Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177474 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Food diversificatiion is one of the governmental programs to reduce rice demand. Cassava is a good sources of carbohydrate. The Objective of this research was to show the effect of composition of cassava and soybean flour in flake formula. The flake was enriched with soybean (10%,20/%, 30%, and 40%) as source of protein. Hedonic test was test was used to determine the best product. The result indicated that 10 % soybean mixing was the most accepted."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kristian
"Dengan potensi ekonomi yang besar dari ubi kayu dalam perdagangan dunia dan meningkatnya kebutuhan dunia akan ubi kayu serta dengan keterbatasan-keterbatasan Indonesia dalam meningkatkan produksi ubi kayu, perlu dikaji faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi, konsumsi maupun harga ubi kayu di Indonesia. Produksi ubi kayu dipengaruhi secara signifikan oleh variabel harga ubi kayu, luas areal panen ubi kayu dan harga pupuk urea. Konsumsi ubi kayu di Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh variabel jumlah penduduk Indonesia. Harga ubi kayu di Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh variabel luas panen ubi kayu, konsumsi ubi kayu dan panjang jalan beraspal.
Berdasarkan proyeksi, produksi ubi kayu akan mengalami peningkatan jika harga ubi kayu, produktivitas lahan ubi kayu maupun luas panennya ditingkatkan. Konsumsi ubi kayu Indonesia diproyeksikan akan mengalami penurunan jika secara bersamaan ada peningkatan harga ubi kayu, peningkatan pendapatan perkapita dan adanya peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Harga ubi kayu diproyeksikan akan mengalami peningkatan jika konsumsi ubi kayu mengalami penurunan dibarengi dengan penurunan luas areal panen ubi kayu.

With great economic potential of cassava in the world trade and the increasing world demand for cassava as well as the limitations of Indonesia to increase cassava production it needs to be investigated factors that can affect the production, consumption and prices of cassava in Indonesia. Cassava production is significantly influenced by the variable price of cassava, cassava harvested area and price of urea fertilizer. Consumption of cassava in Indonesia is significantly influenced by population of Indonesia. The price of cassava in Indonesia is significantly influenced by cassava harvested area, consumption of cassava and the length of tarred road.
Based on projections, cassava production would increase if cassava price, cassava land productivity and harvested area are improved. Indonesian cassava consumption is projected to decline if there are increasing in cassava price, per capita income and population of Indonesia simultaneously. The price of cassava is projected to increase if the consumption of cassava decreased accompanied by a decrease in the total area harvested cassava.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T43177
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evennia
"Kacang kedelai merupakan sumber isoflavon terbanyak dan salah satu produk olahannya ialah susu kacang kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian susu kacang kedelai terhadap kadar glukosa darah mencit putih jantan galur ddY yang dibebani glukosa. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 25 ekor mencit putih jantan galur ddY yang terbagi dalam 5 kelompok, yaitu kontrol normal (CMC 0,5% 0,5 ml/20 g BB), kontrol pembanding (Metformin HCl 13 mg/20 g BB), dan 3 variasi dosis uji (0,325 g kedelai/20 g BB; 0,65 g kedelai/20 g BB; 1,3 g kedelai/20 g BB) yang diberikan dalam bentuk susu kacang kedelai. Mencit terlebih dahulu diukur kadar glukosa darah puasa, kemudian diberikan larutan uji. Tiga puluh menit setelah perlakuan, kadar glukosa darah diukur kembali, kemudian diberikan glukosa 2 g/kg BB per oral. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada menit ke-30, 60, 90, 120 setelah pembebanan glukosa. Kadar glukosa darah diukur dengan menggunakan glukometer ACCU-CHEKĀ® Active. Pemberian susu kacang kedelai dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit putih jantan galur ddY yang dibebani glukosa pada semua dosis (0,325; 0,65; 1,3 g kacang kedelai/20 g BB mencit), namun penurunan kadar glukosa darah yang terbaik terlihat pada dosis 1 (0,325 g kacang kedelai/20 g BB mencit).

