vitri Hapsari
"Pembangunan rumah susun merupakan salah satu solusi permasalahan akan sempitnya areal permukiman di perkotaan, tetapi memerlukan dana yang cukup besar. Di kalangan developer berkembang kebiasaan memasarkan rumah susun terlebih dahulu sebelum selesai dibangun, bahkan ketika dalam tahap perencanaan. Dengan demikian, konsumen yang berminat harus memberikan uang muka sebagai dana awal pembangunan rumah susun kepada developer. Hal ini bertentangan dengan Pasal 18 UU No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, yaitu bahwa rumah susun baru boleh dipasarkan apabila sudah memperoleh izin layak huni. Selain itu, praktik demikian berakibat pada implementasi hukum yang tidak jelas bagi konsumen dan banyaknya perbuatan curang lainnya yang dilakukan developer. Untuk mengantisipasinya, Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 11 tahun 1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun yang melegalisasi perikatan jual beli pendahuluan dan memberikan perlindungan hukum bagi konsumen maupun developer. Akan tetapi, keputusan tersebut belum menjamin adannya perlindungan hukum yang memadai bagi konsumen. Apa lagi adanya realitas bahwa perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun (PPJBSRS) tersebut berbentuk suatu klausula baku yang lebih mengutamakan kepentingan developer. Hal ini akibat ketidaktegasan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengenai larangan pencantuman klausula baku. Berdasarkan realitas tersebut, PPJB-SRS belum menjamin adanya perlindungan hukum bagi konsumen, sehingga perlu dipikirkan upaya tegas untuk melindungi konsumen. Upaya tersebut dilakukan antara lain dengan melakukan perbaikan atas peraturan yang mengatur kegiatan jual beli SRS, yang menitikberatkan pada segi perlindungan hukum bagi konsumen."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20622
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iga Santi Santosa
"Skripsi ini membahas tentang Perjanjian Pengikatan Jual Beli menurut UU No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun khususnya Pasal 43 ayat (2) huruf c, dimana dalam pasal ini lebih menekankan secara jelas dan tegas akibat hukum yang akan dihadapi oleh pihak pengembang atau developer bila dalam melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tidak sesuai dengan ketentuan yang ada dalam pasal tersebut diatas maka dikenakan sanksi pidana dan admistratif bagi pihak yang melanggar ketentuan tersebut. Walaupun dalam PPJB tersebut pihak pengembang (developer) membuat suatu klausula atau pasal pengabaian untuk menghindarkan pasal 43 ayat (2) huruf c maka Perjanjian Pengikatan Jual Beli tersebut melanggar UU Rumah Susun No. 20 Tahun 2011 karena UU ini bersifat Imperatif atau bersifat memaksa sehingga akibat hukum yang timbul adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam hal ini pihak developer dengan pembeli satuan rumah susun batal demi hukum yang memiliki akibat tidak adanya hak dan kewajiban yang timbul dari para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Sehingga secara otomatis para pihak yang merasa dirugikan tidak dapat mengajukan tuntutan ke pengadilan. Selain itu dalam Pasal 18 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memberikan akibat hukum yang sama dengan UU No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun apabila klausula baku yang melanggar Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.

