Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196360 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is a unoque ephithelial malignancy that occurs at a high frequency in certain regions of Southeast Asia. Previous study revealed the association between Epstein Barr Virus (EBV) and to a lesser extent, Human papiloma Virus (HPV) with NPC...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rino Alvani Gani
"ABSTRAK
Tenofovir disoproksil fumarat (tenofovir) dan telbivudin merupakan dua analog nukleos(t)ida yang tersedia untuk terapi pasien hepatitis B. Tenofovir telah diketahui sebagai agen nefrotoksik pada pasien HIV, namun masih menjadi kontroversi pada pasien hepatitis B kronik. Di lain sisi, telbivudin memiliki efek proteksi terhadap fungsi ginjal dan bahkan meningkatkan estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil keamanan terhadap fungsi ginjal dari tenofovir dan telbivudin pada pasien hepatitis B kronik di Indonesia.
Metode. Penelitian ini menggunakan desain studi kohort retrospektif pada pasien hepatitis B kronik yang mendapat terapi tenofovir atau telbivudin dalam rentang waktu Januari 2013 - Desember 2016. Pasien yang mempunyai eLFG awal <60 mL/ menit/1,73 m2 sebelum mulai terapi, mengalami perubahan regimen, lost to follow up, atau meninggal dalam 1 tahun tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Data kreatinin serum yang dinilai adalah data pada minggu ke 24 dan 48 setelah pemberian tenofovir atau telbivudin.
Hasil. Sebanyak 68 pasien dalam terapi tenofovir dan 62 pasien dalam terapi telbivudin dimasukkan penelitian ini. Kadar kreatinin serum meningkat pada kelompok tenofovir dari 0,88 (simpang baku [SB] 0,17) mg/dL pada awal studi menjadi 0,93 (SB 0,22) mg/dL setelah 24 minggu (p = 0,02) dan cenderung plateau setelah penggunaan selama 48 minggu. Namun, pada kelompok telbivudin, kadar kreatinin serum menurun dari 0,85 (SB 0,21) mg/dL pada awal menjadi 0,80 (SB 0,18) mg/ dL pada minggu ke 48 (p = 0,003).
Simpulan. Tenofovir berhubungan dengan peningkatan kadar kreatinin serum dan penurunan eLFG pada pasien hepatitis B kronik dengan eLFG >60 mL/menit/1,73 m2."
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI 5:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sumartini
"ABSTRAK
Penyakit embun tepung disebabkan oleh cendawan Erysiphae diffusa (Cook and Peck) pada tanaman kedelai dan E. polygoni (DC Sawada) pada kacang hijau. Penyebaran penyakit penting ini menyebabkna kehilangan hasil mencapai 35% pada kedelai dan 26% pada kacang hijau. Di Indonesia, penyakit ini terjadi di sentra produksi kedelai dan kacang hijau. Di luar negri, penyebaran penyakit embun tepung meliputi Asia, Amerika Serikat, dan Brazil. Intensitas penyakit biasanya tinggi pada musim kemara, pada saat suh dingin di pagi hari dan kondisi berembun di sekitar pertanaman. Gejala penyakit embun tepung mudah dikenali dengan ciri seperti tepung di permukaan atas daun. Hal ini dapat mengganggu proses fotosintesis dan transpirasi. selain itu, haustorium Erysiphe menyerap fungsi tanaman sehingga menganggu beberapa fungsi dan proses metabolisme. Penyakit embun tepung perlu dikendalikan untuk menekan kehilangan hasil kedelai dan kacang hijau. Cara pengendalian yang disarankan adalah penyemprotan dengan bahan nabati (ekstrak biji mimba, kompos teh, susu sapi, minyak dari citronella, lemongrass, eucalyptus, cinnamon, dan tanaman teh ) pada kedelai dan penggunaan varietes tahan vima-1 pada kacang hijau. "
Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2017
630 JPPP 30:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Elvy Arianti
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widi Palupi Ayu Padmandani
"Background systemic sclerosis (SSc) is a chronic autoimmune disease which presents immunological, endothelilal dysfunction, skin and organs fibrosis. The inflammatory process is an important pathopshsiology of systemic sclerosis. Disease activity assessment using clinical parameters of c creative protein (CRP), erytrocyte sedimentation rate (ESR) and soluble CD40 lingand."
Jakarta: University of Indonesia School of Medicine, 2018
616 IJR 10:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sofian K. Marsawidjaya
"Komplikasi paru pacsa oprasi (PPC-Post operative Pulmonary Complications) memiliki kontribusi penting dalam peningkatan angka morbiditas, moralitas, dan lamanya perawatan. Terdapat beberapa faktor risiko terkait diantaranya: status kesehatan pasien, jenis dan teknik oprasi, dan jenis anestesi yang digunakan. Insiden yang paling sering dilaporkan diantaranya: gagal napas, pneumonia, atelektasis, dan eksaserbasi penyakit paru kronis. Model skor indeks risiko yang dikembangkan Arozullah dapat digunakan untuk memprediksi komplikasi paru pasca operasi diantaranya gagal napas dan pneumonia. Oleh karena terdapat perbedaan karakteristik populasi pasien, maka perlu dilakukan validasi untuk mengetahui performa model skor tersebut.