Soybean is most abundant source of isoflavones and one of soy products is soybean milk. This study was made to investigate the effect of soybean milk administration towards blood glucose level in glucose loaded male ddY mice. A completely randomized design was conducted using 25 male ddY mice that were divided into 5 groups; normal control (CMC 0,5% 0,5 ml/20 g b.w.), drug control (Metformin HCl 13 mg/20 g b.w.), and 3 different treatment doses (0,325 g soybean/20 g b.w.; 0,65 g soybean/20 g b.w.; 1,3 g soybean/20 g b.w.) which were given in soybean milk. Fasting blood glucose was measured and mice were treated based on their groups. Thirty minutes after treatment, blood glucose level was measured again and then mice were loaded glucose 2 g/kg b.w. orally. Blood glucose level was measured at 30, 60, 90, and 120 minutes postload glucose. Blood glucose level was measured by using ACCU-CHEKĀ® Active meter. Administration of soybean milk lowered blood glucose level in glucose loaded male ddY mice treated with 0,325; 0,65; 1,3 g soybean/20 g b.w., but treatment with 0,325 g soybean/20 g b.w. showed the best reduction of blood glucose level."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S42758
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yusniar Yusuf
"Untuk mengetahui pengaruh kolkisin terhadap hasil tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill) varietas Orba, biji-biji kedelai direndam dalam berbagai konsentrasi kolkisin, masing-masing selama 3, 6, dan 9 jam. Konsentrasi kolkisin yang dimaksud adalah 0, 100, 200, 300, dan 400 ppm. Selanjutnya biji tersebut ditanam dalam kantung polietilen hitam. Metode penelitian adalah rancangan acak lengkap. Analisis variansi 2 faktor pada a = 0,05 menunjukan bahwa lama perendaman biji berpengaruh terhadap jumlah polong dan biji, nilai tertinggi berturut-turut dihasilkan 22,87 polong dan 42,20 biji, yaitu pada perendaman 3 jam. Tingkat konsentrasi kolkisin berpengaruh terhadap jumlah polong, jumlah biji, dan ukuran biji. Ukuran biji tertinggi dihasilkan pada konsentrasi kolkisin 400 ppm, yaitu seberat 16,19 g/100 biji. Jumlah polong dan biji tertinggi dihasilkan pada konsentrasi kolkisin 0 ppm, masing-masing dengan nilai 34,56 polong dan 62,22 biji. Interaksi lama perendaman biji dan tingkat konsentrasi kolkisin hanya berpengaruh terhadap ukuran biji. Ukuran biji tertinggi dihasilkan pada lama perendaman 9 jam dengan tingkat konsentrasi kolkisin 400 ppm, yaitu 19,44 g/100 biji. Persentase protein meningkat sejalan dengan besarnya konsentrasi dan lama perendaman biji dalam larutan kolkisin sedangkan persentase karbohidrat menurun pada semua perlakuan bila dibandingkan dengan kontrol."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Emmy Kurniati
"Tujuan penelitian ini untuk menelaah permasalahan yang terjadi dalam pemasaran ubi kayu di Lampung dan mencari alternatif pemecahan masalah.untuk mengatasi permasalahan ubi kayu dalam jangka panjang sangat penting dipertimbangkan menarik partisipasi petani melalui wadah keorganisasiaan ekonomi desa KUD."
Palembang: Kopertis wilayah II Palembang, 2007
507 MANDIRI 9:3 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Berdasarkan karakteristik tepung kasava termodifikasi yang dapat memperbaiki telstur produk pangan lebih mengembang dan tidak aroma ubikayu, serta harga tepung tersebut lebih rendah dibanding harga terigu, maka produk ini mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai bahan baku substitusi tepung terigu di sentra produksi ubikayu ...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Guritno
"ABSTRAK
Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan bahan makanan penting di Indonesia setelah padi. dan jagung. Lebih kurang 60% dari produksi ubi kayu di Indonesia digunaan sebagai bahan makanan. 32% digunakan sebagai bahan industri dalam negeri, dan 8% diekspor dalam bentuk gaplek. Luas tanaman ubi kayu di Indonesia selama 5 tahun ter.akhir berkisar 1.4 juta hektar dan lebih kurang 1 juta hektar berada di Jawa. Ditinjau dart kalori yang dihasilkan per satuan luas tanah, ubi kayu menghasilkan kalori lebih tinggi dibandingkan dengan padi dan jagung. Sedangkan apabila ditinjau dari kalori yang dihasilkan per satuan waktu jagung lebih tinggi hasil kalorinya dibandingkan padi dan ubi kayu. Tanaman ubi kayu umumnya ditanam dengan menggunakan bahan tanam yang berupa stek batang. Sedangkan perbanyakan biji, dilakukan hanya untuk kepentingan pemuliaan. Mengingat sangat mudahnya penanaman, peranan mutu stek seringkali diabaikan. hal ini akan mengakibatkan umbi yang diproduksi pertanaman sangat bervariasi.