This paper discusses about Conditional Sale and Purchase Agreement as defined by Law No. 20 of 2011 on Apartment specifically Article 43 paragraph (2) letter c, upon which it focuses clearly and strictly on the legal consequences to the developer which may arise from non-compliance with the provisions of the article which include criminal and administrative penalty against the defaulting party. Although Conditional Sale and Purchase Agreement allows the developer to make a clause or article on waiver of Article 43 paragraph (2) letter c, the Conditional Sale and Purchase Agreement is contrary to the Apartmen Law No. 20 of 2011 as it is imperative or coercive, thus, as a legal consequence, agreement entered into by the parties, the developer and purchaser of apartment unit, will be rendered null and void, thus depriving the rights and obligations of the parties to the agreement. The affected parties may consequently institute claims to the court. In addition, Article 18 paragraph (3) UU No. 8 of 1999 on Consumer Protection provides the same legal consequence as those imposed by Law No. 20 of 2011 on Apartmen Law if the standard clause which is in conflict with Article 18 paragraph (1) and paragraph (2) is rendered null and void."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S52959
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Mira Yonita Aryanti
Depok: Universitas Indonesia,
S20754
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Alvita
"Perjanjian pengikatan jual beli bawah tangan satuan unit Apartemen Pancoran Riverside Nomor 03018/PR-GRTP/PPJB/II/2020, tidak mengikuti ketetntuan perundang-undangan yang berlaku yaitu Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Rumah Susun dan Pasal 12 ayat (2) Permen Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah, sehingga tidak memberikan perlindungan maksimal kepada pembeli selaku konsumen. Penelitian ini membahas mengenai kepastian hukum berdasarkan asas konsensualisme, dan perlindungan hukum bagi pembeli berdasarkan atas PPJB satuan unit Apartemen Pancoran Riverside Nomor 03018/PR-GRTP/PPJB/II/2020. Penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk yuridisnormatif dimana penelitian mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Kesimpulan penelitian menyatakan PPJB Apartemen Pancoran Riverside Nomor 03018/PR-GRTP/PPJB/II/2020 batal demi hukum, hal mana yang mengacu pada pengecualian asas konsensualisme sebagai salah satu dasar perjanjian, namun selama selama perjanjian baru belum dibuat, berdasarkan asas Pacta Sunt Servanda, maka PPJB bawah tangan tersebut hanya memiliki kekuatan akta di bawah tangan. Perlindungan hukum bagi pembeli dijamin oleh peraturan perundang-undangan yang ada, namun tidak ada sanksi yang tegas bagi pengembang yang membuat PPJB bawah tangan. Oleh karena itu dharapkan pemerintah dan pembuat undang-undang dapat menerapkan sanksi yang tegas terhadap PPJB bawah tangan agar tercipta perlindungan yang maksimal bagi para pihak dalam perjanjian.

The agreement for sale and purchase under the hands of the Pancoran Riverside Apartment unit number 03018/PR-GRTP/ PPJB/II/2020, does not follow the provisions of the applicable laws, namely Article 43 paragraph (1) of the Law on Flats and Article 12 paragraph (2) Regulation of the Preliminary Sale and Purchase Agreement System, so as not to provide maximum protection to buyers as consumers. This research discusses legal certainty based on the principle of consensualism, and legal protection for buyers based on the PPJB unit of the Pancoran Riverside Apartment unit Number 03018/PRGRTP/ PPJB/II/2020. This research is a juridical-normative research where the research refers to the legal norms contained in statutory regulations. The research conclusion states that PPJB Pancoran Riverside Apartment Number 03018/PR-GRTP/ PPJB/II/2020 is null and void, which refers to the exclusion of the principle of consensualism as one of the basis for the agreement, but as long as a new agreement has not been made, it is based on the principle of Pacta Sunt Servanda , then the underhand PPJB only has the power of the underhand deed. Legal protection for buyers is guaranteed by existing laws and regulations, but there are no clear sanctions for developers who make PPJB under their hands. Therefore, it is hoped that the government and legislators can apply strict sanctions against under-handed PPJB in order to create maximum protection for the parties to the agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Fitria Rahmawati
"Bangunan bertingkat dengan sistem kondominium semakin berkembang pesat di Indonesia, terutama di kota Jakarta. Salah satu penyebabnya adalah karena semakin padatnya penduduk Indonesia akibat laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, sementara persediaan tanah terbatas. Mengingat konsumen terbesar kondominium mewah ini adalah masyarakat kelas atas perkotaan dan warga negara asing, maka dibutuhkan adanya bangunan kondominium yang tepat untuk di miliki dan dikuasai oleh warga negara asing, yaitu kondominium yang dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah negara. Tujuannya tidak lain adalah sebagai sarana pendukung bagi peningkatan investasi asing. Dengan di keluarkannya PP No. 41/1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Bagi orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia, maka