Tujuan menilai performa kalibrasi dan diskriminasi model skor indeks risiko komplikasi paru Arzullah dalam memprediksi komplikasi gagal napas dan pneumonia pacsa oprasi pada pasien yang menjalani oprasi non-kardiak di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo ( RSCM).
Metode penelitian ini merupakan studi khorot retrospektif pada populsi pasien yang menjalani oprasi non-kardiak di RSCM dari bulan Januari sampai Desember 2015. Variabel yang dinilai adalah jenis oprasi, usisa, oprasi darurat, riwayat Penyakit Paru Obtruksi Kronis ( PPOK), kadar albumin darah, kadar ureum darah, status fungsional, penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan, prokok, penggunaan alkohol, transfusi darah pre oprasi >4 kolf, anatesi umum, riwayat cerebrovascular disaese, gangguan sensorium akut, dan penggunaan steroid kronis. Lauran yang dinilai dengan uji Hosmer-Lemeshow. Performa diskriminasi dinilai dengan area under the curve (AUC). "
Jakarta: Departement of Internal Medicine, Faculty of Medicine Universitas Indonesia, 2016
616 UI-JCHEST 3 : 2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Herikurniawan
"Latar Belakang: COVID-19 merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus SARS-CoV 2. Baku emas diagnosis COVID-19 dengan pemeriksaan RT-PCR untuk mendeteksi asam nukleat virus, namun pemeriksaan ini memiliki kendala karena jumlah laboratorium yang terbatas, sehingga respon time hasil pemeriksaan memanjang. Keputusan diagnosis yang cepat dan tatalaksana segera merupakan pilar penting untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas dan agar rantai penularan dapat diputus. Perlu diketahui model diagnosis lain dengan data yang praktis, sederhana dan tersedia luas untuk dijadikan suatu model determinan diagnostik yang dapat membantu klinisi mengambil keputusan lebih cepat.
Tujuan: Membuat model determinan diagnosis infeksi COVID-19 berdasarkan kombinasi gejala klinis, radiologis dan laboratorium.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan metode konsekutif. Penelitian dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta yang dimulai bulan Maret s.d Juni 2020. Data diambil dari rekam medis berupa riwayat kontak, gejala klinis, pemeriksaan laboratorium dan foto toraks. Variabel yang diteliti akan dianalisis univariat, bivariat kemudian dilanjutkan analisis multivariat, kurva ROC dan kalibrasi Hosmer-Lemeshow.
Hasil: Subjek pada penelitian sebanyak 187 pasien, dengan mayoritas subjek pada kelompok usia < 60 tahun sebesar 65,2% dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 53,47%. Komorbid terbanyak adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Variabel akhir yang masuk kedalam sistem skoring adalah riwayat kontak (3 poin), demam/riwayat demam (1 poin), sesak dengan frekuensi napas > 20 x/menit (2 poin), leukosit ≤ 10.000 sel /µL (2 poin) dan gambaran foto toraks tipikal (2 poin). Model skoring ini mempunyai AUC: 0,777, P: < 0,001, IK 95% (0,706-0,847) dengan nilai cut off skor ≥ 4 dari total 10 poin memiliki probabilitas 82 %, NDP: 74%, NDN: 77%.
Simpulan: Model determinan diagnosis infeksi COVID-19 berdasarkan kombinasi dari riwayat kontak, demam/riwayat demam, sesak napas, kadar leukosit ≤ 10.000 sel /µL dan gambaran tipikal foto toraks cukup baik dalam membantu diagnosis COVID-19.

Background: COVID-19 is an infection caused by SARS-CoV 2. RT-PCR test is gold standart to diagnose COVID-19 by detecting SARS-CoV 2 nucleic acid. However, this test still have a problem due to the limited laboratory centers. Respond time of the RT-PCR result will lengthen. The prompt diagnosis and immediate management are important to decrease mortality, morbidity rate and also prevent transmission. A simple and practice model diagnostic by using determinant factors is needed to guide the physician for taking a quick decision.
Objective: Analyze of model determinant diagnosis of COVID-19 based on combination of clinical manifestation, chest radiography and laboratory test.
Methods: This study is a cross sectional study with consecutive methods. The study was conducted at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta from March to June 2020. Hystory of contact with COVID-19, clinical symptoms, laboratory examinations and chest radiographs data were taken from medical records. The steps of analysis were univariate, bivariate multivariate analyze, ROC curve and calibrate Hosmer-Lemeshow.
Results: There were 187 patients with the majority of subjects in the age group < 60 years (65.2%) and male sex (53.47%). The most frequent comorbid were diabetes mellitus and hypertension. The selected variables in this scoring are contact history,fever/ history of fever, dyspnea with respiratory rate >20 x/minute, leucocyte ≤ 10.000 cell/µL and typical chest radiography. The area under the curve for this model is 0,777 (P : 0,000 IK 95% (0,706-0,847). The probability is 82% with cut off point ≥ 4 score.