Hasil-hasil penelitian mutu stek tanaman ubi kayu dari beberapa negara masih beraneka ragam, bahkan ada yang bertolak belakang. Sedangkan informasi ilmiah yang menunjang data-data penelitian dari luar negeri tersebut masih kurang. Akibatnya, standard mutu stek yang baik bagi tanaman ubi kayu masih belum jelas. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh bahan tanam terhadap pola pertumbuhan dan produksi tanaman ubi kayu. Penelitian dilakukan dengan melaksanakan empat percobaan lapang, empat percobaan pot dan dua percobaan laboratorium. Percobaan lapang dilaksanakan di kebun percobaan Cassava Research Project Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya di Bedali, Lawang. Terletak pada ketinggian 450m di atas permukaan laut, 18 km sebelah utara Malang. Mempunyai tipe iklim C3 berdasarkan perhitungan Oldeman (1975). Sedangkan percobaan pot dan laboratorium berturutturut dilakukan di Fakultas Pertanian dan Laboratorium Cassava Research Project Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara bagian batang yang digunakan sebagai bahan tanam, yang meliputi ukuran, berat, kandungan pati dan nutrisi dengan pola pertumbuhan tanaman beserta produksi umbi tanaman ubi kayu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagian-bagian dari batang yang dipakai untuk stek sangat berpengaruh baik terhadap pertumbuhan maupun produksi umbi dibandingkan dengan umur tanaman pada saat batang yang akan digunakan stek diambil. Produksi umbi yang dihasilkan oleh stek yang berasal dari batang bagian bawah berada pada 6.4% dan 12.7% lebih besar dari pada stek yang berasal dart batang bagian tengah dan atas. Begitu pula dengan ukuran umbinya. Umbi yang dihasilkan oleh stek yang berasal dari batang bagian bawah berukuran 4.1% dan 11.9% lebih besar, dibanding dengan umbi yang dihasilkan oleh stek batang bagian tengah dan atas. Walaupun dalam penelitian secara statistik perbedaan umur tanaman sendiri tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi umbi (kg), tetapi hal yang panting untuk diperhatikan adalah bahwa perbedaan produksi umbi yang dihasilkan oleh stek yang berasal dari batang bagian bawah dan atas dari tanaman yang berumur muda (7 bulan), jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan yang berasal dari tanaman tua (13 bulan). Sebagai gambaran perbedaan produksi umbi yang dihasilkan oleh stek yang berasal dart batang bagian bawah dan atas dari tanaman ubi kayu berumur 11 - 13 bulan berkisar 10% sedangkan dari tanaman yang berumur 7 - 9 bulanberkisar 15%. Perbedaan produksi umbi ini disebabkan pula oleh perbedaan berat total tanaman yang dihasilkan dan bukan karena adanya perbedaan distribusi dari bagian tanaman yang dihasilkan. Stek yang berasal dari batang bagian bawah menghasilkan nilai kurun luas daun (leaf area duration) yang lebih tinggi dibandingkan dengan stek yang berasal dari batang bagian tengah dan atas.Pada awal pertumbuhan diperlihatkan bahwa pertumbuhan tunas dari stek batang bagian atas lebih cepat dibandingkan dengan yang berasal dart stek batang bagian bawah. Akan tetapi untuk pertumbuhan berikutnya terjadi keadaan sebaliknya. Laju pertumbuhan relatif dari bagian-bagian tanaman (akar, batang dan daun) lebih cepat untuk stek batang bagian bawah. Kandungan nutrisi stek bervariasi, tergantung dari bagian batang yang mana stek tersebut berasal. Stek yang berasal dari batang bagian bawah mengandung nutrisi dan pati lebih tinggi dibandingkan yang berasal dari bagian atas. Terdapat hubungan linier yang positif antara kandungan nitrogen dan kalium dengan produksi umbi. Tidak terdapat interaksi yang nyata antara panjang dan diameter stek terhadap produksi umbi. Tetapi baik panjang maupun diameter stek itu sendiri berpengaruh terhadap produksi umbi.