diharapkan orang asing akan semakin tertarik untuk membeli satuan rumah susun (unit kondominium) di Indonesia. Namun, keefektifan PP No. 41/1996 tersebut belum terealisasikan. Masalahnya adalah bahwa sampai saat ini sebagian besar kondominium di Indonesia dibangun di atas tanah Hak Guna Bangunan, sementara berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UU No.5/1960), warga negara asing hanya diperbolehkan memiliki satuan rumah susun (unit kondominium) yang dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah negara. Pembatasan pemilikan satuan rumah susun (unit kondominium) oleh warga negara asing di Indonesia ini cenderung menimbulkan upayaupaya hukum yang berusaha merealisasi kan pemilikan satuan rumah susun (unit kondominium) oleh warga negara asing dengan jalan membentuk konstruksi hukum yang dapat mengalihkan pemilikan satuan rumah susun (unit kondominium) kepada warga negara asing dengan menghindari batasan-batasan hukum yang ada. Konstruksi hukum tersebut dilaksanakan dengan konsep nominee atau trustee agreement yang hanya memberikan hak memakai atau menggunakan saja pada pihak asing dan tidak memiliki dalam arti legal dan parjanjian sewa menyewa satuan rumah susun (unit kondominium) bagi orang asing di atas tanah Hak Milik Atas Satuan Rumah susun (HMSRS). Dalam hal sewa (lease), tidak terjadi peralihan hak milik atas satuan rumah susun (unit kondominium), melainkan hanya pengalihan penguasaan satuan rumah susun (unit kondominium). Jadi, yang terjadi hanyalah penguasaan secara fisik atas satuan rumah susun. Sedangkan secara yuridis, pengalihan hak milik atas satuan rumah susun (unit kondominium) tidak dapat dilakukan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20931
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gaby Nurmatami
"Seiring perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat, keberadaan rumah susun serta tujuan pembangunannya berkembang tidak hanya ditujukan untuk hunian, namun juga sebagai sarana investasi. Skripsi ini membahas mengenai kondominium hotel sebagai salah satu bentuk perkembangan konsep dari rumah susun yang akan terbagi dalam dua pembahasan. Pembahasan pertama adalah mengenai perjanjian pengikatan jual beli dari rumah susun dengan konsep kondominium hotel apakah memiliki perbedaan dengan perjanjian pengikatan jual beli rumah susun untuk hunian. Kedua, dibahas mengenai pengaturan perhimpunan penghuni rumah susun berkonsep kondominium hotel dan implikasinya terhadap pemilik unit kondominium hotel. Kedua bahasan tersebut akan ditinjau melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hotel Pullman Bali Legian Nirwana yang merupakan sebuah rumah susun dengan konsep kondominium hotel.
Penelitian bertujuan untuk melihat bagaimanakah isi perjanjian pengikatan jual beli dari rumah susun yang memiliki konsep kondominium hotel sehingga dapat dikaji perbedaan apa saja yang terdapat dalam perjanjian pengikatan jual belinya dibandingkan dengan rumah susun hunian. Selain itu, penulisan ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan mengenai perhimpunan penghuni rumah susun dengan konsep kondominium hotel. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dimana data penelitian ini sebagian besar diperoleh dari studi kepustakaan.
Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara perjanjian pengikatan jual beli untuk rumah susun dengan konsep kondominium hotel dengan rumah susun hunian dan pengaturan mengenai perhimpunan penghuni pun berbeda di dalam rumah susun berkonsep kondominium hotel dibandingkan dengan perhimpunan penghuni rumah susun hunian. Setiap pihak yang terlibat dalam jual beli unit kondominium hotel, dalam memasuki perjanjian pengikatan jual beli baiknya mengerti posisi masing-masing agar dapat tercipta perjanjian yang adil dan seimbang bagi kedua belah pihak.

With the constant changing of people needs, the development of condominium keep evolving it's concept and purpose. Not only for residential, condominium is also aim for investment. Condominium hotel is one of the concept of condominium that aiming for investment purpose. This thesis is discuss about condominium hotel, which divided into two main discussion; first, is about the preliminary sale of property agreement of condominium hotel, and secondly is about the resident's association in condominium hotel with Pullman Bali Legian Nirwana's Preliminary Sale of Property Agreement as it assessment.
The purposes of this thesis are to study the differences between a preliminary sale of property agreement of condominium hotel with the preliminary sale of property agreement of residential condominium. Also, to see how the resident?s association regulated in condominium hotel.
The outcomes of this thesis are there's a differences between a preliminary sale of property agreement of condominium hotel with residential condominium and they have a different regulation for resident's association in condominium hotel compared to regulation in residential condominium. To anticipate the loss from buyer's side, it's best for prospective buyers to read carefully and understand the a preliminary sale of property agreement before entering ones. Because there's might be clauses that will bring disadvantages for buyers.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S42337
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>