Conclusions: Determinant model for diagnosing COVID-19 based on combination of contact history, fever/history of fever, dyspnea, leucocyte ≤ 10.000 cell/µL and typical chest radiography are quite good for helping diagnosis of COVID-19."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Kartika Esti
"Latar belakang: Epidemi HIV secara global masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Pada tahun 2011 terdapat 2.5 juta (2.2 – 2.8 juta) kasus baru infeksi HIV di seluruh dunia, dengan kamatian karena AIDS mencapai 1.7 juta jiwa. Penularan infeksi HIV di Indonesia saat ini terutama melalui hubungan seks heteroseksual terutama terjadi dari WPS kepada pelanggan seks komersial, yaitu kelompok lelaki berperilaku risiko tinggi. Populasi ini merupakan jembatan penularan infeksi HIV (bridging population) dari populasi risiko tinggi ke populasi umum. Data menunjukkan jumlah laki-laki di Indonesia yang menjadi klien WPS lebih banyak dibandingkan pengguna napza suntik dan kelompok MSM (men who have sex with men). Prevalensi HIV pada kelompok LBT meningkat 7 kali lipat dari 0.1% (STBP 2007) menjadi 0.7% (STBP 2011). Keberadaan IMS meningkatkan kemudahan seseorang terkena infeksi HIV. Sebagian besar IMS akan menimbulkan peradangan dan kerusakan jaringan kulit/selaput lendir genital yang memudahkan masuknya HIV. Infeksi menular seksual dengan gejala ulkus genital, misalnya sifilis, menyebabkan kemudahan terkena infeksi HIV meningkat 4 – 6 kali. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh faktor perilaku seks yang berhubungan dengan infeksi HIV dengan mempertimbangkan penyakit sifilis sebagai efek modifikasi, pada populasi LBT 12 kabupaten/kota di Indonesia.
Metode: cross sectional, analisis data hasil STBP 2011.
Hasil: Prevalensi HIV pada LBT sebesar 0.7%, LBT dengan perilaku seks berisiko rendah sebesar 91.5%. Perilaku seks risiko tinggi terdapat pada 6.6% LBT dan 1.9% di antaranya berperilaku seks risiko sedang. Prevalensi LBT yang mengaku setia pada pasangan sebesar 49.8%. Kejadian infeksi HIV berhubungan secara signifikan dengan riwayat hubungan seks dengan WPS, setia pada pasangan, jumlah WPS dalam 1 tahun terakhir, penggunaan napza suntik, serta keluhan IMS. Keberadaan sifilis tidak memodifikasi efek perilaku seks terhadap infeksi HIV, karena kejadiannya kecil. Pada analisis multivariat didapat perilaku seks yang berisiko untuk tertular HIV adalah pernah berhubungan dengan WPS memiliki risiko tertular HIV dengan OR 2.113(0.883-5.052) dan pernah berhubungan dengan casual partner memiliki OR sebesar 1.347(0.506-3.589) setelah dikontrol dengan variabel penggunaan napza suntik dan keluhan IMS.

Background: Global HIV epidemic still reveal serious public health issue. In 2011 there was 2.5 million (2.2 – 2.8 million) HIV new cases worldwide with mortality reach 1.7 million people. Heterosexual transmission of HIV in Indonesia mainly occurs from FSW to their clients, which is identifying as high risk men (HRM). HRM population is HIV transmission bridging population from high to low risk population. Data shows FSW’s clients amounted much more than the IDUs or MSM. HIV prevalence in HRM had been increased 7 times from 0.1% (IBBS 2007) to 0.7% (IBBS 2011). The presence of STD increases risk of HIV infection, so that STD is believed as HIV infection cofactor. Most STD caused inflammation and genital mucosa/skin damage which make HIV infection easier. Genital ulcer disease, such as syphilis, raised HIV infection 4-6 times. This study aims to see sexual behavior effect on HIV infection with regard of syphilis as modification effect on HRM population in 12 districts in Indonesia.
Method: Cross sectional. The IBBS 2011 data analyses.
Result: HIV prevalence among HRM amounted 0.7%. Of 91.5% HRM have low risk of sexual behavior, 1.9% medium risk, and 6.6% experience high risk sexual behavior. 49.8% HRM was faithful. There was significant association between HIV infection and having sex with FSW, faithfulness, the amount of FSW in 1 year, injecting drug user, and the presence of STI symptoms. The presence of syphilis has not modified the association between sexual behavior and HIV infection, statistically. Multivariate analyses founded that having sex with FSW and/or casual partner were risky sexual behavior with OR of being infected by HIV were 2.113(0.883-5.052) and 1.347(0.506-3.589) respectively, after being controlled with variables injecting drug user and the presence of STI symptoms.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T34884
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
612.84 PEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
R 616.5 ILM (1)
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>