Dari hasil penelitian ditunjukkan bahwa panjang optimum stek berkisar 25 cm. Pada pertumbuhan awal tanaman, stek dengan panjang 25 cm menghasilkan produksi umbi dan laju pertumbuhan umbi yang lebih besar dibandingkan dengan stek yang lebih pendek maupun lebih panjang. Namun demikian, stek yang lebih panjang dart 25 cm me perlihatkan laju pertumbuhan tanaman bagian atas tanah yang lebih tinggi. Semakin besar atau semakin kecil diameter stek, mengakibatkan produksi semakin menurun. Stek berdiameter 2.25 - 2.50 cm menghasilkan produksi umbi yang tertinggi dibandingkan dengan stek yang berdiameter lebih kecil dari 2.25 cm dan lebih besar dari 2.50 cm. Walaupun panjang dan diameter stek berhubungan erat dengan berat stek tetapi dart hasil penelitian tidak terlihat hubungan secara nyata antara berat stek dan produksi umbi.
Dari hasil penelitian ini dapatlah disimpulkan bahwa mutu stek tanaman ubi kayu yang baik adalah stek yang berasal dari batang bagian bawah, berukuran panjang sekitar 25 cm, dan berdiameter 2.25 - 2,50 cm. Sedangkan banyaknya stek bermutu balk yang dapat dihasilkan oleh satu tanaman sangat tergantung dart umur dan caritas tanaman ubi kayu itu sendiri. Diperkirakan panjang batang yang dapat digunakan sebagai stek bermutu baik berasal dari tanaman berumur 11 - 13 bulan, dengan panjang lebih kurang separuh bagian dari pangkal batang.

ABSTRACT
As a food crop in Indonesia, cassava (Manihot esculenta Crantz) plays an important role after rice and maize. About 60% of cassava production in Indonesia is consumed as staple food, 32% is used as industrial material for domestic use, and 8% is exported as dried cassava (?gaplek?). The area of cassava in Indonesia in the last 5 years has been about 1.4 million hectares, about 1 million hectares of which are in Java. On the basis of the calories produced per unit area of land, cassava gives a higher calorie yield than rice or maize. However, on the basis of calories produced per unit area per unit of time, maize produces a higher calorie yield than rice or cassava.
Because propagation is easy, the variation in quality of stem material for propagation has never been seriously investigated. Moreover, research which has been conducted overseas has given variable and sometimes conflicting results. Thus the position regarding quality or stem cuttings for propagation was not clear. Accordingly a research program was undertaken to study the influence of four field experiments, four pot experiments and two laboratory experiments were conducted. The field experiments were conducted in the experimental field of the Cassava Research Project, Faculty of Agriculture. Brawijaya University, at Bedali, Lawang. This is situated 450 m above sea level, 18 km north of Malang. Pot and laboratory experiments were done respectively at the Faculty of Agriculture Brawijaya University, and the Laboratory of the Cassava Research Project, Faculty of Agriculture, Brawijaya University.
The objectives of the experiments were to determine how growth pattern and final root yield are related to age, region of stem, size, length, diameter, weight, carbohydrate and nutrient contents of the propagation material.
Results of the experiments showed that the age of the plant from which cuttings were obtained affected dry matter production, and both root yield and total plant dry weight were significantly influenced by the position on the stem from which cuttings were obtained. Cuttings from the base of the stem gave a higher yield than cuttings from either the medial region (which yielded 6.4% less than basal) or the apical regions (12.7% lees). The difference in yield per hectares were brought about by differences in number and weight of storage roots, but the more important of these two components of yield was the size (weight) of the storage roots. The weight of roots produced from basal-region cuttings was 4.1% greater than from medial-region cuttings and 11.9% greater than from apical-region cuttings. Ave-rage growth rates of plants showed a similar pattern; growth rates from basal, medial and apical cuttings were respectively 24.2, 28.0 and 30.8 g/plant/week.
Although the age of stem did not have a significant effect on yield, the difference between the root yields from basal and apical cuttings was greater for young stem (7 and 9 months old) than for older stems (11 and 13 months old). With young stems, the apical cuttings gave plants which yielded 10% less than those from basal cuttings. With the older stems the difference was 15%. In the initial growth, sprouting of the apical cuttings was quicker than of the basal cuttings, but the subsequent growth of the basal cuttings was more rapid than of the apical cuttings. The relative growth rates of the plant organs (roots, new shoots and new plants) developed from basal cuttings were greater than from apical cuttings. The nutrient content of the cuttings (mg/cutting) varied with position on the parent stem. The oldest section (lowest section) of the stem had the highest nutrient and starch contents. Storage root yield was positively and linearly related to both nitrogen and potassium con-tents of the cuttings. Length and diameter of cutting individually influenced yield. However, there was no significant interaction between them. The optimum cutting length was about 25 cm. For root and storage-root growth, the optimum cutting lenght was 25 cm. This is possibly because cuttings of 25 cm gave plants with higher rates of root and storage-root growth during the initial growth phase than either shorter or longer cuttings. On the other hand, for shoot growth, the rate of growth was greater the longer the cutting. The optimum diameter of cutting was 2.25 - 2.50 cm; yields were lower from cuttings that had bigger or smaller diameters than this. Although cutting length and diameter were related to weight of cutting, there was no relation-ship found between weight of cutting and root yield.
From these results of the experiments it can be concluded that the quality of a cutting is best if it is taken from the basal region of the stem, is about 25 cm long, and has diameter of 2.25 - 2.50 cm. However, in general, any cutting from the lower half of the stem gives satisfactory results.
"
1985
D136
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuning Hanurawati
"ABSTRAK
Glukoamilase menghidrolisis ikatan a-1,4 dan a-1,6 pada ujung non-reduktif dari pati.
Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan aktivitas glukoamilase dari A. awamori UICC 314 yang ditumbuhkan pada medium Sakai modifikasi dengan enam sumber karbohidrat yang berbeda. Pengukuran aktivitas glukoamilase dengan metode Nishise et al. (1988), dan konsentrasi glukosa dengan metode Somogyi-Nelson.
Dalam waktu fermentasi 24 jam urutan tinggi ke rendah aktivitas glukoami1ase dihasilkan dari tepung beras, tepung ubi, maizena, tapioka, soluble starch dan tepung sagu; pada tepung sagu dan soluble starch aktivitas berbeda nyata dengan tepung beras, tepung ubi, maizena, dan tapioka; aktivitas pada soluble starch juga berbeda nyata dengan tepung sagu; pada tapioka aktivitas tidak berbeda nyata dengan tepung beras dan tepung ubi, sedangkan dengan maizena berbeda nyata; pada tepung beras, tepung ubi, dan maizena hasilnya tidak berbeda nyata.
Dalam waktu fermentasi 48 jam tidak ada perbedaan aktivitas glukoamilase pada semua sumber karbohidrat.
Aktivitas glukoamilase berbeda dalam waktu fermentasi 24 dan 48 jam pada tepung beras, tepung ubi, maizena, dan tepung sagu; sedangkan pada tapioka dan soluble starch tidak ada perbedaan.
ABSTRACT
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Yuniati
"Salinitas adalah satu dari berbagai masalah pertanian yang cukup serius yang mengakibatkan berkurangnya hasil dan produktivitas pertanian. Salah satu strategi untuk menghadapi tanah salin adalah memilih kultivar tanaman pertanian yang toleran terhadap kadar garam yang tinggi. Telah dilakukan penelitian untuk menilai persentase perkecambahan dan ketahanan sepuluh galur dan varietas tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) terhadap cekaman garam. Perlakuan salinitas dilakukan dengan penambahan NaCl 70, 80, 90, dan 100 mM pada media basal. Berdasarkan beberapa kriteria berupa pengamatan secara visual, persentase perkecambahan, rasio berat basah/berat kering dan persentase kematian tunas apikal dapat disimpulkan galur yang toleran garam adalah Wilis, Malabar dan Sindoro, galur sensitif adalah Lumut, Yellow Biloxy, Si Cinang dan Sriyono, sedangkan yang sedang adalah Genjah Jepang, Lokan, dan Tidar.

Screening of Soybean Cultivars Glycine max (L.) Merrill under Sodium Chloride Stress Condition. Salinity is one of the most serious and widespread agricultural problems resulting in losses of yield. Generally, as land is more intensively cultivated, the salinity problem becomes more severe. A high concentration of NaCl greatly reduces growth of both the shoot and the root. One strategy available to cope with saline soil is to choose salt-tolerance crops or to select salt-tolerance cultivars within a crop. Experiments were conducted to asses the performance of ten cultivars soybean (Glycine max [L.] Merrill) to salt stress at germination and seedling stages. Salinity treatments were begun by adding 70, 80, 90, and 100 mM NaCl to the basal nutrient solution. According to germination percentage, fresh weight/dry weight ratios, and the percentage of dead apical buds we suggest that Wilis, Malabar and Sindoro were tolerant lines, Genjah Jepang, Lokan, and Tidar were moderate and the sensitive lines were Lumut, Yellow Biloxy, Si Cinang and Sriyono."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>